Menu

Show posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.

Show posts Menu

Messages - Sariputta

#1
Diskusi Umum / Re: mohon inputnya...
31 August 2008, 08:02:18 PM
Quote from: Hendra Susanto on 14 July 2007, 12:36:25 AM
salah satu point dlm Delapan Jalan Utama (Jalan Utama Beruas Delapan)
point 5. Pencaharian Benar (sammä-ajiva)
   Lima pencaharian salah harus dihindari (M. 117), yaitu :
   a. Penipuan
   b. Ketidak-setiaan
   c. Penujuman
   d. Kecurangan
   e. Memungut bunga yang tinggi (praktek lintah darat)

Di samping itu seorang siswa harus pula menghindari lima macam perdagangan , yaitu :
   a. Berdagang alat senjata
   b. Berdagang mahluk hidup
   c. Berdagang daging (atau segala sesuatu yang berasal dari penganiayaan mahluk-mahluk hidup)
   d. Berdagang minum-minuman yang memabukkan atau yang dapat menimbulkan ketagihan
   e. Berdagang racun.

pertanyaannya:
klo ada umat budhist yg mempunyai tambak ikan air tawar yg sdh pasti dijual utk konsumsi manusia, gmn pendapat saudara2 sekalian mengenai hal tsb????

Kalau menurut gua sih, kalau orangnya sudah menyadari kalau itu tidak baik maka sebaiknya hindari ini kan termasuk pelatihan untuk menghindari perbuatan/pekerjaan yang salah, bisa ganti usaha yang lain, tapi kalau memang orangnya tidak menyadari dan santai2 saja ya ngak apa-apa minimal cetana bukan sengaja untuk membunuhkan.
#2
Quote from: Tan on 14 August 2008, 01:32:26 AM
Namo Buddhaya,

Sudah menjadi hal yang jamak dalam dunia usaha jika perusahaan besar "memangsa" perusahaan kecil. Oleh karena itu, agar dapat bertahan hidup perusahaan kecil perlu melakukan berbagai manuver yang terkadang juga dapat dikatakan "menyimpang." Pertanyaan saya, jika kita benar-benar hidup di jalan yang lurus dan sesuai Dhamma, dapatkah bisnis atau usaha kita berkembang. Atau malahan akan mengalami kebangkrutan? Mohon dengan sangat tanggapan dan sharing pengalamannya dari para penguasaha Buddhis. Semoga sharing pengalamannya dapat menjadi manfaat bagi kita semua. Atau mungkin adakah kiat-kiat bertahan di tengah gerusan zaman sementara kita tetap berpegang pada Dhamma. Ataukah Dhamma hanya kita pegang di hari Minggu saat kebaktian atau puja di vihara saja?

Salam,

Tan

Namo Buddhaya,

Menurut saya ini pertanyaan yang agak lucu..... Kalau ada perusahaan yang melakukan manuver dengan cara2 yang menyimpang dijaman ini saya kira perusahaan tersebut justru tidak akan bisa bertahan lama.....

Coba kita perhatian perkembangan usaha dewasa ini, bukankah masing2 perusahaan berusaha untuk menerapkan CSR, CRM , Go Green, menghasilkan produk yang lebih baik dari yang lain, memberikan pelayanan yang terbaik, berusaha untuk terbuka, menghasilkan produk yang lebih higenis, dll. Dengan era keterbukaan informasi saat ini adalah sangat ironi bila masih ada perusahaan yang berpikir dengan melakukan manuver2 menyimpang bisa bersaing dan bertahan...

Justru perkembangan usaha saat ini telah menuju ke jalan Dharma ..... Lantas kenapa kita sebagai praktisi dharma malah takut menerapkan jalan Dharma tersebut....

Bukankah itu pertanyaan yang lucu????
#3
Diskusi Umum / Re: menyembah berhala
31 August 2008, 05:58:49 PM
Quote from: rika on 20 August 2008, 10:55:21 AM
Kenapa ya setiap orang yg bukan beragama Buddha selalu mengatakan Buddha itu menyembah Berhala. Kenapa agama Buddha diidentikkan dengan menyembah. Kadang kita susah jawab n jelasinnya. Ada yg bisa jelasin ga yah :'(
Saya kira memang sulit untuk menjelaskan, karena pada dasarnya wawasan mereka telah dikotakan menjadi dualisme, bila tidak menyembah tuhan = menyembah berhala. Mungkin tidak perlu ber-repot2 untuk menjelaskan kepada mereka.

Bila mau menjawab juga katakan saja " kita menghormati nenek moyang kita , karena itulah tanda bakti yang masih bisa kita berikan kepada mereka. " , karena budaya kita mengutamakan berbakti kepada nenek moyang dan jelas bukan untuk menyembah seperti yang dikatakan.

Note : tidak untuk ditiru , saya pernah menggunakan cara yang ekstrim dengan cara sama2 membuktikan siapa yang menyembah berhala dengan menantang untuk sama2 mengencingi yang dikatakan berhala, kalau kris*** tentunya dengan salib Ye*** kalau kita dengan patung buddha , kalau isl** tentu dengan quran dsb. Dan hasilnya biasanya mereka akan mundur .... tapi ini sebaiknya tidak dipakai ........
#4
Diskusi Umum / Re: pilih yg mana?
31 August 2008, 05:40:15 PM
Quote from: tesla on 22 October 2007, 12:15:34 PM
kalau kita mengunjungin seorang teman yg sedang sakit (mungkin demam berdarah) dan di kamarnya byk nyamuk. kemudian dia bilang tadi gw br beli bayg*n, tapi belum dipakai. tolong semprotin donk...

bagaimana nih?

1. ada nyamuk
2. masih hidup
3. niat membunuh nyamuk tetapi menolong manusia
4. ssstt...
5. semoga nyamuk2 itu dilahirkan di alam yg lebih baik  :'(

apakah ini membunuh?

tambahan neh... di lantai juga banyak semut tak berdosa jadi korban... gimana mo ngusir semut...

apakah umat budhist ga pake bayg*n?

Hanya pendapat pribadi (tidak untuk dicoba dan dipraktekkan) kalau gua mungkin segera saja di semprot sampai bersih dari nyamuk...... Soalnya kan demam berdarah.... jangan sampai orang lain juga ketularan.... kan bisa repot....

Note :
Suatu perbuatan selalu didasari oleh niat / cetana , kalau disini tentunya niat saya bukan untuk membunuh nyamuk , tapi niat saya adalah supaya demam berdarahnya jangan sampai menyebar kepada yang lain , tentu saja ini didasari juga oleh welas asih..... Tapi bukankah dengan membunuh nyamuk itu termasuk tindakan yang salah, memang itu tindakan yang salah dan kalau bisa dihindari sebaiknyalah dihindari. 
#5
Quote from: willibordus on 31 August 2008, 04:50:17 PM

Ulasan yg sangat menarik.
Salam kenal Bro Sariputta  :)
Salam kenal juga :)

Quote
Pada dasarnya saya setuju dengan semua uraian Bro.
Cuma mo nambahin saja: Segala yg kita terima adalah hasil perbuatan kita, 'orang kaya' berarti kekayaannya tsb adalah hasil gabungan perbuatan lampaunya dan kondisi2 lain yg mendukung. Masalahnya, bagaimanakah dia menyikapi kekayaannya tsb? Jika kekayaannya tsb ia lekati, maka pasti akan menjadi masalah baginya. ia akan bersifat serakah untuk melindungi hartanya dan bahkan menambahnya lagi atau jika kekayaannya ludes ia akan merana sekali.
Saya juga setuju dengan pendapat bro yang ini, hanya saya mau tambahkan dari pengalaman pribadi saja, ketika saya masih SMA saya punya teman sebangku yang orang tua termasuk lumayan kaya, dan tinggalnya di komplek orang kaya tentunya, permasalahan timbul ketika indonesia ditimpa krisis ekonomi, Usaha ortunya banyak mengalami masalah karena banyak customer yang tidak sanggup membayar hutang ke mereka, dan akhirnya mereka pun jatuh bangkrut sampai semua hartanya disita sama bank. Tapi apakah mereka merana terus ??? secara logika mungkin kita akan berpikir seperti itu, tapi sesungguhnya mereka hanya bersedih sebentar dan dengan segera memulai kembali usaha yang baru, dan saat ini sudah lumayan lagi. Tapi Coba kita tanyakan bila hal itu terjadi dengan orang2 susah..... coba kita lihat para korban bencana aceh, korban gempa yogja, korban lumpur lapindo.... apakah mereka bisa segera bangkit ??? Saya yakin banyak pengusaha yang jatuh setelah krisis dan kasus mei 98 tapi dengan cepat juga mereka bangkit kembali..... (kalau mereka masih terikat dengan kekayaan yang lama tentu mereka tidak akan bisa bangkit, dan hanya bisa meratapi yang sudah hilang saja bukan?)

Note : memang tidak semua seperti itu, tapi kasus seperti itu kan banyak juga bisa kita lihat...

Quote
Quote
Bila ada orang bilang orang kaya lebih susah masuk surga dari kedelai masuk lubang jarum maka saya berani katakan orang itu pasti salah besar, dan pasti memiliki pandangan yang sesempit lubang jarum.

:))
Saya ada mengutip kalimat ini di postingan atas... kalimat tsb saya kutip dari Yesus.
Kita tidak tau apa maksud Yesus mengatakan hal itu, tapi sy pikir Beliau bermaksud menerangkan seperti yg sy terangkan diatas, yakni kalau kita kaya kita cenderung akan terikat oleh kekayaan kita.

Sori tidak bermaksud untuk menyakiti siapapun, hanya untuk membuka wawasan berpikir saja, memang kecenderungan itu ada, bahkan dengan kekayaan yang sedikitpun seseorang bisa terikat, bukankah kita pernah baca dikoran kalau ada yang dibunuh karena urusan 50 rupiah saja.

#6
oh ya sedikit tambahan dari pengamatan pribadi, sering kali saya kalau bertemu dengan orang bila orang tersebut semakin kaya dari segi materi, lebih sering saya jumpai orang tersebut juga lebih sopan, lebih lembut, lebih mudah bergaul , lebih enak diajak berteman dan lebih baik secara pribadi, begitu juga sebaliknya , ketika saya berjumpa dengan orang2 yang makin kurang secara materi, maka justru sering saya jumpai kondisi yang sebaliknya, secara ke sopanan akan berkurang, kebijaksanaan juga berkurang dan keserakahan justru bertambah...

Note : memang tidak semua seperti itu, tapi secara umum saya bisa simpulkan seperti itu.
#7
Quote from: Tan on 14 August 2008, 01:22:14 AM
Namo Buddhaya,

Saya juga bermaksud melontarkan lagi suatu topik diskusi yang saya kira menarik. Pertanyaan saya adalah mungkinkah terjadi pertumbuhan ekonomi tanpa disertai keserakahan? Jika manusia mengikuti anjuran dalam Karaniya Metta Sutta untuk mudah puas, mungkinkah ekonomi mengalami kemajuan? Apakah Buddhadhamma memiliki solusi konkrit dan nyata bagi hal ini. Jadi yang saya maksud adalah bukan hanya sekedar teori-teori atau slogan semata. Silakan didiskusikan. Anumodana.

Salam,

Tan

Namo Buddhaya,

Kenapa pertumbuhan ekonomi harus selalu berhubungan dengan keserakahan??? Menurut pendapat saya kebanyakan orang2 kaya bukan karena serakah (walaupun ada juga yang serakah) malahan menurut saya yang banyak serakah justru yang tidak benar2 kaya, Kenapa kok saya bisa berpandangan seperti itu???

Seperti yang kita tahu kalau karma baik akan menghasilkan pahala yang baik juga, tentu saja orang menjadi kaya karena melakukan kebajikan sebelumnya, bisa di kelahiran yang sekarang atau dikelahiran yang lampau, dan tentu saja kebajikan dikelahiran yang sekaranglah yang akan lebih banyak memicu seseorang menjadi kaya.... (pertanyaannya kok bisa??? bukankah mereka cari duit kayak orang gila yang serakah , makanya bisa kaya).

Tapi benarkah demikian??? Menurut saya sebagian besar orang-orang kaya adalah justru orang2 yang peduli dan orang2 yang suka berbagi dan memberi, karena itulah modal paling dasar bagi seseorang untuk mulai berusaha. Coba bayangkan anda takut berbagi, anda punya usaha terus karena serakah dan tidak mau berbagi pendapatan dengan yang lain, akhirnya anda hanya mengerjakan semuanya sendiri , darimana anda bisa jadi benar2 kaya dengan cara mengerjakan semuanya sendiri??? bukankah dengan mempekerjakan orang lain sudah termasuk melakukan kebajikan bila dibandingkan dengan orang yang dipekerjakan?

Seandainya anda tidak punya kepedulian terhadap sesama / terhadap orang lain, mungkinkah anda akan menghasilkan produk2 yang baik ??? Kalau anda tidak punya produk yang baik bagaimana usaha anda mau maju??? Justru banyak orang yang tidak peduli dan menghasilkan produk yang buruklah yang akhirnya gagal.....

Seandainya anda tidak penuh kebajikan, dalam bertindak selalu didasari oleh curiga, bagaimana anda bisa bermitra dengan para customer??? bila tidak ada kepercayaan disana, bagaimana bisnis bisa berjalan??? Bila bisnis tidak berjalan tentunya orang tersebut tidak akan bisa menjadi kaya...

Justru bila kita mendalami "Karaniya Metta Sutta" maka kita barulah bisa menjadi seorang pengusaha yang sukses, karena semua rumus sukses sudah ada disana.....

Yang kita hindari adalah menjadi terikat dengan kekayaan tersebut, takut kehilangan , takut ini , takut itu.... itulah permasalahan yang sesungguhnya.....

Bila ada orang bilang orang kaya lebih susah masuk surga dari kedelai masuk lubang jarum maka saya berani katakan orang itu pasti salah besar, dan pasti memiliki pandangan yang sesempit lubang jarum.

Note : saya bukanlah orang kaya dan saya juga bukanlah termasuk kelas menengah, saya masih masuk dikelompok orang susah, tapi saya terus berusaha untuk menjadi kaya dengan cara membagi , memberi dan bermanfaat bagi orang lain......

Saran saya berusahalah untuk menjadi kaya dengan lebih banyak melakukan kebajikan, (contoh : membuka peluang kerja, memberikan nilai tambah bagi orang lain, membantu para customer, memperbaiki lingkung, menghasilkan produk yang bisa bermanfaat bagi yang lain , dll)

salam,

Sariputta
#8
Quote from: LotharGuard on 28 August 2008, 10:19:02 AM
Orang selalu bilang kalau untuk melangkah ke jenjang pernikahan beda 3 tahun , 6 tahun dan 9 tahun apa itu benar-benar gak boleh?
Jika dilihat dari beberapa sudut pandang, Buddhist dan Umum cemana?

_/\_ :) :lotus:
Kalau tidak salah dilihat dari kecocokan shio deh, mungkin bukan ngak boleh, tapi sebaiknya di hindari, tapi semua balik lagi kembali ke kita masing2.....

Saya pernah suatu ketika (sekitar 5 tahun lalu) menemani teman pergi Chiamsi , setelah teman ini selesai dan saya disuruh coba juga untuk chiamsi, akhirnya kami sama2 chiamsi deh, dan tentunya yang kami tanyakan adalah tentang karir, dan kami dapat chiam yang berbeda. Si teman ini mendapat chiam yang bagus , tanpa susah payah bisa mendapatkan kekayaan dan karirnya akan bagus, sedangkan gua mendapat chiam yang kurang bagus, usaha tidak bisa diproyek besar dan agak sulit di usaha, akhirnya sekarang si teman ini santai2 saja dan sampai saat ini masih ganggur , sedang saya akhirnya menghindari main proyek besar (sebelumnya sudah pernah rugi diproyek besar) tapi sebagai gantinya saya membuka beberapa usaha kecil dan saat ini cukup berkembang. Jadi semua kembali ke kita masing2 bagaimana memaknainya......