Merespon Pertanyaan Rekan-rekan

Started by K.K., 18 June 2009, 10:16:52 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

K.K.

Quote from: g.citra on 22 October 2009, 03:08:03 PM
QuoteOleh karena itu, saya rasa diskusi tidak bisa berjalan lebih jauh dan sekali lagi saya hentikan (karena cetana saya menghentikan diskusi pada posting sebelumnya ternyata vipakanya bukan terhentinya diskusi seperti yang anda jabarkan).

Itu karena cetana anda disertai pamrih (bayangan/asumsi/dugaan) yang bersifat sepihak bro ...
Cetana A vipaka harus A ... demikian jalan pemikiran anda (ini sifat khas dari si Aku) ... :)

Seperti yang saya tulis di thread sebelah, asumsi saya tentang hukum kamma hanya sebagai hukum sebab (cetana) - akibat (vipaka) ... tanpa definisi lain ...

QuoteKita tidak mengatakan mana benar dan salah di sini, cukup terima kita berbeda saja, setuju?

Setuju ...

QuoteSaya minta maaf karena melakukan posting yang tidak berkenan buat anda.
Cukup?

Cukup ...

_/\_


Nah, itu lagi perbedaan kita. Anda bahas cetana A dan vipaka B, merasa sudah bahas hukum kamma. Buat saya, hukum kamma yang dibahas adalah cetana A dan vipakanya.

Omong-omong, anda berkali-kali menghakimi saya, apakah tentang pamrih, bahkan menyinggung "aku/ego" tanpa anda sendiri berkaca. Anda tidak seperti g.citra yang saya kenal dan saya hormati sebelumnya. Seperti orang yang berbeda sama sekali.


Jerry

Quote from: Kainyn_Kutho on 22 October 2009, 01:58:45 PM

Di thread ini adalah tempat saya berdiskusi tertutup, biasanya dengan satu pribadi. Tidak selalu ada kesimpulan dalam akhir diskusi. Misalnya dengan Bro xuvie, walaupun mungkin ada perbedaan pendapat, tapi telah dicapai saling pengertian, alias nyambung. (Diskusinya lewat PM, tidak diposting di forum.) Saya mengerti maksudnya, Bro xuvie juga mengerti maksud saya. Dengan Bro g.citra, saya sudah tahu sebelumnya bahwa persepsi saya dan persepsinya tentang hukum kamma sudah berbeda, sehingga diskusi tidak dapat berlanjut.

Kalau anda mau mulai diskusi dengan saya, silahkan.
Tidak mungkin menyamakan persepsi 100%, yg penting saling mengerti. Diskusi yg menyenangkan. _/\_
appamadena sampadetha

g.citra

#272
Quote from: Kainyn_Kutho on 22 October 2009, 04:06:30 PM
Nah, itu lagi perbedaan kita. Anda bahas cetana A dan vipaka B, merasa sudah bahas hukum kamma. Buat saya, hukum kamma yang dibahas adalah cetana A dan vipakanya.

Omong-omong, anda berkali-kali menghakimi saya, apakah tentang pamrih, bahkan menyinggung "aku/ego" tanpa anda sendiri berkaca. Anda tidak seperti g.citra yang saya kenal dan saya hormati sebelumnya. Seperti orang yang berbeda sama sekali.

Dear bro Kai ... :)
Anda kaget yah bro ... ?
Bukan berharap untuk dihormati kembali, saya minta maaf telah membuat anda kaget ...

Cuma saya tanya 1 hal saja ... Kalau gaya saya sudah berubah dan akibatnya saya tidak lagi mendapat respek dari anda, itu vipaka dari langsung yang terbukti bukan ? :)

Semuanya saya kembalikan pada anda ... :)
Sebut saja ini cara saya (jujur, ini kebetulan) untuk membuktikan hukum kamma untuk anda ... Semoga dimengerti yah bro Kai ... :)

[at] Xuvie ... Setuju ... yang penting saling mengeti ... tx bro dah mengingatkan ... ;)

_/\_

hendrako

Quote from: g.citra on 22 October 2009, 09:57:05 PM

Dear bro Kai ... :)
Anda kaget yah bro ... ?
Bukan berharap untuk dihormati kembali, saya minta maaf telah membuat anda kaget ...

Cuma saya tanya 1 hal saja ... Kalau gaya saya sudah berubah dan akibatnya saya tidak lagi mendapat respek dari anda, itu vipaka dari langsung yang terbukti bukan ? :)

Semuanya saya kembalikan pada anda ... :)
Sebut saja ini cara saya (jujur, ini kebetulan) untuk membuktikan hukum kamma untuk anda ... Semoga dimengerti yah bro Kai ... :)



_/\_


Saya hanya bertanya tanpa bermaksud berdiskusi lebih lanjut:

Apakah Anda mempercayai kebenaran hukum kamma disebabkan karena dapat dibuktikan dengan bukti sebagaimana yg anda jelaskan di atas dan post2 sebelumnya termasuk thread yg lain tentang kamma? Atau ada sebab lainnya?

Terima kasih sebelumnya


yaa... gitu deh

hendrako

Kepada Bro Kainyn:

Sama dengan di atas saya hanya bertanya dan tidak akan mendiskusikannya lebih lanjut:

Mengapa Anda mempercayai/ berkeyakinan terhadap kebenaran hukum Kamma sementara kebenarannya tidak dapat dibuktikan?

Terima kasih sebelumnya

yaa... gitu deh

g.citra

#275
Quote from: hendrako on 22 October 2009, 11:05:33 PM
Saya hanya bertanya tanpa bermaksud berdiskusi lebih lanjut:
Apakah Anda mempercayai kebenaran hukum kamma disebabkan karena dapat dibuktikan dengan bukti sebagaimana yg anda jelaskan di atas dan post2 sebelumnya termasuk thread yg lain tentang kamma? Atau ada sebab lainnya?

Terima kasih sebelumnya

Yah begitulah kira-kira bro Hendrako ...
Dari definisi saya tentang hukum kamma diatas, saya hanya membatasi pembuktian kamma itu pada sebab-akibatnya saja (tidak dikembangkan seperti contohnya: baik mendapat baik, atau sebaliknya) ... karena menurut saya tambahan kata apapun dari kata sebab-akibat, akan 'menyekat' hukum itu kepada sebuah pandangan baik-buruk, benar-salah dimana tolok ukurnya menjadi sangat berbeda dari tiap pribadi (sebagai contohnya: baik menurut saya, belum tentu baik menurut anda bukan ? ) dan ini sama sekali menjadikannya  'tidak universal' (sama seperti tulisan saya di atas pada thread ini mengenai Tuhan) ...  

Karena alasan ini, saya tidak mau membahasnya lebih lanjut disini karena jujur, saya tidak berkemampuan untuk itu ...

Sedikit rangkaian kata dari saya (kalau belepotan, maklum aja yah pendidikan rendah) ... ;D

Hukum kamma sangat rumit, karenanya ditetapkan dalam salah satu acinteyya oleh Sang Bhagava...
Namun tidak semua bentuk kamma sangat rumit sehingga dapat dibuktikan kebenaran oleh murid-muridNya ...

Seluruh proses kamma sangat simpel, bagi orang-orang yang telah tahu dari ketidak-tahuan yang telah dikikisnya ...
Namun proses kamma sederhanapun tidak menjadi simpel bagi orang-orang tidak-tahu yang terus menerus menggeluti ketidak-tahuannya ...

Kerja hukum kamma jadi rumit, bagi orang-orang yang hanya 'tertarik untuk membuktikan' tanpa melihat manfaat dari ketertarikannya ...
Kerja hukum kamma lebih simpel, bagi orang-orang yang 'tertarik untuk melihat manfaat' disaat mulai belajar membuktikannya ...

Itu aja bro Hendrako ...
Terima kasih juga sesudahnya ... :)

char101

Quote from: hendrako on 22 October 2009, 11:08:28 PM
Mengapa Anda mempercayai/ berkeyakinan terhadap kebenaran hukum Kamma sementara kebenarannya tidak dapat dibuktikan?

Sudah dijawab di Millinda Panha

Quote
1. "Have you or your teachers seen the Buddha?"
"No, great king."
"Then, Nàgasena, there is no Buddha!"
"Have you or your father seen the River Uhà in the Himalayas?"
"No venerable sir."
"Then would it be right to say there is no river Uhà?"
"You are dexterous, Nàgasena, in reply."

(Chapter 5: The Buddha)

Kalau sungai bisa dilihat di peta, hukum kamma bisa dibaca di tipitaka. Mengapa kita lebih percaya dengan pembuat peta dibanding tipitaka? Mungkin karena sadar atau tidak sadar, akan lebih aman (need of survival) untuk diri kita kalau tidak ada akibat dari kamma, karena zaman sekarang lebih mudah untuk berbuat tidak baik dibanding berbuat baik.

K.K.

Quote from: g.citra on 22 October 2009, 09:57:05 PM
Dear bro Kai ... :)
Anda kaget yah bro ... ?
Bukan berharap untuk dihormati kembali, saya minta maaf telah membuat anda kaget ...

Cuma saya tanya 1 hal saja ... Kalau gaya saya sudah berubah dan akibatnya saya tidak lagi mendapat respek dari anda, itu vipaka dari langsung yang terbukti bukan ? :)

Semuanya saya kembalikan pada anda ... :)
Sebut saja ini cara saya (jujur, ini kebetulan) untuk membuktikan hukum kamma untuk anda ... Semoga dimengerti yah bro Kai ... :)

Saya tidak masalah dibuat "kaget". Yang saya harapkan adalah semoga perbedaan pendapat dalam sebuah debat tidak menyebabkan kemunduran dalam bathin kita.

K.K.

Quote from: hendrako on 22 October 2009, 11:08:28 PM
Kepada Bro Kainyn:

Sama dengan di atas saya hanya bertanya dan tidak akan mendiskusikannya lebih lanjut:

Mengapa Anda mempercayai/ berkeyakinan terhadap kebenaran hukum Kamma sementara kebenarannya tidak dapat dibuktikan?

Terima kasih sebelumnya

Kawan saya suatu saat pernah ditanya tentang hukum kamma. Jawabannya adalah kira-kira seperti ini:

"Saya tidak tahu manakah yang paling benar dari semua agama. Namun bagi saya, walaupun semua adalah kebohongan, hukum kamma adalah kebohongan yang paling adil dan paling bisa diterima oleh logika. Itulah sebabnya saya memilih percaya hukum kamma."

Saya sependapat dengannya.

hendrako

Terima kasih kepada bro G.citra dan Kainyn atas jawabannya.

_/\_

yaa... gitu deh

Equator

Quote from: Kainyn_Kutho on 23 October 2009, 10:58:57 AM
Quote from: hendrako on 22 October 2009, 11:08:28 PM
Kepada Bro Kainyn:

Sama dengan di atas saya hanya bertanya dan tidak akan mendiskusikannya lebih lanjut:

Mengapa Anda mempercayai/ berkeyakinan terhadap kebenaran hukum Kamma sementara kebenarannya tidak dapat dibuktikan?

Terima kasih sebelumnya

Kawan saya suatu saat pernah ditanya tentang hukum kamma. Jawabannya adalah kira-kira seperti ini:

"Saya tidak tahu manakah yang paling benar dari semua agama. Namun bagi saya, walaupun semua adalah kebohongan, hukum kamma adalah kebohongan yang paling adil dan paling bisa diterima oleh logika. Itulah sebabnya saya memilih percaya hukum kamma."

Saya sependapat dengannya.



=D> =D> =D> =D> =D> =D> =D> =D> the good answer >:)<
Hanya padaMu Buddha, Kubaktikan diriku selamanya
Hanya untukMu Buddha, Kupersembahkan hati dan jiwaku seutuhnya..

K.K.

#281
Quote from: char101 on 22 October 2009, 11:59:55 PM
Quote from: hendrako on 22 October 2009, 11:08:28 PM
Mengapa Anda mempercayai/ berkeyakinan terhadap kebenaran hukum Kamma sementara kebenarannya tidak dapat dibuktikan?

Sudah dijawab di Millinda Panha

Quote
1. "Have you or your teachers seen the Buddha?"
"No, great king."
"Then, Nàgasena, there is no Buddha!"
"Have you or your father seen the River Uhà in the Himalayas?"
"No venerable sir."
"Then would it be right to say there is no river Uhà?"
"You are dexterous, Nàgasena, in reply."

(Chapter 5: The Buddha)

Kalau sungai bisa dilihat di peta, hukum kamma bisa dibaca di tipitaka. Mengapa kita lebih percaya dengan pembuat peta dibanding tipitaka? Mungkin karena sadar atau tidak sadar, akan lebih aman (need of survival) untuk diri kita kalau tidak ada akibat dari kamma, karena zaman sekarang lebih mudah untuk berbuat tidak baik dibanding berbuat baik.

Pendapat yang menarik.
Anda tahu perbedaan ajaran Buddha dan pandangan lain? Walaupun pandangan Buddha memercayai hukum kamma, namun pembuktian Buddha-dhamma tidak berdasarkan pada pembuktian hukum kamma. Contoh yang paling sederhana misalnya mencuri. Menurut hukum kamma, orang mencuri akan berakibat kekurangan dalam hidupnya. Namun dalam Buddha-dhamma, pembahasan mencuri adalah mengenai akarnya yang tidak lain adalah Lobha-Dosa-Moha, di mana biasanya yang dominan adalah Lobha.

Pembuktian hukum kamma mencuri tersebut amat susah dilakukan, karena mungkin berbuahnya di lain waktu, lain tempat, lain kehidupan.
Namun kenyataan bahwa keserakahan, tidak bisa menerima kenyataan apa adanya, menimbulkan keinginan, ketidakpuasan. Ketidakpuasan inilah penderitaan. Di mana pun, kapan pun, keserakahan menimbulkan ketidakpuasan adalah nyata. Inilah dukkha, yang dibuktikan di sini dan sekarang, sesuai dengan sifatnya, ehipassiko.


johan3000

Dalam dunia nyata kita mengset goal ....
membeli rumah, mobil, nikah, dst, dst...
dan juga memiliki tabungan (rekening bank yg dpt dihitung duitnya)...

sebagai seorang Buddhist,

Goal seperti apa yg tepat/baik utk di set,
dan bagaimana mengolah tabungan tsb ?

Dapatkah di kelolah/set per minggu, per bulan dst ?

thanks sebelumnya..
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Tekkss Katsuo

 _/\_

ckckckc Bro Kai ckckckckc, patent

_/\_

char101

Quote from: Kainyn_Kutho on 23 October 2009, 11:19:09 AM
Pendapat yang menarik.
Anda tahu perbedaan ajaran Buddha dan pandangan lain? Walaupun pandangan Buddha memercayai hukum kamma, namun pembuktian Buddha-dhamma tidak berdasarkan pada pembuktian hukum kamma. Contoh yang paling sederhana misalnya mencuri. Menurut hukum kamma, orang mencuri akan berakibat kekurangan dalam hidupnya. Namun dalam Buddha-dhamma, pembahasan mencuri adalah mengenai akarnya yang tidak lain adalah Lobha-Dosa-Moha, di mana biasanya yang dominan adalah Lobha.

Memang perbuatan mencuri kemungkinan besar disebabkan oleh akusala-mula tapi saya rasa tidak akan memuaskan si penanya yang menanyakan apa bukti dari hukum kamma kalau yang kita jelaskan adalah sebabnya, karena lobha-dosa-moha itu adalah hetu-paccaya (hubungan sebab) [1] sedangkan kamma itu kamma-paccaya [2] (ada 24 jenis hubungan antara hal-hal)

[1] http://www.dhammastudy.com/Conditions1.html
[2] http://www.dhammastudy.com/Conditions11.html

Terlalu tergantung pada pembuktian sebelum percaya itu berbahaya seperti yang diajarkan di Cula-Malukyaputta Sutta

Quote"It's just as if a man were wounded with an arrow thickly smeared with poison. His friends & companions, kinsmen & relatives would provide him with a surgeon, and the man would say, 'I won't have this arrow removed until I know whether the man who wounded me was a noble warrior, a priest, a merchant, or a worker.' ...

http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.063.than.html

Padahal kalau sama dokter kayanya kita percaya-percaya aja kan mau dikasih obat apa pun.

QuotePembuktian hukum kamma mencuri tersebut amat susah dilakukan, karena mungkin berbuahnya di lain waktu, lain tempat, lain kehidupan.
Namun kenyataan bahwa keserakahan, tidak bisa menerima kenyataan apa adanya, menimbulkan keinginan, ketidakpuasan. Ketidakpuasan inilah penderitaan. Di mana pun, kapan pun, keserakahan menimbulkan ketidakpuasan adalah nyata. Inilah dukkha, yang dibuktikan di sini dan sekarang, sesuai dengan sifatnya, ehipassiko.

Iya, menurut saya juga ehipasiko itu dikatakan dalam konteks 8 jalan utama dan 4 kesunyataan mulia. Tidak semua hal itu ehipassiko. Apalagi cara kerja kamma itu tidak dapat dimengerti manusia biasa

QuoteOnly a Buddha has full knowledge of the true nature of kamma and vipaka and this knowledge is not shared by his disciples (Visuddhimagga XIX, 17).