Beda Samatha dan Vipasana

Started by bond, 05 January 2008, 10:24:10 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

bond

#15
Ada yg tau ngak nanna yg muncul dalam vipasana berurutan atau ngacak tergantung kondisi watak si meditator?
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Sumedho

imo sih nga berurutan, bahkan ada yg sudah dapet nana itu sebelum vipassana misalnya.

kan itu hanya rumusan terstruktur dan step by step
There is no place like 127.0.0.1

nyanadhana

Vipassana Kilesa biasanya timbul pada Nyana ke-3 dan ke-4.
10 Vipassana Kilesa : Obhasa (sinar), Piti (kegiuran), Passadi (tenang), Sukha (kebahagiaan), Saddha (keyakinan), Paggaha (terlalu semangat), Upatthana (ingatan yang tajam), Nyana (ilmu pengetahuan), Upekkha (keseimbangan), Nikhanti (kepuasan)


Upatthana lebih cocok ditranslate sebagai Kemampuan di dalam melaksanakan perhatian murni tanpa kehilangan objek

Ingatan tajam bukan berartimelihat masa lalu,namun konsentrasi pikiran memegang objek , Terima kasih
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

tesla

eh... lihat jawaban nagasena tentang panna & nyana.

Quote
        "Kalau begitu, apakah dengan pengetahuan dan kebijaksanaan itu ada kemungkinan ia tidak tahu tentang suatu hal?"

        "Ia akan tetap berada dalam ketidak-tahuan tentang hal-hal yang belum dipelajarinya. Akan tetapi mengenai hal yang telah dicapai oleh kebijaksanaan —yaitu pencerapan tentang ketidak-kekalan, ketidak-puasan, dan ketidak-adanya-diri, ia tidak akan tidak tahu".

menurut saya sih, nyana pencerahan adalah tentang ketidak-kekalan, ketidak-puasan, ketidak-adanya-diri. ketiga2nya adalah serempak atau boleh dibilang satu.
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Riky_dave

[at]bond
Selama ini saya pikir samatha lah yg bisa menembus pencerahan...
Kenapa sang Buddha tetap membabarkan tentang samatha jika dia mencapai pembebasan melalui vipassana bhavana?
"Sang Buddha dari Jhana ke-8 atau ke-9 beliau turun kembali ke Jhana Pertama, dan dari sana beliau mulai melakukan Vipassana Bhavana lalu mencapai Nibbana."
Apakah samatha itu adalah cara mendapatkan kekuatan2?
Apakah SB menganjurkan muridnya mengambil jalan samatha dulu kemudian balik ke vipasana?
Kenapa banyak yg mengambil jalur samatha(bahkan menurut saya kebanyakkan yg diajarkan samatha(maaf jika salah)kecuali yg diajarkan oleh pak hudoyo) sedangkan SB sendiri mendapatkan pencerahan melalui vipasana?
Bukankah Samatha lebih "membingungkan" dan bisa membuat org terkagum,terkesan dengan apa yg "diperolehnya" sehingga lupa tujuan "sebenarnya"?
_/\_

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

Ada yang mengumpamakan Samatha sebagai melatih tubuh, dan Vipassana sebagai mendaki gunung, dengan puncak sebagai tujuannya.

Ada yang berargumentasi apabila tubuh telah dilatih dengan baik, maka mencapai puncak gunung akan lebih mudah daripada mendaki tanpa persiapan.

Ada juga yang berargumentasi bahwa yang penting adalah mendaki gunung. Dan mendaki gunung tetap bisa dilakukan tanpa melatih tubuh terlebih dahulu. Dan melatih tubuh saja tanpa mendaki gunung sama saja bohong.

Dan masing-masing pihak telah berdebat selama berabad-abad, mana yang seharusnya dilakukan.
Ada yang mengingatkan bahayanya terikat pada melatih tubuh dahulu, ada yang mengingatkan bahayanya mendaki tanpa persiapan, dll, dll, dll. Tetapi banyak juga yang lupa bahwa sesungguhnya yang penting adalah puncak, atau melepas, atau berhenti, atau melihat sebagaimana adanya, yang penting adalah akhirnya, bukan prosesnya.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

hudoyo

#21
Quote from: Riky_dave on 08 June 2008, 02:12:09 PM
[at]bond
Selama ini saya pikir samatha lah yg bisa menembus pencerahan...
Kenapa sang Buddha tetap membabarkan tentang samatha jika dia mencapai pembebasan melalui vipassana bhavana?
"Sang Buddha dari Jhana ke-8 atau ke-9 beliau turun kembali ke Jhana Pertama, dan dari sana beliau mulai melakukan Vipassana Bhavana lalu mencapai Nibbana."
Apakah samatha itu adalah cara mendapatkan kekuatan2?
Apakah SB menganjurkan muridnya mengambil jalan samatha dulu kemudian balik ke vipasana?
Kenapa banyak yg mengambil jalur samatha(bahkan menurut saya kebanyakkan yg diajarkan samatha(maaf jika salah)kecuali yg diajarkan oleh pak hudoyo) sedangkan SB sendiri mendapatkan pencerahan melalui vipasana?
Bukankah Samatha lebih "membingungkan" dan bisa membuat org terkagum,terkesan dengan apa yg "diperolehnya" sehingga lupa tujuan "sebenarnya"?
_/\_

Salam,
Riky

Riky,

Di dalam Yuganaddha-sutta, YM Ananda menjelaskan bahwa kearahatan bisa dicapai melalui salah satu dari 4 jalan:

(1) samatha dulu, lalu dilanjutkan dengan vipassana > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana;

(2) vipassana dulu, lalu dilanjutkan dengan samatha > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana;

(3) melakukan samatha dan vipassana bergandengan > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana;

(4) seorang bhikkhu mengendalikan batinnya yang gelisah karena berbagai hal - pada suatu titik, batinnya mereda, mantap, menyatu dan memusat > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana.

Riky, perhatikan ... jalan #1, #2, dan #3 terdiri dari 'samatha' dan 'vipassana' dalam berbagai kombinasi.

Tapi jalan #4 tidak menyebut-nyebut 'samatha' maupun 'vipassana' sama sekali ... dengan kata lain, ada jalan lain di luar 'samatha' dan 'vipassana'.

Nah, apakah jalan #4 itu? ... Temukan sendiri dalam meditasimu ... jangan hiraukan masalah 'samatha' vs 'vipassana' yang sering diperdebatkan orang.

Bagi saya pribadi, jalan #4 itu adalah kesadaran pasif tanpa usaha (viriya) dan tanpa konsentrasi, yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta.

Salam,
hudoyo

Riky_dave

Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

tula

Quote from: hudoyo on 09 June 2008, 11:50:02 AM

Di dalam Yuganaddha-sutta, YM Ananda menjelaskan bahwa kearahatan bisa dicapai melalui salah satu dari 4 jalan:

(1) samatha dulu, lalu dilanjutkan dengan vipassana > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana;

(2) vipassana dulu, lalu dilanjutkan dengan samatha > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana;

(3) melakukan samatha dan vipassana bergandengan > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana;

(4) seorang bhikkhu mengendalikan batinnya yang gelisah karena berbagai hal - pada suatu titik, batinnya mereda, mantap, menyatu dan memusat > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana.

Riky, perhatikan ... jalan #1, #2, dan #3 terdiri dari 'samatha' dan 'vipassana' dalam berbagai kombinasi.

Tapi jalan #4 tidak menyebut-nyebut 'samatha' maupun 'vipassana' sama sekali ... dengan kata lain, ada jalan lain di luar 'samatha' dan 'vipassana'.

Nah, apakah jalan #4 itu? ... Temukan sendiri dalam meditasimu ... jangan hiraukan masalah 'samatha' vs 'vipassana' yang sering diperdebatkan orang.

Bagi saya pribadi, jalan #4 itu adalah kesadaran pasif tanpa usaha (viriya) dan tanpa konsentrasi, yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta.

Salam,
hudoyo

mengendalikan ini bukannya usaha pak hudoyo ?

Riky_dave

Itu kebenaran umum om Tula.... :)
Selagi "aku" belum padam semuanya hanyalah "konsep" belaka...

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

hudoyo

#25
Quote from: tula on 01 July 2008, 01:23:54 PM
Quote from: hudoyo on 09 June 2008, 11:50:02 AM

Di dalam Yuganaddha-sutta, YM Ananda menjelaskan bahwa kearahatan bisa dicapai melalui salah satu dari 4 jalan:
[...]
(4) seorang bhikkhu mengendalikan batinnya yang gelisah karena berbagai hal - pada suatu titik, batinnya mereda, mantap, menyatu dan memusat > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana.
Tapi jalan #4 tidak menyebut-nyebut 'samatha' maupun 'vipassana' sama sekali ... dengan kata lain, ada jalan lain di luar 'samatha' dan 'vipassana'.
Nah, apakah jalan #4 itu? ... Temukan sendiri dalam meditasimu ... jangan hiraukan masalah 'samatha' vs 'vipassana' yang sering diperdebatkan orang.
Bagi saya pribadi, jalan #4 itu adalah kesadaran pasif tanpa usaha (viriya) dan tanpa konsentrasi, yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta.
mengendalikan ini bukannya usaha pak hudoyo ?
Anda jeli, Rekan Tula ... :) ... Betul, 'mengendalikan' itu usaha ... Tapi yang bilang 'mengendalikan' itu bukan saya, melainkan para bhikkhu yang menghafalkan sutta itu pada zaman Tipitaka selama 300 tahun diturunkan dari mulut ke mulut. ... Tidak semua penghafal Tipitaka itu arahat....

Saya justru menulis: "jalan #4 itu adalah kesadaran pasif tanpa usaha (viriya) dan tanpa konsentrasi, yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta."

Bisa saja aslinya yang dari Sang Buddha berbunyi demikian: "(4) seorang bhikkhu menyadari batinnya yang gelisah karena berbagai hal - pada suatu titik batinnya mereda, mantap, menyatu dan memusat tanpa disengaja, tanpa diupayakan > muncul Sang Jalan > berkembang dengan sendirinya > nibbana." ... Tidak jauh kok melencengnya, sekalipun bisa sangat membingungkan bagi pemula vipassana. .. Apa yang semula PASIF menjadi AKTIF. ... :)

Kalau Anda baca Mahasatipatthana-sutta, malah lebih "menyimpang" lagi ... saya lihat itu bukan vipassana melainkan sekadar kontemplasi (perenungan), penggunaan pikiran. ... Oleh karena itu saya tidak menggunakan sutta itu.

Salam,
hudoyo

Andi Sangkala

Quote from: hudoyo on 01 July 2008, 09:52:23 PM
Anda jeli, Rekan Tula ... :) ... Betul, 'mengendalikan' itu usaha ... Tapi yang bilang 'mengendalikan' itu bukan saya, melainkan para bhikkhu yang menghafalkan sutta itu pada zaman Tipitaka selama 300 tahun diturunkan dari mulut ke mulut. ... Tidak semua penghafal Tipitaka itu arahat....



_/\_
aku kutipkan sutta tadi dan aku tidak menemukan: "Tapi yang bilang 'mengendalikan' itu bukan saya, melainkan para bhikkhu yang menghafalkan sutta itu pada zaman Tipitaka selama 300 tahun diturunkan dari mulut ke mulut. ... Tidak semua penghafal Tipitaka itu arahat...."


4. "Puna caparaŋ, āvuso, bhikkhuno dhammuddhaccaviggahitaŋ mānasaŋ hoti. Hoti so, āvuso, samayo yaŋ taŋ cittaŋ ajjhattameva santiţţhati sannisīdati ekodi hoti samādhiyati.
Tassa maggo sañjāyati. So taŋ maggaŋ āsevati bhāveti bahulīkaroti.
Tassa taŋ maggaŋ āsevato bhāvayato bahulīkaroto saŋyojanāni pahīyanti, anusayā byantīhonti.

4. Kemudian saudara, pikiran para Bhikkhu menjadi terkendali dari kegelisahan terhadap segala sesuatu. Dia o saudara, pada suatu saat dari sebelah dalam, batinnya menjadi kokoh berdiri, tenang, menunggal dan terpusat.
Padanya Jalan telah tercapai, ia akrab pada Jalan tersebut, mengembangkan dan banyak melakukannya.
Barangsiapa akrab pada Jalan itu, mengembangkan dan banyak melakukannya akan menanggalkan belenggu dan melenyapkan noda laten.


semoga brmanfaat

Karena Tidak Sayang Maka Tidak Kenal

Andi

hudoyo

Quote from: Andi Sangkala on 26 September 2008, 09:56:22 PM
Quote from: hudoyo on 01 July 2008, 09:52:23 PM
Anda jeli, Rekan Tula ... :) ... Betul, 'mengendalikan' itu usaha ... Tapi yang bilang 'mengendalikan' itu bukan saya, melainkan para bhikkhu yang menghafalkan sutta itu pada zaman Tipitaka selama 300 tahun diturunkan dari mulut ke mulut. ... Tidak semua penghafal Tipitaka itu arahat....
_/\_
aku kutipkan sutta tadi dan aku tidak menemukan: "Tapi yang bilang 'mengendalikan' itu bukan saya, melainkan para bhikkhu yang menghafalkan sutta itu pada zaman Tipitaka selama 300 tahun diturunkan dari mulut ke mulut. ... Tidak semua penghafal Tipitaka itu arahat...."

4. "Puna caparaŋ, āvuso, bhikkhuno dhammuddhaccaviggahitaŋ mānasaŋ hoti. Hoti so, āvuso, samayo yaŋ taŋ cittaŋ ajjhattameva santiţţhati sannisīdati ekodi hoti samādhiyati.
Tassa maggo sañjāyati. So taŋ maggaŋ āsevati bhāveti bahulīkaroti.
Tassa taŋ maggaŋ āsevato bhāvayato bahulīkaroto saŋyojanāni pahīyanti, anusayā byantīhonti.
4. Kemudian saudara, pikiran para Bhikkhu menjadi terkendali dari kegelisahan terhadap segala sesuatu. Dia o saudara, pada suatu saat dari sebelah dalam, batinnya menjadi kokoh berdiri, tenang, menunggal dan terpusat.
Padanya Jalan telah tercapai, ia akrab pada Jalan tersebut, mengembangkan dan banyak melakukannya.
Barangsiapa akrab pada Jalan itu, mengembangkan dan banyak melakukannya akan menanggalkan belenggu dan melenyapkan noda laten.
semoga brmanfaat

Menggunakan kitab suci untuk "membuktikan" keabsahan kitab suci yang sama adalah suatu argumen yang berputar.

ryu

Daripada mengambil dari kitab yang laen yang belom tentu benar dan menjadi lebih ngaco kakakakakak
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Hendra Susanto

Quote from: ryu on 29 September 2008, 08:15:31 AM
Daripada mengambil dari kitab yang laen yang belom tentu benar dan menjadi lebih ngaco kakakakakak

:))