comotan dari blog tetangga

Started by bond, 27 July 2009, 11:11:16 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

ryu

Quote from: williamhalim on 11 August 2009, 08:47:27 AM
Quote from: morpheus on 10 August 2009, 06:09:35 PM

prinsip "tanpa usaha" udah dikenal sangat luas di dunia meditasi buddhis, bukan penemuan baru, bukan original pak hudoyo. ajahn brahm dan master sheng yen juga ngomong yg senada. meditator yg pemula saja kebanyakan mengerti dan memahami maksudnya. saya melihat banyak sekali "keresahan" di sini disebabkan karena ketidakmengertian. itu saja...
...
coba cross check, tanya bhante khanti, bhante titha, bhante panna, ajahm brahm, dll. tanya mana yg benar.
sekali lagi, ini bukan barang baru, bukan penemuan baru, ataupun original...
kalo gak dicoba ya gak bakal mengerti, balik ke pertanyaan yg itu itu aja...


Saya setuju dengan pernyataan Bro Morph ini...
MMD bukanlah penemuan baru... tapi mengapa selama ini MMD bisa tidak selaras dengan JMB-8 dan ayat2 Tipitaka lainnya, sementara pakar2 Meditasi dunia malah cocok dengan Tipitaka? Dimana masalahnya MMD ini?

Sebenarnya, sebagai orang lama yg sudah malang melintang di dunia spiritual selama puluhan tahun, bukannya tidak mungkin bagi Pak Hud untuk menjelaskan seperti penjelasan Bro Kai atau Bro Morph.

Jika saja Pak Hud MAU, sedari dulu Pak Hud bisa fleksibel dengan kata 'Tanpa Usaha' ataupun 'Berhentinya Pikiran'ataupun 'Perlunya sila dalam keseharian'. MASALAHNYA, jika Pak Hud melakukan itu (fleksibelitas) akibatnya MMD akan selaras dgn keseluruhan Tipitaka. MMD akan sesuai dengan JMB-8, MMD tiada bedanya dengan meditasi Buddhist lainnya.... MMD akan kehilangan ekslusivitas-nya.

Jika motivasinya untuk kepentingan pencerahan seluruh manusia, hal ini tidak menjadi maalah, apapun label yg dilekatkan pada MMD, yg penting banyak orang akan terbantu dengan sedikit trik/perumusan berbeda yg Pak Hud konsepkan. Lain halnya jika mempunyai motivasi tertentu. Misalnya ingin MMD berdiri sendiri, ingin ekslusive, ingin beda dgn meditasi Buddhist lainnya, ingin sebagai Buddist Modern, ingin lain dari yg lain... tujuan dari semua ini apa? Dalam dunia marketing perbedaan adalah suatu nilai jual yg berharga. Jika tidak ada perbedaan dgn konsep yg telah ada di pasar, maka pemain baru tidak akan bisa menjual dagangan-nya...

Makanya, selama ini kita cukup heran, kenapa Pak Hud tidak sedari awal bersikap fleksibel dengan teori2 MMD nya, yg sesungguhnya tidak akan sulit diselaraskan dgn Buddhisme, persis seperti yg telah mulai dilakukan Bro Kai dan Bro Morph diatas. Kenapa Pak Hud terkesan sangat ngotot dan kaku, imo tidak lain demi mempertahankan 'nilai beda' itu tadi.

:: 





tambahan, kalau mereka dipertemukan pun ada kemungkinan tidak ada kecocokan lho ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

morpheus

Quote from: Sumedho on 11 August 2009, 06:33:37 AM
Dalam sebuah kegiatan meditasi, kita mempraktekan sebuah teori, mempraktekkan sebuah petunjuk. Nah dalam meditasi itu bukan sebuah "barang" yg terukur yg memiliki pengkotakan yg jelas.

Seperti apa sih nyocokin dengna teori yang dimaksud?

Kita ambil contoh. Kita sedang memperhatikan nafas masuk dan keluar... *sampai sini meditasi?* lalu pikiran mengembara membayangkan hal2x *apakah ini bagian meditasi?*, lalu ingat/menyadari/sati bahwa sedang mengembara dan ingat/aware/sati bahwa harus memperhatikan nafas *apakah sampai sini juga? atau ini yg dikatakan membanding2xkan dengan teori?* lalu perhatian kembali pada nafas kembali.

atau contoh ke dua, ketika meditasi tiba2x merasakan sensasi melihat cahaya, lalu pikiran mengembara dengan "mereview teori buku ini nimitta yang mana yah" *apakah ini membandingkan dengan teori?*, lalu akibatnya, sensasi itu hilang. lalu pikiran mengembara lagi "kecewa dan kesal", lalu ingat/menyadari/sati lagi kembali ke nafas.

yang manakah? atau bisa sambil kasih contoh?
seperti yg saya post sebelomnya, suhu. ada yg mencoba meditasi dengan usaha untuk menjadi tenang, usaha untuk mencapai jhana, usaha untuk memadamkan napsu, usaha untuk memerangi lobha dosa moha... ini pengalaman meditator pemula seperti saya. tapi kalo membaca tulisannya pak hudoyo, saya merasa dua2 contoh anda itu juga termasuk usaha yg tidak diperlukan dalam meditasi. bagi pak hudoyo, yg penting sadar saja cukup. merenung secara intelektual sih, saya pikir pak hudoyo bener...

bayangin kalo lagi mulai bermeditasi, kita jadi mikir, "oops, kok nafas saya gak tenang ya? kata buku harus memegang nafas...", "wah, ini lobha mula caritta, eh atau dosa mula caritta ya?", "jangan! jangan mikirin itu! ayo, konsentrasi ke nafas...", "aduh, ini nimitta saya kok segi empat ya?", "ayo, satiiii...", dll. kira2 bisa berhasil gak meditasinya?

[at] williamhalim:
kenapa pak hudoyo gak mau menerangkan ini? saya menebak pak hudoyo gak mau penjelasannya dilekati dan malah kepikiran di dalam meditasi yg akhirnya menimbulkan reaksi penolakan batin nantinya...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

morpheus

Quote from: williamhalim on 11 August 2009, 07:56:43 AM
Jika salah satu pihak hanya bersedia merujuk BEBERAPA ayat Tipitaka yg dipilihnya yg sesuai dengan keinginannya, tanpa mengakui ayat2 yg lain, artinya diskusi sudah pasti tidak dapat berjalan. Apalagi yg mau didiskusikan?
tipitaka bukanlah bible yg setiap huruf dan kata2nya harus ditelan bulat2.

tipitaka adalah catatan / produk yg mendokumentasikan ajaran Buddha semasa beliau mengajar. tipitaka baru benar2 didokumentasikan 400 tahun sesudah beliau tiada. jadi saya pikir sah2 aja apabila ada yg ingin belajar dan praktek dari satu atau dua sutta yg ada di tipitaka yg sesuai dengan pengalaman meditasinya dan tidak memperdulikan yg lainnya. tidak ada kewajiban untuk menerima seluruh isi tipitaka.

apakah kita harus mengkafirkan orang yg tidak mau menerima seluruh kurikulum yg toh dibakukan ratusan tahun (atau ribuan tahun) sesudah Buddha tiada? apakah kita harus mengkafirkan orang yg tidak menerima abhidhamma sebagai ajaran buddha? itulah awal sebuah praktik intoleransi dan pemaksaan kehendak...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

bond

Apakah usaha yg dimaksudkan di dalam meditasi?

Dari saat kita memulai meditasi , duduk dengan relaks maka itu sudah berusaha, usaha untuk melepas ketegangan. Dalam vipasana ketika mulai mengamati fenomena tidak lah mungkin langsung bisa melihat ataupun merasakan atau dengan kata lain kepekaan sati masih lemah. Oleh karena itu diperlukan konsentrasi agar sati bisa berkembang. Jika kita duduk hanya membiarkan pengamatan begitu saja adalah tidak mungkin bagi yg belum terlatih khususnya pemula. Karena sifat pikiran itu cepat dan kompleks. Dan dengan langsung melepas begitu saja seseorang bisa tertidur atau sati terhadap fenomena2 menjadi tidak jelas, blank. Memang pada moment ini akan terlihat batin menjadi tenang padahal tidak sama sekali. Moment ini jika berlarut-larut maka akan jatuh kedalam bhavanga. Pada moment ini seakan-akan pikiran berhenti. Padahal tidak sama sekali , lebih dikarenakan kurangnya sati.

Oleh karena itu usaha untuk seimbang diperlukan. Sama sepereti kita bermain layang-layang tarik dan ulur agar layangan kita bisa stabil dan mantap berada di udara.

Nah apabila sudah mantap maka usaha ini bisa dilepas karena bagitu sati sudah kuat maka hal ini akan otomatis melihat segalanya menjadi jelas. Sama halnya ketika mau menstarter mobil agar menyala tentunya ada ekstra usaha dalam hal ini energi listrik yg diperlukan akan lebih besar dibandingkan saat mesin sudah bekerja dengan otomatis. Atau ketika kita menyalakan AC daya listrik yg diperlukan lebih besar dibandingkan ketika dia sudah menyala. USAHA BENAR bukanlah diartikan akan menimbulkan ketegangan dsb. Jika usaha yg dipersepsikan seperti itu lalu mengatakan kalau begitu tidak perlu berusaha apa-apa, ini seperti meloncat dari sat u ektrem ke ekstrem lainnya. Kedua ektrem tadi bukanlah usaha benar.

Oleh karena itu usaha benar diperlukan saat awal sampai tahap tanpa usaha. Tanpa usaha ini bisa dikatakan adalah hasil bukan sebab. Usaha adalah sebab dan tanpa usaha adalah hasil(dalam hal ini bukan magga phala ya) oleh karena itu dalam panca bala ataupun jmb 8 adalah kekuatan dan jalan yg merupakan sebab untuk suatu pencapaian.

Saya setuju dengan bro Willi bahwa PH mengeneralisasi penggunaan tanpa usaha. Dan juga saya teringat, hanya lupa di topik mana ketika saya berdebat dengan PH dengan merunut pertanyaan demi pertanyaan yg berkakhir PH menyatakan diperlukan usaha yg mana bertolak belakang dengan pernyataan generalisasi dia. Kalau tidak salah saya ada bertanya bagaimana jika orang stress ingin bermeditasi, apakah dia bisa lsg mengamati, misal datang duduk , meditasi, melepas, lalu ngantuk lalu dia coba sadari lagi dst.

Sangat terlihat sekali bahwa MMD melihat pengalaman vipasanna hanya sepotong2 tanpa melihat kesuluruhan aspek/melihat secara holistik. Karena memang dalam bervipasana orang sangat rentan tergelincir terhadap pengalamannya sendiri.

Berkaitan usaha benar secara praktek ataupun teori. Teori adalah dasar dan acuan secara garis besar, praktek adalah detilnya aplikasi. Misal dalam visuddhi magga hanya disebut beberapa nimitta, atau dalam sutta disebutkan tentang piti. Tetapi bisa saja ada jenis2 piti atau jenis nimitta tidak disebut tetapi bukan berarti itu tidak sahih. Secara jelas kemunculan detil nimita atau piti kita tahu lalu kita padankan dengan teori yg ada. Misal : seperti kasus om Fabian melihat nimitta yg bola hitam bercahaya 3 dimensi. Ternyata itu nimitta lalu dilihat panduannya mau diapakan nimitta ini. Nah untuk mengetahui detil inilah diperlukan guru2 yg terlatih kecuali kecerdasan dan panna kita sangat baik, tetapi kebanyakan adalah takabur sebelum memulai.

Penyocokan antara teori dan praktek bukanlah seperti habis meditasi selesai dicocokan seperti orang belajar hafalan di sekolah. Tetapi lebih kepada penerang ketika kita mengalami kebuntuan didalam meditasi. Memang dalam bervipasanna tidak perlu teori. Tapi apakah kita dengan serta merta seorang yg belum terlatih langsung membuang teori? Perlu diingat pula, saat master MMD menjelaskan bagaimana berMMD maka itu adalah teori. Dan patut diingat kita hidup bukan untuk meditasi saja, jadi ada hal yg relevan dalam bermeditasi dan ada yg tidak relevan saat di kehidupan sehari-hari, tidak bisa dipukul rata. Dan yang terpenting bukanlah hebatnya meditasi kita. TETAPI yg paling hebat adalah mengaplikasikan kehebatan meditasi ke dalam kehidupan sehari-hari(dalam hal ini vipasana). Tidaklah mungkin kita mengatakan pikiran berhenti = bebasnya dukkha. Begitu ditanya seorang arahat makan dsb....maka beralih pada isu konsep, persepsi dsb....

Saya lihat pro dan kontra MMD adalah wajar terjadi karena dari sedari awal teori sampai praktek memang berbeda. Perdebatan terjadi karena adanya kengototan oknum yg mensama-samakan. Dan himbauan saya bahwa jangan sampai tergiring hanya pada permasalahan pada hanya bermeditasi. Tapi bagaimana aplikasinya pada kehidupan sehari-hari. Baru kita tahu bahwa ada penggeneralisasian.

Dan banyak orang melihat Dhamma hanya coba2, dengan mengintrepertasi tulisan PH agar selaras dengan Dhamma. Padahal ketika dibuktikan dari berbagai sudut pandang ternyata memang berbeda.Hal ini telah terbukti pada satu tahun yg lalu.
Nah kenapa ada yg pro dengan MMD, ya karena mereka memiliki persepsi dan pengalaman yg sama. Dan yg kontra karena pemikiran dan pengalaman yg berbeda. Lalu mana yg benar? Yang benar adalah yg bisa menerima ajaran Sang Buddha SECARA UTUH. Tapi jika diartikan menerima Tipitaka , saya jawab 'ya' dan bila menolak sebagian  dan fatalnya mengambil ajaran lain (JK) sudah jelas 'mau buat agama gado-gado' dengan label ajaran SB. Ini masalah etika, bukan berarti pula kita hanya tinggal diam. Bersuara pun ada protapnya. Yang penting tidak munafik mengajari berhenti tapi masih berlari. _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

morpheus

Quote from: williamhalim on 11 August 2009, 08:47:27 AM
Sebenarnya, sebagai orang lama yg sudah malang melintang di dunia spiritual selama puluhan tahun, bukannya tidak mungkin bagi Pak Hud untuk menjelaskan seperti penjelasan Bro Kai atau Bro Morph.

Jika saja Pak Hud MAU, sedari dulu Pak Hud bisa fleksibel dengan kata 'Tanpa Usaha' ataupun 'Berhentinya Pikiran'ataupun 'Perlunya sila dalam keseharian'. MASALAHNYA, jika Pak Hud melakukan itu (fleksibelitas) akibatnya MMD akan selaras dgn keseluruhan Tipitaka. MMD akan sesuai dengan JMB-8, MMD tiada bedanya dengan meditasi Buddhist lainnya.... MMD akan kehilangan ekslusivitas-nya.

Jika motivasinya untuk kepentingan pencerahan seluruh manusia, hal ini tidak menjadi maalah, apapun label yg dilekatkan pada MMD, yg penting banyak orang akan terbantu dengan sedikit trik/perumusan berbeda yg Pak Hud konsepkan. Lain halnya jika mempunyai motivasi tertentu. Misalnya ingin MMD berdiri sendiri, ingin ekslusive, ingin beda dgn meditasi Buddhist lainnya, ingin sebagai Buddist Modern, ingin lain dari yg lain... tujuan dari semua ini apa? Dalam dunia marketing perbedaan adalah suatu nilai jual yg berharga. Jika tidak ada perbedaan dgn konsep yg telah ada di pasar, maka pemain baru tidak akan bisa menjual dagangan-nya...

Makanya, selama ini kita cukup heran, kenapa Pak Hud tidak sedari awal bersikap fleksibel dengan teori2 MMD nya, yg sesungguhnya tidak akan sulit diselaraskan dgn Buddhisme, persis seperti yg telah mulai dilakukan Bro Kai dan Bro Morph diatas. Kenapa Pak Hud terkesan sangat ngotot dan kaku, imo tidak lain demi mempertahankan 'nilai beda' itu tadi.
analisa anda sangat subjektif, om will...

pak hudoyo berkali2 mengakui mmd itu mirip bahkan sama dengan ajaran guru2 meditasi lain (u teja___? saya lupa). dengan pengetahuannya apa sih susahnya kalo dia mau kutip ayat ini ayat itu untuk melegitimasi mmdnya? jelas sekali pak hudoyo memegang suatu prinsip untuk mengajarkan meditasi tanpa memperdulikan cemoohan orang2 yg tidak mengerti. bukan mau mempertahankan nilai beda, tp karena prinsipnya memang berbeda dengan beberapa guru2 meditasi lain, tapi sama dengan guru2 meditasi lainnya. apakah penganut seorang guru meditasi yg metodenya gak sama harus mengkafirkan guru meditasi lain? biar ajalah masing2nya menjalankan prakteknya...

* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

nyanadhana

JMB-8 terus yang memicu keributan disini....hahaha...ketika seseorang terjun ke dalam meditasi tidakada ekslusifitas JMB,semua adalah .............
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

bond

^
^

Masalahnya saat tidak bermeditasi jmb 8 juga dikatakan tidak relevan :))
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

nyanadhana

mungkin arti relevan menurut kamu dan pak hud ada bedanya..
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

HokBen

Quote from: morpheus on 11 August 2009, 09:50:35 AM
analisa anda sangat subjektif, om will...

pak hudoyo berkali2 mengakui mmd itu mirip bahkan sama dengan ajaran guru2 meditasi lain (u teja___? saya lupa). dengan pengetahuannya apa sih susahnya kalo dia mau kutip ayat ini ayat itu untuk melegitimasi mmdnya? jelas sekali pak hudoyo memegang suatu prinsip untuk mengajarkan meditasi tanpa memperdulikan cemoohan orang2 yg tidak mengerti. bukan mau mempertahankan nilai beda, tp karena prinsipnya memang berbeda dengan beberapa guru2 meditasi lain, tapi sama dengan guru2 meditasi lainnya. apakah penganut seorang guru meditasi yg metodenya gak sama harus mengkafirkan guru meditasi lain? biar ajalah masing2nya menjalankan prakteknya...

kalo baca di blognya sodara ratnakumara itu, malah JK yang dianggap cerah justru menganggap guru2 meditasi lain itu non-sense...

williamhalim

Quote from: nyanadhana on 11 August 2009, 10:07:11 AM
JMB-8 terus yang memicu keributan disini....hahaha...ketika seseorang terjun ke dalam meditasi tidakada ekslusifitas JMB,semua adalah .............

Kalo bicara meditasi, memang iya.
Namun Meditasi hanyalah salah satu latihan. Buddhisme bukanlah meditasi tok.

Buddhisme adalah kehidupan sehari2, cara untuk mengakhiri dukkha.
Berbicara 'akhir dukkha' adalah berbicara kehidupan sehari2.... Apakah dalam kehidupan sehari2 Sila, Samadhi, Panna -atau supaya lebih universal, kita sebut saja- moralitas, konsentrasi/kesadaran dan kebijaksanaan tidak relevan untuk merealisasi pencerahan?

Bila MMD hanya berbicara "saat duduk diam", maka Buddhisme berbicara keseluruhan kehidupan sehari-hari...

::


Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

nyanadhana

Quote from: williamhalim on 11 August 2009, 10:39:51 AM
Quote from: nyanadhana on 11 August 2009, 10:07:11 AM
JMB-8 terus yang memicu keributan disini....hahaha...ketika seseorang terjun ke dalam meditasi tidakada ekslusifitas JMB,semua adalah .............

Kalo bicara meditasi, memang iya.
Namun Meditasi hanyalah salah satu latihan. Buddhisme bukanlah meditasi tok.

Buddhisme adalah kehidupan sehari2, cara untuk mengakhiri dukkha.
Berbicara 'akhir dukkha' adalah berbicara kehidupan sehari2.... Apakah dalam kehidupan sehari2 Sila, Samadhi, Panna -atau supaya lebih universal, kita sebut saja- moralitas, konsentrasi/kesadaran dan kebijaksanaan tidak relevan untuk merealisasi pencerahan?

Bila MMD hanya berbicara "saat duduk diam", maka Buddhisme berbicara keseluruhan kehidupan sehari-hari...

::



u have found the answer and be wise with your answer :) adventure is out there...
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

williamhalim

Quote from: morpheus on 11 August 2009, 09:50:35 AM

analisa anda sangat subjektif, om will...


Ya Bro Morph...

Analisa pribadi saya -kenapa MMD bisa tidak cocok dgn Tipitaka- memang terkait dgn pemikiran Pak Hud pribadi dan sikap yg ditunjukkan selama ini. Juga, sy tidak asal2an menduga, krn saya juga memaparkan alasan kenapa sy menduga seperti itu...

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

ryu

perbedaan pandangan ajahn brahm dengan pa Hud

At 11:00 AM 8/25/2006, [EMAIL PROTECTED] wrote:

Selamat Pagi Pak Hudoyo,

Saya sering baca tulisan Pak Hud ttg Bahiya Sutta.
Hingga kini Pak Hud tetap konsisten dgn pandangannya khususnya MMD yg
merefer pada Bahiya Sutta .

Bulan lalu saya merasa beruntung tidak melewatkan tulisan Ajahn Bram yang
diforward via milis oleh Sdr.Michael.

Bagaimana pandangan Pak Hud ttg hal ini? Semoga dapat memberi manfaat bagi
banyak orang.

Sukses selalu....

Terima Kasih

=========================================
HUDOYO:

Rekan Sam yg baik,

Michael juga pernah mengirimi saya khotbah Ajahn Brahm tentang Bahiya-sutta
ini. Sayang khotbah ini dalam bahasa Inggris dan sangat panjang sehingga tidak
dapat saya muat seluruhnya dalam posting ini. Maka, agar para pembaca bisa
mengikuti secara mendetail apa yang tengah kita bicarakan, terpaksa saya agak
berpanjang lebar menceritakan argumentasi apa saja yang ditampilkan oleh Ajahn
Brahm.

   Ajahn Brahm mengecam umat Buddha yang dianggapnya "begitu saja mencomot"
ajaran kepada Bahiya ini, dan merasa "(1) tidak perlu lagi berdana, (2) tidak
perlu menjadi bhikkhu, (3) tidak perlu melakukan upacara seperti berlindung
kepada Sang Triratna, (4) tidak perlu menjalankan sila, dan bahkan (5) tidak
perlu bermeditasi -- bahwa yang diperlukan cukup "kecerdasan untuk memahami
ajaran kepada Bahiya" itu. Dengan kata lain, Ajahn Brahm berpendapat bahwa
kelima hal tersebut PERLU untuk mencapai pembebasan.

   Ajahn Brahm menganggap ajaran S. Buddha kepada petapa Bahiya ini suatu kasus
yang "istimewa", artinya bukan dimaksudkan untuk kebanyakan siswa Sang Buddha.
Ajahn Brahm menampilkan cerita dari Kitab Apadana--yang berisi kisah
kehidupan-kehidupan yang lampau dari para Arahat--di mana dikisahkan bahwa
dalam salah satu kehidupannya yang lampau Bahiya adalah seorang bhikkhu siswa
seorang Buddha, yakni Buddha Kassapa. Dalam latihannya, menurut Ajahn Brahm,
Bahiya tentu telah mencapai Jhana, paling tidak Jhana keempat, karena dalam
kehidupannya sekarang ia memiliki beberapa kekuatan gaib, antara lain mampu
untuk terbang sejauh +/- 1300 km dalam waktu satu malam, dan mampu melihat dewa
Anagami yang memberitahunya bahwa ia belum seorang Arahat.

   Dalam kehidupannya yang terakhir, Sang Buddha memberikan ajaran vipassana
singkat kepada Bahiya:

"Bahiya, berlatihlah seperti ini: di dalam apa yang terlihat, hanya ada yang
terlihat; di dalam apa yang terdengar, hanya ada yang terdengar; di dalam apa
yang tercerap oleh indra, hanya ada yang tercerap oleh indra; di dalam apa yang
dikenal [oleh pikiran], hanya ada yang dikenal. Demikian hendaknya engkau
berlatih.

   Â“Jika bagimu di dalam apa yang terlihat hanya ada yang terlihat ... <dst>
..., maka tidak ada engkau dalam kaitan dengan itu. Jika tidak ada engkau dalam
kaitan dengan itu, tidak ada engkau di situ. Jika tidak ada engkau di situ,
engkau tidak ada di sini, tidak ada di sana dan tidak ada di antaranya. Inilah,
dan hanya inilah, akhir dari dukkha."

Setelah mendengar ajaran itu, pada saat itu juga Bahiya mencapai tingkat Arahat
(tanpa diceritakan bahwa ia mencapai tingkat-tingkat Sotapatti, Sakadagami dan
Anagami lebih dulu).  Ajahn Brahm berkata: "Tampaknya mudah, bukan? Anda baru
saja mendengar ajaran yang sama. Apakah Anda mencapai Pencerahan Sempurna?
Tidak! Mengapa tidak?" -- Begitulah Ajahn Brahm mengesampingkan ajaran Sang
Buddha kepada Bahiya sebagai suatu kasus yang "istimewa", yang bukan
dimaksudkan untuk kebanyakan umat Buddha.

   Kemudian Ajahn Brahm bicara panjang lebar tentang 'vipallasa' (distorsi
persepsi, pikiran & pandangan). Orang yang batinnya terliput oleh 'vipallasa',
ia tidak bisa melihat apa yang terlihat sebagai 'apa adanya', sebagaimana
diajarkan Sang Buddha kepada Bahiya di atas. Apa yang terlihat selalu
terdistorsi. 

   Selanjutnya, Ajahn Brahm berkhotbah tentang penyebab 'vipallasa' yakni
'kelima rintangan batin' (nivarana): nafsu keinginan, ketidaksenangan, gelisah
& penyesalan, kemalasan & kebosanan, dan keraguan). Menurut Ajahn Brahm,
'kelima rintangan batin' ini HANYA bisa diatasi dengan pencapaian Jhana.

Jadi begitulah jalan logika Ajahn Brahm memahami ajaran Sang Buddha kepada
Bahiya:
1. orang awam melihat segala sesuatu secara terdistorsi (vipallasa);
2. penyebab distorsi ini adalah kelima rintangan batin;
3. untuk melihat 'apa adanya' kelima rintangan batin itu harus ditekan;
4. kelima rintangan batin HANYA bisa ditekan sepenuhnya dalam Jhana;
5. 'apa adanya' dapat terlihat setelah orang turun dari Jhana ke dalam
'upacara-samadhi', ketika kelima rintangan batin MASIH tertekan.

***

Jalan logika Ajahn Brahm itu tidak mengherankan, karena ia salah satu guru
meditasi yang menekankan perlunya Jhana sebagai SYARAT MUTLAK untuk mencapai
pembebasan.

Pendapat itu telah ditolak oleh guru-guru meditasi lain, antara lain oleh guru
Ajahn Brahm sendiri--Ajahn Chah--Mahasi Sayadaw, Buddhadasa Mahathera, dll.

Saya tidak perlu dan tidak mau lagi menguraikan hal ini lagi panjang lebar
karena telah menjadi kontroversi yang membosankan dan memuakkan. (Perdebatan
mengenai ini bisa Anda lihat dalam  arsip milis ini.)

***

Bertolak belakang dengan Ajahn Brahm, pendapat saya tentang ajaran Sang Buddha
kepada Bahiya adalah:

Melihat 'apa adanya', adalah melihat / menyadari / mengelingi segala
gerak-gerik badan & batin kita, termasuk melihat / menyadari / mengelingi
keinginan, cita-cita, daya upaya untuk mencapai "nibbana" (pembebasan), untuk
mencapai "jhana", untuk mencapai ketenangan dsb dsb.

Itu CUKUP untuk mencapai pembebasan tanpa cita-cita dan daya upaya untuk
mencapai pembebasan!

***

Nah, sekarang terserah kepada Anda dan para pembaca lain untuk menempuh jalan
Anda masing-masing, kalau pun "jalan" itu ada.

Salam,
Hudoyo
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

morpheus

Quote from: ryu on 11 August 2009, 11:11:41 AM
perbedaan pandangan ajahn brahm dengan pa Hud
memang itu bedanya...

sebagai pembaca, bukankah sangat menarik mengetahui perbedaan itu?

dua orang guru memaparkan pengalaman dan kesimpulannya yg berbeda. kita umam awam, tinggal membaca, mikir dan mencobanya sendiri lalu mengambil mana meditasi yg cocok untuk kita (istilah pak hud, shopping meditasi). pengikut ajahn brahm tidak perlu mengkafirkan mmd, pengikut mmd tidak perlu mengkafirkan ajahn brahm... seperti yg dikatakan di atas, pilih sendiri yg jalan yg cocok untuk anda masing2...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

ryu

Quote from: morpheus on 11 August 2009, 11:44:55 AM
Quote from: ryu on 11 August 2009, 11:11:41 AM
perbedaan pandangan ajahn brahm dengan pa Hud
memang itu bedanya...

sebagai pembaca, bukankah sangat menarik mengetahui perbedaan itu?

dua orang guru memaparkan pengalaman dan kesimpulannya yg berbeda. kita umam awam, tinggal membaca, mikir dan mencobanya sendiri lalu mengambil mana meditasi yg cocok untuk kita (istilah pak hud, shopping meditasi). pengikut ajahn brahm tidak perlu mengkafirkan mmd, pengikut mmd tidak perlu mengkafirkan ajahn brahm... seperti yg dikatakan di atas, pilih sendiri yg jalan yg cocok untuk anda masing2...

Quotememang tidak mengkafirkan tapi :
Nah, sekarang terserah kepada Anda dan para pembaca lain untuk menempuh jalan
Anda masing-masing, kalau pun "jalan" itu ada.

Salam,
Hudoyo
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))