Tentang Blackberry di Indonesia

Started by markosprawira, 15 June 2009, 05:50:44 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

markosprawira

Indonesia, Anomali Pasar BlackBerry



Jakarta - Heboh kloning PIN BlackBerry yang terjadi beberapa waktu lalu, seakan menyadarkan semua pihak untuk menyikapi secara serius pertumbuhan pasar smartphone buatan Reseach In Motion (RIM), Kanada ini. Bahkan, pihak Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia pun kemudian mengundang RIM datang dan menjelaskan bisnis mereka.

Blackberry atau BB, setahun terakhir ini, memang menjadi ponsel cerdas yang paling diminati pengguna ponsel di tanah air. Tak heran jika angka pertumbuhannya di Indonesia dalam setahun bisa mencapai mendekati 500%, kini pengguna BB di Tanah Air sudah mencapai sekitar 400 ribuan. Bahkan BB tak cuma menjadi gadget yang paling tinggi pertumbuhan penjualannya, tapi juga menjadi berita yang paling diminati pembaca media maupun portal media.

BlackBerry, memang bukan ponsel pintar biasa. Sesuai positioningnya, 'Always on, always connected', RIM sengaja mengemas ponsel ini dengan servis data BB, yang dikembangkan dan dikelola dalam server RIM. "Kami sangat hati-hati dalam mengembangkan perangkat ini. BlackBerry punya sistem yang unik, inilah yang membuat layanan kami akan unggul di mata konsumen," kata Mike Lazaridis, sang Pendiri Blackberry kepada Kompas beberapa saat lalu.

Untuk melayani servis BB ini RIM mempunyai 2 jenis layanan: BES/BB Entreprise Service dan BIS/BB Internet Service, dimana sampai saat ini layanan BES masih mendominasi sekitar 80% layanan RIM. Pada tahun fiskal 2009, RIM telah menjual sekitar 25 juta BB ke 160 negara di dunia. Dan itu menghasilkan sekitar USD 11 miliar, dimana 96,5% didapat dari penjualan melalui operator.

Karena keunikan produk, dan sasaran pasarnya yang mengarah ke enterprise, maka sejak awal RIM menggunakan jalur operator telekomunikasi dan distributor yang ditunjuk sebagai mitra distribusi. Saat ini ada lebih dari 475 operator dan distributor yang menjadi kanal penjualan BB di dunia. Pola ini cukup berhasil dikembangkan di AS maupun Eropa.

BB Operator dan BB Importir Paralel

Pertumbuhan pasar di Indonesia memang berbeda dengan negara-negara lain. Di sini, pengguna BB jenis BIS yang tumbuh pesat, menguasai sekitar 80-90% pengguna BB Tanah Air. Ini memang anomali, karena pasar BB di Asia pun masih didominasi jenis BES. Sementara model bisnis yang diterapkan RIM di sini sama dengan di negara lain, yakni bekerjasama dengan sejumlah operator di Tanah Air. Saat ini tercatat ada 4 operator yang menjadi partner RIM: Indosat, XL, Telkomsel, dan Axis. Kabarnya akan menyusul lagi 3 operator.

Permintaan pasar yang cukup besar, plus kekhususan BB ini memang menimbulkan sejumlah dampak bagi pasar BB di Tanah Air. Pertama, maraknya penjualan BB yang bukan berasal dari operator partner (dan distributornya) RIM. Saat ini tercatat ada 3 jenis BB yang beredar di sini. Yakni: BB yang diimpor operator yang menjadi mitra RIM, BB dari importir paralel -- bukan ditunjuk RIM tapi mendapat ijin dari Ditjen Postel -- dan yang lain adalah BB tentengan.

Yang perlu dipahami di sini adalah, ketika operator resmi menjadi mitra RIM dalam menjual BB, ia juga harus menyiapkan infrastruktur seperti server, juga bandwidth yang tidak kecil untuk bisa terhubung ke sistem RIM. Konektivitas itu diperlukan untuk menjamin layanan BB pelanggan di sini berjalan lancar. Sementara hal itu tentu tidak dilakukan oleh importir paralel yang hanya menjual handheld saja di sini.

Problem muncul ketika pengguna BB, PIN-nya diblok oleh RIM, dan mereka tak lagi bisa menggunakan servis BB-nya. Di sinilah kemudian pelbagai isu mengenai BB mulai dikuak. Dan istilah BB BM/black market, PIN kloning pun naik ke permukaan. (Baca: www.detikinet.com/read/2009/05/14/074659/1131142/317/heboh-blackberry-kloning)

Memang ketika pasar BB marak di Indonesia, suplai resmi handheld dari operator saja tak cukup untuk memenuhi permintaan pasar. Sejumlah importir paralel pun turut menjual BB. Sehingga BB pun mengalir deras masuk, memenuhi kebutuhan pasar yang sedang haus. Jumlahnya bahkan lebih banyak dari yang dijual  operator.

Barang-barang yang dijual importir paralel tersebut bisa berasal dari pelbagai sumber di luar sana. Bisa dari sejumlah partner RIM di dunia yang membeli secara bulk kepada RIM. Bisa juga mereka kejeblos mengambil dari sumber yang kurang jelas: barang curian, misalnya. Karena tahun lalu ada sejumlah gudang BB yang dibobol pencuri. Seperti yang diumumkan pihak T-Mobile pada 22 Januari 2008, "T-Mobile loses $8.2 million in mobile phone robbery - warehouse burgled for 36,000 cellphones".

Atau bisa juga dari barang-barang rekondisi/refurbish, dan barang-barang yang di negara asalnya dikatakan garansi 14 hari (14 days Warranty). Barang-barang ini mungkin saja sudah bermasalah dari negara asalnya sehingga diperlukan kosmetik PIN dan IMEI untuk dapat menjadikannya 'hidup' dan layak untuk dijual kembali.

Yang pasti barang-barang tersebut berada di pasar, dijual dengan harga lebih murah ketimbang yang ada di toko operator. Harga murah itulah yang menjadi daya pikat konsumen, Dan akhirnya menelan korban, karena kabarnya sudah ribuan BB yang ter-blok PIN-nya.

Selain masalah keabsahan BB yang masuk melalui para importir tersebut, problem lain adalah: tidak tersedianya pusat layanan BB resmi RIM di sini. Bagi pelanggan yang membeli BB melalui operator memang tidak masalah, karena ada jaminan baik keabsahan PIN maupun purna jual untuk handheld-nya. Lalu bagaimana dengan BB yang bukan berasal dari operator? Secara resmi memang tidak ada layanan purna jualnya, tapi beberapa toko berani memberikan garansi toko.

Tampaknya RIM memang belum siap dengan anomali pasar Indonesia, yang bahkan berbeda dengan pola pasar di negara-negara Asia lainnya. Karena di dunia pun service centre RIM memang ditujukan untuk melayani para mitranya,  dan bukan pengguna langsung. Namun, apapun ini adalah kenyataan yang mesti dihadapi dan diselesaikan  RIM.

Yang pasti, para operator dan distributor mitra RIM di sini telah memberikan layanan purna jual bagi pengguna BB. Saat ini layanan purna jual tersebut juga telah diperluas, tak cuma untuk pembeli BB ke operator resmi, tapi juga dari sumber lainnya. Namun begitu, RIM masih membatasi layanan purna jual yang diperbolehkan dilakukan di sini, yakni  jenis servis level 1, untuk cek kerusakan di tingkat aplikasi dan firmware. Jika ternyata kerusakan bukan di level 1, maka piranti BB  harus dikirim ke RIM Singapura.

Dengan karakter pasar Indonesia, maka pola bisnis  RIM yang telah sukses diberlakukannya di negara-negara lain menjadi kurang pas di copy paste begitu saja di sini. Karena, kenyataan pertumbuhan BB di tanah air justru dipicu oleh agresifitas importir paralel . Karenanya, sudah selayaknya RIM juga melakukan penyesuaian model bisnisnya terhadap pasar Indonesia.

Tujuannnya, adalah bagaimana memberikan  rasa aman dan nyaman bagi para pengguna BB di tanah air. Aman dari kemungkinan membeli BB yang tidak 'halal' dan nyaman karena ada jaminan layanan purna jual. Tentu saja ini juga tantangan bagi para pemangku kebijakan di bidang telekomunikasi untuk bisa selalu  mengikuti perkembangan pelbagai produk dan keunikannya yang ada di Tanah Air.


Penulis: Ventura Elisawati adalah praktisi komunikasi digital dan juga pengguna Blackberry. ( ash / ash )

markosprawira

Pertemuan RIM dan BRTI Berlangsung Kritis




Jakarta - Akhirnya, pertemuan Researh In Motion (RIM) dengan regulator yang diwakili Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Depkominfo berlangsung. Tak dinyana, pertemuan yang khusus membahas nasib BlackBerry di Indonesia ini berlangsung sangat kritis.

Dikatakan Gatot S. Dewa Broto, Kepala Humas dan Pusat Informasi Depkominfo, kedatangan delegasi RIM dari Kanada ini dipimpin oleh Robert E. Crow selaku Vice President on Industry, Goverment & University Relations of RIM. Sementara dari kubu Indonesia tampak para anggota BRTI -- minus sang Ketua Basuki Yusuf Iskandar dan Abdullah Alkaf -- serta Azhar Hasyim, Direktur Standarisasi Ditjen Postel.

"Pertemuan tersebut berlangsung sangat kooperatif dan cukup bermanfaat namun sangat kritis," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (15/6/2009).

Pasalnya, lanjut Gatot, memungkinkan kedua belah pihak saling sharing informasi dan mencoba mencari berbagai alternatif solusi terkait dengan berbagai masalah yang terkait dengan perdagangan produk dan layanan perangkat telekomunikasi BlackBerry di Indonesia yang akhir-akhir ini cukup banyak memperoleh sorotan tajam dari masyarakat.

BRTI dan Depkominfo pada dasarnya menyampaikan apreasiasi atas kesediaan RIM untuk menyampaikan sejumlah klarifikasi yang disampaikan oleh pihak Indonesia. Dialog semacam ini diharapkan akan terus berlanjut dilakukan pada masa-masa yang akan datang dengan tujuan selain untuk memperkecil perbedaan pandangan di antara kedua pihak, juga untuk mengetahui regulasi dan kebijakan.

Pertemuan ini sebelumnya sudah didahului dengan pertemuan dengan topik bahasan yang sama di kantor BRTI juga yang berlangsung pada minggu lalu namun hanya terbatas khusus internal para pemangku kepentingan di Indonesia, yaitu 3 penyelenggara telekomunikasi (PT Telkomsel, PT Excelcomindo Pratama dan PT Indosat), komunitas pengguna BlackBerry dan BRTI serta Departemen Kominfo.

Khusus pada pertemuan yang dilakukan pada tanggal 15 Juni 2009 ini RIM menjelaskan tentang posisi mereka dalam pengembangan perdagangan BlackBerry di Indonesia dan sangat berharap agar penetrasi pasar di Indonesia meningkat pesat sebagaimana saat ini saja baik yang langsung diperdagangkan melalui RIM langsung maupun tidak langsung adalah sekitar 300 ribu dan diperkirakan akan meningkat terus.
( ash / ash )

markosprawira

Produsen BlackBerry Janji Buka Cabang di Indonesia



Jakarta - Satu point penting dalam pertemuan antara Research in Motion (RIM) dengan BRTI dan Depkominfo adalah, produsen BlackBerry itu berjanji untuk membuka kantor cabangnya di Indonesia. Kapan?

Nah, hal inilah yang disesalkan. Tak ada tenggat waktu yang berani produsen asal Kanada itu tetapkan ataupun ketegasan dari pemerintah. Alhasil, bisa saja ucapan untuk membuka fasilitas layanan purna jual tersebut hanya janji-janji manis mereka.

Menanggapi hal itu, Gatot S. Dewa Broto, Kepala Humas dan Pusat Informasi Depkominfo mengatakan, meski baru sebatas mengobral janji muluk setidaknya pemerintah melihat ada niat baik dari RIM untuk membuka perpanjangan tangannya di Indonesia.

"RIM menyanggupi untuk membuka cabang di sini, tapi awalnya melakukan studi kelayakan lebih dulu. Mereka masih melihat-lihat mau dibentuknya macam apa, representif office atau service center?" ujarnya kepada detikINET, Senin (15/6/2009).

Menurut Gatot, langkah hati-hati RIM tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Sebab, lanjutnya, di dalam bisnis itu studi kelayakan terhadap suatu langkah strategis merupakan hal yang tak bisa dihindari.

"Memang jawaban mereka as soon as possible, gak dikasih tenggat waktu dari pemerintah. Tapi itu juga menandakan ada good will dari mereka (RIM-red.), nanti kita akan terus memonitor," pungkasnya. ( ash / ash )

markosprawira

Regulator Jangan Terlena Janji Manis RIM



Jakarta - Hasil pertemuan Research in Motion (RIM) dengan BRTI dan Depkominfo ternyata tak memuaskan semua pihak. Regulator didesak untuk lebih serius dalam menekan produsen BlackBerry itu untuk membuka layanan purna jualnya di Indonesia.

Menurut Sekjen Indonesia Telecommunication User Group, Muhammad Jumadi, sudah saatnya BRTI berpihak kepada pengguna dengan menekan RIM untuk membuka service center di Indonesia dan jangan menggampangkan permasalahan itikad baik RIM dengan sekadar janji. "Realitasnya kapan?," tegasnya kepada detikINET dalam pesan singkatnya, Senin (15/6/2009).

Jumadi pun berharap pemerintah ataupun regulator serius menaggapi kesan lepas tangan yang dicerminkan sikap RIM terhadap BlackBerry ilegal yang marak berseliweran di Indonesia.

"Karena ilegal maupun tidak, tetap saja BlackBerry yang pengguna beli adalah produksi RIM, dan RIM tetap mendapatkan pemasukan akan hal itu," pungkasnya.

Pemerintah sendiri, disampaikan Kabag Humas dan Pusat Informasi Depokominfo Gatot S. Dewa Broto terkesan masih tak terlalu puas dengan pertemuan segitiga tersebut. Pasalnya, janji RIM tersebut masih belum terealisasi.

"Bukan masalah puas tidak puas, hanya saja PR ini belum tuntas dan kami melihatnya dengan catatan. Soalnya rencana itu kan belum dilakukan, masih janji-janji tapi kita menghargai," ujar Gatot berkilah.

RIM sendiri dalam pertemuan tersebut memang berjanji untuk membuka kantor cabangnya di Indonesia. Namun yang disesalkan, tak ada tenggat waktu yang dipatok oleh produsen asal Kanada itu, begitupun dari pemerintah atau regulator yang tak memberikan ketegasan. Alhasil, realisasi kesanggupan perusahaan asal Kanada itu pun masih sekadar janji-janji manis belaka. ( ash / fyk )