comotan dari blog tetangga

Started by bond, 27 July 2009, 11:11:16 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

hatRed

ambil aja semua manfaatnya..

yg merugikan jangan diambil..

walau sudah menemukan yg paling tidak meragukan pasti juga kadang2 ada bagian yg merugikan dan tidak bermanfaat
i'm just a mammal with troubled soul



K.K.

Quote from: marcedes on 21 August 2009, 12:49:28 PM
QuoteContoh itu baru terpikir dan saya tulis beberapa menit lalu. Bro marcedes pernah baca di tempat lain?

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,11406.msg191470.html#msg191470
QuoteIni saya pernah bahas. Saya tidak setuju sama sekali, karena memang jadi tidak "nyambung".
Saya pernah berikan perumpamaan peta bagi yang mau pergi dari kota A ke kota B.
Buddha memberikan urutan peta dari pintu kota A, perjalanan, lalu akhirnya menuju pintu kota B.
Sementara Bhikkhu yang diyakini Anagami (bahkan sebagian lain meyakini sebagai Arahat) memberikan peta dimulai dari pintu masuk kota B, jalan mundur ke pintu A.

Seandainya anda dari perempatan Grogol mau ke Mega Mall Pluit buat KopDar, tapi anda tidak tahu jalan.
A memberikan petunjuk: Depan Mega Mall ada sungai, sebelum ke Mega Mall ada perempatan, sebelumnya lagi ada perempatan di mana sebelah kiri ada Pluit Junction dan jalan menuju Bandara Soekarno Hatta.
B memberikan petunjuk: di perempatan Grogol ada 4 jalan, ambil arah di mana sebelah kiri anda Mal Ciputra dan sebelah kanan anda, jauh di seberang ada Universitas Tarumanegara.
Saya tanya anda, yang mana yang lebih memudahkan anda sampai di tujuan?

terus saya jawab....

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,11406.msg191485.html#msg191485

Quotekalau saya melihat nya nyambung kok...walau pintu masuk berbeda...

pernah ada cerita dimana seorang yang menjadi bikkhu untuk mengejar gadis surgawi yang di tampakkan oleh buddha....akan tetapi se-iring berlatih akhirnya orang tersebut mengerti dan tidak meminta janji sang buddha untuk -nya.
bukankah sama saja, motivasi awal mengejar kebahagiaan akan tetapi akhir nya mengerti tentang dukkha.^^

salam metta.

dan sekarang anda membuat perumpamaan yang pas dengan apa yang sy pikirkan pada waktu itu.. ^^ :)

----------------------------
Kalau cerita Bhikkhu Nanda itu berbeda, karena tujuan Buddha pada saat itu bukan 4 KM, namun rasa "malu" yang menyebabkan Nanda meninggalkan nafsunya.

Bagi saya, saya tetap memegang panduan arah maju, dari dukkha sampai lenyapnya dukkha, namun dimulai dari mana, itu berbeda. Dalam perumpamaan, tetap tidak menggunakan peta mundur dari Mega Mall ke Grogol (kalau kita jalan dari Grogol), selalu menggunakan peta maju. Namun, tergantung posisi orang, tidak selalu harus dimulai dari Grogol. Jika orang tersebut ada di Jembatan Besi, yah digunakan panduan Jembatan Besi ke Mega Mall, tidak harus dimulai dari Grogol dulu. Namun tetap tidak mundur dari Mega Mall ke Jembatan Besi.



Quote
QuoteDi awal dikutip bahwa Pak Hudoyo mengatakan JMB 8 tidak relevan dalam vipassana. Lalu bro Upasaka mengatakan ucapan tersebut tidak bisa dipertanggung-jawabkan, lalu memberikan statement tersebut. Saya tertarik untuk bertanya, seberapa jauh hubungan sila dan vipassana?
Mengapa Angulimala yang membunuh 999 orang bisa mencapai Arahatta sementara Anathapindika yang memiliki sila sangat-sangat baik, "hanya" mampu merealisasikan Sotapanna? 

sebenarnya hubungan nya erat sekali..
disitu Angulimala setelah melaksanakan SILA,barulah diri nya mampu mencapai Arahat...
sedangkan Anathapindika tidak melaksanakan SILA secara penuh [ menjadi bikkhu ]

sayang ceritanya dimana Anathapindika tidak menjadi bikkhu, tetapi andai jadi bikkhu pasti Arahat juga. ^^

berbeda sekali loh..
kalau sudah menjadi Bikkhu dan masih perumah tangga...entah mengapa kalau sudah Bikkhu dibanding perumah tangga konsentrasi itu lebih cepat berkembang >>> ini pengakuan dari mantan bikkhu dan pengakuan dari bikkhu juga... jadi 2 orang.

Ada banyak kisah perumahtangga pun mencapai kesucian lebih tinggi (anagami) dari bhikkhu yang ditunjangnya (putthujjana). Menurut saya, tidak ada hubungannya sila perumahtangga membatasi pencapaian kesucian seseorang.

Quotemenurut buddhism, seseorang itu mau membunuh mau apa...
asalkan tidak melakukan 5 Garuka-kamma, maka hanya sammasambuddha yang bisa mengetahui apakah orang ini bisa menembus Arahat.
kebetulan Angulimala tidak melakukan Garuka-kamma, dan setelah merealisasikan Arahat-phala, maka memutus Garuka-kamma, seperti yang dijelaskan bro Markos.

Berarti dengan kata lain sila tidak relevan, bukan? Selama bukan akusala Garuka kamma? :) Mau bunuh atau tidak bunuh, selama bukan garuka kamma, mau curi, zinah, bohong, mabuk2an atau tidak, sama saja bisa saja mencapai kesucian.


K.K.

Quote from: upasaka on 21 August 2009, 12:42:20 PM
Quote from: Kainyn_KuthoSebetulnya saya bukan ingin membahas "pertobatan Angulimala", namun mengenai ini:

QuoteVipassana bukan satu-satunya kunci guna merealisasi Pembebasan. Vipassana harus didukung oleh sila dan panna.

Di awal dikutip bahwa Pak Hudoyo mengatakan JMB 8 tidak relevan dalam vipassana. Lalu bro Upasaka mengatakan ucapan tersebut tidak bisa dipertanggung-jawabkan, lalu memberikan statement tersebut. Saya tertarik untuk bertanya, seberapa jauh hubungan sila dan vipassana?
Mengapa Angulimala yang membunuh 999 orang bisa mencapai Arahatta sementara Anathapindika yang memiliki sila sangat-sangat baik, "hanya" mampu merealisasikan Sotapanna? 

Salah satu aspek dalam JMB8 adalah samadhi, yang terdiri dari perhatian benar dan konsentrasi benar. Dalam metode penerapannya, vipassana merupakan aplikasi dari perhatian benar; dan samatha merupakan aplikasi dari konsentrasi benar. Namun bukan berarti dalam vipassana tidak ada yang namanya konsentrasi, atau dalam samatha tidak ada juga yang namanya perhatian. Samatha dan vipassana bisa saling menguatkan. Dan aspek samadhi ini menekankan poin penyadaran dengan objeknya yaitu pikiran.

Untuk orang yang membutuhkan "latihan panjang", pengembangan sila dan panna sangat dibutuhkan selain mempraktikkan pengembangan samadhi. Setelah keluar dari aktivitas meditasi, orang itu seharusnya mengamalkan apa yang berhasil diselaminya dalam meditasi itu. Dalam meditasi, mungkin orang itu sedikit-banyak mengenali "ini anicca", "ini dukkha", "ini anatta". Tapi ketika lepas dari meditasi, orang itu lupa diri. Gampang tersinggung, terbuai oleh kemashyuran, memandang pendapatnya paling benar, dsb. Ini dikarenakan orang itu hanya mengembangkan aspek samadhi. Makanya banyak orang yang ahli bermeditasi tapi tingkah-lakunya congkak. Biasanya orang seperti itu pun tidak akan mencapai buah yang optimal dari latihan meditasinya. Maka dibutuhkan pengembangan sila (moralitas) dan panna (kebijaksanaan / pola pikir) untuk mendukung keberhasilan praktik samadhi.

Kembali ke kasus Angulimala dan Anathapindika...

Talenta setiap orang tidaklah sama. Dalam hal ini, tidak mengherankan jika Angulimala bisa mengungguli pencapaian Anathapindika. Keberhasilan seseorang bergantung dari keterampilan orang tersebut untuk mengelola semua bekal yang ia miliki seefektif dan seefisien mungkin, guna meraih hal yang optimal.

Yang kita miliki adalah pikiran, ucapan dan perbuatan. Maka, bukan perihal siapa yang punya rekor moralitas lebih bagus selama 20 tahun belakangan ini (misalnya) yang bisa mencapai Arahat. Tapi, siapa yang bisa mengembangkan sila-samadhi-panna semaksimal mungkin di saat kini, sehingga kesinambungan ini bisa mengantarkan kita pada Pembebasan.

Jadi yang relevan dalam vipassana di sini, talenta atau sila?


Quote
Quote from: Kainyn_Kutho:) Tidak juga. Bukankah banyak sutta yang menjelaskan Nibbana adalah kepadaman (extinction)?
Kembali lagi pada reply saya ke bro Markos, lain statement pada lain waktu tidak bisa dinilai segampang itu ke dalam enam kategori.

Betul, Nibbana sering dianalogikan oleh Sang Buddha dengan perumpamaan api lilin yang padam. Tapi dalam berbagai syair, untuk menggambarkan kemuliaan dari Nibbana, Sang Buddha sering menyatakan bahwa Nibbana adalah "kehidupan abadi" sehingga merupakan kebahagiaan tertinggi.

Maka dari itu saya katakan tidak ada satu perumpamaan, satu penjelasan Nibbana yang cocok bagi semua orang. Nibbana ajaran Buddha yang tidak termasuk dalam 62 pandangan salah sulit sekali dijelaskan, terutama bagi orang yang sangat melekat pada "atta". Saya setuju penggunaan keabadian dan kepadaman, namun kembali lagi tergantung konteksnya.



Quote
Quote from: Kainyn_KuthoDahulu ketika terjadi perdebatan tentang 4 KM terbalik, saya bilang saya tidak setuju urutannya dibalik, namun setuju jika penjelasannya bisa dimulai dari mana pun tergantung kecenderungan lawan bicara.
Misalnya kepada orang yang putus cinta, merasa dunia sudah mau kiamat, maka saya akan berbagi tentang melepas dan merelakan, yang akan menuju pada kebahagiaan. Kepada orang lain yang sedang terlena oleh kebahagiaan, saya akan bicara tentang semua kebahagiaan pun akan berakhir pada waktunya, dan itulah yang dinamakan Dukkha.

Dengan begitu, dalam satu waktu saya bilang Buddha mengajarkan kebahagiaan, lain waktu saya katakan Buddha mengajarkan dukkha. Apakah saya plin-plan, terus mengalami transformasi konsep pandangan, berbicara asal, mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan, kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa, menganggap bahagia = dukkha?
Pilihlah satu (atau banyak) dari enam hal tersebut. Setelah itu baru saya tanggapi lebih lanjut.

Begini Bro...

Anda menjelaskan pada orang yang bersedih, bahwa kesedihan itu ada asal-mulanya, ada akhirnya, dan ada jalan untuk mengakhirinya; itu baik sekali. Anda juga menjelaskan pada orang yang berbahagia, bahwa kebahagiaan itu ada akhirnya, ada penyebabnya, dan ada jalan untuk mencegahnya terus berputar dalam siklus itu; itu juga baik sekali.

Tapi itu menunjukkan bahwa apa yang ingin Anda sampaikan adalah: "dunia ini ada penderitaan dan ada jalan untuk mengakhirinya, sehingga kita bisa berbahagia sepenuhnya."

Itu amat sangat sungguh relevan sekali untuk Anda uraikan, sesuai dengan kondisinya. Apapun yang Anda lakukan, tidak saya nyatakan sebagai plin-plan, terus mengalami transformasi konsep pandangan, berbicara asal, mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan, kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa, ataupun menganggap bahagia = dukkha. Itu merupakan keterampilan Anda dalam mengajar. Seperti motto yang selama ini saya pegang: "kita harus tegas dalam berprinsip, namun  harus fleksibel dalam bertindak".

Tetapi untuk kasus "nihilisme" dan "tidak nihilisme" yang saya uraikan sebelumnya, hal ini tidak relevan. Seperti yang sudah saya jelaskan, suatu ajaran bisa disebut "nihilisme" atau bukan itu dari kriteria yang terdapat di dalamnya. Apa itu kriteria nihilisme? Secara komprehensif, pandangan nihilisme memegang konsep dari ada menjadi tiada; dan juga dari tiada menjadi tiada. Kriteria ini jelas. Tidak mengambang. Oleh karena itu, suatu model ajaran pun harus jelas; mengarah pada pandangan nihilisme, eternalisme, atau bukan keduanya.

Dan di sini, tentunya kita bisa melihat kekonsistenan dan kematangan Pak Hudoyo dalam memegang konsep pandangannya...

Dunia ini memang benar diliputi suka-duka. Tapi dunia ini tidak benar diliputi nihilis dan tidak nihilis. Karena itu, sekali lagi... Jika pada satu kesempatan seseorang menyatakan bahwa ajarannya adalah nihilisme, namun di kesempatan lain menyatakan bahwa ajarannya adalah tidak nihilisme, dan pada kesempatan berikutnya menyatakan bahwa ajarannya adalah nihilisme, hanya ada 6 kemungkinan, yaitu:

- orang itu plin-plan
- orang itu terus mengalami transformasi konsep pandangan
- orang itu berbicara asal
- orang itu mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan
- orang itu kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa
- orang itu menganggap nihilisme dan tidak nihilisme adalah sama

Kalau gitu, terserah opini anda saja terhadap 6 opsi tersebut. Saya punya pandangan berbeda tentang ini.


Quote
Quote from: Kainyn_KuthoKembali lagi, benar salah adalah relatif. Justru orang melihat argumentasinya benar, maka mati-matian membela. Biasanya seperti itu, walau pun kadang ada juga yang memang hanya mementingkan ego.

Ya, tapi tidak semua kasus begitu. Ada kok kasus di mana seseorang memang menyadari kesalahan argumentasinya, tapi ia tetap membela diri di depan umum. Karena selama ini, ia memegang pandangan bahwa mengakui kesalahan adalah kekalahan. :)
Memang ada.



Quote
Quote from: Kainyn_KuthoSankhitta Sutta mengatakan sebuah ajaran dikatakan ajaran Sang Guru, jika mengembangkan sifat:
1. Kerelaan, bukan keserakahan, 2. Kebebasan, bukan keterikatan, 3. Pelepasan, bukan pengumpulan, 4. Sedikit keinginan, bukan banyak keinginan, 5. Kepuasan, bukan ketidakpuasan, 6. Kesendirian, bukan keramaian, 7. Membangkitkan semangat, bukan kemalasan, 8. Mudah dirawat, bukan susah dirawat.

Bagi saya JMB 8 masih terbatasi oleh kebudayaan, lebih sempit. Sedangkan 8 ciri ini adalah universal bagi budaya mana pun.
Apakah bertentangan dengan sutta2 lain? Tidak. Akan terjadi pertentangan jika seseorang menempatkan JMB 8 di atas Sankhitta Sutta

Sankhitta Sutta menyatakan 8 sifat Ajaran Sang Buddha. Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah panduan sistematis metode Sang Buddha guna mencapai Pembebasan / Kebahagiaan Tertinggi.

Sankhitta Sutta menerangkan sifat-sifat dari jalan yang diajarkan oleh Para Buddha. Jalan Mulia Berunsur Delapan menerangkan Jalan Tengah menuju kebahagiaan yang diajarkan oleh Para Buddha.

Singkatnya... Sankhitta Sutta mendeskripsikan sifat impact dari seseorang yang menjalankan JMB8 dengan baik.

Sankhitta Sutta yang universal akan memuat JMB 8; namun JMB 8 yang masih cenderung terbatas, ada kalanya tidak bisa memuat Sankhitta Sutta.

K.K.

Quote from: markosprawira on 21 August 2009, 06:10:31 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 21 August 2009, 10:28:29 AM
Quote from: markosprawira on 20 August 2009, 09:35:53 AM
[...]
Satu hal yg kembali harus saya angkat, isi Tipitaka TIDAK MUNGKIN saling bertentangan, simple kok  ;D

Lakuntaka Bhadiya, Maha-Savaka dengan suara paling indah, memiliki postur tubuh yang sangat pendek (maka dipanggil lakuntaka=kerdil). Menurut Apadana dan Theragatha Atthakatha, hal itu disebabkan karena ia memutuskan membangun stupa dalam ukuran kecil untuk Buddha Kassapa. Menurut kelisila Jataka, postur demikian adalah buah perbuatan buruk masa lampau yang suka menertawakan orang lanjut usia.

Pertanyaan sederhana: mana yang benar?

Boleh tau apa yg bertentangan bro?

Yang saya tahu, Kamma itu sedemikian kompleksnya sehingga bisa saja untuk 1 kejadian, itu adalah hasil dari 2 perbuatan?

misal kejadian 1 di 1 kehidupan lampau, kejadian 2 di 1000 kehidupan lampau...... sewkt kondisi pas, keduanya berbuah bersamaan
Bahkan kalau saya lihat, sesungguhnya banyak sekali vipaka yg berbuah, misal kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa mempunyai suara yg paling indah? itu jelas adalah kusala vipaka

kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa jadi Arahat? tentunya berkat dari banyak tumpukan paraminya

kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa bertemu sammasambuddha? berkat tumpukan paraminya juga

Dan berbagai kenapa lain yg sesungguhnya merupakan hasil dari berbagai keselarasan/niyama

demikianlah sesungguhnya bekerjanya Niyama (tidak hanya KAMMA saja), itulah kenapa Niyama disebut dengan hukum keselarasan

Saya percaya kalau memang demikian, Buddha akan menjelaskan bahwa itu adalah hasil dari 2 kamma dalam sutta yang sama, bukan beda sutta beda penjelasan.



Quote
Quote from: Kainyn_Kutho on 21 August 2009, 10:28:29 AM
Quote from: markosprawira on 21 August 2009, 09:07:54 AM
QuoteUpaghataka Kamma memotong Janaka Kamma supaya tidak menimbulkan hasil selamanya

1.   Kusala Upaghataka Kamma memotong akusala janaka kamma supaya tidak menimbulkan hasil untuk selamanya. YA Angulimala Thera sebelum menjadi anggota Sangha, dulu adalah penjahat yang banyak membunuh orang. Seharusnya YA Angulimala menerima akibatnya dengan tumimbal lahir di alam Neraka. Setelah beliau menjadi Arahat, dengan kekuatan Magga-Phala yang merupakan kusala upaghataka kamma, memotong akusala janaka kamma yang pernah dibuat YA Angulimala di kehidupan sekarang dan yg lampau agar tidak menghasilkan akibat lagi selamanya
Saya tidak menanyakan tentang tidak terjadinya tumimbal lahir di alam sengsara. Saya tanyakan mengapa setelah membunuh demikian banyak, tetap bisa mencapai Arahatta.

tolong bro Kai ini baca judulnya dengan seksama yah.........

Kusala Upaghataka Kamma memotong akusala janaka kamma supaya tidak menimbulkan hasil untuk selamanya

Itu baru dari Upaghataka, belum jika kita melihat dari Upathambaka, Upapilaka, dsbnya...... bahkan secara Janaka Kamma, sesungguhnya dia terlahir dengan Janaka Kamma yg baik loh..... karena sudah menjadi manusia dengan berbagai kelebihan dibanding org biasanya, yg sampai membuat murid lain iri

Demikian holistiknya kamma..... bukan berbuat 1, lalu PASTI berbuah 1

Quote from: Kainyn_Kutho on 21 August 2009, 10:28:29 AM
Quote from: markosprawira on 21 August 2009, 09:10:46 AM
Saat es perlahan-lahan mencair walau tidak terlihat namun secara fisika sesungguhnya terjadi perpindahan energi

hasilnya adalah pasti namun tetap dibutuhkan usaha karena itu sudah "nature"-nya sotapanna

demikianlah hasil dari parami yg dikumpulkan dalam berbagai kehidupan, yaitu trend batin sebagai nature-nya

Ketika seorang berjalan dari satu tempat ke tempat lain, sudah "nature"-nya ia menggerakan tubuh yang memancing metabolisme dan pembentukan otot kaki. Apakah di situ ada "pikiran/usaha untuk latihan"? Apakah orang berjalan cocok disebut "sedang latihan"?

tergantung batin orang itu, bukan tindakannya........

Orang pun bisa saja duduk diam bersila tapi kalau pikiran lari kemana2, apakah itu meditasi?

Mari kita kembali ke isi di batinnya, bro.... jangan liat mereknya doang.....

Quote from: Kainyn_Kutho on 21 August 2009, 10:28:29 AM
Quote from: markosprawira on 21 August 2009, 09:17:18 AM
Mahluk hidup terdiri dari :
- NAma Khandha
- rupa khandha
- NAma Dhamma
- Rupa Dhamma

Nibbana adalah NAma Dhamma, batin secara hakekat yg sesungguhnya........ bukan keabadian, pun bukan pemusnahan karena sesungguhnya dari awal, yg ada hanyalah proses.....

Bagi orang sudah terbiasa dengan doktrin nama-rupa, memang mudah menerimanya. Bagaimana dengan penjelasan sehari-harinya?
Sekarang kita ada, berpikir, merasakan. Apakah setelah nibbana kita berhenti berpikir, merasakan, ataukah terus berpikir dan merasakan?

Apakah anda bisa merasakan kebahagiaan tanpa melekat?  ;D

selama kita belum terbebas dari moha, kita tidak tahu bagaimana rasanya terbebas dari moha

Quote from: Kainyn_Kutho on 21 August 2009, 10:28:29 AM
Quoteback to topic, apa bro Kai bisa share kemungkinan lain selain 6 kemungkinan yg disebutkan diatas?

Dahulu ketika terjadi perdebatan tentang 4 KM terbalik, saya bilang saya tidak setuju urutannya dibalik, namun setuju jika penjelasannya bisa dimulai dari mana pun tergantung kecenderungan lawan bicara.

Misalnya kepada orang yang putus cinta, merasa dunia sudah mau kiamat, maka saya akan berbagi tentang melepas dan merelakan, yang akan menuju pada kebahagiaan. Kepada orang lain yang sedang terlena oleh kebahagiaan, saya akan bicara tentang semua kebahagiaan pun akan berakhir pada waktunya, dan itulah yang dinamakan Dukkha.

Dengan begitu, dalam satu waktu saya bilang Buddha mengajarkan kebahagiaan, lain waktu saya katakan Buddha mengajarkan dukkha. Apakah saya plin-plan, terus mengalami transformasi konsep pandangan, berbicara asal, mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan, kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa, menganggap bahagia = dukkha?
Pilihlah satu (atau banyak) dari enam hal tersebut. Setelah itu baru saya tanggapi lebih lanjut.

Mungkin bro Kai sedikit berbeda dalam menangkap yah........ yg dimaksud diatas adalah untuk 1 hal yg sama, yg diucapkan itu berbeda
sedang yg bro Kai sebut diatas adl 2 hal yg berbeda krn tergantung dari mana yg perlu diangkat dari ajaran itu

contoh nyata adalah untuk JMB-8....... dulu dengan gamblang disebut "Tidak ada JMB-8", Tidak perlu JMB-8 untuk ke nibbana
sekarang direvisi menjadi "Dalam vipassana, tidak perlu JMB-8 (masih salah juga sih  ;D tp lebih halus)

sedang untuk buddhism jelas bhw JMB-8 adalah jalan utk ke nibbana

Nah saya ga tau kalau bro Kai juga menyetujui bhw untuk ke nibbana, bisa melalui jalan lain  ;)



Quote from: Kainyn_Kutho on 21 August 2009, 10:28:29 AM
Quote from: markosprawira on 21 August 2009, 09:19:10 AM
Cuma ingin bertanya Sankhitta sutta bertentangan dengan salah satu, beberapa atau banyak sutta dalam tipitaka?

mungkin bro kai bisa share karena saya belum tahu sutta ini

anumodana


Sankhitta Sutta mengatakan sebuah ajaran dikatakan ajaran Sang Guru, jika mengembangkan sifat:
1. Kerelaan, bukan keserakahan, 2. Kebebasan, bukan keterikatan, 3. Pelepasan, bukan pengumpulan, 4. Sedikit keinginan, bukan banyak keinginan, 5. Kepuasan, bukan ketidakpuasan, 6. Kesendirian, bukan keramaian, 7. Membangkitkan semangat, bukan kemalasan, 8. Mudah dirawat, bukan susah dirawat.

Bagi saya JMB 8 masih terbatasi oleh kebudayaan, lebih sempit. Sedangkan 8 ciri ini adalah universal bagi budaya mana pun.

Apakah bertentangan dengan sutta2 lain? Tidak. Akan terjadi pertentangan jika seseorang menempatkan JMB 8 di atas Sankhitta Sutta.

sori, mo perjelas aja bro.... apakah sankhitta sutta itu sama dengan yg ini :
QuoteAN 8.63 PTS: A iv 299
Sankhitta Sutta: In Brief
(Good Will, Mindfulness, & Concentration)


soalnya isinya beda loh...... ga bilang ini ajaran Buddha melainkan bagaimana menguasai konsentrasi untuk jhana... seperti yg bisa diliat di note translatornya :
QuoteTranslator's note: This discourse is important in that it explicitly refers to the practice of the four frames of reference (the four foundations of mindfulness) as a form of concentration practice, mastered in terms of the levels of jhana.

emang disebut certain monk minta diajar dhamma tapi in brief (secara singkat), bukan menyebut bagaimana sebuah ajaran dikatakan ajaran Sang Guru

berikut sutta lengkapnya :
QuoteThen a certain monk went to the Blessed One and, on arrival, having bowed down to him, sat to one side. As he was sitting there he said to the Blessed One: "It would be good if the Blessed One would teach me the Dhamma in brief so that, having heard the Dhamma from the Blessed One, I might dwell alone in seclusion: heedful, ardent, & resolute."

"But it is in just this way that some worthless men make a request but then, having been told the Dhamma, think they should tag along right behind me."

"May the Blessed One teach me the Dhamma in brief! May the One Well-gone teach me the Dhamma in brief! It may well be that I will understand the Blessed One's words. It may well be that I will become an heir to the Blessed One's words."

"Then, monk, you should train yourself thus: 'My mind will be established inwardly, well-composed. No evil, unskillful qualities, once they have arisen, will remain consuming the mind.' That's how you should train yourself.

"Then you should train yourself thus: 'Good-will, as my awareness-release, will be developed, pursued, handed the reins and taken as a basis, given a grounding, steadied, consolidated, & well-undertaken.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should then train yourself thus: 'Compassion, as my awareness-release... Appreciation, as my awareness-release... Equanimity, as my awareness-release, will be developed, pursued, handed the reins and taken as a basis, given a grounding, steadied, consolidated, & well-undertaken.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should then train yourself thus: 'I will remain focused on the body in & of itself — ardent, alert, & mindful — putting aside greed & distress with reference to the world.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should train yourself: 'I will remain focused on feelings in & of themselves... the mind in & of itself... mental qualities in & of themselves — ardent, alert, & mindful — putting aside greed & distress with reference to the world.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, then wherever you go, you will go in comfort. Wherever you stand, you will stand in comfort. Wherever you sit, you will sit in comfort. Wherever you lie down, you will lie down in comfort."

Then that monk, having been admonished by an admonishment from the Blessed One, got up from his seat and bowed down to the Blessed One, circled around him, keeping the Blessed One to his right side, and left. Then, dwelling alone, secluded, heedful, ardent, & resolute, he in no long time reached & remained in the supreme goal of the holy life for which clansmen rightly go forth from home into homelessness, knowing & realizing it for himself in the here & now. He knew: "Birth is ended, the holy life fulfilled, the task done. There is nothing further for the sake of this world." And thus he became another one of the arahants.

Provenance: ©1997 Thanissaro Bhikkhu.Transcribed from a file provided by the translator.This Access to Insight edition is ©1997–2009 John T. Bullitt.
Terms of use: You may copy, reformat, reprint, republish, and redistribute this work in any medium whatsoever, provided that: (1) you only make such copies, etc. available free of charge; (2) you clearly indicate that any derivatives of this work (including translations) are derived from this source document; and (3) you include the full text of this license in any copies or derivatives of this work. Otherwise, all rights reserved. For additional information about this license, see the FAQ.
How to cite this document (one suggested style): "Sankhitta Sutta: In Brief" (AN 8.63), translated from the Pali by Thanissaro Bhikkhu. Access to Insight, June 7, 2009, http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an08/an08.063.than.html.

cmiiw

Tetap tidak menjawab pertanyaan saya. OK deh, terima kasih jawabannya.

_/\_

K.K.

Quote from: markosprawira on 21 August 2009, 06:50:49 PM
Liat2 lagi, kayanya yg dimaksud Kai itu adalah Gotami Sutta :

QuoteDalam Gotami Sutta (Anguttara Nikaya VIII. 53), Sang Buddha menjelaskan kepada Mahapajapati Gotami:

"Bila, Gotami, engkau mengetahui hal-hal secara pasti: 'Hal-hal ini menuju pada nafsu, bukan pada tanpa-nafsu; pada kemelekatan, bukan pada tanpa-kemelekatan; pada pengumpulan, bukan pada pelepasan; pada memiliki banyak keinginan, bukan pada memiliki sedikit keinginan; pada ketidakpuasan, bukan pada kepuasan; pada suka berkumpul, bukan pada kesendirian; pada kelambanan, bukan pada kebangkitan semangat; pada kehidupan yang mewah, bukan pada kesederhanaan' - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: 'Ini bukanlah Dhamma; ini bukanlah Vinaya; ini bukanlah Ajaran Sang Guru.'”

"Tetapi, Gotami, bila engkau mengetahui hal-hal secara pasti: 'Hal-hal ini menuju pada tanpa-nafsu, bukan pada nafsu; pada tanpa-kemelekatan, bukan pada kemelekatan; pada pelepasan, bukan pada pengumpulan; pada memiliki sedikit keinginan, bukan pada memiliki banyak keinginan; pada kepuasan, bukan pada ketidakpuasan; pada kesendirian, bukan pada berkumpul; pada kebangkitan semangat, bukan pada kelambanan; pada kesederhanaan, bukan pada kehidupan mewah' - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: "Ini adalah Dhamma; ini adalah Vinaya; ini adalah Ajaran Sang Guru.”


Hal sama juga ada di :

Lalu kenapa ga liat dari :

QuoteSatthuSasana Sutta (Anguttara Nikaya VII. 80), Sang Buddha menjelaskan kepada Y.A Upali :

"Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: 'Hal-hal ini tidak membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana' -dari ajaran-ajaran seperti itu engkau bisa merasa yakin: Ini bukan Dhamma; ini bukan Vinaya; ini bukan Ajaran Sang Guru.'

"Tetapi Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: 'Hal-hal ini membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana' -dari hal-hal semacam itu engkau bisa merasa yakin: Inilah Dhamma; inilah Vinaya; inilah Ajaran Sang Guru.'"

lumayan bisa dapat tambahan knowledge  _/\_

Ya, betul. Sankhitta Sutta termasuk dalam Gotami Vagga.


morpheus

Quote from: markosprawira on 21 August 2009, 06:11:44 PM
Pun saya hanya menyebar ranjau dhamma, semoga ada yg bisa nyangkut di anda  _/\_
yg anda sebut "ranjau dhamma" itu sudah saya tinggalkan, bang...
anda menyebut2 mengalami sendiri realitanya di atas. biar jelas, bisa diceritakan apa yg anda alami?
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

markosprawira

Quote from: Kainyn_Kutho on 24 August 2009, 11:55:27 AM
Quote from: markosprawira on 21 August 2009, 06:10:31 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 21 August 2009, 10:28:29 AM
Quote from: markosprawira on 20 August 2009, 09:35:53 AM
[...]
Satu hal yg kembali harus saya angkat, isi Tipitaka TIDAK MUNGKIN saling bertentangan, simple kok  ;D

Lakuntaka Bhadiya, Maha-Savaka dengan suara paling indah, memiliki postur tubuh yang sangat pendek (maka dipanggil lakuntaka=kerdil). Menurut Apadana dan Theragatha Atthakatha, hal itu disebabkan karena ia memutuskan membangun stupa dalam ukuran kecil untuk Buddha Kassapa. Menurut kelisila Jataka, postur demikian adalah buah perbuatan buruk masa lampau yang suka menertawakan orang lanjut usia.

Pertanyaan sederhana: mana yang benar?

Boleh tau apa yg bertentangan bro?

Yang saya tahu, Kamma itu sedemikian kompleksnya sehingga bisa saja untuk 1 kejadian, itu adalah hasil dari 2 perbuatan?

misal kejadian 1 di 1 kehidupan lampau, kejadian 2 di 1000 kehidupan lampau...... sewkt kondisi pas, keduanya berbuah bersamaan
Bahkan kalau saya lihat, sesungguhnya banyak sekali vipaka yg berbuah, misal kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa mempunyai suara yg paling indah? itu jelas adalah kusala vipaka

kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa jadi Arahat? tentunya berkat dari banyak tumpukan paraminya

kenapa Lakuntaka Bhadiya bisa bertemu sammasambuddha? berkat tumpukan paraminya juga

Dan berbagai kenapa lain yg sesungguhnya merupakan hasil dari berbagai keselarasan/niyama

demikianlah sesungguhnya bekerjanya Niyama (tidak hanya KAMMA saja), itulah kenapa Niyama disebut dengan hukum keselarasan

Saya percaya kalau memang demikian, Buddha akan menjelaskan bahwa itu adalah hasil dari 2 kamma dalam sutta yang sama, bukan beda sutta beda penjelasan.

dear bro

saya rasa bro Kai juga sudah tahu bhw Buddha menerangkan sesuai dengan kondisi pendengar pada saat itu

Bukankah ini sesuai dengan yg bro Kai sebut yaitu pad asatu waktu, Buddha mengajar kebahagiaan...... sedang pada waktu lain, Buddha mengajarkan Dukkha



Quote from: Kainyn_Kutho on 24 August 2009, 11:55:27 AM
Quote
Quote from: Kainyn_Kutho on 21 August 2009, 10:28:29 AM
Quote from: markosprawira on 21 August 2009, 09:07:54 AM
QuoteUpaghataka Kamma memotong Janaka Kamma supaya tidak menimbulkan hasil selamanya

1.   Kusala Upaghataka Kamma memotong akusala janaka kamma supaya tidak menimbulkan hasil untuk selamanya. YA Angulimala Thera sebelum menjadi anggota Sangha, dulu adalah penjahat yang banyak membunuh orang. Seharusnya YA Angulimala menerima akibatnya dengan tumimbal lahir di alam Neraka. Setelah beliau menjadi Arahat, dengan kekuatan Magga-Phala yang merupakan kusala upaghataka kamma, memotong akusala janaka kamma yang pernah dibuat YA Angulimala di kehidupan sekarang dan yg lampau agar tidak menghasilkan akibat lagi selamanya
Saya tidak menanyakan tentang tidak terjadinya tumimbal lahir di alam sengsara. Saya tanyakan mengapa setelah membunuh demikian banyak, tetap bisa mencapai Arahatta.

tolong bro Kai ini baca judulnya dengan seksama yah.........

Kusala Upaghataka Kamma memotong akusala janaka kamma supaya tidak menimbulkan hasil untuk selamanya

Itu baru dari Upaghataka, belum jika kita melihat dari Upathambaka, Upapilaka, dsbnya...... bahkan secara Janaka Kamma, sesungguhnya dia terlahir dengan Janaka Kamma yg baik loh..... karena sudah menjadi manusia dengan berbagai kelebihan dibanding org biasanya, yg sampai membuat murid lain iri

Demikian holistiknya kamma..... bukan berbuat 1, lalu PASTI berbuah 1

Quote from: Kainyn_Kutho on 21 August 2009, 10:28:29 AM
Quote from: markosprawira on 21 August 2009, 09:10:46 AM
Saat es perlahan-lahan mencair walau tidak terlihat namun secara fisika sesungguhnya terjadi perpindahan energi

hasilnya adalah pasti namun tetap dibutuhkan usaha karena itu sudah "nature"-nya sotapanna

demikianlah hasil dari parami yg dikumpulkan dalam berbagai kehidupan, yaitu trend batin sebagai nature-nya

Ketika seorang berjalan dari satu tempat ke tempat lain, sudah "nature"-nya ia menggerakan tubuh yang memancing metabolisme dan pembentukan otot kaki. Apakah di situ ada "pikiran/usaha untuk latihan"? Apakah orang berjalan cocok disebut "sedang latihan"?

tergantung batin orang itu, bukan tindakannya........

Orang pun bisa saja duduk diam bersila tapi kalau pikiran lari kemana2, apakah itu meditasi?

Mari kita kembali ke isi di batinnya, bro.... jangan liat mereknya doang.....

Quote from: Kainyn_Kutho on 21 August 2009, 10:28:29 AM
Quote from: markosprawira on 21 August 2009, 09:17:18 AM
Mahluk hidup terdiri dari :
- NAma Khandha
- rupa khandha
- NAma Dhamma
- Rupa Dhamma

Nibbana adalah NAma Dhamma, batin secara hakekat yg sesungguhnya........ bukan keabadian, pun bukan pemusnahan karena sesungguhnya dari awal, yg ada hanyalah proses.....

Bagi orang sudah terbiasa dengan doktrin nama-rupa, memang mudah menerimanya. Bagaimana dengan penjelasan sehari-harinya?
Sekarang kita ada, berpikir, merasakan. Apakah setelah nibbana kita berhenti berpikir, merasakan, ataukah terus berpikir dan merasakan?

Apakah anda bisa merasakan kebahagiaan tanpa melekat?  ;D

selama kita belum terbebas dari moha, kita tidak tahu bagaimana rasanya terbebas dari moha

Quote from: Kainyn_Kutho on 21 August 2009, 10:28:29 AM
Quoteback to topic, apa bro Kai bisa share kemungkinan lain selain 6 kemungkinan yg disebutkan diatas?

Dahulu ketika terjadi perdebatan tentang 4 KM terbalik, saya bilang saya tidak setuju urutannya dibalik, namun setuju jika penjelasannya bisa dimulai dari mana pun tergantung kecenderungan lawan bicara.

Misalnya kepada orang yang putus cinta, merasa dunia sudah mau kiamat, maka saya akan berbagi tentang melepas dan merelakan, yang akan menuju pada kebahagiaan. Kepada orang lain yang sedang terlena oleh kebahagiaan, saya akan bicara tentang semua kebahagiaan pun akan berakhir pada waktunya, dan itulah yang dinamakan Dukkha.

Dengan begitu, dalam satu waktu saya bilang Buddha mengajarkan kebahagiaan, lain waktu saya katakan Buddha mengajarkan dukkha. Apakah saya plin-plan, terus mengalami transformasi konsep pandangan, berbicara asal, mengeluarkan pernyataan karena terhimpit oleh kondisi pembicaraan, kurang menguasai pembendaharaan tata-bahasa, menganggap bahagia = dukkha?
Pilihlah satu (atau banyak) dari enam hal tersebut. Setelah itu baru saya tanggapi lebih lanjut.

Mungkin bro Kai sedikit berbeda dalam menangkap yah........ yg dimaksud diatas adalah untuk 1 hal yg sama, yg diucapkan itu berbeda
sedang yg bro Kai sebut diatas adl 2 hal yg berbeda krn tergantung dari mana yg perlu diangkat dari ajaran itu

contoh nyata adalah untuk JMB-8....... dulu dengan gamblang disebut "Tidak ada JMB-8", Tidak perlu JMB-8 untuk ke nibbana
sekarang direvisi menjadi "Dalam vipassana, tidak perlu JMB-8 (masih salah juga sih  ;D tp lebih halus)

sedang untuk buddhism jelas bhw JMB-8 adalah jalan utk ke nibbana

Nah saya ga tau kalau bro Kai juga menyetujui bhw untuk ke nibbana, bisa melalui jalan lain  ;)



Quote from: Kainyn_Kutho on 21 August 2009, 10:28:29 AM
Quote from: markosprawira on 21 August 2009, 09:19:10 AM
Cuma ingin bertanya Sankhitta sutta bertentangan dengan salah satu, beberapa atau banyak sutta dalam tipitaka?

mungkin bro kai bisa share karena saya belum tahu sutta ini

anumodana


Sankhitta Sutta mengatakan sebuah ajaran dikatakan ajaran Sang Guru, jika mengembangkan sifat:
1. Kerelaan, bukan keserakahan, 2. Kebebasan, bukan keterikatan, 3. Pelepasan, bukan pengumpulan, 4. Sedikit keinginan, bukan banyak keinginan, 5. Kepuasan, bukan ketidakpuasan, 6. Kesendirian, bukan keramaian, 7. Membangkitkan semangat, bukan kemalasan, 8. Mudah dirawat, bukan susah dirawat.

Bagi saya JMB 8 masih terbatasi oleh kebudayaan, lebih sempit. Sedangkan 8 ciri ini adalah universal bagi budaya mana pun.

Apakah bertentangan dengan sutta2 lain? Tidak. Akan terjadi pertentangan jika seseorang menempatkan JMB 8 di atas Sankhitta Sutta.

sori, mo perjelas aja bro.... apakah sankhitta sutta itu sama dengan yg ini :
QuoteAN 8.63 PTS: A iv 299
Sankhitta Sutta: In Brief
(Good Will, Mindfulness, & Concentration)


soalnya isinya beda loh...... ga bilang ini ajaran Buddha melainkan bagaimana menguasai konsentrasi untuk jhana... seperti yg bisa diliat di note translatornya :
QuoteTranslator's note: This discourse is important in that it explicitly refers to the practice of the four frames of reference (the four foundations of mindfulness) as a form of concentration practice, mastered in terms of the levels of jhana.

emang disebut certain monk minta diajar dhamma tapi in brief (secara singkat), bukan menyebut bagaimana sebuah ajaran dikatakan ajaran Sang Guru

berikut sutta lengkapnya :
QuoteThen a certain monk went to the Blessed One and, on arrival, having bowed down to him, sat to one side. As he was sitting there he said to the Blessed One: "It would be good if the Blessed One would teach me the Dhamma in brief so that, having heard the Dhamma from the Blessed One, I might dwell alone in seclusion: heedful, ardent, & resolute."

"But it is in just this way that some worthless men make a request but then, having been told the Dhamma, think they should tag along right behind me."

"May the Blessed One teach me the Dhamma in brief! May the One Well-gone teach me the Dhamma in brief! It may well be that I will understand the Blessed One's words. It may well be that I will become an heir to the Blessed One's words."

"Then, monk, you should train yourself thus: 'My mind will be established inwardly, well-composed. No evil, unskillful qualities, once they have arisen, will remain consuming the mind.' That's how you should train yourself.

"Then you should train yourself thus: 'Good-will, as my awareness-release, will be developed, pursued, handed the reins and taken as a basis, given a grounding, steadied, consolidated, & well-undertaken.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should then train yourself thus: 'Compassion, as my awareness-release... Appreciation, as my awareness-release... Equanimity, as my awareness-release, will be developed, pursued, handed the reins and taken as a basis, given a grounding, steadied, consolidated, & well-undertaken.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should then train yourself thus: 'I will remain focused on the body in & of itself — ardent, alert, & mindful — putting aside greed & distress with reference to the world.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, you should train yourself: 'I will remain focused on feelings in & of themselves... the mind in & of itself... mental qualities in & of themselves — ardent, alert, & mindful — putting aside greed & distress with reference to the world.' That's how you should train yourself. When you have developed this concentration in this way, you should develop this concentration with directed thought & evaluation, you should develop it with no directed thought & a modicum of evaluation, you should develop it with no directed thought & no evaluation, you should develop it accompanied by rapture... not accompanied by rapture... endowed with a sense of enjoyment; you should develop it endowed with equanimity.

"When this concentration is thus developed, thus well-developed by you, then wherever you go, you will go in comfort. Wherever you stand, you will stand in comfort. Wherever you sit, you will sit in comfort. Wherever you lie down, you will lie down in comfort."

Then that monk, having been admonished by an admonishment from the Blessed One, got up from his seat and bowed down to the Blessed One, circled around him, keeping the Blessed One to his right side, and left. Then, dwelling alone, secluded, heedful, ardent, & resolute, he in no long time reached & remained in the supreme goal of the holy life for which clansmen rightly go forth from home into homelessness, knowing & realizing it for himself in the here & now. He knew: "Birth is ended, the holy life fulfilled, the task done. There is nothing further for the sake of this world." And thus he became another one of the arahants.

Provenance: ©1997 Thanissaro Bhikkhu.Transcribed from a file provided by the translator.This Access to Insight edition is ©1997–2009 John T. Bullitt.
Terms of use: You may copy, reformat, reprint, republish, and redistribute this work in any medium whatsoever, provided that: (1) you only make such copies, etc. available free of charge; (2) you clearly indicate that any derivatives of this work (including translations) are derived from this source document; and (3) you include the full text of this license in any copies or derivatives of this work. Otherwise, all rights reserved. For additional information about this license, see the FAQ.
How to cite this document (one suggested style): "Sankhitta Sutta: In Brief" (AN 8.63), translated from the Pali by Thanissaro Bhikkhu. Access to Insight, June 7, 2009, http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an08/an08.063.than.html.

cmiiw

Tetap tidak menjawab pertanyaan saya. OK deh, terima kasih jawabannya.

_/\_

Boleh tahu mana yg tidak menjawab? biar diskusi ini bisa terus berjalan  _/\_

markosprawira

Quote from: morpheus on 24 August 2009, 12:01:16 PM
Quote from: markosprawira on 21 August 2009, 06:11:44 PM
Pun saya hanya menyebar ranjau dhamma, semoga ada yg bisa nyangkut di anda  _/\_
yg anda sebut "ranjau dhamma" itu sudah saya tinggalkan, bang...

Udah anda tinggalkan, tapi anda melekati MMD?  ;D

jadi mirip ama Konsep "Tidak Ada JAlan"-nya JK...... yg notabene malahan membuat "JAlan" baru  ;D

Quote from: morpheus on 24 August 2009, 12:01:16 PM
anda menyebut2 mengalami sendiri realitanya di atas. biar jelas, bisa diceritakan apa yg anda alami?

Baru dapet instruksi bro?  ^-^ saya biasa ngobrol ama bapak HH, yah kondisinya mirip..... sama juga kaya wkt dia instruksiin nick lain utk tanya 17 proses citta vitthi
Biasanya minta pembuktian, tapi kalo abis dikasih pembuktian kaya wkt mengkritisi Pa Auk Sayadaw, waktu permasalahan asava.... malahan ngelit sana sini  ;D

gini aja, mari kita sama2 ikut kelasnya Sayalay Dipankara aja, gimana?
biar bisa sama2 tahu bagaimana realitasnya... yah moga2 bisa mengalami sendiri proses timbul tenggelamnya nama rupa, yg menjadi nana pertama dari vipassana (yg beneran loh)  ;)

fair khan?  ;D

hope no offense to you, bro  _/\_

Nevada

#608
Quote from: Kainyn_KuthoJadi yang relevan dalam vipassana di sini, talenta atau sila?

Keterampilan untuk mengembangkan sila-samadhi-panna.


Quote from: Kainyn_KuthoMaka dari itu saya katakan tidak ada satu perumpamaan, satu penjelasan Nibbana yang cocok bagi semua orang. Nibbana ajaran Buddha yang tidak termasuk dalam 62 pandangan salah sulit sekali dijelaskan, terutama bagi orang yang sangat melekat pada "atta". Saya setuju penggunaan keabadian dan kepadaman, namun kembali lagi tergantung konteksnya.

Betul. Tapi bukan kemusnahan.


Quote from: Kainyn_KuthoKalau gitu, terserah opini anda saja terhadap 6 opsi tersebut. Saya punya pandangan berbeda tentang ini.

Apakah pandangan Anda memang diiyakan oleh Pak Hudoyo?

Akan lebih objektif kalau Pak Hudoyo sendiri yang menjelaskan kepada khalayak ramai, kenapa dia terkadang menyatakan bahwa MMD = Ajaran Sang Buddha = ajaran J. Khrisnamurti adalah nihilisme; dan kadang kala dia menyatakan bahwa MMD = Ajaran Sang Buddha = ajaran J. Khrisnamurti adalah tidak nihilisme.

Tapi setahu saya Pak Hudoyo tidak pernah menjelaskan alasannya. Ataukah ada rekan-rekan yang tahu kalau Pak Hudoyo sudah memberikan penjelasan akan hal ini?


Quote from: Kainyn_KuthoSankhitta Sutta yang universal akan memuat JMB 8; namun JMB 8 yang masih cenderung terbatas, ada kalanya tidak bisa memuat Sankhitta Sutta.

Sankhitta Sutta memuat sifat-sifat dari Ajaran Sang Buddha.
JMB8 merumuskan metode Jalan Tengah.
Hakikat dari sifat Ajaran Sang Buddha adalah Jalan Tengah.

Menurut Anda, apakah keterbatasan dari JMB8 dibanding Sankhitta Sutta?

markosprawira

Quote from: Kainyn_Kutho on 24 August 2009, 11:57:18 AM
Quote from: markosprawira on 21 August 2009, 06:50:49 PM
Liat2 lagi, kayanya yg dimaksud Kai itu adalah Gotami Sutta :

QuoteDalam Gotami Sutta (Anguttara Nikaya VIII. 53), Sang Buddha menjelaskan kepada Mahapajapati Gotami:

"Bila, Gotami, engkau mengetahui hal-hal secara pasti: 'Hal-hal ini menuju pada nafsu, bukan pada tanpa-nafsu; pada kemelekatan, bukan pada tanpa-kemelekatan; pada pengumpulan, bukan pada pelepasan; pada memiliki banyak keinginan, bukan pada memiliki sedikit keinginan; pada ketidakpuasan, bukan pada kepuasan; pada suka berkumpul, bukan pada kesendirian; pada kelambanan, bukan pada kebangkitan semangat; pada kehidupan yang mewah, bukan pada kesederhanaan' - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: 'Ini bukanlah Dhamma; ini bukanlah Vinaya; ini bukanlah Ajaran Sang Guru.'”

"Tetapi, Gotami, bila engkau mengetahui hal-hal secara pasti: 'Hal-hal ini menuju pada tanpa-nafsu, bukan pada nafsu; pada tanpa-kemelekatan, bukan pada kemelekatan; pada pelepasan, bukan pada pengumpulan; pada memiliki sedikit keinginan, bukan pada memiliki banyak keinginan; pada kepuasan, bukan pada ketidakpuasan; pada kesendirian, bukan pada berkumpul; pada kebangkitan semangat, bukan pada kelambanan; pada kesederhanaan, bukan pada kehidupan mewah' - tentang hal-hal ini engkau bisa merasa pasti: "Ini adalah Dhamma; ini adalah Vinaya; ini adalah Ajaran Sang Guru.”


Hal sama juga ada di :

Lalu kenapa ga liat dari :

QuoteSatthuSasana Sutta (Anguttara Nikaya VII. 80), Sang Buddha menjelaskan kepada Y.A Upali :

"Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: 'Hal-hal ini tidak membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana' -dari ajaran-ajaran seperti itu engkau bisa merasa yakin: Ini bukan Dhamma; ini bukan Vinaya; ini bukan Ajaran Sang Guru.'

"Tetapi Upali, jika engkau mengetahui tentang hal-hal tertentu: 'Hal-hal ini membawa menuju perubahan sepenuhnya, hilangnya nafsu, penghentian dan kedamaian, menuju pengetahuan langsung, pencerahan spiritual dan Nibbana' -dari hal-hal semacam itu engkau bisa merasa yakin: Inilah Dhamma; inilah Vinaya; inilah Ajaran Sang Guru.'"

lumayan bisa dapat tambahan knowledge  _/\_

Ya, betul. Sankhitta Sutta termasuk dalam Gotami Vagga.



Baik jika benar itu sutta yg anda maksud.....

saya jadi ingin tahu, mengapa anda memilih Sankhitta Sutta utk merujuk ke kriteria Dhamma, bukannya SatthuSasana Sutta yg saya lihat justru lebih spesifik dalam hal pengembangan batin, yaitu menjelaskan bahwa ujung dari apa yg disebut Dhamma itu adalah Nibbana

Sedangkan Sankhitta Sutta hanya menjelaskan kriteria namun tidak menyebut ujung dari hasil pelaksanaan... cmiiw

senang bisa diskusi dengan bro Kai

morpheus

Quote from: markosprawira on 24 August 2009, 12:33:19 PM
Udah anda tinggalkan, tapi anda melekati MMD?  ;D
mungkin ini yg anda sebut "diskusi" kemaren?

Quote from: markosprawira on 24 August 2009, 12:33:19 PM
Baru dapet instruksi bro?  ^-^ saya biasa ngobrol ama bapak HH, yah kondisinya mirip..... sama juga kaya wkt dia instruksiin nick lain utk tanya 17 proses citta vitthi
Biasanya minta pembuktian, tapi kalo abis dikasih pembuktian kaya wkt mengkritisi Pa Auk Sayadaw, waktu permasalahan asava.... malahan ngelit sana sini  ;D
prasangka lagi... dan ternyata gak bener...
saat menulis ini anda lagi "berpraktek"?

Quote from: markosprawira on 24 August 2009, 12:33:19 PM
gini aja, mari kita sama2 ikut kelasnya Sayalay Dipankara aja, gimana?
biar bisa sama2 tahu bagaimana realitasnya... yah moga2 bisa mengalami sendiri proses timbul tenggelamnya nama rupa, yg menjadi nana pertama dari vipassana (yg beneran loh)  ;)
yg anda sebut mengalami itu ternyata belajar teori di kelas?
saya gak tertarik, bang.

kalo emang gak mau menjabarkan pengalaman anda, ya gapapa...
saat menulis posting lalu saya pikir anda memang punya pengalaman spiritual sendiri belajar dhamma. mungkin saya salah...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

williamhalim

Mungkin banyak yg setuju disini bahwa, untuk bisa mengikis dukkha kita masing2, kita melaksanakan banyak cara, diantaranya: mempelajari Dhamma melalui buku2, berdiskusi, melakukan meditasi, lalu mulai berusaha mengurangi kecenderungan2 kita yg merugikan, misalnya: kemarahan, kesombongan, sikap tidak sabaran, dsbnya... Semua usaha2 ini kita lakukan demi mengikis kecenderungan2 latent kita -yg kita tau pasti- sebagai penyebab penderitaan kita.

Jika kita semua setuju bahwa cara2 yg sy tulis diatas kita lakukan pada diri kita masing2... maka kita harus jujur juga mengakui bahwa cara untuk mereasisasi akhir dukkha, tidak bisa hanya dengan sadari saja. Kita2 masih butuh usaha2, latihan2, disiplin2, pengekangan2, pembelajaran2... Kita masih butuh langkah2 tsb -yg ternyata- persis seperti yg telah diajarakan oleh Sang Buddha....

Untuk Bro Morph, pengalaman ini lah yg telah sy alami... 'SADARI SAJA' -seperti yg Pak Hud ajarkan- tidak mempan buat saya... dan sampai saat ini, saya belum berjumpa satu orang pun yg berhasil memperbaiki dirinya hanya dengan SADARI SAJA.

Maka dari itu saya menganggap anjuran Pak Hud itu sebagai Konsep Manis semata...

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

markosprawira

Quote from: morpheus on 24 August 2009, 01:37:04 PM
Quote from: markosprawira on 24 August 2009, 12:33:19 PM
Udah anda tinggalkan, tapi anda melekati MMD?  ;D
mungkin ini yg anda sebut "diskusi" kemaren?

eh? dari kemarin2 saya udah tanya loh..... apa anda bisa melepas "MMD" juga? silahkan dilihat lagi deh

saya sih dar kemarin2 selalu anggap diskusi kok..... anda loh yg selalu mengganggap sebagai "debat", bukan saya

Quote from: morpheus on 24 August 2009, 01:37:04 PM
Quote from: markosprawira on 24 August 2009, 12:33:19 PM
Baru dapet instruksi bro?  ^-^ saya biasa ngobrol ama bapak HH, yah kondisinya mirip..... sama juga kaya wkt dia instruksiin nick lain utk tanya 17 proses citta vitthi
Biasanya minta pembuktian, tapi kalo abis dikasih pembuktian kaya wkt mengkritisi Pa Auk Sayadaw, waktu permasalahan asava.... malahan ngelit sana sini  ;D
prasangka lagi... dan ternyata gak bener...
saat menulis ini anda lagi "berpraktek"?

oh sori, saya sih cuma ikutin pola ajaran bapak HH, bro......

ternyata beda yah?


Quote from: morpheus on 24 August 2009, 01:37:04 PM
Quote from: markosprawira on 24 August 2009, 12:33:19 PM
gini aja, mari kita sama2 ikut kelasnya Sayalay Dipankara aja, gimana?
biar bisa sama2 tahu bagaimana realitasnya... yah moga2 bisa mengalami sendiri proses timbul tenggelamnya nama rupa, yg menjadi nana pertama dari vipassana (yg beneran loh)  ;)
yg anda sebut mengalami itu ternyata belajar teori di kelas?
saya gak tertarik, bang.

kalo emang gak mau menjabarkan pengalaman anda, ya gapapa...
saat menulis posting lalu saya pikir anda memang punya pengalaman spiritual sendiri belajar dhamma. mungkin saya salah...


itu kelas meditasi, bang...... sayalay dipankara ga ngajarin kelas teori tapi praktek meditasi, juga counseling

khan dibawahnya saya udah tulis :
Quotemoga2 bisa mengalami sendiri proses timbul tenggelamnya nama rupa

nah apakah anda mo coba meditasi sesuai mahasatipatthana sutta?

morpheus

Quote from: williamhalim on 24 August 2009, 03:43:46 PM
Jika kita semua setuju bahwa cara2 yg sy tulis diatas kita lakukan pada diri kita masing2... maka kita harus jujur juga mengakui bahwa cara untuk mereasisasi akhir dukkha, tidak bisa hanya dengan sadari saja. Kita2 masih butuh usaha2, latihan2, disiplin2, pengekangan2, pembelajaran2... Kita masih butuh langkah2 tsb -yg ternyata- persis seperti yg telah diajarakan oleh Sang Buddha....

Untuk Bro Morph, pengalaman ini lah yg telah sy alami... 'SADARI SAJA' -seperti yg Pak Hud ajarkan- tidak mempan buat saya... dan sampai saat ini, saya belum berjumpa satu orang pun yg berhasil memperbaiki dirinya hanya dengan SADARI SAJA.

Maka dari itu saya menganggap anjuran Pak Hud itu sebagai Konsep Manis semata...
mari kita baca posting di atas:

* bang willi menyebut2 kata "usaha". tersirat bahwa bang willi masih saja ngotot dan salah paham bahwa "tanpa usaha" yg udah diterangkan dan diluruskan entah berapa kali itu adalah dalam konteks meditasi. tampaknya bang willi tidak tertarik untuk membaca koreksinya (atau lupa untuk kesekian kalinya). apakah bang willi mengerti maksudnya? saya gak keberatan mengulanginya lagi.

* bang willi, anda mengatakan "sadari saja" itu tidak mempan buat anda. apakah karena alasan "tidak mempan" buat anda, lalu semua harus digeneralisir dan prakteknya dikafirkan?

dari kehidupan sehari2, saya justru melihat gak ada orang yg jadi baik dengan belajar yg mereka sebut "dhamma" itu, tapi saya banyak melihat orang jadi baik dengan bermeditasi tanpa memperdulikan yg namanya "dhamma". serius bang...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

morpheus

Quote from: markosprawira on 24 August 2009, 03:56:51 PM
saya sih dar kemarin2 selalu anggap diskusi kok..... anda loh yg selalu mengganggap sebagai "debat", bukan saya
bang markos, anda lebih tertarik mempermasalahkan hal2 sepele seperti penggunaan kata2.
terbukti, akhirnya percakapan ini berujung kepada debat kusir, ad hominem, prasangka pribadi...
gak salah kan kalo gak saya layani?

Quote from: markosprawira on 24 August 2009, 03:56:51 PM
oh sori, saya sih cuma ikutin pola ajaran bapak HH, bro......

ternyata beda yah?
bang markos, anda menuduh saya mendapatkan instruksi, ternyata tidak benar, kemudian anda bilang mengikuti pola pak hudoyo.
gak usah ngomong "dhamma", etika dan kedewasaan berdiskusi intelektual aja gak terlihat pada serangkaian tulisan anda di atas.

Quote from: markosprawira on 24 August 2009, 03:56:51 PM
itu kelas meditasi, bang...... sayalay dipankara ga ngajarin kelas teori tapi praktek meditasi, juga counseling

...

nah apakah anda mo coba meditasi sesuai mahasatipatthana sutta?
saya udah pernah coba yg namanya meditasi sesuai mahasatipatthana.
justru sekarang saya nanya pengalaman anda dengan kata2 anda sendiri, tapi anda gak mau cerita.
saya udah berbagi begitu banyak pada tulisan2 yg lalu, namun anda gak pernah membagi pengalaman.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path