Quote from: kusalaputto on 03 March 2017, 12:19:32 PM
akhir kata kalau kita hanya mengandalkan percaya saja dan terima saja apa bedanya kita dengan tetangga yang harus percaya dan yakin, kalau tidak percaya maka tidak beriman, kalau tidak percaya murtad, kalau mempertanyakan ajarannya maka dosa besar, bahwa ajarannya yang paling benar yang lain salah, untuk itu di ajaran Buddha melalui kalama sutta mengajarkan kita untuk cari tahu dulu selidiki benar atau tidak baru lah anda percaya
Nah ini dia nih maksud saya. Tidak percaya artinya memang tidak beriman, agama apapun dia. Jadi kalau kita sudah baca Tisarana dan Pancasila, kita sudah berlindung pada Triratna dan mengambil lima sila, salah satunya melatih diri untuk tidak berbohong. Janganlah meragukan lagi kata-kata Guru Agung. Saddha = yakin. Yakin = tidak ragu. Sudah waktunya Ehipassiko dibenarkan pengartiannya, bukan "buktikan" seperti percobaan ilmiah, tapi merupakan sifat Dharma-nya Sang Buddha yang "mengundang untuk dibuktikan". Dan para bijaksana..."dapat membuktikannya", tapi "dalam batin masing-masing." (kebenaran subjektif, bukan objektif)
Untung sekali Buddha tidak pernah mengklaim ajarannya yang paling benar, yang lain salah. Yang ada dibilang malah, Dharma yang diajarkan oleh Guru Agung cuma segenggam daun. Di hutan masih banyak Dharma (tapi mungkin tidak sempat diajarkan).
Anumodana.
