comotan dari blog tetangga

Started by bond, 27 July 2009, 11:11:16 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

markosprawira

Quote from: Hendra Susanto on 10 August 2009, 10:27:43 AM
tambahan nich markos, postingan ko saudara fabian yang membicarakan tentang 'aku' boleh di post ke milis2

http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12407.msg203186.html#msg203186

Lapor ! udah masuk ke berbagai milis buddhis per pagi ini......

Sunce™

Gua pribadi merasa MMD ini aneh.. !
Menyimpang dari ajaran Sang Buddha!

markosprawira

Tapi jgn jadi dosa mula citta yah bro.....

justru seyogyanya kita kasihan pada mereka loh....... krn sesungguhnya miccha ditthi yg dilakukan dengan terus menerus akan membawa ke mahatapana-niraya

demikianlah seyogyanya membuat kita jadi lebih berhati-hati dengan batin kita sendiri juga

K.K.

Quote from: markosprawira on 10 August 2009, 12:28:02 PM
Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

anumodana utk diskusinya  _/\_

Ini potongan dari Mahasatipatthana Sutta, bagian obyek pikiran:

'... Di sini, para bhkkhu, jika keinginan-indria hadir dalam dirinya, seorang bhikkhu mengetahui bahwa keinginan-indria hadir. Jika keinginan-indria tidak ada dalam dirinya, seorang bhikkhu megetahui bahwa keinginan-indria tidak ada. Dan ia mengetahui bagaimana keinginan-indria yang belum muncul itu muncul, dan ia mengetahui bagaimana menyingkirkan keinginan-indria yang telah muncul, dan ia mengetahui bagaimana ketidak-munculan di masa depan dari keinginan-indria yang telah disingkirkan."

Saya tidak melihat adanya petunjuk untuk mengingat "oh ini namanya nafsu jenis x yang menurut abhidhamma adalah akusala nomor x", atau pun adanya petunjuk usaha "melawan, menyingkirkan, mencegah" dan lain sebagainya. Dalam satipatthana, hanya ada pengetahuan tentang timbul dan tenggelamnya khanda, pikiran tidak membandingkan dengan apa pun di masa lalu, juga tidak mencari apa pun di masa depan. Hanya ada hidup saat ini.


bond

Quote
Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

coba perhatikan dua kalimat yg dibold hitam dan yang dibold biru... Dua kalimat diatas saling berkontradiksi.

Di kalimat  pertama hanya ada pengamatan , dikalimat kedua dikatakan pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir.

yg dimaksud mengamati adalah hanya mengamati apa saja yg muncul dan lenyap. kalimat pertama lebih dapat diterima, moment tidak ada usaha hanyalah ketika batin tenang dan cukup konsentrasi dan sati. Pernyataan kedua lah yg mementahkan kalimat pertama. Pengamatan disini sebenarnya tidaklah aktif seperti ilmuwan mengamati sesuatu. Tetapi lebih kepada kita hanya melihat lalu lalangnya kendaraan, atau mengamati aliran air sungai ditepi sungai. Aliran ini adalah memang sifat alami dari citta. Hanya ada perbedaan dalam muncul lenyapnya ketika citta berkilesa dan saat kilesa telah terendap untuk sementara waktu ataupun hilang semuanya. Pengamatan adalah proses berpikir adalah seperti yang saya katakan seperti ilmuwan mengamati berbeda dengan pengamatan dalam vipasana. Ilmuwan mengamati sambil menganalisa dengan cara berpikir untuk mendapat kesimpulan secara logis dan ilmiah. Pengamatan vipasana hanya mengamati saja dan semakin tajamnya pengamatannya akibat sati dan konsentrasi pengertian/nyana akan muncul dengan sendirinya seperti kita berada diruang gelap perlahan menjadi terang dan melihat halyg sebenarnya dan ketika benar-benar terang maka timbulah nyana /'that's it. Hal ini memang sulit dilukiskan.

Jadi entahlah apakah kontradiktif ini karena kebingungan dalam melihat fenomena meditasi, apakah masalah bahasa, atau memang benar-benar tidak aware alias tidak ada sati dan hanya merasa tenang dan berhenti lalu dikatakan pikiran berhenti.


Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

markosprawira

Quote from: Kainyn_Kutho on 10 August 2009, 01:41:36 PM
Quote from: markosprawira on 10 August 2009, 12:28:02 PM
Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

anumodana utk diskusinya  _/\_

Ini potongan dari Mahasatipatthana Sutta, bagian obyek pikiran:

'... Di sini, para bhkkhu, jika keinginan-indria hadir dalam dirinya, seorang bhikkhu mengetahui bahwa keinginan-indria hadir. Jika keinginan-indria tidak ada dalam dirinya, seorang bhikkhu megetahui bahwa keinginan-indria tidak ada. Dan ia mengetahui bagaimana keinginan-indria yang belum muncul itu muncul, dan ia mengetahui bagaimana menyingkirkan keinginan-indria yang telah muncul, dan ia mengetahui bagaimana ketidak-munculan di masa depan dari keinginan-indria yang telah disingkirkan."

Saya tidak melihat adanya petunjuk untuk mengingat "oh ini namanya nafsu jenis x yang menurut abhidhamma adalah akusala nomor x", atau pun adanya petunjuk usaha "melawan, menyingkirkan, mencegah" dan lain sebagainya. Dalam satipatthana, hanya ada pengetahuan tentang timbul dan tenggelamnya khanda, pikiran tidak membandingkan dengan apa pun di masa lalu, juga tidak mencari apa pun di masa depan. Hanya ada hidup saat ini.



Kelihatannya bro Kai kembali rancu antara "konsep" dan kenyataan yg sesungguhnya

yg dirujuk dengan kusala dan akusala, adalah sebagai konsep utk merujuk ke kenyataan yg sesungguhnya

Tapi pernyataan yg anda sebut dengan "tidak memunculkan bentuk pikiran baru" sesungguhnya menjadi keliru karena saat mengamati saja, itu sudah memunculkan bentuk pikiran baru....

semoga perbedaan tipis ini bisa dimengerti karena yg saya lihat dari cuplikan itu adalah benar yaitu "mengetahui hakekat yg sesungguhnya"
Tapi inipun sesunggunya adalah bentuk pikiran yg baru

K.K.

Quote from: markosprawira on 10 August 2009, 01:52:22 PM
Kelihatannya bro Kai kembali rancu antara "konsep" dan kenyataan yg sesungguhnya

yg dirujuk dengan kusala dan akusala, adalah sebagai konsep utk merujuk ke kenyataan yg sesungguhnya

Tapi pernyataan yg anda sebut dengan "tidak memunculkan bentuk pikiran baru" sesungguhnya menjadi keliru karena saat mengamati saja, itu sudah memunculkan bentuk pikiran baru....

semoga perbedaan tipis ini bisa dimengerti karena yg saya lihat dari cuplikan itu adalah benar yaitu "mengetahui hakekat yg sesungguhnya"
Tapi inipun sesunggunya adalah bentuk pikiran yg baru

Boleh diberikan referensinya?
Lalu bagaimana pembahasan sebelumnya tentang usaha? Di manakah usahanya?


ryu

Quote from: Kainyn_Kutho on 10 August 2009, 01:41:36 PM
Quote from: markosprawira on 10 August 2009, 12:28:02 PM
Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

anumodana utk diskusinya  _/\_

Ini potongan dari Mahasatipatthana Sutta, bagian obyek pikiran:

'... Di sini, para bhkkhu, jika keinginan-indria hadir dalam dirinya, seorang bhikkhu mengetahui bahwa keinginan-indria hadir. Jika keinginan-indria tidak ada dalam dirinya, seorang bhikkhu megetahui bahwa keinginan-indria tidak ada. Dan ia mengetahui bagaimana keinginan-indria yang belum muncul itu muncul, dan ia mengetahui bagaimana menyingkirkan keinginan-indria yang telah muncul, dan ia mengetahui bagaimana ketidak-munculan di masa depan dari keinginan-indria yang telah disingkirkan."

Saya tidak melihat adanya petunjuk untuk mengingat "oh ini namanya nafsu jenis x yang menurut abhidhamma adalah akusala nomor x", atau pun adanya petunjuk usaha "melawan, menyingkirkan, mencegah" dan lain sebagainya. Dalam satipatthana, hanya ada pengetahuan tentang timbul dan tenggelamnya khanda, pikiran tidak membandingkan dengan apa pun di masa lalu, juga tidak mencari apa pun di masa depan. Hanya ada hidup saat ini.


bukankah di sutta Mahasatipatthana ada perenungan menjijikan dll yang merupakan pembandingan lho ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

ryu

#308
Quote from: Kainyn_Kutho on 10 August 2009, 02:05:55 PM
Quote from: markosprawira on 10 August 2009, 01:52:22 PM
Kelihatannya bro Kai kembali rancu antara "konsep" dan kenyataan yg sesungguhnya

yg dirujuk dengan kusala dan akusala, adalah sebagai konsep utk merujuk ke kenyataan yg sesungguhnya

Tapi pernyataan yg anda sebut dengan "tidak memunculkan bentuk pikiran baru" sesungguhnya menjadi keliru karena saat mengamati saja, itu sudah memunculkan bentuk pikiran baru....

semoga perbedaan tipis ini bisa dimengerti karena yg saya lihat dari cuplikan itu adalah benar yaitu "mengetahui hakekat yg sesungguhnya"
Tapi inipun sesunggunya adalah bentuk pikiran yg baru

Boleh diberikan referensinya?
Lalu bagaimana pembahasan sebelumnya tentang usaha? Di manakah usahanya?



Mahàsatipaññhàna Sutta
Khotbah Panjang Tentang Landasan-Landasan Perhatian
**********
[290] 1.1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.612 Suatu ketika, Sang Bhagavà sedang menetap di antara para Kuru. Di sana terdapat sebuah kota-pasar yang disebut Kammàsadhamma.613 Dan di sana Sang Bhagavà berkata kepada para bhikkhu: 'Para bhikkhu!' 'Bhagavà,' mereka menjawab, dan Sang Bhagavà berkata:
'Ada, para bhikkhu, satu jalan614 ini untuk memurnikan makhluk-makhluk, untuk mengatasi dukacita dan kesusahan, untuk melenyapkan kesakitan dan kesedihan,615 untuk memperoleh jalan benar,616 untuk mencapai Nibbàna: - yaitu, empat landasan perhatian.'617
'Apakah empat itu? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu618 berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani619, tekun, dengan kesadaran jernih dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia;620 ia berdiam merenungkan perasaan sebagai perasaan621 ...; ia berdiam merenungkan pikiran sebagai pikiran;622 ia berdiam merenungkan objek-pikiran sebagai objek-pikiran,623 tekun, dengan kesadaran jernih dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia.' [291]

*sebelum di tegur ;D (penterjemaah Indra & team DC)
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

K.K.

Quote from: ryu on 10 August 2009, 03:07:46 PM
bukankah di sutta Mahasatipatthana ada perenungan menjijikan dll yang merupakan pembandingan lho ;D

Ya, ada perenungan internal, eksternal, dan internal maupun eksternal terhadap tubuh. Namun yang diamati adalah timbul, perubahan dan tenggelamnya fenomena berkenaan dengan jasmani. Di situ tidak ada pembandingan tentang apa yang jijik dan tidak jijik, juga tidak ada usaha memunculkan pikiran bahwa hal itu adalah menjijikan.

Berbeda dengan perenungan dalam Kayagatasati Sutta, di situ ada pembandingan, di situ ada pengarahan pikiran. Tujuannya adalah untuk meredam nafsu yang muncul, yang dengan demikian, ia bisa berdiam dalam Jhana, dan mendapatkan 10 manfaat dari perenungan tersebut.  


g.citra

Quote from: bond on 10 August 2009, 01:44:17 PM
Quote
Boleh share yg lengkapnya mengenai : hanya ada pengamatan, tidak ada usaha untuk memunculkan bentuk pikiran baru atau mengingat bentuk pikiran lama.

karena sesungguhnya pada waktu dia melakukan pengamatan, saat itu muncul bentuk pikiran baru karena pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Hanya saja berbeda dengan org awam/putthujhana dimana citta yang muncul adalah kusala atau akusala, saat seorang menjadi arahat, cittanya menjadi kiriya.

coba perhatikan dua kalimat yg dibold hitam dan yang dibold biru... Dua kalimat diatas saling berkontradiksi.

Di kalimat  pertama hanya ada pengamatan , dikalimat kedua dikatakan pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir.

yg dimaksud mengamati adalah hanya mengamati apa saja yg muncul dan lenyap. kalimat pertama lebih dapat diterima, moment tidak ada usaha hanyalah ketika batin tenang dan cukup konsentrasi dan sati. Pernyataan kedua lah yg mementahkan kalimat pertama. Pengamatan disini sebenarnya tidaklah aktif seperti ilmuwan mengamati sesuatu. Tetapi lebih kepada kita hanya melihat lalu lalangnya kendaraan, atau mengamati aliran air sungai ditepi sungai. Aliran ini adalah memang sifat alami dari citta. Hanya ada perbedaan dalam muncul lenyapnya ketika citta berkilesa dan saat kilesa telah terendap untuk sementara waktu ataupun hilang semuanya. Pengamatan adalah proses berpikir adalah seperti yang saya katakan seperti ilmuwan mengamati berbeda dengan pengamatan dalam vipasana. Ilmuwan mengamati sambil menganalisa dengan cara berpikir untuk mendapat kesimpulan secara logis dan ilmiah. Pengamatan vipasana hanya mengamati saja dan semakin tajamnya pengamatannya akibat sati dan konsentrasi pengertian/nyana akan muncul dengan sendirinya seperti kita berada diruang gelap perlahan menjadi terang dan melihat halyg sebenarnya dan ketika benar-benar terang maka timbulah nyana /'that's it. Hal ini memang sulit dilukiskan.

Jadi entahlah apakah kontradiktif ini karena kebingungan dalam melihat fenomena meditasi, apakah masalah bahasa, atau memang benar-benar tidak aware alias tidak ada sati dan hanya merasa tenang dan berhenti lalu dikatakan pikiran berhenti.




Apa mungkin gini bro ?
Dimana ada kesadaran (citta), kan pasti ada bentuk pikiran yang mengikuti (cetasika) ...
Jadi yang dimaksud bro markos itu sebagai proses pikiran baru yang muncul adalah cittanya tetap ada (gak mungkin kan meditasi itu buat ngilangin kesaradan), tapi cetasika yang munculnya itu yang menurut abhidhamma yang kusala-kusala gitu (namanya lupa lah ... kebanyakan ... :)))

_/\_

K.K.

Quote from: ryu on 10 August 2009, 03:25:16 PM
Mahàsatipaññhàna Sutta
Khotbah Panjang Tentang Landasan-Landasan Perhatian
**********
[290] 1.1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.612 Suatu ketika, Sang Bhagavà sedang menetap di antara para Kuru. Di sana terdapat sebuah kota-pasar yang disebut Kammàsadhamma.613 Dan di sana Sang Bhagavà berkata kepada para bhikkhu: 'Para bhikkhu!' 'Bhagavà,' mereka menjawab, dan Sang Bhagavà berkata:
'Ada, para bhikkhu, satu jalan614 ini untuk memurnikan makhluk-makhluk, untuk mengatasi dukacita dan kesusahan, untuk melenyapkan kesakitan dan kesedihan,615 untuk memperoleh jalan benar,616 untuk mencapai Nibbàna: - yaitu, empat landasan perhatian.'617
'Apakah empat itu? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu618 berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani619, tekun, dengan kesadaran jernih dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia;620 ia berdiam merenungkan perasaan sebagai perasaan621 ...; ia berdiam merenungkan pikiran sebagai pikiran;622 ia berdiam merenungkan objek-pikiran sebagai objek-pikiran,623 tekun, dengan kesadaran jernih dan penuh perhatian, setelah menyingkirkan keinginan dan belenggu dunia.' [291]

*sebelum di tegur ;D (penterjemaah Indra & team DC)

Usaha yang dibahas sebelumnya adalah tindakan untuk mengubah, memunculkan, mengarahkan dan lain-lain pada saat meditasi, seperti dalam Vitakka Santhana, ada usaha memunculkan pikiran baru untuk menekan dan menyingkirkan pikiran tak bermanfaat.
Tekun di sini maksudnya adalah tekun melakukan meditasi perenungan tersebut, tidak merujuk pada istilah "usaha" di atas.


ryu

Quote from: johan3000 on 10 August 2009, 10:48:01 AM
1. Siapakah pewaris ajaran Buddha sesungguhnya ?
sudah jelas isi tipitaka lebih bertahan ribuan tahun dong ;D

Quote2. Utk mengetahui hal tsb apakah perlu menunggu bertahun-tahun ?
mungkin pola pikir orang tersebut begitu, tapi bagi ku tidak perlu menunggu bertahun2 koq

Quote3. Bagaimana sikap dan ucapan seorang pewaris ajaran Buddha ?
Sesuai dengan ajarannya dong ;D

QuoteSinca yg menyelipkan kayu2 dlm perut dan melabrak Buddha
didepa orang banyak, bahwa Buddha telah menghamilinnya.

jawaban Buddha : benar atau tidak hanya seorang Taghata yg tau.

Bila anda seorang lagi yg dilabrak dgn tuduhan palsu,
kira2 jawaban anda apa ?
apabila di labrak ya di lihat dulu sikon nya ach ;D

QuoteApakah dari jawaban saja udah bisa menunjuk anda bener2
  seseorang yg MENYELAMIN ajaran Buddha ?
gak dong, saya sih masih jauh dari seseorang yg MENYELAMIN ajaran Buddha karena ajaran Buddha itu memusingkan ha... ha... ha... (tawa mbah Surip mode = on)

Quote
mohon koreksi kalau ada salah ngomongggggggg!
ah aye juga sering salah koq :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

ryu

Quote from: Kainyn_Kutho on 10 August 2009, 03:34:16 PM
Quote from: ryu on 10 August 2009, 03:07:46 PM
bukankah di sutta Mahasatipatthana ada perenungan menjijikan dll yang merupakan pembandingan lho ;D

Ya, ada perenungan internal, eksternal, dan internal maupun eksternal terhadap tubuh. Namun yang diamati adalah timbul, perubahan dan tenggelamnya fenomena berkenaan dengan jasmani. Di situ tidak ada pembandingan tentang apa yang jijik dan tidak jijik, juga tidak ada usaha memunculkan pikiran bahwa hal itu adalah menjijikan.

Berbeda dengan perenungan dalam Kayagatasati Sutta, di situ ada pembandingan, di situ ada pengarahan pikiran. Tujuannya adalah untuk meredam nafsu yang muncul, yang dengan demikian, ia bisa berdiam dalam Jhana, dan mendapatkan 10 manfaat dari perenungan tersebut. 


(6. Sembilan perenungan tanah pekuburan)
7. 'Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat yang dibuang di tanah pekuburan,641 satu, dua, atau tiga hari setelah meninggal dunia, membengkak, berubah warna, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu, berpikir: "Jasmani ini memiliki sifat yang sama. Jasmani ini akan menjadi seperti mayat itu, jasmani ini tidak terbebas dari takdir itu."'
'Demikianlah ia berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani secara internal, secara eksternal, dan secara internal maupun eksternal. Dan ia berdiam tanpa bergantung, tidak melekat pada apa pun di dunia ini. Dan itu, para bhikkhu, adalah bagaimana seorang bhikkhu berdiam merenungkan jasmani sebagai jasmani.'
8. 'Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat di tanah pekuburan, dibuang, dimakan oleh burung gagak, elang atau nasar, oleh anjing atau serigala, atau berbagai binatang lainnya, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu, berpikir: "Jasmani ini memiliki sifat yang sama. Jasmani ini akan menjadi seperti mayat itu, jasmani ini tidak terbebas dari takdir itu."' [296]
9. 'Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat di tanah pekuburan, dibuang, kerangka tulang-belulang dengan daging dan darah, dirangkai oleh urat, ... kerangka tulang-belulang tanpa daging berlumuran darah, dirangkai oleh urat, ...
336 D īãgha Nikà āya 22: Mahàsatipaññhàna Sutta
kerangka tulang-belulang yang tanpa daging dan darah, dirangkai oleh urat, ... tulang-belulang yang tersambung secara acak, berserakan di segala penjuru, tulang lengan di sini, tulang-kaki di sana, tulang-kering di sini, tulang-paha di sana, tulang-panggul di sini, [297] tulang-punggung di sini, tulang-tengkorak di sana, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu ....'
10. 'Kemudian, seorang bhikkhu, seolah-olah ia melihat mayat di tanah pekuburan, dibuang, tulangnya memutih, terlihat seperti kulit-kerang ..., tulang-belulangnya menumpuk, setelah setahun ..., tulang-belulangnya hancur menjadi bubuk, membandingkan jasmani ini dengan mayat itu, berpikir: "Jasmani ini memiliki sifat yang sama. Jasmani ini akan menjadi seperti mayat itu, jasmani ini tidak terbebas dari takdir itu."'

^^ di atas ini ada kok usaha membandingkan dan berpikir
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

markosprawira

Quote from: Kainyn_Kutho on 10 August 2009, 02:05:55 PM
Quote from: markosprawira on 10 August 2009, 01:52:22 PM
Kelihatannya bro Kai kembali rancu antara "konsep" dan kenyataan yg sesungguhnya

yg dirujuk dengan kusala dan akusala, adalah sebagai konsep utk merujuk ke kenyataan yg sesungguhnya

Tapi pernyataan yg anda sebut dengan "tidak memunculkan bentuk pikiran baru" sesungguhnya menjadi keliru karena saat mengamati saja, itu sudah memunculkan bentuk pikiran baru....

semoga perbedaan tipis ini bisa dimengerti karena yg saya lihat dari cuplikan itu adalah benar yaitu "mengetahui hakekat yg sesungguhnya"
Tapi inipun sesunggunya adalah bentuk pikiran yg baru

Boleh diberikan referensinya?
Lalu bagaimana pembahasan sebelumnya tentang usaha? Di manakah usahanya?



Disini bro Kai masih melihat seolah harus ada "usaha"...... coba dilihat pernyataannya :
Pengamatan itu sendiri adalah proses berpikir

Bagaimana mengamatinya? disitu akan ada kesadaran memutuskan (ini udah 1 citta), juga lanjut dengan berbagai kesadaran yg sesuai dengan citta vitthi (proses citta yang berkesinambungan tiada henti)

Disini sepertinya Bro Kai melihat ada usaha utk mengarahkan

namun sesungguhnya usaha yang anda maksud terdiri dari banyak cetasika misal :
1. Mengarahkan yg merupakan fungsi dari cetasika manasikara (faktor batin yg mengarahkan faktor batin lainnya kepada objek secara spontan), yang otomatis sudah ada dalam setiap citta
2. Ada juga Vitakka yang mengarahkan utk tetap ada pada objek
3. Ada lagi faktor Ekagatta yang membuat batin kokoh dalam mengalami objek

Jadi sesungguhnya, "usaha" yang anda maksud, sudah melibatkan banyak cetasika

bisa lihat citta vitthi di : http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1393.60