Prilaku Buddha yang menyimpang?????

Started by marcedes, 06 June 2009, 07:23:18 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

naviscope

Quote from: chingik on 07 June 2009, 06:33:43 PM
Quote from: JW. Jinaraga on 07 June 2009, 06:27:25 PM
Quote from: naviscope on 07 June 2009, 05:42:51 PM
^

name it one, saudara marcedes
nama sutra nya apa?

Masih dirahasiakan oleh bro chingik
jah..kok gw yg rahasiain..wkwkw
nih sambut: Saddharmapundarika Sutra.

happppp, tangkeeeeppppp, sip :P

endang sukamti cyntia lamusu
terima kasi, god bless u
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

J.W


Nevada

Quote from: chingik on 07 June 2009, 06:21:49 PM
Quote from: upasaka on 07 June 2009, 06:06:14 PM
Quote from: chingik on 07 June 2009, 02:38:07 AM
Quote from: upasaka on 06 June 2009, 11:38:02 PM
Dengan kata lain, Aliran Mahayana secara implisit menyatakan bahwa semua perilaku Pangeran Siddhattha selama belum 'menjadi' Sang Buddha Gotama hanyalah sebuah drama terakbar di Jagad Raya ini...

Luar biasa. Sang Buddha rupanya senang berleha-leha sampai pada usia 35 tahun untuk membabarkan Dhamma pada khalayak ramai. Kasihan sekali Petapa Asita. Padahal beliau bisa saja mendapat bimbingan dari Pangeran Siddhattha Gotama. Namun Pangeran tidak melakukannya, sehingga Petapa Asita pun meninggal dunia sebelum beliau sempat mendengar Khotbah Dhamma.
Itukan karena anda percaya membuta bahwa kisah dalam Theravada pasti Benar dan kisah lainnya pasti salah. Dua versi kalo disatukan tentu jadi kacau balau penilaiannya. Mahayana beranggapan Pangeran Siddharta tidak melakukan hubungan yg menyimpang, tetapi Theravada beranggapan ada. Coba saya masuk thread Theravada, saya bisa juga bilang begini "Lho rupanya Pangeran Siddharta suka main perempuan ya, orang begitu kok dibilang telah mempraktikkan paramita selama 4 asankheya kappa, apa gak bohong tuh". Mahayana pasti merasa sangat aneh ,mengapa? karena Mahayana menganggap sejak menjadi petapa Sumedha, Beliau tidak lagi melakukan perbuatan2 yg membuatnya larut dalam nafsu indria. Ngerti kan maksudku mengapa kalian merasa aneh. Ya begitu juga kalo saya masuk ke Thread Theravada dengan memegang perspektif mahayana,  saya pasti bilang aneh juga versi Theravada.  

[at] Chingik

Yang saya tanyakan adalah betapa teganya Siddhattha Gotama tidak membabarkan Dhamma pada Petapa Asita dulu. Saya sedang tidak membahas masalah apakah Siddhattha Gotama melakukan hubungan suami-istri atau tidak.

Kalau benar seperti apa yang ada dalam kacamata Mahayana, berarti saya menilai bahwa Siddhattha Gotama adalah seorang aktor terbaik sepanjang masa. Karena bisa-bisanya Beliau memerankan peran sebagai 'orang yang belum Tercerahkan'; kemudian bergelut dalam petapaan yang menyiksa sebelum akhirnya mengumandangkan pencapaian sebagai Yang Tercerahkan. Padahal kalau Siddhattha mau langsung membabarkan Dhamma sejak lahir, mungkin sangat banyak makhluk yang bisa menembus Dhamma. Di manakah letak kekonsistenan pandangan Mahayana bahwa Siddhattha berkomitmen untuk menolong semua makhluk?

Karena Anda membahas mengenai perihal apakah Pangeran Siddhattha melakukan hubungan suami-istri atau tidak, maka kali ini saya akan membahasnya...
e
Apa yang dilakukan Pangeran Siddhattha dan Putri Yasodhara di 3 istana kediamannya?
Bagaimana gambaran kehidupan mereka sebagai sepasang suami-istri?
Taruhlah Buddha langsung bilang telah tercerahkan dan mengajar Asita,belum tentu juga Asita dapat mencapai Arahat, semua kan tetap tergantung pada Asita. Sama juga banyak siswa Buddha yg tidak serta merta dapat mencapai kesucian bahkan ada yg terjatuh ke neraka, semua kan tergantung pada perbuatan orang itu. Jadi Buddha melakukan semua ini juga melihat kondisi karma makhluk itu sendiri. Tidak mungkin dilakukan tanpa pertimbangan kearifan dgn menggunakan kemampuan buddhacakkhu nya.

Setidaknya, membabarkan Dhamma sejak dini kan turut menolong makhluk lain...
Siapa tahu juga Petapa Asita bisa mencapai salah satu tingkat kesucian.

Siddhattha Gotama kan sudah mencapai Pencerahan sejak lahir, seharusnya Beliau tidak lagi memikirkan untung-rugi bila membabarkan Dhamma sejak dini.

Indra

Quote from: chingik on 07 June 2009, 05:10:19 PM
  Saya hanya kutip dari sudut pandang mahayana bahwa bodhisatta memang tidak melakukan hubungan seks, bukan soal apakah itu sebagai hal yg salah atau tidak, wong tidak melakukan kok harus merasa salah atau tidak.
Yang menganggap melakukan hubungan sex itu kan dari sudut pandang Theravada. 
Kalau pandangan mahayana demikian, ya sudahlah demikian, mengapa harus memaksakan pandangan Theravada-lah yg benar, lalu memprovokasinya dengan mengatakan Buddha menjilat ludahnya sendiri. Apakah itu layak dilakukan seorang Buddhis yg diajar utk bertutur kata baik, lembut, dan bijak? Dan akibatnya saya juga jadi terprovokasi, haha..kasian sekali saya ini. hehe..

Mengenai Bodhisatta menghina Buddha, tentu dalam Mahayana ada Sutra tersendiri. Intinya saya rasa sudah cukup jelas, bahwa dalam Sudut pandang Mahayana , bodhisatta sesungguhnya tidak menghina Buddha, karena ada alasan tertentu dibalik peristiwa itu. Kalo dalam sudut pandang Theravada mengatakan bodhisatta telah benar2 menghina Buddha, maka silakan berpegang pada kebenaran pandangan Theravada.
Saya sendiri tidak mau terkungkung dalam dikotomi ini, karena saya tetap mengacu pada Kalama Sutta. Jadi sebenarnya saya tetap mendalam Mahayana dan Theravada, dan tidak mau terjebak dalam perbedaan pandangan ini. Saat saya menanggapai setiap pertanyaan dari rekan Theravada mengenai Mahayana, tujuan saya cuma ingin mengembalikan jawabannya ke ranah yg seimbang. Karena saya merasa adlah sangat absurd bila membuat pertanyaan mengenai suatu aliran namun dibalas dengan pembenaran pd aliran pegangannya sendiri. Ini kan bertolak belakang dengan semangat Kalama Sutta dan Ehipassiko.
Saya tidak mencari dukungan atas statement saya, karena saya tidak tertarik, saya hanya mau memperlihatkan bahwa saya juga bisa ambil sepenggal pandangan dari buku misalnya RAPB dan mencari ketidak konsistensi dalam isi kitab itu sendiri, karena yg saya tangkap dari cara rekan menanggapi konsep mahayana juga tidak jauh dari cara demikian.

Saya sndiri telah mendapat manfaat dari RAPB, buku itu lebih menguatkan saya utk mengikut jejak petapa Sumedha ,dan memang tidak salah bila saya memilih jalan bodhisatta. Pernyataan lugu saya ini mudah2an tidak membuat anda tertawa.  :P  :P :>-


saya hapus quote sebelumnya spy tidak terlalu panjang.

sebenarnya kesempurnaan meninggalkan keduniawian bukan hanya mencakup kenikmatan seksual tetapi mencakup seluruh indria, jadi meninggalkan keduniawian di sini harus dipahami lebih sebagai meninggalkan kehidupan rumah tangga (meninggalkan kehidupan duniawi) daripada sekedar meninggalkan kehidupan seksual. inilah yg saya pahami dari Nekkhama Parami.

Pertanyaan saya, kalau Sang Bodhisatta begitu keras menghindari kehidupan seks, tetapi kenapa tidak menghindari ucapan salah/kasar. seperti kasus penghinaan kepada Buddha itu. menurut Bro Chingik ada alasan dibalik itu. mungkin Bro mau bermurah hati menjelaskan alasan yang dapat membenarkan tindakan menghina tersebut.

_/\_

Indra

Quote from: chingik on 07 June 2009, 05:28:33 PM
Quote from: Indra on 07 June 2009, 02:39:12 PM
Quote from: chingik on 07 June 2009, 01:09:17 PM
Duu-duanya benar itu menurut pandangannya masing2 cuy

sip..deh haha

Bro Marcedes, saya rasa anda terlalu melekat Sutta. Sehingga memandang yg lain salah semua.
Saya mempelajari Mahayana dan Theravada, tapi tidak menganggap dua-duanya salah atau pun benar. Kalo bicara Mahayana, ya saya berpijak pada sudut pandang mahayana. Kalo bicara soal Theravada  ya saya berpijak pd sudut pandang Theravada.
Anda slalu ngotot bahwa pasti ada satu yg salah, berarti anda tidak konsisten juga karena bukankah kita sudah dinasihati dalam Kalama Sutta. Jadi mohon jangan menyia2kan waktu utk menanyakan sesuatu dengan menilainya dari isi Sutta. Kalo belajar utk memahami atas dasar menambah wawasan , itu wajar, tapi anda telah banyak menghabiskan wkt utk hal2 yg tidak berguna ini dengan mencari kesalahan. Ini tercermin dari cara anda memulai suatu diskusi. Cara diskusi yg benar seharusnya begini: dalam ajaran xx terdapat prinsip seperti ini ini, bagaimana prinsip ini dijelaskan dalam ajaran xx itu?  Ini lah contoh diskusi yg sehat. Tapi anda datang2 langsung hah?? Katanya Buddha begini2 tapi mengapa (sambil buka refrensi aliran anda) malah begitu2? Wong kalo gitu anda ingin belajar dhamma atau mencari2 kesalahan.  INi bisa membuat orang salah paham bahwa anda ingin mengobrak abrik, bukan ingni berdiskusi. Jadi mohon membuat pertanyaan yg elegan. Saya rasa sebuah forum pasti ada etikanya. Jadi mohon moderator pertimbangkan bahwa apakah cara memulai diskusi bro Marcedes sudah benar atau tidak, kalo benar, saya mohon maaf, mungkin saya yg telah salah paham.
:)

mewakili moderator,

anda benar Bro Chingik, topik ini memang provokatif, tapi sebenarnya thread ini bukanlah thread yg berdiri sendiri, tapi merupakan pecahan dari thread "pertanyaan kritis...", kami sedang mempertimbangkan apa yg harus dilakukan, apakah dengan mengganti judul atau lainnya. terima kasih sudah mengingatkan

_/\_

ganti judul utk apa ? ganti sikap dan perilaku dong, kalo tidak bgm bisa menjadi public figure? wkwkw. just kidding.. =))

karena ini reply untuk saya, maka saya anggap ini ditujukan kpd saya, pertanyaan saya, sikap dan perilaku yg manakah yg harus saya ganti? dan saya bukanlah dan tidak berkeinginan untuk menjadi public figure (baca: selebriti).

menurut saya andalah yg harus mengganti sikap dan perilaku, bahwa anda harus memandang semua member di sini memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk berdiskusi. dan kalau anda berpandangan demikian, maka saya pikir komentar ini tidak akan anda lontarkan.

GandalfTheElder

#110
Wih bro mercedes...... anda minta "Visuddhimagganya" Mahayana?

Gilaa.... emang bisa gw kutipin semuanya di forum ini? Lagipula saya punya bukunya dan saya mesti tulis semuanya? Harap anda pikir lagi....  ;D  ;D  ;D

Atau anda yang nulisnya kurang jelas? Ingat anda nulis minta Visuddhimagga ala Mahayana. Visuddhimagga bukan tulisan sepenggal2 tapi tulisan beratus2 halaman.

Postingan ada makin lama makin provokatif nih.... warning buat anda... silahkan bertanya dengan tulus kalau mau belajar Dharma.... tidak usah "mengancam2" [ingat dalam tanda petik lo!!] 'eh mahayana mestinya masuk ke thread kepercayaan lain'.... haha.... ini malah menunjukkan niat anda yang sebenarnya!!

Semakin anda berusaha mempertanyakan, semakin kelihatan motivasi anda karena pilihan kata2 yang anda tuliskan sama sekali tidak mengandung suatu motivasi yang tulus, demikian menurut pandangan saya sebagai moderator yang selalu berusaha untuk netral. Padahal saya sudah sempat menganggap sikap anda sudah menjadi lebih baik, eh ternyata sama saja.....

Apalagi anda selalu tidak sabar menerima jawaban tentang tahapan pencerahan dari Mahayana. Padahal sudah dibilang orang belum punya cukup waktu. Tapi dari postingan2 anda menunjukkan anda terus ngotot minta "secepat2nya". Nah ini apa bukan......?? Saya yah lama2 males ngasih jawaban ke anda kalau terus begini.

Kalau anda mengatakan jawaban bro chingik kacau balau, justru menurut saya postingan anda yang kacau balau dan menutupinya dengan kutipan2 Sutta Theravada yang menurut saya juga anda kutip dengan niat yang...... Ingat dulu postingan kutipan sutta anda yang pernah saya respon? Dan juga oleh kegetolan anda dalam menganut pandangan sekte anda [ini wajar, tapi kalau tidak mampu menghormati pandangan aliran lain, maka ya tentu sangat aneh]

Bila anda berdiskusi dengan cara demikian lagi, postingan anda pasti akan saya hapus/karantina. Saya akan mulai tegas karena bahkan Glo Mod sendiri saya rasa kurang tegas dalam menghadapi thread Mahayana ini, entah apapun alasannya yang saya tidak mampu mengerti. Namun inipun juga kekeliruan saya karena selama ini saya belum bisa bersikap cukup tegas.

Ok. saya akan terbuka saja. Menurut saya dari kalangan Theravadin seperti bro Indra dan upasaka dapat berdiskusi dengan kritis namun cukup baik di therad Mahayana ini dan saya sangat mengapresiasinya.

Back to question.....

Bagaimanapun juga anda dijelaskan tetap tidak mau mengerti. Bila seorang Buddha "menjelma" menjadi manusia biasa maka tentu ya wajar kalau melakukan seks. Namanya aja manusia biasa. Kalau nggak lagi berhubungan atau memiliki nafsu seks ya namanya bukan manusia biasa tapi manusia Suci. Lak ngono.

Nah kalau Buddha bemanifestasi menjadi Pangeran Siddharta yang masih merupakan umat awam, ya wajar kalau mengadakan hubungan karena beliau adalah umat awam, bukan sebagai bhiksu, bukan sebagai Buddha.

Bila anda bertanya tentang master Lu... itu lain soal karena kisah beliau tidak disebutkan di sutra2 sehingga kalau di mengklaim dia melakukan upaya kausalya ya pada akhirnya tetap tidak ditemukan dasarnya di sutra2. Emang ada Master Lu di kitab Tripitaka? kan ya g ono....

Nah kalau upaya kausalya Buddha Sakyamuni? Ada seabrek di Tripitaka.

Maka dari itu perbandingan anda sudah timpang.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

ryu

Quote from: chingik on 06 June 2009, 08:04:50 PM
Quote
saudara chingik,
jadi anda membenarkan buddha melakukan HUBUNGAN INTIM demi menyadarkan makhluk lain?
apa buddha begitu tidak menemukan "CARA" lain? bahkan sampai menjilat ludah sendiri melanggar aturan vinaya yang ditetapkannya.

ya,ajak teman anda mungkin bisa menambah wawasan kita disini.

salam metta.
Hus..saya bilang Siddharta belajar secara bertahap, tidak bilang Beliau menyimpang.
Dalam Mahayana, Siddharta tidak melakukan hubungan intim. 
Nih baca MahaRatnakuta Sutra bag. Upayakausalya varga:
"Mengapa Bodhisatva memiliki seorang istri dan selir-selir? Putra yang berbudi, Bodhisatva tidak melakukannya karena nafsu keinginan. Mengapa? Karena ia seorang manusia yang bebas dari nafsu keinginan. Bila ia tidak tampak memiliki seorang istri dan selir2 pada saat itu, para makhluk hidup mungkin akan berkata, "Bodhisatva bukan seorang lelaki." Bila mereka memiliki perasaan curiga yang demikian, tentu mereka sudah melakukan pelanggaran yang sangat besar. Karena itu, untuk mencegah munculnya kecurigaan mereka, Bodhisatva tampak menikahi seorang wanita dari suku Sakya dan mendapatkan seorang anak bernama Rahula. Bila seseorang mengatakan bahwa Rahula dilahirkan dari hubungan antara ayah dan ibunya, [ia salah], ia tidak seharusnya mempunyai pandangan yg demikian. Kenyataannya adalah segera setelah kehidupannya di surga berakhir, Rahula turun dari surga dan masuk ke dalam rahim ibunya. Ia tidak dilahirkan dari hubungan ayah dan ibunya. Lagi pula, Rahula sebelumnya telah membuat sebuah tekad sumpah untuk menjadi anak dari seorang Bodhisatva yang akan mencapai Kebuddhaan pada waktu kehidupan itu.


"
[at] gandalf, apa benar yang di kutip oleh chingik itu hal yang di imani oleh mahayanis? atau ada versi lain?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

Sori bro, bukan saya gak mau menghapus. Dulu saya sering mengawasi, tapi lama-lama saya pikir ada conflict of interest di pribadi saya sendiri. Makanya saya pilih abstain dan jadi pengamat di bagian yang bukan keahlian saya. _/\_

[at] Ryu, memang hal itu ada di Sutra Mahayana. Upaya Kausalya agar benar-benar pas, biar orang gak nuduh sembarangan.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

ryu

apakah itu sutra dari china atau dari india? dan menurut penelitian sutra itu tahun berapa di buatnya? apakah ada bukti keaslian sutra tersebut?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

Nah itu udah di luar keahlian gw. Gw cuma pernah baca.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

GandalfTheElder

Quote from: ryu on 07 June 2009, 09:38:43 PM
Quote from: chingik on 06 June 2009, 08:04:50 PM
Quote
saudara chingik,
jadi anda membenarkan buddha melakukan HUBUNGAN INTIM demi menyadarkan makhluk lain?
apa buddha begitu tidak menemukan "CARA" lain? bahkan sampai menjilat ludah sendiri melanggar aturan vinaya yang ditetapkannya.

ya,ajak teman anda mungkin bisa menambah wawasan kita disini.

salam metta.
Hus..saya bilang Siddharta belajar secara bertahap, tidak bilang Beliau menyimpang.
Dalam Mahayana, Siddharta tidak melakukan hubungan intim.  
Nih baca MahaRatnakuta Sutra bag. Upayakausalya varga:
"Mengapa Bodhisatva memiliki seorang istri dan selir-selir? Putra yang berbudi, Bodhisatva tidak melakukannya karena nafsu keinginan. Mengapa? Karena ia seorang manusia yang bebas dari nafsu keinginan. Bila ia tidak tampak memiliki seorang istri dan selir2 pada saat itu, para makhluk hidup mungkin akan berkata, "Bodhisatva bukan seorang lelaki." Bila mereka memiliki perasaan curiga yang demikian, tentu mereka sudah melakukan pelanggaran yang sangat besar. Karena itu, untuk mencegah munculnya kecurigaan mereka, Bodhisatva tampak menikahi seorang wanita dari suku Sakya dan mendapatkan seorang anak bernama Rahula. Bila seseorang mengatakan bahwa Rahula dilahirkan dari hubungan antara ayah dan ibunya, [ia salah], ia tidak seharusnya mempunyai pandangan yg demikian. Kenyataannya adalah segera setelah kehidupannya di surga berakhir, Rahula turun dari surga dan masuk ke dalam rahim ibunya. Ia tidak dilahirkan dari hubungan ayah dan ibunya. Lagi pula, Rahula sebelumnya telah membuat sebuah tekad sumpah untuk menjadi anak dari seorang Bodhisatva yang akan mencapai Kebuddhaan pada waktu kehidupan itu.


"
[at] gandalf, apa benar yang di kutip oleh chingik itu hal yang di imani oleh mahayanis? atau ada versi lain?

Satu2nya aliran yang menyebutkan pangeran Siddharta berhubungan intim hanyalah aliran Mulasarvastivada.

Theravada Mahaviharavasin saja Abstain soal ini.

Mahayana memang berpandangan demikian. Kalau soal iman ya sebenarnya semua sutta dan sutra Sang Buddha juga kita imani. Contoh di dalam Sutta disebutkan tentang Nibbana [Nirvana]. Kalau seseorang tidak mengimani Nirvana, lantas untuk apa seseorang berusaha mencapai Nirvana? Toh Nirvana belum pasti ada. Dalam pandangan umum, konyol sekali anda mau mencapai tujuan yang tidak pasti.

Mau ngomong Nirvana itu ada ya orang2 pada gak bisa buktiin juga. Tidak usah sampai Nirvana, enam surga Kamadhatu saja gak bisa buktiin..... gini kok sudah mempertanyakan Sukhavati?

Sama2 bernasib gak bisa buktiin, kok saling mempertanyakan?

Maka dari itu iman bagaimanapun selalu ada dalam semua agama, tak terkecuali agama Buddha.

Dalam memahami sutta pun demikian. Umat Buddha semuanya pada mengimani Sutta sebagai sabda Sang Buddha. Siapa yang tahu kalau itu benar2 sabda asli. Kaga ada yang tahu, semuanya iman. Bahkan Kalama Sutta juga ikut2an diimani sebagai sabda Sang Buddha, padahal suruh buktiin bener2 aja kita tidak bisa.

Maka dari itu tentu kaum Mahayanis yang mengimani sutra tersebut sebagai sabda Sang Buddha dan Sang Buddha tak mungkin berbohong.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

ryu

Quote from: GandalfTheElder on 07 June 2009, 09:49:12 PM
Quote from: ryu on 07 June 2009, 09:38:43 PM
Quote from: chingik on 06 June 2009, 08:04:50 PM
Quote
saudara chingik,
jadi anda membenarkan buddha melakukan HUBUNGAN INTIM demi menyadarkan makhluk lain?
apa buddha begitu tidak menemukan "CARA" lain? bahkan sampai menjilat ludah sendiri melanggar aturan vinaya yang ditetapkannya.

ya,ajak teman anda mungkin bisa menambah wawasan kita disini.

salam metta.
Hus..saya bilang Siddharta belajar secara bertahap, tidak bilang Beliau menyimpang.
Dalam Mahayana, Siddharta tidak melakukan hubungan intim. 
Nih baca MahaRatnakuta Sutra bag. Upayakausalya varga:
"Mengapa Bodhisatva memiliki seorang istri dan selir-selir? Putra yang berbudi, Bodhisatva tidak melakukannya karena nafsu keinginan. Mengapa? Karena ia seorang manusia yang bebas dari nafsu keinginan. Bila ia tidak tampak memiliki seorang istri dan selir2 pada saat itu, para makhluk hidup mungkin akan berkata, "Bodhisatva bukan seorang lelaki." Bila mereka memiliki perasaan curiga yang demikian, tentu mereka sudah melakukan pelanggaran yang sangat besar. Karena itu, untuk mencegah munculnya kecurigaan mereka, Bodhisatva tampak menikahi seorang wanita dari suku Sakya dan mendapatkan seorang anak bernama Rahula. Bila seseorang mengatakan bahwa Rahula dilahirkan dari hubungan antara ayah dan ibunya, [ia salah], ia tidak seharusnya mempunyai pandangan yg demikian. Kenyataannya adalah segera setelah kehidupannya di surga berakhir, Rahula turun dari surga dan masuk ke dalam rahim ibunya. Ia tidak dilahirkan dari hubungan ayah dan ibunya. Lagi pula, Rahula sebelumnya telah membuat sebuah tekad sumpah untuk menjadi anak dari seorang Bodhisatva yang akan mencapai Kebuddhaan pada waktu kehidupan itu.


"
[at] gandalf, apa benar yang di kutip oleh chingik itu hal yang di imani oleh mahayanis? atau ada versi lain?

Satu2nya aliran yang menyebutkan pangeran Siddharta berhubungan intim hanyalah aliran Mulasarvastivada.

Theravada Mahaviharavasin saja Abstain soal ini.

Mahayana memang berpandangan demikian. Kalau soal iman ya sebenarnya semua sutta dan sutra Sang Buddha juga kita imani. Contoh di dalam Sutta disebutkan tentang Nibbana [Nirvana]. Kalau seseorang tidak mengimani Nirvana, lantas untuk apa seseorang berusaha mencapai Nirvana? Toh Nirvana belum pasti ada. Dalam pandangan umum, konyol sekali anda mau mencapai tujuan yang tidak pasti.

Mau ngomong Nirvana itu ada ya orang2 pada gak bisa buktiin juga. Tidak usah sampai Nirvana, enam surga Kamadhatu saja gak bisa buktiin..... gini kok sudah mempertanyakan Sukhavati?

Sama2 bernasib gak bisa buktiin, kok saling mempertanyakan?

Maka dari itu iman bagaimanapun selalu ada dalam semua agama, tak terkecuali agama Buddha.

Dalam memahami sutta pun demikian. Umat Buddha semuanya pada mengimani Sutta sebagai sabda Sang Buddha. Siapa yang tahu kalau itu benar2 sabda asli. Kaga ada yang tahu, semuanya iman. Bahkan Kalama Sutta juga ikut2an diimani sebagai sabda Sang Buddha, padahal suruh buktiin bener2 aja kita tidak bisa.

Maka dari itu tentu kaum Mahayanis yang mengimani sutra tersebut sebagai sabda Sang Buddha dan Sang Buddha tak mungkin berbohong.

_/\_
The Siddha Wanderer
Sang Buddha tidak mungkin bohong, tapi penulis sutta bisa saja bohong, yang ingin di tanyakan bisakah ada data yang valid dari mahayanis bahwa sutra itu benar2 dapat dipercaya? bukan produk china yang mungkin saja bercampur dengan ajaran lain (mungkin Ajaran kr****n) ?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

GandalfTheElder

Di Tripitaka Mahayana [Taisho] sendiri ada bagian dimana terkumpul sutra2 yang diragukan kevalidannya, dan Sutra Upaya Kausalya tidak termasuk di dalamnya.

Penulis bohong pun siapa yang tahu? Apakah ada bukti kalau penulis Sutra A beneran yang lain boongan?

Tidak ada yang tahu. Maka dari itu sutra2 yang diragukan juga tetap dimasukkan ke dalam Tripitaka Mahayana.... karena.. siapa yang tahu?? Hanya sja diberi bagian tersendiri.

Namun dengan penelitian yang semakin maju, maka akan diketahui pula gaya bahasa sutra sehingga sutra2 tertentu memiliki kecenderungan untuk dianggap bukan Sutra asli. Dan ini acuan yang kita pegang sekarang.

Namun sampai saat ini Upayakausalya Sutra yang merupakan bagian dari Maharatnakuta Sutra tidaklah diragukan keotentikannya.

_/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

candle

Quote from: naviscope on 07 June 2009, 06:13:45 PM
^
^
:hammer:

bila ada yang menampar pipi kirimu
berikan lah pipi kananmu untuk ditampol lg.... ;D

maaf, saya ikut nimbrung ya
sebagai seorang buddhist saya ga mau "bila ada yang menampar pipi kirimu berikan lah pipi kananmu untuk ditampol lagi"  
eitssssss tunggu dulu, salah apa saya mau ditampol lagi, tanya dulu kejelasannya salah apa
ditampol itu sakit lho

hendrako

#119
Bagaimana posisi Rahula di dalam pandangan Mahayana?
Apabila pangeran Sidharta tidak melakukan hubungan fisik, berarti Rahula dikandung tanpa proses pembuahan juga?
yaa... gitu deh