comotan dari blog tetangga

Started by bond, 27 July 2009, 11:11:16 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

ryu

Quote from: Anatta on 13 August 2009, 10:23:29 PM
HUDOYO:
Pada zaman sekarang ini TIDAK ADA LAGI NARASUMBER DHAMMA. Seseorang yang
berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber
Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya.
==========================================================================================
Hampir sulit dipercaya bahwa ucapan tsb. diatas keluar dari mulut seorang Pandita Buddhis. Inilah hasil nyata dari MMD (Mempertebal Moha dan Dosa). Eh, apakah yang memberi gelar Pandita ke dia tidak mengikuti sepak terjang Hudoyo ya?
Mohon kepada pengasuh forum DC untuk tidak menutup thread ini. Biarlah thread ini menjadi saksi sejarah buat generasi mendatang bahwa masih banyak umat-umat buddha yang berusaha menyadarkan Hudoyo. [-X [-X [-X
jangan2 yang memberi gelar Pandita adalah Seseorang yang berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya. =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Hendra Susanto

Quote from: Anatta on 13 August 2009, 10:23:29 PM
HUDOYO:
Pada zaman sekarang ini TIDAK ADA LAGI NARASUMBER DHAMMA. Seseorang yang
berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber
Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya.
==========================================================================================
Hampir sulit dipercaya bahwa ucapan tsb. diatas keluar dari mulut seorang Pandita Buddhis. Inilah hasil nyata dari MMD (Mempertebal Moha dan Dosa). Eh, apakah yang memberi gelar Pandita ke dia tidak mengikuti sepak terjang Hudoyo ya?
Mohon kepada pengasuh forum DC untuk tidak menutup thread ini. Biarlah thread ini menjadi saksi sejarah buat generasi mendatang bahwa masih banyak umat-umat buddha yang berusaha menyadarkan Hudoyo. [-X [-X [-X

tenang sodara anatta saya cinta kamu kok...

ryu

Quote from: JW. Jinaraga on 13 August 2009, 06:28:05 PM
Quote from: ryu on 13 August 2009, 06:03:54 PM
QuoteKalau pengertian anda mengenai Pikiran itu saja campur aduk dari berbagai sumber, sangat wajar jika anda banyak mempertanyakan sutta
Yang lebih aneh lagi, anda tidak mempertanyakan Wikipedia dan sebaliknya malahan mempertanyakan sutta dan abhidhamma?


Sungguh aneh
karena wiki lebih hebat dari tipitaka kakakakakakak =)) =)) =))

:o

Tuh statement dari siapa bro ???

Quote from: markosprawira on 13 August 2009, 05:50:44 PM
Quote from: morpheus on 13 August 2009, 02:30:24 PM
wah, informasi di sini kurang jujur dan gak seimbang. jawabannya disembunyiin. sampe ad hominem dibawa2.
supaya seimbang, saya copy paste juga ah.

---

--- In samaggiphala [at] yahoogroups.com, MARKOSPRAWIRA <markosprawira [at] ...> wrote:
>
> Saya tidak menghilangkan apapun dari mularipayaya, silahkan lihat kembali
> pernyataan saya dibawah :
>
> Misal pada tanah, tidak menganggap tanah sebagai yg kekal yg kekal
> (eternalis) -> #2,
======================================
HUDOYO:
Haha ... Anda semakin amburadul!
Dalam Mulapariyaya-sutta, langkah #2 tidak bicara tentang 'eternalisme'.

Yang tertulis sebagai langkah #2 dalam Mulapariyaya-sutta adalah:

#2 "Pa.thavi.m na ma~n~nati" - IA TIDAK MENGKONSEPSIKAN TANAH.
(Tidak ada masalah 'eternalisme' di sini.)

***

MARKOSPRAWIRA:
> pun sebaliknya jangan berkonsep tidak ada tanah (nihilisme) -> #3
======================================
HUDOYO:
Hehe ... semakin melenceng Anda!
Dalam Mulapariyaya-sutta, langkah #3 tidak bicara tentang 'nihilisme'.

Yang tertuilis sebagai langkah #3 dalam Mulapariyaya-sutta adalah:

#3 "Pa.thaviyaa na ma~n~nati" - IA TIDAK MENGKONSEPSIKAN [DIRINYA] DI DALAM TANAH.

***

MARKOSPRAWIRA:
> kalau anda mau, saya akan quote yg lengkapnya yaitu :
>
> (3)- berhenti mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
> (4)- berhenti mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
> (5)- berhenti menganggap tanah sebagai "milikku"
> (6)- tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
====================================
HUDOYO:
Tetap saja, langkah #2 tidak Anda masukkan!

MARKOSPRAWIRA:
> Disitu jelas bhw saya salah mengetik angka semata dimana seharusnya
> (2) berhenti mengkonsepsikan tanah sebagai tanah
====================================
HUDOYO:
Lho, di atas Anda bicara tentang ETERNALISME:
"Misal pada tanah, tidak menganggap tanah sebagai yg kekal yg kekal
> (eternalis) -> #2,"

Sekarang, Anda mengutip begitu saja langkah #2 dari Mulapariyaya-sutta (entah Anda mengerti atau tidak mengerti maksudnya). Dengan membawa-bawa ETERNALISME dan NIHILISME ke dalam sutta ini, tampak jelas bahwa Anda bukan "salah mengetik angka semata", melainkan ANDA TIDAK MEMAHAMI SAMA SEKALI MAKNA MULAPARIYAYA-SUTTA.

Anda bukan saja tidak memahami makna Mulapariyaya-sutta, tetapi dalam satu posting saja Anda telah mencla-mencle (di atas berkata 'A' di bawah berkata 'B') dan berkeras tidak mengakui ke-MOHA-an Anda!

***

MARKOSPRAWIRA:
>
> sehingga menjadi
> 2. Pathavim Abhinnaya
> berhenti mengkonsepsikan [dirinya sebagai] tanah
> 3. Pathavim Na Mannati
> berhenti mengkognisasikan [dirinya terpisah dari] tanah
> 4. Pathavim Na Meti Mannati
> berhenti menganggap tanah sebagai "milikku"
> 5. Pathavim Na Abhinandati
> tidak bersukacita di dalam konsepsi tanah
>
================================
HUDOYO:
Inilah PUNCAK KEAMBURADULAN pemahaman Anda terhadap Mulapariyaya-sutta!
Urutan nomor langkahnya saja sudah salah-salah, apalagi isinya.

Berikut ini adalah kutipan & terjemahan yang betul dari Mulapariyaya-sutta.

(1) "Pa.thavi.m pa.thavito abhijaanaati." ("Ia melihat langsung tanah sebagai tanah.")
(2) "(Pa.thavi.m pa.thavito abhi~n~naaya), pa.thavi.m na ma~n~nati." ("(Setelah melihat langsung tanah sebagai tanah), ia tidak mengkonsepsikan tanah.")
(3) "Pa.thaviya na ma~n~nati." ("Ia tidak mengkonsepsikan dirinya di dalam tanah.")
(4) "Pa.thavito na ma~n~nati." ("Ia tidak mengkonsepsikan dirinya terpisah dari tanah.")
(5) "Pa.thavi.m me' ti na ma~n~nati." ("Ia tidak mengkonsepsikan, 'Tanah untukku'.")
(6) "Pa.thavi.m naabhinandati." ("Ia tidak bersenang hati dengan tanah.")
(terjemahan: Bhikkhu Bodhi)

Jadi, dalam "versi" Mulapariyaya-sutta Anda, langkah #2 itu tetap salah! Seharusnya: "Pa.thavi.m na ma~n~nati" - "IA TIDAK MENGKONSEPSIKAN TANAH." (Di sini tidak ada kaitan sama sekali dengan 'eternalisme' atau 'nihilisme' seperti Anda pahami secara salah!)


MARKOSPRAWIRA:
> Saya tidak menutupi apapun, jadi tolonglah dibaca dulu postingan orang lain
> dengan seksama sebelum menuduh macam2
===============================
HUDOYO;
Anda mungkin tidak menutupi apa pun; Anda hanya tidak mengerti apa yang Anda tulis. :D

*****

MARKOSPRAWIRA:
>
> Sebaliknya anda yg dengan jelas menghilangkan bagian dimana *anda
> menyebutkan CITTA = BATIN.... padahal BATIN = NAMA, sedangkan Citta adalah
> bagian dari NAMA*
==============================
HUDOYO:
Oh, sampai sekarang saya tetap berpegang 'citta' = 'batin'. :) :)

Anda, sebagai "pakar" Abhidhamma, tentu mengikuti pengertian 'citta' sebagai 'bagian dari NAMA' --yang terdiri dari 'citta', 'cetasika' & 'nibbana', kalau tidak salah. Saya sudah lama meninggalkan ajaran Abhidhamma (yang dulu pernah saya hafalkan), karena saya anggap bukan berasal dari Sang Buddha.

Di sini saya menggunakan pengertian 'citta' dari Sutta Pitaka, yang mempunyai pengertian jauh lebih luas daripada 'citta' yang ada di Abhidhamma. Di dalam Sutta Pitaka, 'citta' dimaknai tumpang tindih (overlapping) dengan 'nama', yang berarti 'keadaan batin' secara keseluruhan.

Di dalam Sutta Pitaka, 'citta', 'mano' & 'vinnana' sering digunakan secara tumpang tindih. 'Citta' mengacu pada 'mindset' atau 'keadaan batin' seseorang. 'Citta' digunakan untuk mengacu pada kualitas batin secara keseluruhan. 'Citta' bukanlah suatu entitas atau suatu proses; mungkin itulah alasan mengapa 'citta' bukan termasuk salah satu 'khandha', dan tidak termasuk rumusan paticca-samuppada.

Seseorang mengalami banyak 'keadaan batin' ('citta') yang berbeda; di dalam M.II.27 ditanyakan: "Citta yang mana? Oleh karena citta itu banyak, beraneka ragam, dan berbeda-beda." Secara umum dapat dikatakan, seseorang hidup dengan suatu kumpulan 'mindset' yang berubah-ubah, dan beberapa di antaranya akan terjadi secara teratur.

Mengenai 'kehendak', terdapat kemiripan antara 'vinnana' dan 'citta'; keduanya berkaitan dengan kondisi kualitatif dari seorang manusia. 'Vinnana' memberikan 'kesadaran' (awareness) dan kontinuitas yang dengan itu kita mengetahui kondisi moral kita, dan 'citta' adalah abstraksi yang mewakili kondisi itu. Dengan demikian 'citta' erat kaitannya dengan 'kehendak'; hubungan ini juga tampak secara etimologis, oleh karena 'citta' berasal dari akar verbal yang sama dalam bahasa Pali dengan kata aktif yang berarti "menghendaki" (cetana). 'Citta' juga mencerminkan kondisi/kemajuan kognitif kita.

'Citta' sebagai 'mindset' bisa 'mengkerut' (artinya tidak bisa berfungsi), "teralihkan", "menjadi besar", "tenang", atau kebalikan dari sifat-sifat itu (M.I.59). 'Citta' dapat didominasi oleh emosi tertentu, sehingga bisa merasa "takut", "terpukau", atau "tenang". 'Citta' dapat dikuasai oleh kesan-kesan yang enak maupun tak enak (M.I.423). Sejumlah keadaan yang dipenuhi emosi negatif dapat berkaitan dengan 'citta', atau 'citta' bisa bebas dari keadaan-keadaan itu, jadi penting untuk mengembangkan atau memurnikan citta. "Untuk waktu lama citta ini telah terkotori oleh kelekatan, kebencian, dan delusi. Karena cittanya terkotori, maka makhluk-makhluk terkotori; karena cittanya bersih, makhluk-makhluk bersih." (S.III.152).

Di dalam Anguttara Nikaya dikatakan: "Citta ini cemerlang, tetapi ia terkotori oleh kekotoran dari luar." (A.I.8-10) Ini tidak dimaksud menyatakan adanya "kemurnian asali"; oleh karena keadaan batin kita adalah suatu abstraksi, ada suatu kebastrakan di mana citta kita bisa dipandang sebagai murni pada prinsipnya. Seperti sebuah kolam air dapat dibayangkan pada prinsipnya mempunyai permukaan tenang yang kemudian menunjukkan riak-riak dan kekeruhan, begitu pula keadaan batin kita dapat dibayangkan pada prinsipnya cemerlang (seperti di dalam jhana) tetapi menunjukkan semua kegiatan batiniah.

Mencapai 'citta' yang murni sama artinya dengan mencapai pencerahan yang membebaskan. Ini menunjukkan bahwa keadaan batin orang yang bebas tidak memantulkan kegelapan atau kekotoran. Oleh karena hal-hal itu mewakili keterbelengguan, ketiadaannya digambarkan sebagai kebebasan.
[Diringkas dari: Wikipedia]


Dari uraian panjang lebar tentang pemakaian kata 'citta' di dalam Sutta Pitaka ini, tidak salahlah kalau saya menerjemahkan 'citta' dengan 'batin'. Pengertian ini jauh lebih luas daripada pengertian 'citta' di dalam Abhidhamma.

Para bhikkhu hutan di Thailand Utara, mereka sering menggunakan kata 'citta' untuk mengacu pada 'batin' secara keseluruhan (bukan 'citta' dari Abhidhamma, yang bersifat sangat teknis, berbeda dengan cetasika, dengan nibbana dsb). Ini dapat dilihat dalam khotbah-khotbah Ajahn Mahabuwa, Ajahn Man dsb. Sering kali mereka menggambarkan 'citta' yang "murni", "cemerlang" dan "abadi", sehingga Ajahn Mahabuwa, misalnya, sering dikritik mengajarkan 'eternalisme'. Padahal yang beliau ajarkan adalah pengalaman meditasi, yang sudah dipaparkan oleh Sang Buddha dalam Udana 8.3.

Demikianlah Sdr Markosprawira, silakan saja kalau Anda mau membatasi pemahaman Anda tentang citta pada pengertian dalam Abhidhamma, tapi sadarilah bahwa 'citta' mempunyai pengertian yang jauh lebih luas dalam Sutta Pitaka!

*****

MARKOSPRAWIRA:
>
> Apalagi dengan pernyataan anda : *Yang penting JANGAN BERBUAT KARMA BARU
> --entah karma baik entah karma buruk-- SEKARANG.*
> yang notabene justru sangat berlawanan sekali dengan *Ovada PAtimokkha dan
> Mapadana Sutta*, yang notabene merupakan *inti ajaran SEMUA Buddha*,
> dari *Buddha
> Vipasi sampai Buddha Gautama*
===============================
HUDOYO:
Di sini terlihat bahwa Anda mempertentangkan DUA KONTEKS dari ajaran Sang Buddha.

Ovada-patimokkha .("Jangan berbuat kejahatan: Perbanyak kebaikan: Sucikan hati & pikiran") adalah ajaran di LEVEL PIKIRAN, di mana terdapat DUALITAS (baik/buruk, boleh/tidak boleh dsb), dan tersirat adanya DIRI, yang harus membuat pilihan moralistik di dalam meniti hidupnya, yang hasilnya akan diterimanya sesuai dengan HUKUM KARMA.

Di lain pihak, ajaran VIPASSANA, sebagaimana terkandung dalam Mulapariyaya-sutta & Bahiya-sutta, MENGATASI LEVEL PIKIRAN, sehingga dengan demikian MENGATASI DUALITAS baik/buruk, kusala/akusala, dab, dan MENGATASI DIRI & MENGATASI HUKUM KARMA. Ini jelas dengan ajaran Sang Buddha "Ketika mencerap apa saja 'yang dikenal' (vinnatam), jangan sampai muncul konsepsi tentang 'yang dikenal', jangan sampai timbul aku, yang ingin memiliki 'yang dikenal' & bersenang hati dengan 'yang dikenal'. " (Mulapariyaya-sutta) "Kalau kamu bisa berada di situ, maka KAMU TIDAK ADA LAGI. Itulah, hanya itulah, akhir dukkha (nibbana)." (Bahiya-sutta)

:"Kesenangan adalah akar dari penderitaan." ("Nandi dukkhassa muulan'ti") [Buddha Gotama dalam Mulapariyaya-sutta]

Kebenaran vipassana ini tidak mungkin dipahami oleh Markosprawira kalau ia bukan pemeditasi vipassana!

*****
MARKOSPRAWIRA:
>
> Dengan 2 kekeliruan fatal diatas, saya tidak akan melanjutkan diskusi dengan
> anda
================================
HUDOYO:
Kekeliruan fatal? ... Fatal buat siapa? ... Buat Anda, kali. :D

Demikianlah sdr Markosprawira, semoga posting ini menyadarkan Anda akan adanya Dhamma yang jauh lebih luas daripada yang Anda pelajari dalam lingkungan tembok sempit Abhidhamma Pitaka.

Salam,
Hudoyo

Ini sekalian saya lengkapi, bro.......... biar jelas juntrungannya kaya apa...... buat yg meragukan bisa lihat di tanggalnya bhw saya reply tgl 12 utk postingan PG tgl 11

Berikut email yg terakhir saya post tapi ga dimasukkan oleh bro morpheus........  :))

QuoteOn 8/12/09, markos prawira <markosprawira [at] gmail.com> wrote:

Pak Hud ini sungguh lucu.... Sekarang anda menyebut diri berpegang pada Sutta Pitaka.... semakin lucu saja karena bukankah seharusnya anda "tidak ada konsep"?

Apalagi dengan menyebut kehendak yg berbeda pada vinnana dan citta padahal sesungguhnya 2 hal itu sudah jelas merupakan hal yg sama secara Khandha

Anda tanya ke anak sekolahan saja, mereka sudah tahu bhw vinnana khandha yg notabene merupakan citta, itu adalah bagian dari Nama atau batin, bukan bagian yg terpisah

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Seseorang mengalami banyak 'keadaan batin' ('citta') yang berbeda; di dalam M.II.27 ditanyakan: "Citta yang mana? Oleh karena citta itu banyak, beraneka ragam, dan berbeda-beda." Secara umum dapat dikatakan, seseorang hidup dengan suatu kumpulan 'mindset' yang berubah-ubah, dan beberapa di antaranya akan terjadi secara teratur.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pernyataan diatas sudah jelas merujuk pada Kicca Citta atau Fungsi Citta yg berjumlah 14, tapi bukan berarti ada citta yang berbeda, hanya FUNGSInya saja

Wajar kesalah pahaman anda muncul seperti merujuk Vitakka sebagai salah satu jenis pikiran yg notabene merupakan cetasika atau faktor pembentuk batin

Dan wajar juga anda menolak Abhidhamma, karena ternyata apa yg menjadi konsep anda, yg dirujuk dari Jiddu runtuh saat dipadukan dengan teori abhidhamma

Bahkan dengan sutta saja seperti Ovada Patimokha dan Mahapadana Sutta, yg berisikan INTI ajaran Buddha,  menurut anda mempunyai  konteks yang berbeda dengan vipassana (versi anda tentunya)
Padahal hasil dari sucikan batin tentunya adalah batin yg suci, yaitu para ariya puggala, TIDAK ADA PERTENTANGAN satu dengan lainnya
Hal ini bisa kita lihat dari berbagai sayadaw, ahli meditasi yang berdasar pengalaman mereka, justru semakin menguatkan kesesuaian antara berbagai pitaka dalam Tipitaka, bukannya justru menolaknya

Silahkan Anda menyebut saya Moha, yg mana saya akui bhw saya masih banyak moha, namun untuk pernyataan diatas, sangat jelas menunjukkan apa yg anda sebut Krishnamurti - Vipassana anda tidak selaras dengan Tipitaka secara keseluruhan
Bahkan merujuk pada wikipedia padahal pengertian citta sudah jelas jika kita kembali pada Tipitaka secara keseluruhan, bukan cuma mengambil sebagian sutta saja

Kalau pengertian anda mengenai Pikiran itu saja campur aduk dari berbagai sumber, sangat wajar jika anda banyak mempertanyakan sutta
Yang lebih aneh lagi, anda tidak mempertanyakan Wikipedia dan sebaliknya malahan mempertanyakan sutta dan abhidhamma?

Sungguh aneh

End of discussion


Ini udah komentar terakhir loh........cukup fair utk bro morpheus?  :D

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

morpheus

Quote from: markosprawira on 13 August 2009, 05:59:24 PM
Lalu?

jadi kalau meditator boleh memaki2, boleh bilang ini dhamma tapi itu bukan dhamma?

Tapi kalau member disini, menyindir aja udah dikomentarin macem2?
bahkan sampai ad hominem segala? tapi kalau si meditator yg memaki MOHA, itu menjadi benar?

Terus kalo si meditator meng-cut sesuai kemauan, itu oke aja
tapi kalau member yg mengcut, dibilang informasi disini kurang jujur?

Pls liat juga lah, kalau identitas disindir aja, beliau langsung bilang mendiskreditkan
tapi jadi sah2 aja kalau itu dilakukan beliau

please be fair lah bro........
jangan esmosi dulu bang...

pak hudoyo dan anda itu setara di mata pembaca.

saya melihat anda berdua masih dalam batasan diskusi kok (walaupun kadang kurang nyambung, kadang sama sekali gak nyambung). cuman diskusi anda berdua udah mentok, ada yg gak bisa dimengerti.

mengenai dhamma bukan dhamma, itu kan opini. semua orang bebas mengeluarkan opininya. anda boleh bilang mmd sesat selama anda mengeluarkan alasannya dan pak hudoyo sah2 aja bilang yg ini dhamma yg ini bukan dhamma. anda berdua babarkan aja semua barang jualannya, biarkan pembaca yg menilai sendiri...

sebenernya kalo bicara arenanya, tentu saja di sini berat sebelah. lah wong orangnya gak ada, gak bisa membela diri, dikasih segala macam posting rame2 mulai dari yg ada argumennya sampe yg ad hominem plus sindiran2 gak bermutu. gak adil kan? tentunya ini perlu diseimbangkan....

di sini sudah banyak opini yg kontra pak hudoyo. saya juga boleh dong beropini yg sebaliknya dengan jujur kan?

seperti yg saya bilang sebelumnya, kita tidak bisa menilai isi hati orang lain dari tulisan.
faktanya tulisan yg sama bisa ditangkap secara berbeda oleh pembaca di sini.
jadi mungkin saja bukan tulisannya yg ribut, melainkan batin pembacanya yg ribut...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

ryu

Quote from: morpheus on 13 August 2009, 11:10:59 PM
Quote from: markosprawira on 13 August 2009, 05:59:24 PM
Lalu?

jadi kalau meditator boleh memaki2, boleh bilang ini dhamma tapi itu bukan dhamma?

Tapi kalau member disini, menyindir aja udah dikomentarin macem2?
bahkan sampai ad hominem segala? tapi kalau si meditator yg memaki MOHA, itu menjadi benar?

Terus kalo si meditator meng-cut sesuai kemauan, itu oke aja
tapi kalau member yg mengcut, dibilang informasi disini kurang jujur?

Pls liat juga lah, kalau identitas disindir aja, beliau langsung bilang mendiskreditkan
tapi jadi sah2 aja kalau itu dilakukan beliau

please be fair lah bro........
jangan esmosi dulu bang...

pak hudoyo dan anda itu setara di mata pembaca.

saya melihat anda berdua masih dalam batasan diskusi kok (walaupun kadang kurang nyambung, kadang sama sekali gak nyambung). cuman diskusi anda berdua udah mentok, ada yg gak bisa dimengerti.

mengenai dhamma bukan dhamma, itu kan opini. semua orang bebas mengeluarkan opininya. anda boleh bilang mmd sesat selama anda mengeluarkan alasannya dan pak hudoyo sah2 aja bilang yg ini dhamma yg ini bukan dhamma. anda berdua babarkan aja semua barang jualannya, biarkan pembaca yg menilai sendiri...

sebenernya kalo bicara arenanya, tentu saja di sini berat sebelah. lah wong orangnya gak ada, gak bisa membela diri, dikasih segala macam posting rame2 mulai dari yg ada argumennya sampe yg ad hominem plus sindiran2 gak bermutu. gak adil kan? tentunya ini perlu diseimbangkan....

di sini sudah banyak opini yg kontra pak hudoyo. saya juga boleh dong beropini yg sebaliknya dengan jujur kan?

seperti yg saya bilang sebelumnya, kita tidak bisa menilai isi hati orang lain dari tulisan.
faktanya tulisan yg sama bisa ditangkap secara berbeda oleh pembaca di sini.
jadi mungkin saja bukan tulisannya yg ribut, melainkan batin pembacanya yg ribut...
Sebenernya Pa Hudoyo suka ngintip2 kesini koq, mungkin karena suatu hal dia gak bisa posting di sini ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

morpheus

Quote from: Anatta on 13 August 2009, 08:43:18 PM
HUDOYO SAYS :
Kalau mau, ajak beliau datang ke rumah saya.
saya ngeliatnya begini:
ada christian yg bilang ke atheis bilang bahwa tuhan itu ada. atheis gak percaya dan minta si christian menunjukkan siapa yg pernah ngeliat tuhan. si christian bilang pendetanya bisa liat. si atheis minta pendetanya diajak datang ke rumah.

dalam hal ini yg berkepentingan adalah si christian yg pengen meyakinkan si atheis.
masa si atheis yg harus ke tempat si christian?
kalo dianalogikan begini, sounds fair enough?
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Hendra Susanto

tempat umum sich lebih fair kan sama2 ada kepentingan

Indra

#412
Quote from: morpheus on 13 August 2009, 11:24:09 PM
Quote from: Anatta on 13 August 2009, 08:43:18 PM
HUDOYO SAYS :
Kalau mau, ajak beliau datang ke rumah saya.
saya ngeliatnya begini:
ada christian yg bilang ke atheis bilang bahwa tuhan itu ada. atheis gak percaya dan minta si christian menunjukkan siapa yg pernah ngeliat tuhan. si christian bilang pendetanya bisa liat. si atheis minta pendetanya diajak datang ke rumah.

dalam hal ini yg berkepentingan adalah si christian yg pengen meyakinkan si atheis.
masa si atheis yg harus ke tempat si christian?
kalo dianalogikan begini, sounds fair enough?


sepertinya contoh kasus anda salah bro,
saya justru melihat si atheist lah yg meminta pembuktian bukan si christian yang menawarkan.
dengan kata lain, si atheist lah yang berkepentingan karena meminta duluan.

hanya saja, dalam kasus ini si atheist tidak sungguh2 minta pembuktian, hanya sekedar gertakan, yg kalau dilayani oleh si crhistian maka si atheist akan menggunakan jurus berkelit lain

morpheus

Quote from: Indra on 13 August 2009, 11:46:29 PM
sepertinya contoh kasus anda salah bro,
saya justru melihat si atheist lah yg meminta pembuktian bukan si christian yang menawarkan.
dengan kata lain, si atheist lah yang berkepentingan karena meminta duluan.

hanya saja, dalam kasus ini si atheist tidak sungguh2 minta pembuktian, hanya sekedar gertakan, yg kalau dilayani oleh si crhistian maka si atheist akan menggunakan jurus berkelit lain
om indra, saya ngeliatnya begini: si atheis kan yg gak percaya. si christian kan yg percaya. yg percaya itu yg berkepentingan membuktikan dong. masa yg gak percaya yg membuktikan? kebalik kan?

kalo anda pernah ngomong ama christian fanatik, skenarionya kayak gini:
 christian: tuhan guwa itu ada
 anda: tuhan loe itu gak ada. buktikan kalo tuhan loe itu ada!
 christian: ah, gak. loe buktikan tuhan guwa itu gak ada!
 anda: loh, kok???

kebalik kan? yg berkepentingan dan berusaha membuktikan ya si christian dong... masak anda yg harus repot?
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Nevada

Quote from: morpheus on 13 August 2009, 11:55:32 PM
Quote from: Indra on 13 August 2009, 11:46:29 PM
sepertinya contoh kasus anda salah bro,
saya justru melihat si atheist lah yg meminta pembuktian bukan si christian yang menawarkan.
dengan kata lain, si atheist lah yang berkepentingan karena meminta duluan.

hanya saja, dalam kasus ini si atheist tidak sungguh2 minta pembuktian, hanya sekedar gertakan, yg kalau dilayani oleh si crhistian maka si atheist akan menggunakan jurus berkelit lain
om indra, saya ngeliatnya begini: si atheis kan yg gak percaya. si christian kan yg percaya. yg percaya itu yg berkepentingan membuktikan dong. masa yg gak percaya yg membuktikan? kebalik kan?

kalo anda pernah ngomong ama christian fanatik, skenarionya kayak gini:
  christian: tuhan guwa itu ada
  anda: tuhan loe itu gak ada. buktikan kalo tuhan loe itu ada!
  christian: ah, gak. loe buktikan tuhan guwa itu gak ada!
  anda: loh, kok???

kebalik kan? yg berkepentingan dan berusaha membuktikan ya si christian dong... masak anda yg harus repot?


Ini salah satu sikap yang menunjukkan tidak tahu atau tidak mau tahu tentang isi Tipitaka.

Adalah satu itikad baik di mana seorang non-petapa datang pada seorang bhikkhu untuk berdiskusi. Bukannya seorang bhikkhu yang datang pada seorang non-petapa. Sikap 'meminta' bhikkhu untuk datang ini menunjukkan kalau hal itu merupakan wujud ketidak-hormatan pada anggota Sangha.

Ini bukan perosalan "siapa cari buku harus datang ke toko buku". Ini adalah perihal socializing, ini perihal tata krama, dan ini adalah satu barometer untuk melihat seberapa tinggi tingkat kebijaksanaan dan kedewasaan seseorang.

Nevada

QuoteHUDOYO:
Pada zaman sekarang ini TIDAK ADA LAGI NARASUMBER DHAMMA. Seseorang yang
berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber
Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya.

Ini menunjukkan bahwa MMD pun tidak bisa menyumbang narasumber Dhamma.

ryu

Quote from: upasaka on 14 August 2009, 12:19:33 AM
QuoteHUDOYO:
Pada zaman sekarang ini TIDAK ADA LAGI NARASUMBER DHAMMA. Seseorang yang
berjubah kuning, yang terlihat bermeditasi, tidak serta merta menjadi narasumber
Dhamma, seberapa hebat pun meditasinya.

Ini menunjukkan bahwa MMD pun tidak bisa menyumbang narasumber Dhamma.
yang pasti narasumber Dhamma paling hebat versinya hanyalah J. Krishnamurti seorang =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Anatta

 :lotus:
Quote from: morpheus on 13 August 2009, 11:24:09 PM
Quote from: Anatta on 13 August 2009, 08:43:18 PM
HUDOYO SAYS :
Kalau mau, ajak beliau datang ke rumah saya.
saya ngeliatnya begini:
ada christian yg bilang ke atheis bilang bahwa tuhan itu ada. atheis gak percaya dan minta si christian menunjukkan siapa yg pernah ngeliat tuhan. si christian bilang pendetanya bisa liat. si atheis minta pendetanya diajak datang ke rumah.

dalam hal ini yg berkepentingan adalah si christian yg pengen meyakinkan si atheis.
masa si atheis yg harus ke tempat si christian?
kalo dianalogikan begini, sounds fair enough?


[at]  Morpheus: Anda memakai contoh pertentangan yg terjadi antara Christian dan non-Christian (si atheis). Nah, kasus Hudoyo ini lain bung! Dia ini 'mengaku' umat Buddha tapi mengajarkan ajaran yang menyesatkan umat Buddha. Karena dia ini memang umat Buddha maka tepatlah apa yg dikatakan oleh rekan Upasaka bahwa non-pertapa harus mendatangi bhikkhu.

Permasalahan akan selesai kalau dia ini bukan umat Buddha. Kita tentunya tidak akan mempermasalahkan dia lagi kalau dia menyatakan bahwa dia bukan umat Buddha. (Dalam hal ini, seperti kata anda, maka fair enough utk meminta bhikkhu mendatangi Hudoyo si 'atheis').

Tetapi yang terjadi adalah bahwa kemana-mana dia berkoar-koar 'mengajarkan 'dhamma' yang pada kenyataannya hanyalah menyesatkan banyak orang. Untuk itulah kita, umat buddha, membutuhkan kawan-kawan yang bisa memberikan informasi yang benar ttg apa itu Dhamma; yg bisa menunjukkan 'penyimpangan2' ajaran Hudoyo. Nah, disinilah letak pentingnya forum DC ini. Makanya saya minta thread ini, demi kepentingan umat Buddha, jangan ditutup. Kita berharap teman2 disini akan selalu membahas pendapat2 Hudoyo, sehingga buat umat2 Buddha yg masih 'hijau' bisa mengerti apa sesungguhnya ajaran Buddha seperti yg ada si Tipitaka (bukannya Tisutta seperti yang Hudoyo ajarkan!)

Kalau dibilang forum ini gak seimbang..., saya rasa gak betul juga. Karena pada kenyataannya kita disini membahas pendapat2 yg dilontarkan Hudoyo, meskipun dalam bentuk copas saja. Terlebih lagi, seperti kata rekan Ryu, Hudoyo itu sering ngintip2 kesini (dan blog2 yang lain) kok. Jadi biarlah komunikasi kita dg Hudoyo terjadi dengan model yang begini. Karena forum ini mempunyai tugas yang jauh lebih penting daripada hanya menyadarkan seorang Hudoyo, yaitu ingin memberikan pengertian yang benar kepada anggotanya.

Jadi bung Morpheus, kita umat Buddha ini sudah mempunyai 'mainstream' tersendiri, yakni tipitaka. Memang benar bahwa SB mengajarkan Kalama Sutta, tetapi -- kepada Hudoyo -- tolong pelajari sutta itu dengan baik, dari awal sampai akhir sutta, termasuk latar belakang diajarkannya sutta tersebut.

Semoga semua mahluk berbahagia. :lotus:

johan3000

Thanks bro Anata atas posting yg segar-menyegarkan...

seperti pepatah mengatakan "Silent is GOLD"
begitu juga MMD bilang tinggalkan semua yg anda pelajaran

jadi

just keep it silent and do the meditation.

Bisakah bro beri pandangan/hubungan mengenai meditasi dan ajaran Buddha (4KM, 8J) ?

thanks sebelumnya


Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

williamhalim

#419
Mengenai tanggapan Bro Morphesu atas postingan saya (mungkin juga thp postingan2 rekan yg lain) bahwa jangan kita menilai Pak Hudoyo dari tulisannya doang krn belum tentu dia begitu....

berikut postingan Bro Morph:

Quote from: morpheus on 13 August 2009, 03:46:33 PM
berulang kali di sini dibicarakan mengenai perilaku, sikap ataupun perbuatan (dalam hal ini tulisan).

sadarkah kita bahwa kita gak akan bisa mengetahui isi hati sesungguhnya hanya dengan membaca tulisan?
.......bisakah menilai ego seseorang engan melihat perbuatan saja ?

sebuah fakta bahwa di forum ini ada impresi yg berbeda terhadap tulisan yg sama.

bicara masalah ribut. apa itu yg sedang ribut?
tulisannya yg ribut, penulisnya ribut ataukah batin pembacanya yg ribut?


Ya tentu saja BISA Bro Morph...
Berikut, Bro telah melakukannya.. menilai emosi seseorang hanya dari tulisannya..

Quote from: morpheus on 13 August 2009, 11:10:59 PM
Quote from: markosprawira on 13 August 2009, 05:59:24 PM
Lalu?
jadi kalau meditator boleh memaki2, boleh bilang ini dhamma tapi itu bukan dhamma?
...

jangan esmosi dulu bang...


Terbukti bahwa kita bisa menilai seseorang dari perkataan dan perbuatannya (tulisannya)
Terbukti bahwa wajar dan sah2 saja bagi kita untuk menilai sikap batin (emosi) seseorang dalam berdiskusi.

Jika ada seorang yg berani mengaku MASTER dan berani MENGKRITIK AJARAN BESAR. Ya, wajar dan sah2 saja orang-orang akan menyerbu beliau dgn berbagai macam pertanyaan, pengetesan, perdebatan atas TEORI yg ditawarkannya. Jika TEORInya lemah, pasti akan terjadi silat lidah yg tidak sehat seperti: Kalian melakukan penyerangan terhadap saya, Jangan menilai pribadi saya, dsbnya.... Justru, Seorang MASTER SPIRITUAL HARUS DINILAI DARI PERILAKUNYA, BUKAN HANYA DARI TEORINYA.

Jika ia berani menunjukkan suatu teori dan mendobrak tradisi lama, maka ia harus dapat menunjukkan bahwa teori dia tsb memang ampuh, paling tidak pada dirinya sendiri...

::

Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)