comotan dari blog tetangga

Started by bond, 27 July 2009, 11:11:16 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Nevada

#630
Quote from: Kainyn_KuthoPertanyaan terakhir: apakah dalam vipassana, seseorang perlu mengetahui "ini sila, ini bukan", "ini dhamma, ini bukan", ataukah perlu menyadari bahwa "sila, dhamma, agama adalah bentukan pikiran"?

Dalam vipassana, seseorang perlu menyadari perasaan, pencerapan, kesadaran dan bentuk-bentuk pikiran.

Lalu...?


Quote from: Kainyn_KuthoHanya bahasa saja. Seperti saya katakan, dalam terjemahan Bahasa Inggris, sering digunakan Extinction (kemusnahan). Dalam beberapa terjemahan Bahasa Indonesia juga saya pernah menemukan nibbana dijelaskan sebagai "musnah sepenuhnya". Sebetulnya tidak ada satu bahasa pun yang tepat menggambarkannya.

Sama seperti perasaan, tidak ada gambaran tepat mengenai perasaan. Seniman mengungkapkan perasaannya dalam berbagai media. Orang yang tidak mengerti hanya melihat medianya, hanya yang tertangkap indera, namun tidak menangkap ekspresi yang disampaikan. Mereka yang mampu melihat, mengerti dan memahami perasaannya, melampaui medianya. Begitu pula dalam dhamma dan kehidupan sehari-hari, orang yang tidak mengerti maksud orang lain, hanya mampu menilai sebatas bahasa.

Maksud saya, bukan kemusnahan dalam arti:
- dari ada menjadi tiada
- dari tiada menjadi tiada

Kalau maksud yang disampaikan oleh seseorang itu masih berkutat di kedua poin tersebut, seindah dan seartistik apapun bahasa yang digunakan, tetap saja yang ditampilkan adalah "nihilisme".


Quote from: Kainyn_KuthoSebelumnya, sudah pernah saya katakan bahwa saya pernah berbicara dengan Pak Hudoyo mengenai seorang umat lain yang mendebat saya tentang nibbana. Saya diskusi sedikit dengan Pak Hudoyo mengenai nibbana dalam pandangan Buddha dan nihilisme. Dari situlah saya tahu Pak Hudoyo bukan berpandangan nihilisme

Apakah Anda sudah memastikannya?


Quote from: Kainyn_KuthoKesamaan ajaran J.Khrisnamurti dan Buddhisme rasanya sudah sering dibicarakan Pak Hudoyo di board MMD atau J KhrisnaMurti.

Bukan itu yang saya tanyakan...

Yang saya tanyakan sebenarnya: "Kenapa Pak Hudoyo bilang nihilisme, tapi kemudian bilang lagi bukan nihilisme?"

Apa alasannya?


Quote from: Kainyn_KuthoKarena JMB 8 fokus pada sesuatu yang general, yang bisa jadi terbatasi oleh tradisi dan budaya setempat, pada waktu dan kondisi tertentu, namun bisa jadi tidak relevan di tradisi, budaya lain pada waktu dan kondisi berbeda.

Satu contohnya adalah "ucapan benar" yang sudah dibahas sebelumnya berkenaan dengan Thera Pilinda Vaccha. Bicara kasar atau tidak kasar adalah tergantung budaya setempat. Hal ini sebetulnya sudah dibahas dalam Upali Sutta yang menjelaskan semua perbuatan (juga ucapan) menjadi bermanfaat atau tidak, adalah tergantung pikiran. Semua pasti setuju bahwa pikiranlah yang terutama, namun apakah orang yang memegang JMB 8 secara mutlak mau mengakui irrelevansi ucapan dan perbuatan benar?

Contoh lain adalah pencaharian benar yang salah satunya tidak menjual racun. Apa definisi racun? Apakah kandungannya? Mana yang racun: selai kacang atau arsenik? Orang yang terkungkung pandangan JMB 8 secara mutlak sesungguhnya hanya akan tersesat dalam ketidak-tahuannya.

Anda sendiri paham bahwa pikiran adalah pelopor. Seseorang yang berucap benar, tentulah tidak dilandasi dengan pikiran yang tidak benar. Jadi, bila di suatu tempat / lingkungan menilai ucapan seseorang itu adalah tidak baik (meskipun itu adalah ucapan benar), maka yang bermasalah adalah pendengarnya.

Definisi racun adalah zat yang dibuat dan digunakan dengan tujuan sebagai racun. Bukan cuma racun, biasanya banyak pemula yang juga bingung apakah menjual pisau dapur, gergaji, rokok, dsb. termasuk dalam perdagangan yang tidak benar atau tidak. Di sini kita perlu mengenali dengan jelas kriteria-krietrianya. Kalau kita sudah kenal jelas batasan-batasan kriterianya, kita tidak akan bingung mengenai berdagang racun atau bukan; juga termasuk nihilisme atau tidak nihilisme.


Seseorang tidak akan bisa terkungkung pada pandangan tentang JMB8 secara mutlak. JMB8 adalah 'rakit'.

Justru amanat dari Sankhitta Sutta bisa dipandang secara generalisasi oleh orang awam, sehingga bisa muncul berbagai konsepsi. Yang bagaimanakah kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat itu?

- Apakah kerelaan untuk menomor-duakan diri sendiri dibanding Tuhan itu termasuk?
- Apakah kebebasan untuk berbuat sehingga tidak terikat pada peraturan agama itu termasuk?
- Apakah pelepasan moralitas sehingga tidak perlu mengumpulkan kebajikan itu termasuk?
- Apakah makan nasi satu butir sehari itu termasuk sedikit keinginan?
- Apakah puas dengan hanya memiliki satu istri itu termasuk kepuasan?
- Apakah bersikap introvert dan tidak bersosialisasi itu termasuk kesendirian?
- Apakah berbicara dengan lantang dan penuh gerak tubuh itu termasuk membangkitkan semangat?
- Apakah dengan bersikap penurut itu namanya mudah dirawat?

Semua pasti setuju bahwa Sankhitta Sutta itu menguraikan sifat-sifat Ajaran Sang Buddha. Namun apakah orang yang memegang isi Sankhitta Sutta secara garis besarnya mau mengakui irelevansi dari poin-poinnya?


hatRed

#631
om opa makin lama makin mantap...

di klik kiri deh  disuruh nunggu.,....
i'm just a mammal with troubled soul



markosprawira

Quote from: upasaka on 25 August 2009, 06:09:26 PM
Quote from: Kainyn_KuthoHanya bahasa saja. Seperti saya katakan, dalam terjemahan Bahasa Inggris, sering digunakan Extinction (kemusnahan). Dalam beberapa terjemahan Bahasa Indonesia juga saya pernah menemukan nibbana dijelaskan sebagai "musnah sepenuhnya". Sebetulnya tidak ada satu bahasa pun yang tepat menggambarkannya.

Sama seperti perasaan, tidak ada gambaran tepat mengenai perasaan. Seniman mengungkapkan perasaannya dalam berbagai media. Orang yang tidak mengerti hanya melihat medianya, hanya yang tertangkap indera, namun tidak menangkap ekspresi yang disampaikan. Mereka yang mampu melihat, mengerti dan memahami perasaannya, melampaui medianya. Begitu pula dalam dhamma dan kehidupan sehari-hari, orang yang tidak mengerti maksud orang lain, hanya mampu menilai sebatas bahasa.

Maksud saya, bukan kemusnahan dalam arti:
- dari ada menjadi tiada
- dari tiada menjadi tiada

Kalau maksud yang disampaikan oleh seseorang itu masih berkutat di kedua poin tersebut, seindah dan seartistik apapun bahasa yang digunakan, tetap saja yang ditampilkan adalah "nihilisme".

Jadi ingat salah satu tulisan ajahn chah yang berjudul 2 Bahasa

Disebutkan bahwa ada 2 bahasa yaitu bahasa awam/sehari2 dan bahasa dhamma

Misal kata sunya/kosong.
Dalam bahasa keseharian artinya tidak ada isi apapun, kosong, tidak ada objek di dalamnya

Tapi secara bahasa Dhamma, kosong adalah bebas dari kemelekatan

Disebutkan bahwa orang seringkali menggunakan bahasa yg keliru/rancu dalam menafsirkan sesuatu.
Misal saat membahas sunyata secara dhamma, orang mengartikannya sebagai sunyata secara bahasa keseharian
Bisa juga menggunakan bahasa dhamma, saat sedang membahas mengenai keadaan yg kosong secara umum

Isi artikel ini sangatlah menarik jika dipergunakan dalam melihat aspek nihilisme/bukan nihilisme, atau konsep melepas sehingga kita bisa lebih jelas melihat mengapa sampai terjadi "salah paham" seperti itu

Apalagi jika untuk 1 konsep, pegangan yg digunakan adalah rujukan awam seperti Wikipedia, KBBI, dsbnya

semoga bisa bermanfaat

morpheus

Quote from: ryu on 25 August 2009, 02:15:03 PM
Quote from: morpheus on 25 August 2009, 08:51:24 AM
om ryu, itu yg saya liat dari kehidupan sehari2... entah yg anda liat...
Definisi Baik menurut om seperti apa?
baik definisi masyarakat aja, gak yg muluk2...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

ryu

Quote from: morpheus on 26 August 2009, 08:57:19 AM
Quote from: ryu on 25 August 2009, 02:15:03 PM
Quote from: morpheus on 25 August 2009, 08:51:24 AM
om ryu, itu yg saya liat dari kehidupan sehari2... entah yg anda liat...
Definisi Baik menurut om seperti apa?
baik definisi masyarakat aja, gak yg muluk2...
Berarti selama ini oom belom pernah melihat romo, bhante dll yang bener ya?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

markosprawira

Quote from: markosprawira on 25 August 2009, 05:19:33 PM
dan kedua, JMB-8 adalah latihan batin dimana setiap unsur, merupakan latihan terhadap cetasika/faktor batin tertentu yang kesemuanya mengkondisikan agar batin selalu berada dalam kondisi sobhana
Pernyataan mengenai JMB-8 adalah latihan batin, ditolak oleh HH

Biar memperjelas mengenai JMB-8 yg sesungguhnya merupakan latihan batin

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,8410.0.html

QuotePenjelasan Jalan Mulia Berunsur 8 secara Abhidhamma

Banyak yg menyebut seolah Jalan Mulia Berunsur 8 adalah hal yg terpisah-pisah, dan menjadi hal yg eksternal alias tidak berpengaruh pada diri si pelaku

Mari kita semua melihat kembali secara Abhidhamma, yaitu :

1. Samma Ditthi (Pandangan Benar) : Panna cetasika (cetasika mengenai kebijaksanaan, ada di Pannindriya-cetasika 1)

2. Samma Sankappa (Pikiran Benar) : Vitakka Cetasika (cetasika mengenai perenungan permulaan, ada di Pakinnaka cetasika 6)


3. Samma Vaca (Ucapan Benar) : Sammavaca cetasika

4. Samma Kammanta (Perbuatan Benar) : Sammakammanta cetasika

5. Samma Ajiva (Mata Pencaharian Benar) : Sammaajiva cetasika

no 3-5, ada pada Virati cetasika, yaitu cetasika yg mengontrol


6. Samma Vayama (Daya upaya Benar) : Viriya Cetasika (Semangat/usaha, termasuk dalam Pakinnaka cetasika 6 juga)

7. Samma Sati (Perhatian Benar) : Sati Cetasika (sadar/ingat, termasuk dalam sobhanasadharana cetasika 25)

8. Samma Samadhi (Konsentrasi Benar) : Ekaggata cetasika (pemusatan pikiran, termasuk dalam sabbacittasadharana 7)


Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa cetasika2 yg dlatih meliputi
- sabbacittasadharana 7,
- Pakinnaka 6 (cetasika yg berhubungan dengan Jhana),
- sobhanasadharana cetasika 19,
- virati cetasika 3 dan
- pannindriya cetasika 1

Jadi disini  dapat dilihat bahwa dari setiap unsur dari Jalan Mulia Berunsur 8, ternyata sangat bermanfaat untuk melatih batin kita agar selalu berada dalam kondisi sobhana (Indah).

Semoga dengan penjelasan ini, membuat kita semakin yakin untuk menjalankan Jalan Utama Berunsur 8 karena akan membawa banyak manfaat bagi perkembangan batin kita semua

semoga bisa bermanfaat

metta   _/\_

K.K.

Quote from: upasaka on 25 August 2009, 06:09:26 PM
Quote from: Kainyn_KuthoPertanyaan terakhir: apakah dalam vipassana, seseorang perlu mengetahui "ini sila, ini bukan", "ini dhamma, ini bukan", ataukah perlu menyadari bahwa "sila, dhamma, agama adalah bentukan pikiran"?

Dalam vipassana, seseorang perlu menyadari perasaan, pencerapan, kesadaran dan bentuk-bentuk pikiran.

Lalu...?
Jika pengamatan dalam vipassana adalah perasaan, pencerapan, tubuh, dan bentuk pikiran, maka tidak ada pengamatan "ini sila, ini bukan sila" karena dengan vipassana seseorang menyadari bahwa hal demikian adalah bentukan pikiran. Demikian pula tentang JMB 8, tentang 4 KM, bahkan ide tentang Satipatthana membawa pada nibbana juga adalah bentukan pikiran. Dengan begitu, apakah pernyataan "pengetahuan sila dan doktrin tidak relevan dalam vipassana" adalah keliru? Apakah seseorang perlu doktrin JMB 8, 4 KM dsb untuk menjalankan Vipassana?


QuoteMaksud saya, bukan kemusnahan dalam arti:
- dari ada menjadi tiada
- dari tiada menjadi tiada

Kalau maksud yang disampaikan oleh seseorang itu masih berkutat di kedua poin tersebut, seindah dan seartistik apapun bahasa yang digunakan, tetap saja yang ditampilkan adalah "nihilisme".
:) no comment.

QuoteApakah Anda sudah memastikannya?
Setidaknya dari sudut pandang saya demikian. Apakah saya pun berpandangan nihilisme menurut orang lain? Saya tidak tahu.

QuoteBukan itu yang saya tanyakan...

Yang saya tanyakan sebenarnya: "Kenapa Pak Hudoyo bilang nihilisme, tapi kemudian bilang lagi bukan nihilisme?"

Apa alasannya?
Untuk pastinya, silahkan tanya Pak Hudoyo.
Kalau saya, hanya bisa memberikan penjelasan bahwa lain orang, lain konteks, lain pula bahasanya.


QuoteAnda sendiri paham bahwa pikiran adalah pelopor. Seseorang yang berucap benar, tentulah tidak dilandasi dengan pikiran yang tidak benar. Jadi, bila di suatu tempat / lingkungan menilai ucapan seseorang itu adalah tidak baik (meskipun itu adalah ucapan benar), maka yang bermasalah adalah pendengarnya.
Sekali lagi, bisa jelaskan kasus Thera Pilinda Vaccha? Mengapa dari pikiran benar seorang Arahat, bisa keluar ucapan yang menurut JMB 8 adalah "tidak benar"?


QuoteDefinisi racun adalah zat yang dibuat dan digunakan dengan tujuan sebagai racun.
Apakah ketika kita menjual, kita bertanya kepada orang lain apa yang akan dilakukan dengan produk kita? Atau kembali lagi, hanya generalisasi saja?


QuoteBukan cuma racun, biasanya banyak pemula yang juga bingung apakah menjual pisau dapur, gergaji, rokok, dsb. termasuk dalam perdagangan yang tidak benar atau tidak. Di sini kita perlu mengenali dengan jelas kriteria-krietrianya. Kalau kita sudah kenal jelas batasan-batasan kriterianya, kita tidak akan bingung mengenai berdagang racun atau bukan; juga termasuk nihilisme atau tidak nihilisme.
Ya, tidak usah yang rumit2 seperti "nihilisme". Silahkan jawab yang simple dulu, mana yang racun: selai kacang atau arsenik?


QuoteSeseorang tidak akan bisa terkungkung pada pandangan tentang JMB8 secara mutlak. JMB8 adalah 'rakit'.

Justru amanat dari Sankhitta Sutta bisa dipandang secara generalisasi oleh orang awam, sehingga bisa muncul berbagai konsepsi. Yang bagaimanakah kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat itu?

- Apakah kerelaan untuk menomor-duakan diri sendiri dibanding Tuhan itu termasuk?
- Apakah kebebasan untuk berbuat sehingga tidak terikat pada peraturan agama itu termasuk?
- Apakah pelepasan moralitas sehingga tidak perlu mengumpulkan kebajikan itu termasuk?
- Apakah makan nasi satu butir sehari itu termasuk sedikit keinginan?
- Apakah puas dengan hanya memiliki satu istri itu termasuk kepuasan?
- Apakah bersikap introvert dan tidak bersosialisasi itu termasuk kesendirian?
- Apakah berbicara dengan lantang dan penuh gerak tubuh itu termasuk membangkitkan semangat?
- Apakah dengan bersikap penurut itu namanya mudah dirawat?

Semua pasti setuju bahwa Sankhitta Sutta itu menguraikan sifat-sifat Ajaran Sang Buddha. Namun apakah orang yang memegang isi Sankhitta Sutta secara garis besarnya mau mengakui irelevansi dari poin-poinnya?

Jadi begitu cara anda memandang dan menggunakan Sankhitta Sutta? :)
Saya beri contoh bagaimana saya menggunakan Sankhitta Sutta.
Mengenai Tuhan:
- Apakah menyandarkan diri pada suatu ide (apakah Tuhan atau doktrin lain) membawa pada kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, dan mudah dirawat?

Bersandar pada ide (akan Tuhan ataupun doktrin lainnya) akan membawa orang pada kecenderungan menggenggam, tidak melepaskan dan tidak menyadari hal tersebut adalah bentukan pikiran. Terbelenggu demikian, tidak akan membawa pada kebebasan bathin.


Mengenai moralitas
- Apakah melanggar moralitas membawa pada kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, dan mudah dirawat?

Melanggar moralitas adalah mengikuti nafsu, yang berarti banyak keinginan. Kebiasaan mengikuti nafsu menjadi belenggu, bukan kebebasan. Melanggar moralitas biasa adalah merugikan orang lain yang sudah pasti tidak mudah dirawat, dan lain sebagainya. 

morpheus

Quote from: ryu on 26 August 2009, 09:43:38 AM
Berarti selama ini oom belom pernah melihat romo, bhante dll yang bener ya?
yg saya bilang di atas kan "jadi baik", kata "jadi" itu maksudnya berubah, ada transformasi dari buruk jadi baik...
yg saya amati, ada yg "jadi baik" tapi secara superfisial...
kayak gak bunuh nyamuk, tapi sama sodara berantem. atao nurut ama bhante, tapi bilang orang tuanya bodo. macem2.
ini pengamatan kecil2an di lingkungan saya. mungkin salah, mungkin berbeda dengan pengamatan anda...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

ryu

Quote from: morpheus on 26 August 2009, 02:13:56 PM
Quote from: ryu on 26 August 2009, 09:43:38 AM
Berarti selama ini oom belom pernah melihat romo, bhante dll yang bener ya?
yg saya bilang di atas kan "jadi baik", kata "jadi" itu maksudnya berubah, ada transformasi dari buruk jadi baik...
yg saya amati, ada yg "jadi baik" tapi secara superfisial...
kayak gak bunuh nyamuk, tapi sama sodara berantem. atao nurut ama bhante, tapi bilang orang tuanya bodo. macem2.
ini pengamatan kecil2an di lingkungan saya. mungkin salah, mungkin berbeda dengan pengamatan anda...

Berarti Menurut om perubahan, pengamatan saya justru orang yang melatih meditasi aja kelakuannya kaga beda sama yang gak suka meditasi, blom katanya ada yang meditasi sadari saja tapi selingkuh, jadi selingkuh sadari saja, dan ajarannya di jadikan patokan? selingkuhpun apakah itu hal yang baik di mata meditasi sadari saja?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Nevada

#639
Quote from: Kainyn_KuthoJika pengamatan dalam vipassana adalah perasaan, pencerapan, tubuh, dan bentuk pikiran, maka tidak ada pengamatan "ini sila, ini bukan sila" karena dengan vipassana seseorang menyadari bahwa hal demikian adalah bentukan pikiran. Demikian pula tentang JMB 8, tentang 4 KM, bahkan ide tentang Satipatthana membawa pada nibbana juga adalah bentukan pikiran. Dengan begitu, apakah pernyataan "pengetahuan sila dan doktrin tidak relevan dalam vipassana" adalah keliru? Apakah seseorang perlu doktrin JMB 8, 4 KM dsb untuk menjalankan Vipassana?

Vipassana itu bagian dari JMB8. Dan lagi pula... dalam vipassana, seseorang memang perlu meyadari semua bentukan batin; bahkan termasuk mengenali bentukan batin yang mendasari perbuatan-perbuatannya yang pernah ia lakukan.

Ini sama seperti analogi: "dalam berucap benar, adalah tidak relevan untuk bervipassana". Sudah saya tekankan dari kemarin-kemarin, vipassana itu sendiri adalah salah satu ruas jalan dalam JMB8. Vipassana ini didukung oleh ruas-ruas jalan lainnya, yang salah satunya adalah bagian moralitas.

Lihatlah bahwa vipassana sebenarnya adalah satu metode (ruas jalan). Jangan menilai vipassana sebagai bagian terpisah dari JMB8. Telaah kembali apa yang disiratkan dalam aspek samadhi di JMB8! :)


Quote from: Kainyn_KuthoSetidaknya dari sudut pandang saya demikian. Apakah saya pun berpandangan nihilisme menurut orang lain? Saya tidak tahu.

Saya tidak mempermasalahkan bagaimana pandangan Anda. Yang saya ingin tahu, apakah memang Anda sudah memastikan bahwa Pak Hudoyo tidak memegang pandangan "dari ada menjadi tiada" dan atau "dari tiada menjadi tiada".

Itu saja yang perlu diverifikasi. Setelah itu, bisa kita konklusikan apakah Pak Hudoyo memang penganut pandangan nihilisme atau bukan.


Quote from: Kainyn_KuthoUntuk pastinya, silahkan tanya Pak Hudoyo.
Kalau saya, hanya bisa memberikan penjelasan bahwa lain orang, lain konteks, lain pula bahasanya

OK. Kalau begitu tidak apa-apa...


Quote from: Kainyn_KuthoSekali lagi, bisa jelaskan kasus Thera Pilinda Vaccha? Mengapa dari pikiran benar seorang Arahat, bisa keluar ucapan yang menurut JMB 8 adalah "tidak benar"?

Thera Pilinda Vaccha sering mengucapkan "vasala" karena akibat tumpukkan kamma di kehidupan lampaunya. Beliau tidak berniat merendahkan orang lain dengan sebutan itu. Beliau sudah memiliki kecenderungan untuk berucap seperti itu (kebiasaan).

Karena tanpa niat untuk merendahkan, maka kasus itu tidak memenuhi kriteria untuk disebut sebagai melenceng dari ucapan benar. Kasus ini mirip dengan kisah Cakkuphala Thera yang tanpa niat buruk, namun ternyata telah membunuh banyak serangga.


Quote from: Kainyn_KuthoApakah ketika kita menjual, kita bertanya kepada orang lain apa yang akan dilakukan dengan produk kita? Atau kembali lagi, hanya generalisasi saja?

Bila kita menjual pisau dapur dengan kesadaran bahwa pisau itu untuk digunakan sebagai peralatan memasak di dapur, kita tidak memperdagangkan senjata. Lain halnya jika kita memang menjual pisau dapur dengan tujuan menjadikan pisau sebagai senjata tajam.

Bila kita menjual pisau dapur sebagai peralatan memasak, namun ternyata disalah-gunakan oleh si pembeli dengan memakainya untuk membunuh seseorang, maka itu adalah konsekuensi dari si pembeli. Kita yang menjual pisau dapur tidak berkontribusi terlalu jauh sampai di sana.

Jangankan pisau dapur atau racun. Jika saya menjual televisi berwarna, si pembeli juga bisa menggunakan televisi tersebut sebagai alat untuk membunuh seseorang dengan menghantamnya ke kepala korban.

Lantas apakah televisi itu juga termasuk senjata?


Quote from: Kainyn_KuthoYa, tidak usah yang rumit2 seperti "nihilisme". Silahkan jawab yang simple dulu, mana yang racun: selai kacang atau arsenik?

Arsenik. Asalkan bahan kimia tersebut memang diperdagangkan sebagai racun.


Quote from: Kainyn_Kutho
Jadi begitu cara anda memandang dan menggunakan Sankhitta Sutta? :)
Saya beri contoh bagaimana saya menggunakan Sankhitta Sutta.
Mengenai Tuhan:
- Apakah menyandarkan diri pada suatu ide (apakah Tuhan atau doktrin lain) membawa pada kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, dan mudah dirawat?

Bersandar pada ide (akan Tuhan ataupun doktrin lainnya) akan membawa orang pada kecenderungan menggenggam, tidak melepaskan dan tidak menyadari hal tersebut adalah bentukan pikiran. Terbelenggu demikian, tidak akan membawa pada kebebasan bathin.


Mengenai moralitas
- Apakah melanggar moralitas membawa pada kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, dan mudah dirawat?

Melanggar moralitas adalah mengikuti nafsu, yang berarti banyak keinginan. Kebiasaan mengikuti nafsu menjadi belenggu, bukan kebebasan. Melanggar moralitas biasa adalah merugikan orang lain yang sudah pasti tidak mudah dirawat, dan lain sebagainya.

Saya tidak memandang isi Sankhitta Sutta seperti itu. :) Saya hanya menyinggung, bahwa orang awam pun bisa menilai bagaimana itu kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat; sesuai dengan versinya masing-masing. Apalagi dalam Sankhitta Sutta sendiri tidak diuraikan penjelasan detil dari poin-poinnya.


Kembali saya perjelas pertanyaan saya sebelumnya...

Bagaimana seseorang bisa mengembangkan kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat; jika konteks yang terkandung dalam poin-poin itu sendiri tidak dijabarkan dengan jelas?

Seperti yang saya singgung sebelumnya, makna dari "kerelaan" sendiri bisa bervariasi antara satu pandangan dengan pandangan yang lain.

Bagaimana seseorang bisa mengembangkan kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat; jika metode guna mencapai poin-poin itu sendiri tidak dijabarkan dengan jelas?

Isi dari Sankhitta Sutta hanya menekankan sifat-sifat. Tapi tidak menguraikan metode untuk bisa mencapai sifat-sifat seperti itu. Maka juga akan ada banyak variasi metode antara satu pandangan dengan pandangan yang lain.
Tidak usah menyatakan Sankhitta Sutta dengan 8 ciri ini adalah universal bagi budaya mana pun dibanding JMB8. Menurut saya, tiga baris di Ovada Patimokkha (tidak berbuat kejahatan, kembangkan perbuatan baik, sucikan pikiran) itu lebih universal bagi budaya manapun. Tapi yang perlu kita perhatikan, ternyata Ovada Patimokkha dan Sankhitta Sutta pun sebenarnya bermuara pada metode Jalan Tengah (JMB8).

morpheus

Quote from: ryu on 26 August 2009, 02:32:00 PM
Berarti Menurut om perubahan, pengamatan saya justru orang yang melatih meditasi aja kelakuannya kaga beda sama yang gak suka meditasi, blom katanya ada yang meditasi sadari saja tapi selingkuh, jadi selingkuh sadari saja, dan ajarannya di jadikan patokan? selingkuhpun apakah itu hal yang baik di mata meditasi sadari saja?
anda maksudkan jk kan? saya no comment aja, gak tau apa yg bener2 terjadi...
pengamatan kita emang berbeda om...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

williamhalim

Quote from: morpheus on 26 August 2009, 02:39:24 PM
Quote from: ryu on 26 August 2009, 02:32:00 PM
Berarti Menurut om perubahan, pengamatan saya justru orang yang melatih meditasi aja kelakuannya kaga beda sama yang gak suka meditasi, blom katanya ada yang meditasi sadari saja tapi selingkuh, jadi selingkuh sadari saja, dan ajarannya di jadikan patokan? selingkuhpun apakah itu hal yang baik di mata meditasi sadari saja?
anda maksudkan jk kan? saya no comment aja, gak tau apa yg bener2 terjadi...
pengamatan kita emang berbeda om...

bisa sharing contoh pengamatan Bro Morph..?

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

morpheus

lho, om will, pengamatan saya kan ada di atas... 1-2 halaman di atas sana.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

ryu

Quote from: morpheus on 26 August 2009, 02:39:24 PM
Quote from: ryu on 26 August 2009, 02:32:00 PM
Berarti Menurut om perubahan, pengamatan saya justru orang yang melatih meditasi aja kelakuannya kaga beda sama yang gak suka meditasi, blom katanya ada yang meditasi sadari saja tapi selingkuh, jadi selingkuh sadari saja, dan ajarannya di jadikan patokan? selingkuhpun apakah itu hal yang baik di mata meditasi sadari saja?
anda maksudkan jk kan? saya no comment aja, gak tau apa yg bener2 terjadi...
pengamatan kita emang berbeda om...
Kalau Menurut om Morph Orang baik itu seperti JK dan Pak Hudoyo saya juga no comment deh ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

K.K.

Quote from: upasaka on 26 August 2009, 02:37:11 PM
Vipassana itu bagian dari JMB8. Dan lagi pula... dalam vipassana, seseorang memang perlu meyadari semua bentukan batin; bahkan termasuk mengenali bentukan batin yang mendasari perbuatan-perbuatannya yang pernah ia lakukan.

Ini sama seperti analogi: "dalam berucap benar, adalah tidak relevan untuk bervipassana". Sudah saya tekankan dari kemarin-kemarin, vipassana itu sendiri adalah salah satu ruas jalan dalam JMB8. Vipassana ini didukung oleh ruas-ruas jalan lainnya, yang salah satunya adalah bagian moralitas.

Lihatlah bahwa vipassana sebenarnya adalah satu metode (ruas jalan). Jangan menilai vipassana sebagai bagian terpisah dari JMB8. Telaah kembali apa yang disiratkan dalam aspek samadhi di JMB8! :)

Pandangan saya begini:
- Relevansi moralitas dengan Vipassana hanyalah pada sila mendukung kondisi (seperti sedikit gangguan dan terlahir di alam yang baik). Keberhasilan seseorang dalam Vipassana adalah ditentukan oleh latihannya (baik di hidup ini atau masa lampau), BUKAN sila-nya. Jadi moralitas seseorang, seberapapun tingginya, tidak mempengaruhi keberhasilan Vipassana seseorang. Namun seseorang yang berkembang Vipassananya, pasti memiliki moralitas tinggi.
Kalau saya umpamakan, sila itu adalah harta, vipassana adalah belajar. Harta mendukung seseorang belajar dengan baik (bisa belajar di sekolah yang baik, beli peralatan belajar), namun banyaknya harta seseorang tidak membuat seseorang menjadi lebih pandai.

- Dalam Vipassana, segala pandangan tentang sila, doktrin, ajaran, dan lain sebagainya, adalah tidak relevan, karena seseorang bervipassana mengamati bathin dan jasmani. Seseorang bisa berlatih vipassana dengan atau tanpa pengetahuan sila, doktrin, atau ajaran tersebut.

Mungkin kita punya pandangan berbeda, biarlah demikian, saya tidak akan bahas lebih jauh.


Quote
Quote from: Kainyn_KuthoSetidaknya dari sudut pandang saya demikian. Apakah saya pun berpandangan nihilisme menurut orang lain? Saya tidak tahu.

Saya tidak mempermasalahkan bagaimana pandangan Anda. Yang saya ingin tahu, apakah memang Anda sudah memastikan bahwa Pak Hudoyo tidak memegang pandangan "dari ada menjadi tiada" dan atau "dari tiada menjadi tiada".

Itu saja yang perlu diverifikasi. Setelah itu, bisa kita konklusikan apakah Pak Hudoyo memang penganut pandangan nihilisme atau bukan.
Saya sampaikan yang saya ingat. Pak Hudoyo mengatakan bahwa perbedaan ajaran Buddha dengan Nihilisme adalah Buddha mengajarkan bahwa fenomena kehidupan adalah gerak pikiran (yang adalah dukkha) dan nibbana adalah terhentinya dukkha tersebut, tidak ada sangkut paut dengan "atta"; sedangkan nihilisme melihat dari sudut pandang kehidupan merupakan diri/atta, yang kemudian hancur.


QuoteThera Pilinda Vaccha sering mengucapkan "vasala" karena akibat tumpukkan kamma di kehidupan lampaunya. Beliau tidak berniat merendahkan orang lain dengan sebutan itu. Beliau sudah memiliki kecenderungan untuk berucap seperti itu (kebiasaan).

Karena tanpa niat untuk merendahkan, maka kasus itu tidak memenuhi kriteria untuk disebut sebagai melenceng dari ucapan benar. Kasus ini mirip dengan kisah Cakkuphala Thera yang tanpa niat buruk, namun ternyata telah membunuh banyak serangga.
Berarti dalam hal ini, faktor ucapan benar (yang mengatakan tidak berkata kasar) menjadi relatif, bukan? Relatif terhadap pikiran.

Quote
Quote from: Kainyn_KuthoApakah ketika kita menjual, kita bertanya kepada orang lain apa yang akan dilakukan dengan produk kita? Atau kembali lagi, hanya generalisasi saja?

Bila kita menjual pisau dapur dengan kesadaran bahwa pisau itu untuk digunakan sebagai peralatan memasak di dapur, kita tidak memperdagangkan senjata. Lain halnya jika kita memang menjual pisau dapur dengan tujuan menjadikan pisau sebagai senjata tajam.

Bila kita menjual pisau dapur sebagai peralatan memasak, namun ternyata disalah-gunakan oleh si pembeli dengan memakainya untuk membunuh seseorang, maka itu adalah konsekuensi dari si pembeli. Kita yang menjual pisau dapur tidak berkontribusi terlalu jauh sampai di sana.

Jangankan pisau dapur atau racun. Jika saya menjual televisi berwarna, si pembeli juga bisa menggunakan televisi tersebut sebagai alat untuk membunuh seseorang dengan menghantamnya ke kepala korban.

Lantas apakah televisi itu juga termasuk senjata?

Quote from: Kainyn_KuthoYa, tidak usah yang rumit2 seperti "nihilisme". Silahkan jawab yang simple dulu, mana yang racun: selai kacang atau arsenik?

Arsenik. Asalkan bahan kimia tersebut memang diperdagangkan sebagai racun.
Demikianlah menurut saya keterbatasan faktor JMB 8 yang berfokus pada objek.

Objek netral seperti arsenik yang secara general, penggunaannya adalah sebagai racun sementara selai kacang adalah makanan. Namun Arsenik Trioxida digunakan dalam terapi Leukemia promyelositik akut. Di lain pihak, ada orang dengan alergi hipersensitif, bisa meninggal (karena respons yang dikenal dengan anaphylactic shock) bahkan hanya dengan sentuhan (selai) kacang.
Demikian pula bicara 'kasar' adalah kondisional. Bagi masyarakat tertentu, budaya tertentu, bicara kasar tidaklah dinilai kasar. Kata-kata tetaplah objek netral.

Kita bisa berputar-putar menentukan objek "benar & salah" (seperti UU Pornografi & Pornoaksi) dengan argumentasi tanpa akhir, namun sebenarnya semua hanyalah kembali pada subjeknya. Ketika kembali pada subjek, pada pikiran, maka regulasi mengenai objek netral (seperti kasar/tidaknya ucapan, jahat/tidaknya perbuatan badani, haram/halalnya mata pencaharian) akan menjadi tidak berarti dengan sendirinya (dan semuanya dikembalikan lagi pada pikiran benar). Dengan kata lain, seperti saya sebutkan sebelumnya, JMB 8 pun menjadi tidak universal.


QuoteSaya tidak memandang isi Sankhitta Sutta seperti itu. :) Saya hanya menyinggung, bahwa orang awam pun bisa menilai bagaimana itu kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat; sesuai dengan versinya masing-masing. Apalagi dalam Sankhitta Sutta sendiri tidak diuraikan penjelasan detil dari poin-poinnya.

Kembali saya perjelas pertanyaan saya sebelumnya...

Bagaimana seseorang bisa mengembangkan kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat; jika konteks yang terkandung dalam poin-poin itu sendiri tidak dijabarkan dengan jelas?

Seperti yang saya singgung sebelumnya, makna dari "kerelaan" sendiri bisa bervariasi antara satu pandangan dengan pandangan yang lain.

Bagaimana seseorang bisa mengembangkan kerelaan, kebebasan, pelepasan, sedikit keinginan, kepuasan, kesendirian, membangkitkan semangat, mudah dirawat; jika metode guna mencapai poin-poin itu sendiri tidak dijabarkan dengan jelas?

Isi dari Sankhitta Sutta hanya menekankan sifat-sifat. Tapi tidak menguraikan metode untuk bisa mencapai sifat-sifat seperti itu. Maka juga akan ada banyak variasi metode antara satu pandangan dengan pandangan yang lain.
Tidak usah menyatakan Sankhitta Sutta dengan 8 ciri ini adalah universal bagi budaya mana pun dibanding JMB8. Menurut saya, tiga baris di Ovada Patimokkha (tidak berbuat kejahatan, kembangkan perbuatan baik, sucikan pikiran) itu lebih universal bagi budaya manapun. Tapi yang perlu kita perhatikan, ternyata Ovada Patimokkha dan Sankhitta Sutta pun sebenarnya bermuara pada metode Jalan Tengah (JMB8).

Bagi saya, semua juga butuh penjelasan. Itulah sebabnya seseorang perlu bertanya, berdiskusi, bahkan berguru, bukan baca, tebak-tebakan dan tafsir seenaknya.

Apakah point dalam Sankhitta Sutta tidak jelas? YA, bagi orang awam yang tidak pernah baca sutta dan sama sekali asing dengan Bahasa Pali. Tidak demikian bagi yang menyelidiki. Misalnya "viraga/saraga" dalam Bahasa Pali, selalu berkenaan dengan bathin (citta), yaitu yang berhubungan dengan hawa nafsu; "acaya/apacaya" adalah pengumpulan benda/objek yang sifatnya memberi kesenangan duniawi (indrawi). Juga kata-kata seperti Samyoga dan Viriya sangat banyak pembahasan detailnya dalam Sutta lain.

Istilah Pali lebih kaya dan penggunaannya jauh lebih spesifik dan detail, berbeda dengan Bahasa Indonesia. Jika seseorang mau sedikit belajar dan mencari tahu lebih banyak, mengerti Sankhitta Sutta dengan benar tanpa bias tidaklah sesulit itu.

Di sini pun kita berbeda opini dan saya rasa tidak ada gunanya diteruskan mengenai JMB 8 & Sankhitta Sutta.

Terima kasih atas diskusinya, bro upasaka.
_/\_