Forum Dhammacitta

Topik Buddhisme => Meditasi => Topic started by: fabian c on 28 February 2009, 10:59:12 AM

Title: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: fabian c on 28 February 2009, 10:59:12 AM
Sering kita mendengar pengalaman meditasi yang menyatu dengan cahaya, pada beberapa kepercayan mereka menganggap inilah pencerahan, pada meditasi yang lain lagi mereka menganggap inilah yang dimaksud bersatu dengan Tuhan.

Sebenarnya bagaimana pandangan dari setiap aliran ini?

Ada aliran aliran Buddhist yang menganggap pencerahan tercapai didahului oleh cahaya terang, mereka menganggap ini pencerahan karena mereka melihat cahaya terang benderang yang jernih (clear light) dan kemudian bersatu dengan cahaya tersebut, lalu timbul kedamaian, sehingga mereka beranggapan inilah (enlightenment).

Pada penyatuan ini karena aktivitas berpikir, menganalisa dan sebagainya berhenti untuk sementara (yang ada hanya proses melihat/memperhatikan) Maka mereka beranggapan inilah kekosongan (emptiness) dan dengan demikian timbul anggapan inilah pencerahan yang dimaksud, karena ia mengalami kekosongan.

Pada kepercayaan yang lain lagi, cahaya yang timbul itu sebagai cahaya illahi, bila cahaya itu muncul dalam meditasi mereka maka mereka menganggap bahwa Tuhan telah muncul dalam diri mereka. Semakin lama cahaya yang muncul semakin terang, timbul anggapan bahwa mereka mampu melihat Tuhan semakin jelas. Akhirnya perhatian mereka menyatu dengan cahaya tersebut, timbullah anggapan bahwa mereka telah bersatu dengan Tuhan (manunggaling kawula Gusti)

Menurut Tipitaka, apa yang terjadi diatas tak lebih dari pencapaian Jhana, pada pencapaian Jhana perhatian menyatu dengan objek dan timbullah konsentrasi yang kuat (ekagata).
Penyatuan perhatian dengan objek menyebabkan aktifitas berpikir, menganalisa, mengingat, merasa dsbnya juga ikut berhenti untuk sementara. Pada saat mulai menyatu timbullah rasa aman/tergiur/gairah (piti), lalu kemudian setelah menyatu diikuti oleh rasa damai /bahagia(sukha).

Appana samadhi/jhana yang dicapai ini dianggap merupakan pencerahan atau bersatu dengan Tuhan. Inilah yang dimaksud Jhana menurut Tipitaka. Lantas bila pengalaman Jhana diatas bukanlah pencerahan lalu pencerahan itu seperti apa?

Berbeda dengan Jhana yang merasakan kemanunggalan dengan objek nimitta (orang barat mengatakan mistic union) pada Nibbana tidak dirasakan kemanunggalan.
Malah pada Nibbana dirasakan pelepasan / batin merasa terbebas.
Tetapi banyak hal yang bisa menyebabkan kita menjadi rancu menganggap bahwa pencapaian Jhana adalah pencerahan, karena ada beberapa kemiripan walaupun tak sama.

Berikut disertakan beberapa perbedaannya:

   Jhana                                                               Nibbana
- konsentrasi telah menjadi kuat                            - konsentrasi telah menjadi kuat
- didahului objek konstan tak terputus berupa          - didahului oleh objek anicca/dukkha/anatta
   cahaya atau benda tertentu yang merupakan          objek anicca nampak sebagai bentuk timbul-
   bentuk konseptual dari cahaya.                             tenggelam/terputus-putus.
- perhatian menyatu/melekat kuat dengan objek       - perhatian terlepas dari objek konsentrasi dan
  nimitta (ekagatta)                                               digantikan Nibbana sebagai objek perhatian
- Proses berpikir berhenti, hanya mengamati bagai    - Proses berpikir berhenti, pada Magga
  kena hipnotis                                                     timbul pengetahuan dan pengertian
- timbul rasa damai dari penyatuan                        - Timbul rasa damai dari pelepasan (terbebas)
- kekosongan timbul dari ekaggata                         - kekosongan timbul dari lepasnya kemelekatan
                                                                         terhadap batin dan jasmani
- sesudah keluar Jhana bisa melihat faktor-faktor     - keluar Nibbana perhatian masih kuat, pada
  Jhana yang timbul di  hadayavatthu                       pengalaman magga pertama disertai perenungan
                                                                         kembali akan apa yang telah terjadi
                                                                        (paccavekkhana)

Data-data ini hanya merupakan sebagian dari perbedaan antara pencapaian Nibbana dan Jhana. Dari perbedaaan ini menjadi jelas bagi kita mengapa ada sebagian orang yang percaya bahwa mereka telah mencapai Pencerahan, tetapi dilain pihak mereka juga percaya bahwa mereka akan terlahir kembali dengan badan astral mereka.

sukhi hotu,

_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: BlackDragon on 04 March 2009, 02:42:51 AM
Bro Fabian yg baik,
mau lanjut dari thread sebelah(perjalanan membuktikan ajaran Sang Buddha: patibhaga nimittta) , saya rasa lebih tdk oot kalau saya bahas disini.
Dan sekalian ada yg mau saya tanyakan. ;D
_/\_

Awalnya dulu saya telah mendengar meditasi tp tdk pernah mempraktekkannya, krn dr bbrp omongan org bahwa meditasi tdk cocok utk perumah tangga atau orang awam. ;D
Tapi karena ketertarikan yg tinggi dan rasa ingin tahu, krn tdk puas dgn teori2 belaka, maka saya memutuskan utk mencoba bermeditasi utk lebih mengerti apa mksd sebenarnya, dari yg telah tertuang dalam bentuk kata2 Sang Buddha.
Pada saat memulai bermeditasi (3-4thn yg lalu), yg ada di dalam tekad adalah memperhatikan napas.
Tapi karena keterbatasan pengetahuan pada saat itu (belum mengerti beda samantha dan vipassana), perhatian pada napas hanya pada permulaan meditasi, lama kelamaan perhatian menjadi tertuju pada fenomena di seluruh tubuh, termasuk pikiran dan perasaan.
Pada saat meditasi ada kalanya kesadaran fokus, ada kalanya kesadaran menurun (melamun), tapi setelah disadari maka lsg diarahkan utk mengamati bagian tubuh dan pikiran serta perasaan yg timbul.

Setelah berbulan-bulan dgn cara bermeditasi diatas,
Semakin lama dapat merasakan aliran darah, denyut nadi, bahkan sampai "melihat" bahwa tubuh ini semua terdiri dari getaran2 yg terus menerus setiap saat.

Semakin lama saya semakin kecanduan dgn meditasi saya, yg menghasilkan ketenangan dan pengetahuan akan diri saya (walaupun masih dalam porsi kecil) :).
Sehingga dimanapun saya berada selalu mencuri2 utk bermeditasi, walaupun sedang berada di depan umum.

Sampai suatu ketika di dalam meditasi pagi saya, Ketika sudah berlangsung bbrp menit, ketika perhatian mulai lemah dan seperti biasa saya menyadari lemahnya perhatian saya.
Anehnya pada saat saya menyadari perhatian yg lemah itu, Seketika itu juga kesadaran saya bagaikan meloncat tinggi sekali, menjadikan saya sangat2 sadar, saya seperti berada di Ruangan Hampa dengan Kedamaian/kebahagiaan yg sangat2 Extreme.
Indra saya pada saat itu terputus, yg ada hanya ada kesadaran yg sangat2 sadar di dalam ruang hampa.
Bahkan saya tidak ingin keluar dari Kedamaian ini, bahkan apabila harus selamanya meninggalkan apa pun yg ada di dunia ini (materi, keluarga, dan semua).

Tapi apa daya kenyataan tdk selalu sesuai dgn keinginan. ;D
Setelah bbrp saat bertahan, akhirnya kembali dalam keadaan normal, dgn kesadaran yg masih tertinggal dan perasaan yg masih shok. :o

Saya melihat jam, kira2 hampir 1 jam sudah berlalu tapi terasa hanya sekejap.
Biasanya 15-20 menit aja uda gelisah. ;D

Dan saya tidak melihat cahaya/Nimitta apa pun pada prosesnya.

Mau tanya menurut om Fabian yg baik dan senior yg berpengalaman, apa yg saya alami?

_/\_

Note: *Bukan utk mencari pengakuan, tapi sekedar mencari kebenaran, agar lebih maju di dalam Dharma.
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: fabian c on 04 March 2009, 10:09:30 AM
Quote from: BlackDragon on 04 March 2009, 02:42:51 AM
Bro Fabian yg baik,
mau lanjut dari thread sebelah(perjalanan membuktikan ajaran Sang Buddha: patibhaga nimittta) , saya rasa lebih tdk oot kalau saya bahas disini.
Dan sekalian ada yg mau saya tanyakan. ;D
_/\_

Awalnya dulu saya telah mendengar meditasi tp tdk pernah mempraktekkannya, krn dr bbrp omongan org bahwa meditasi tdk cocok utk perumah tangga atau orang awam. ;D
Tapi karena ketertarikan yg tinggi dan rasa ingin tahu, krn tdk puas dgn teori2 belaka, maka saya memutuskan utk mencoba bermeditasi utk lebih mengerti apa mksd sebenarnya, dari yg telah tertuang dalam bentuk kata2 Sang Buddha.
Pada saat memulai bermeditasi (3-4thn yg lalu), yg ada di dalam tekad adalah memperhatikan napas.
Tapi karena keterbatasan pengetahuan pada saat itu (belum mengerti beda samantha dan vipassana), perhatian pada napas hanya pada permulaan meditasi, lama kelamaan perhatian menjadi tertuju pada fenomena di seluruh tubuh, termasuk pikiran dan perasaan.
Pada saat meditasi ada kalanya kesadaran fokus, ada kalanya kesadaran menurun (melamun), tapi setelah disadari maka lsg diarahkan utk mengamati bagian tubuh dan pikiran serta perasaan yg timbul.

Setelah berbulan-bulan dgn cara bermeditasi diatas,
Semakin lama dapat merasakan aliran darah, denyut nadi, bahkan sampai "melihat" bahwa tubuh ini semua terdiri dari getaran2 yg terus menerus setiap saat.

Semakin lama saya semakin kecanduan dgn meditasi saya, yg menghasilkan ketenangan dan pengetahuan akan diri saya (walaupun masih dalam porsi kecil) :).
Sehingga dimanapun saya berada selalu mencuri2 utk bermeditasi, walaupun sedang berada di depan umum.

Sampai suatu ketika di dalam meditasi pagi saya, Ketika sudah berlangsung bbrp menit, ketika perhatian mulai lemah dan seperti biasa saya menyadari lemahnya perhatian saya.
Anehnya pada saat saya menyadari perhatian yg lemah itu, Seketika itu juga kesadaran saya bagaikan meloncat tinggi sekali, menjadikan saya sangat2 sadar, saya seperti berada di Ruangan Hampa dengan Kedamaian/kebahagiaan yg sangat2 Extreme.
Indra saya pada saat itu terputus, yg ada hanya ada kesadaran yg sangat2 sadar di dalam ruang hampa.
Bahkan saya tidak ingin keluar dari Kedamaian ini, bahkan apabila harus selamanya meninggalkan apa pun yg ada di dunia ini (materi, keluarga, dan semua).

Tapi apa daya kenyataan tdk selalu sesuai dgn keinginan. ;D
Setelah bbrp saat bertahan, akhirnya kembali dalam keadaan normal, dgn kesadaran yg masih tertinggal dan perasaan yg masih shok. :o

Saya melihat jam, kira2 hampir 1 jam sudah berlalu tapi terasa hanya sekejap.
Biasanya 15-20 menit aja uda gelisah. ;D

Dan saya tidak melihat cahaya/Nimitta apa pun pada prosesnya.

Mau tanya menurut om Fabian yg baik dan senior yg berpengalaman, apa yg saya alami?

_/\_

Note: *Bukan utk mencari pengakuan, tapi sekedar mencari kebenaran, agar lebih maju di dalam Dharma.

Saudara Black Dragon yang baik,

Sesuai dugaan saya, pengalaman yang anda alami bukan pencapaian Jhana.

QuoteAnehnya pada saat saya menyadari perhatian yg lemah itu, Seketika itu juga kesadaran saya bagaikan meloncat tinggi sekali, menjadikan saya sangat2 sadar,

Inilah konsentrasi yang muncul disebabkan sirnanya nivarana, (perhatian lemah disebabkan nivarana) batin menjadi sangat sadar.

Pengalaman saudara lebih berhubungan dengan latihan Vipassana.

Untuk bisa memberikan komentar lebih jauh terhadap pengalaman saudara, saya memerlukan informasi lebih jauh.

Bisakah saudara Black Dragon menerangkan seperti apa sih (beri gambaran) terputusnya indra yang dialami?

Saudara Black Dragon belum menerangkan hal yang ingin saya tanyakan, apa objek yang saudara perhatikan pada waktu mengalami peristiwa tersebut?

Semoga diskusi ini membawa manfaat bagi semua orang.

sukhi hotu,

_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: Sumedho on 04 March 2009, 12:52:12 PM
mungkin ini semua harus kembali pada rujukan apa kita berpijak
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: Lien hua Rue Liang on 04 March 2009, 06:05:46 PM
nice post..
_/\_

numpang membaca..
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: BlackDragon on 05 March 2009, 01:00:51 AM
Thx atas responnya. _/\_

QuoteUntuk bisa memberikan komentar lebih jauh terhadap pengalaman saudara, saya memerlukan informasi lebih jauh.

Bisakah saudara Black Dragon menerangkan seperti apa sih (beri gambaran) terputusnya indra yang dialami?

Pada saat itu saya bahkan sudah tidak dapat merasakan tubuh jasmani, hanya ada kesadaran yg sangat2 kuat dan kebahagiaan yg tidak pernah saya rasakan selama hidup, di dalam ruang yg hampa/kosong.
Apabila jasmani saya saja sudah tidak bisa dirasakan / diketahui, apalagi indra yg merupakan bagian dari jasmani. (menurut saya) ;D

QuoteSaudara Black Dragon belum menerangkan hal yang ingin saya tanyakan, apa objek yang saudara perhatikan pada waktu mengalami peristiwa tersebut?

Perhatian saya saat itu terus mengamati seluruh bagian tubuh dan pikiran secara bergantian.
Tapi meloncatnya kesadaran yg saya rasakan, adalah bukan karena perhatian yg secara konstan tanpa putus.
Tetapi lebih kepada kesadaran yg sedang melemah dan ketika disadari, biasanya akan lsg meningkatkan kesadaran secara cepat.
Tapi kali ini berbeda, ketika saya menyadari bahwa perhatian saya melemah, kesadaran lsg meningkat secara drastis dan sangat2 Sadar, jauh di melebihi kesadaran normal.

Kalau boleh saya gambarkan prosesnya spt sebuah karet yg ditarik dari porosnya ke arah bawah (posisi kesadaran lemah) dan ketika dilepas, maka karet itu akan melaju kencang melewati poros nya dan terus melaju tinggi ke atas (kesadaran yg kuat / diatas normal).

QuotePengalaman saudara lebih berhubungan dengan latihan Vipassana.

_/\_ Memang belakangan setelah saya byk membaca buku, baru saya mengerti bahwa meditasi yg saya jalani, agak condong ke arah Vipasanna.
Tapi krn menurut bbrp guru meditasi (yg saya baca), basic yg penting adalah Konsentrasi yg kuat, maka saya memutuskan utk melatih samantha dahulu, karena saya tidak tahu harus bagaimana dan berbuat apa di dalam meditasi saya.(takut salah praktek, krn byk pengalaman yg aneh menurut saya) :)
Tetapi di samantha perkembangannya malah tdk secepat seperti meditasi Ortodoks yg saya jalani dulu. :-[

Sebenarnya saya agak sungkan membicarakan pengalaman meditasi kpd orang lain, apalagi di depan forum spt ini.
Krn akan menghasilkan banyak respon yg tidak semuanya positif. :)
Disebabkan pengalaman dan pemahaman setiap individu berbeda, spt kata bro sumedho.
Tetapi saya membutuhkan informasi dan saran.
Bbrp tahun yg lalu saya pun pernah menanyakan kpd Suhu Sumedho, dan beliau mengatakan itu adl jhana.
Skrg saya bertanya kpd Bro Fabian krn menurut saya, saya harus melihat penilaian dr bbrp org yg memang mengerti, Bro pun mempunyai pemahaman yg cukup tinggi di dalam meditasi (spt Suhu sumedho dan senior2 lainnya), walaupun mgkn berbeda persepsi.
Dgn harapan saya dapat mempunyai perbandingan, ttg apa yg terjadi, dan yg terpenting ttg apa yg selanjutnya harus saya lakukan???

Mudah2an diskusi ini memang byk memberi manfaat positif.

Mohon pendapat dan saran nya Om fabian yg baik, dan senior semua. _/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: BlackDragon on 05 March 2009, 01:18:17 AM
Quote from: Sumedho on 04 March 2009, 12:52:12 PM
mungkin ini semua harus kembali pada rujukan apa kita berpijak

Suhu mohon ikut memberi masukan, agar kita yg masih junior2 dapat lebih maju dalam Dharma. ^:)^

_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: BlackDragon on 05 March 2009, 02:23:45 AM
Tambahan dr postingan saya yg diatas, mudah2an lebih jelas. :)

ketika itu perhatian saya kpd objek tubuh dan pikiran sdg melemah, pikiran saya melantur jauh, dan setelah bbrp saat kesadaran saya otomatis menyadari pikiran yg sedang melantur, dan tiba2... sampai pada keadaan itu
Jadi objek nya apa tuh om fabian, yg membawa saya pada keadaan itu?, sepertinya lebih ke pengamatan pada objek pikiran bkn yah???

_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: BlackDragon on 05 March 2009, 02:25:44 AM
Quote from: Lien hua Rue Liang on 04 March 2009, 06:05:46 PM
nice post..
_/\_

numpang membaca..

Mudah2an berdampak positif.  _/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: Sumedho on 05 March 2009, 10:04:11 AM
 [at] blackdragon:
saya juga masih junior bro, masih banyak yg harus dikerjakan.
kalau saya baca2x sih ada perbedaan definisi jhana dalam sutta dan visudhimagga. nah sekarang tinggal mau pake definisi yg mana saja.
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: fabian c on 05 March 2009, 01:29:05 PM
Quote from: BlackDragon on 05 March 2009, 01:00:51 AM
Thx atas responnya. _/\_

QuoteUntuk bisa memberikan komentar lebih jauh terhadap pengalaman saudara, saya memerlukan informasi lebih jauh.

Bisakah saudara Black Dragon menerangkan seperti apa sih (beri gambaran) terputusnya indra yang dialami?

Pada saat itu saya bahkan sudah tidak dapat merasakan tubuh jasmani, hanya ada kesadaran yg sangat2 kuat dan kebahagiaan yg tidak pernah saya rasakan selama hidup, di dalam ruang yg hampa/kosong.
Apabila jasmani saya saja sudah tidak bisa dirasakan / diketahui, apalagi indra yg merupakan bagian dari jasmani. (menurut saya) ;D

QuoteSaudara Black Dragon belum menerangkan hal yang ingin saya tanyakan, apa objek yang saudara perhatikan pada waktu mengalami peristiwa tersebut?

Perhatian saya saat itu terus mengamati seluruh bagian tubuh dan pikiran secara bergantian.
Tapi meloncatnya kesadaran yg saya rasakan, adalah bukan karena perhatian yg secara konstan tanpa putus.
Tetapi lebih kepada kesadaran yg sedang melemah dan ketika disadari, biasanya akan lsg meningkatkan kesadaran secara cepat.
Tapi kali ini berbeda, ketika saya menyadari bahwa perhatian saya melemah, kesadaran lsg meningkat secara drastis dan sangat2 Sadar, jauh di melebihi kesadaran normal.

Kalau boleh saya gambarkan prosesnya spt sebuah karet yg ditarik dari porosnya ke arah bawah (posisi kesadaran lemah) dan ketika dilepas, maka karet itu akan melaju kencang melewati poros nya dan terus melaju tinggi ke atas (kesadaran yg kuat / diatas normal).

QuotePengalaman saudara lebih berhubungan dengan latihan Vipassana.

_/\_ Memang belakangan setelah saya byk membaca buku, baru saya mengerti bahwa meditasi yg saya jalani, agak condong ke arah Vipasanna.
Tapi krn menurut bbrp guru meditasi (yg saya baca), basic yg penting adalah Konsentrasi yg kuat, maka saya memutuskan utk melatih samantha dahulu, karena saya tidak tahu harus bagaimana dan berbuat apa di dalam meditasi saya.(takut salah praktek, krn byk pengalaman yg aneh menurut saya) :)
Tetapi di samantha perkembangannya malah tdk secepat seperti meditasi Ortodoks yg saya jalani dulu. :-[

Sebenarnya saya agak sungkan membicarakan pengalaman meditasi kpd orang lain, apalagi di depan forum spt ini.
Krn akan menghasilkan banyak respon yg tidak semuanya positif. :)
Disebabkan pengalaman dan pemahaman setiap individu berbeda, spt kata bro sumedho.
Tetapi saya membutuhkan informasi dan saran.
Bbrp tahun yg lalu saya pun pernah menanyakan kpd Suhu Sumedho, dan beliau mengatakan itu adl jhana.
Skrg saya bertanya kpd Bro Fabian krn menurut saya, saya harus melihat penilaian dr bbrp org yg memang mengerti, Bro pun mempunyai pemahaman yg cukup tinggi di dalam meditasi (spt Suhu sumedho dan senior2 lainnya), walaupun mgkn berbeda persepsi.
Dgn harapan saya dapat mempunyai perbandingan, ttg apa yg terjadi, dan yg terpenting ttg apa yg selanjutnya harus saya lakukan???

Mudah2an diskusi ini memang byk memberi manfaat positif.

Mohon pendapat dan saran nya Om fabian yg baik, dan senior semua. _/\_

Saudara Black Dragon yang baik,

Pengalaman yang saudara alami merupakan pengalaman yang baik, memang pada meditator Vipassana pada suatu ketika konsentrasinya menjadi kuat, pada awalnya tidak stabil, sekarang kuat besok melemah kembali, atau sekarang lemah mendadak kuat kembali, ini biasa dialami pada pengetahuan tahap awal (sebelum mencapai Uddayabaya nana).

Para guru meditasi biasanya selalu menanyakan kepada para meditator apakah anda pemperhatikan rasa damai tersebut atau menikmati rasa damai tersebut? Nah saya juga ingin bertanya kepada saudara Black Dragon, apakah saudara memperhatikan rasa damai tersebut atau menikmati rasa damai tersebut?

Apa yang saudara alami sebenarnya adalah pengalaman anatta (masih awal), yang diikuti dengan passadhi (ketenangan / kedamaian)

Rasa damai Nibbana menurut yang telah mengalami, tidak didahului kesadaran yang lemah, kesadarannya telah kuat dan mantap sepanjang hari, sejak bangun tidur ia merasa segar, kecuali malam hari setelah badan menjadi lelah, perlu diketahui Nibbana adalah keadaan batin yang telah terbebas dari fenomena batin (nivarana adalah salah satu fenomena batin).

Nibbana adalah puncak dari anatta.

Saudara black Dragon, memang benar pemahaman setiap orang berbeda-beda, oleh karena itu tolong  jangan dibandingkan pendapat saya dengan pendapat suhu bang engkong saudara Tuhan, nanti saya tidak dijamah dan tidak diberkati lagi, bisa-bisa masuk neraka   ^:)^  ;D 

Kalau mengenai yang harus dilakukan , yah kalau bisa lebih diintensifkan lagi.
Semoga keterangan ini bermanfaat.

sukhi hotu

_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: fabian c on 05 March 2009, 01:40:39 PM
Quote from: BlackDragon on 05 March 2009, 02:23:45 AM
Tambahan dr postingan saya yg diatas, mudah2an lebih jelas. :)

ketika itu perhatian saya kpd objek tubuh dan pikiran sdg melemah, pikiran saya melantur jauh, dan setelah bbrp saat kesadaran saya otomatis menyadari pikiran yg sedang melantur, dan tiba2... sampai pada keadaan itu
Jadi objek nya apa tuh om fabian, yg membawa saya pada keadaan itu?, sepertinya lebih ke pengamatan pada objek pikiran bkn yah???

_/\_

Saudara Black Dragon yang baik,

Mungkin saudara sedikit lupa pengalaman itu, saya rasa objeknya adalah batin (fenomena batin).

sukhi hotu

_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: Sumedho on 05 March 2009, 02:41:53 PM
:hammer:
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: tesla on 05 March 2009, 10:26:35 PM
Quote from: Sumedho on 05 March 2009, 02:41:53 PM
:hammer:
kenapa nih?
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: BlackDragon on 06 March 2009, 02:48:47 AM
Om Fabian yg baik,
saya sangat menghargai jawaban om Fabian. _/\_

Tapi saya ingin mengoreksi sedikit agar menjadi lebih jelas. ^:)^

QuoteSaudara Black Dragon yang baik,

Mungkin saudara sedikit lupa pengalaman itu, saya rasa objeknya adalah batin (fenomena batin).

sukhi hotu

Mungkin om, soalnya saya masih pemula jadi tdk benar2 bisa membedakan. :)

QuotePara guru meditasi biasanya selalu menanyakan kepada para meditator apakah anda pemperhatikan rasa damai tersebut atau menikmati rasa damai tersebut? Nah saya juga ingin bertanya kepada saudara Black Dragon, apakah saudara memperhatikan rasa damai tersebut atau menikmati rasa damai tersebut?

ehmmm... Krn kurangnya pemahaman pd saat itu, maka saya justru melekat pada keadaan itu.  :D

QuoteApa yang saudara alami sebenarnya adalah pengalaman anatta (masih awal), yang diikuti dengan passadhi (ketenangan / kedamaian)

Di sini saya ingin bertanya, yg dimaksud dgn ketenangan/kedamaian om fabian, apakah mksdnya yg dialami setiap meditator ketika bermeditasi cukup lama, sehingga pikiran menjadi tenang dan muncul perasaan damai???
Krn dalam meditasi biasanya juga selalu muncul perasaan tenang dan damai tsb, tapi yg saya mksd dgn kedamaian extreme itu jauh berbeda dgn ketenangan yg biasa.
Dan mengenai keadaan batin yg tdk merasakan lagi jasmani pd saat kejadian itu, bgmn hubungannya dgn pernyataan om di atas?

QuoteRasa damai Nibbana menurut yang telah mengalami, tidak didahului kesadaran yang lemah, kesadarannya telah kuat dan mantap sepanjang hari, sejak bangun tidur ia merasa segar, kecuali malam hari setelah badan menjadi lelah, perlu diketahui Nibbana adalah keadaan batin yang telah terbebas dari fenomena batin (nivarana adalah salah satu fenomena batin).

Nibbana adalah puncak dari anatta.

Thx bro atas sharingnya, saya pun sedari dulu meragukan bahwa itu nibbana. _/\_

QuoteSaudara black Dragon, memang benar pemahaman setiap orang berbeda-beda, oleh karena itu tolong  jangan dibandingkan pendapat saya dengan pendapat suhu bang engkong saudara Tuhan, nanti saya tidak dijamah dan tidak diberkati lagi, bisa-bisa masuk neraka

He..he.. ok om, ternyata gelar suhu panjang begitu, pantesan semua pada hormat  ^:)^

QuoteKalau mengenai yang harus dilakukan , yah kalau bisa lebih diintensifkan lagi.
Semoga keterangan ini bermanfaat.

Sangat bermanfaat khususnya utk saya om. _/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: BlackDragon on 06 March 2009, 03:13:38 AM
Quote from: Sumedho on 05 March 2009, 10:04:11 AM
[at] blackdragon:
saya juga masih junior bro, masih banyak yg harus dikerjakan.
kalau saya baca2x sih ada perbedaan definisi jhana dalam sutta dan visudhimagga. nah sekarang tinggal mau pake definisi yg mana saja.

Thx Suhu, kalo saya mau liat2, carinya dimana yah?
Mohon petunjuknya. _/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: BlackDragon on 06 March 2009, 03:24:30 AM
Oh ya om Fabian yg baik,
Mau sekalian tanya, bagaimana keadaan dgn yg dimaksud khanika samadhi, Nibbana nya sottapanna dan Nibbana nya arahat yah?
Dan apa perbedaan nya?
_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: BlackDragon on 06 March 2009, 03:55:52 AM
Wuihhh... setelah muter2 akhirnya ketemu juga neh postingan ttg Jhana. ;D ;D ;D

Quote from: Sumedho on 15 September 2008, 09:10:12 PM

Quote
"Dan apakah, para bhikkhu, konsentrasi benar? (i) Dimana ada seorang bhikkhu — sepenuhnya melepaskan sensualitas, melepaskan kualitas (mental) tidak terampil — memasuki & berdiam dalam jhana pertama: kegirangan dan kenikmatan yang muncul dari pelepasan, disertai oleh pemikiran yang diarahkan & penilaian.

ini sudah pernah dibahas di thread jhana menurut sutta sih. bahwa jhana 1 masih ada "pemikiran yang diarahkan & penilaian" (vitaka vicara - ini banyak translasinya jg)

Bukan bermaksud utk membanding2kan pemahaman om Fabian dgn suhu Sumedho, tapi masalahnya saya tidak paham ttg sutta, jadi mau tdk mau harus menyontek dari postingan yg sudah ada. ^:)^

Jadi kita anggap aja itu kata sutta yah, krn memang berasal dari sutta kan.
Bagimana menurut Bro fabian dgn tulisan yg berwarna hijau?

_/\_

Saya juga menemukan postingan yg pengalamannya persis dgn yg saya alami, coba om tengok ke http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1535.0
mudah2an bisa lebih memperjelas keadaan yg saya maksud.

_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: fabian c on 06 March 2009, 09:23:45 AM
Saudara Black Dragon yang baik,

Quote
Quote
Para guru meditasi biasanya selalu menanyakan kepada para meditator apakah anda pemperhatikan rasa damai tersebut atau menikmati rasa damai tersebut? Nah saya juga ingin bertanya kepada saudara Black Dragon, apakah saudara memperhatikan rasa damai tersebut atau menikmati rasa damai tersebut?

ehmmm... Krn kurangnya pemahaman pd saat itu, maka saya justru melekat pada keadaan itu.  Cheesy

Menurut pendapat saya, saudara Dragon pada saat itu masih kurang jeli, memang pada konsentrasi yang kuat, pikiran yang menganalisa, mengingat dsbnya berhenti sehingga timbul rasa damai, kemelekatan terhadap keadaan itu adalah fenomena batin yang lebih halus yang juga harus disadari dan diperhatikan. Sering meditator pemula setelah mengalami keadaan itu langsung menganggap inilah pengalaman diatas duniawi (lokuttara).

Ini adalah pengalaman yang baik sekali tetapi masih dikotori berbagai fenomena batin.
Quote
Quote
Apa yang saudara alami sebenarnya adalah pengalaman anatta (masih awal), yang diikuti dengan passadhi (ketenangan  / kedamaian)

Di sini saya ingin bertanya, yg dimaksud dgn ketenangan/kedamaian om fabian, apakah maksudnya yg dialami setiap meditator ketika bermeditasi cukup lama, sehingga pikiran menjadi tenang dan muncul perasaan damai???

Ketenangan dan kedamaian bukan muncul dari lamanya bermeditasi, tetapi muncul dari berhentinya aktivitas berpikir yang disebabkan oleh pengolahan batin. Inilah Ketenangan dan kedamaian yang saya maksud pada judul threat.
Quote
Quote
Apa yang saudara alami sebenarnya adalah pengalaman anatta (masih awal), yang diikuti dengan passadhi (ketenangan  / kedamaian)
Di sini saya ingin bertanya, yg dimaksud dgn ketenangan/kedamaian om fabian, apakah mksdnya yg dialami setiap meditator ketika bermeditasi cukup lama, sehingga pikiran menjadi tenang dan muncul perasaan damai???
Krn dalam meditasi biasanya juga selalu muncul perasaan tenang dan damai tsb, tapi yg saya mksd dgn kedamaian extreme itu jauh berbeda dgn ketenangan yg biasa.
Dan mengenai keadaan batin yg tdk merasakan lagi jasmani pd saat kejadian itu, bgmn hubungannya dgn pernyataan om di atas?

Perasaan damai bisa muncul pada meditator tidak harus lama, bahkan bisa muncul pada keadaan kita tidak meditasi sekalipun, tetapi kedamaian yang muncul sebagai buah dari mengolah batin jauh lebih ekstrim. Pada meditator yang mengolah batin tingkat kedamaiannyapun juga berbeda.

Pada suatu sesi interview, Pa Auk Sayadaw mengatakan bahwa kebahagiaan / kedamaian Jhana sangat menyenangkan, diatas itu kedamaian yang timbul dari Vipassana, dan yang tertinggi adalah kedamaian pencapaian Nibbana.

QuoteKrn dalam meditasi biasanya juga selalu muncul perasaan tenang dan damai tsb, tapi yg saya mksd dgn kedamaian extreme itu jauh berbeda dgn ketenangan yg biasa.
Dan mengenai keadaan batin yg tdk merasakan lagi jasmani pd saat kejadian itu, bgmn hubungannya dgn pernyataan om di atas?

Sebenarnya kesadaran hanya memiliki satu objek pada satu waktu (menurut Abhidhamma), bila konsentrasi kuat maka perhatian hanya terpaku pada satu objek. Jadi bila konsentrasi menguat bila kita memperhatikan napas misalnya, bagian tubuh yang lain tak nampak, karena perhatian tak pernah meloncat ke bagian tubuh yang lain. Hanya memperhatikan napas.

Sesuatu yang tak diperhatikan maka ia tak nampak (seperti umpamanya saudara melihat ke layar komputer ini) apa yang ada disekeliling saudara tak anda sadari bila konsentrasi saudara kuat, dan saudara kembali menyadari bila kesadaran mulai beralih kesekeliling saudara.

Quote
QuoteRasa damai Nibbana menurut yang telah mengalami, tidak didahului kesadaran yang lemah, kesadarannya telah kuat dan mantap sepanjang hari, sejak bangun tidur ia merasa segar, kecuali malam hari setelah badan menjadi lelah, perlu diketahui Nibbana adalah keadaan batin yang telah terbebas dari fenomena batin (nivarana adalah salah satu fenomena batin).

Nibbana adalah puncak dari anatta.

Thx bro atas sharingnya, saya pun sedari dulu meragukan bahwa itu nibbana. Namaste

Sama-sama   _/\_

Quote
QuoteSaudara black Dragon, memang benar pemahaman setiap orang berbeda-beda, oleh karena itu tolong  jangan dibandingkan pendapat saya dengan pendapat suhu bang engkong saudara Tuhan, nanti saya tidak dijamah dan tidak diberkati lagi, bisa-bisa masuk neraka

He..he.. ok om, ternyata gelar suhu panjang begitu, pantesan semua pada hormat  bow

Hehehe... intermezzo.... 
Quote
QuoteKalau mengenai yang harus dilakukan , yah kalau bisa lebih diintensifkan lagi.
Semoga keterangan ini bermanfaat.

Sangat bermanfaat khususnya utk saya om. Namaste

Bila memungkinkan ada baiknya saudara Black Dragon berlatih intensif dibawah bimbingan seorang guru yang memang telah menguasai bidangnya, Pengalaman saudara menunjukkan bahwa pada dasarnya saudara memiliki sati yang cukup kuat.

sukhi hotu

_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: fabian c on 06 March 2009, 10:09:37 AM
QuoteWuihhh... setelah muter2 akhirnya ketemu juga neh postingan ttg Jhana.  ;D ;D ;D

Quotefrom: Sumedho on 15 September 2008, 09:10:12 PM

"Dan apakah, para bhikkhu, konsentrasi benar? (i) Dimana ada seorang bhikkhu — sepenuhnya melepaskan sensualitas, melepaskan kualitas (mental) tidak terampil — memasuki & berdiam dalam jhana pertama: kegirangan dan kenikmatan yang muncul dari pelepasan, disertai oleh pemikiran yang diarahkan & penilaian.
ini sudah pernah dibahas di thread jhana menurut sutta sih. bahwa jhana 1 masih ada "pemikiran yang diarahkan & penilaian" (vitaka vicara - ini banyak translasinya jg)

Bukan bermaksud utk membanding2kan pemahaman om Fabian dgn suhu Sumedho, tapi masalahnya saya tidak paham ttg sutta, jadi mau tdk mau harus menyontek dari postingan yg sudah ada.  ^:)^

Jadi kita anggap aja itu kata sutta yah, krn memang berasal dari sutta kan.
Bagimana menurut Bro fabian dgn tulisan yg berwarna hijau?

Saudara Black Dragon yang baik,

Sebenarnya saudara Black Dragon sendiri sudah menjawab pertanyaan tersebut, yaitu: terlepas dari sensualitas dan kualitas mental tidak terampil. (ini adalah nivarana)

Fenomena batin lebih daripada itu, fenomena batin juga termasuk kecenderungan-kecenderungan batin yang halus bukan hanya nivarana. dan ini terlepas pada pencapaian Nibbana. Maksud terlepas karena objek perhatian telah berganti dengan Nibbana / mengalami Nibbana.
Quote
Saya juga menemukan postingan yg pengalamannya persis dgn yg saya alami, coba om tengok ke http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1535.0
mudah2an bisa lebih memperjelas keadaan yg saya maksud.

Saya rasa mirip tetapi tidak persis, coba baca lebih seksama keadaan sdri. Aloka Mahita pada waktu mengalami keadaan itu. pengalamannya adalah bersumber dari konsentrasi terhadap kasina api, sehingga mendapatkan cahaya terang. Tetapi pengalaman saudara objek perhatiannya adalah batin dan jasmani.
Kedua-duanya merasakan ketenangan tetapi nampaknya sdri. Aloka masuk terseret kedalam nimitta tersebut, pengalaman sdri. Aloka saya rasa belum pengalaman penyatuan/penyerapan menjelang Jhana.

Sedangkan pengalaman saudara karena untuk sementara kesadaran terhadap aktivitas jasmani berhenti.
Yang satu Samatha dan yang lain Vipassana.

Semoga keterangan ini membantu.

sukhi hotu

_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: fabian c on 06 March 2009, 10:17:26 AM
Quote from: BlackDragon on 06 March 2009, 03:24:30 AM
Oh ya om Fabian yg baik,
Mau sekalian tanya, bagaimana keadaan dgn yg dimaksud khanika samadhi, Nibbana nya sottapanna dan Nibbana nya arahat yah?
Dan apa perbedaan nya?
_/\_

Saudara Black Dragon yang baik,

Mengenai Khanika samadhi sudah saya terangkan pada berbagai postingan.
Mengenai Nibbananya (pengalaman Saupadisesa Nibbana) Arahat dan Sotapanna saya tak tahu apakah sama atau berbeda, tetapi Magga nana (pengetahuan Jalan) yang dialami hanya sekali pada setiap tingkat sudah tentu berbeda, karena kekotoran batin yang dilenyapkan juga berbeda.

Hanya ini yang dapat saya informasikan.

sukhi hotu

_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: BlackDragon on 06 March 2009, 09:28:13 PM
Om Fabian yg baik dan sabar, ;D

QuoteIni adalah pengalaman yang baik sekali tetapi masih dikotori berbagai fenomena batin.
Setuju om krn jelas2 masih ada lobha yg kuat disana. _/\_

QuotePada suatu sesi interview, Pa Auk Sayadaw mengatakan bahwa kebahagiaan / kedamaian Jhana sangat menyenangkan, diatas itu kedamaian yang timbul dari Vipassana, dan yang tertinggi adalah kedamaian pencapaian Nibbana.

Wow... keadaan yg sy alami saja Damai nya sangat2 luar biasa, gmn nibbanna yah? :o
Harus lebih giat lagi neh. ;D ;D ;D
Di vippassana kedamaiannya hasil dari apa yah?
Hasil dari Pelepasan, atau ada jhana vippasana jg om fab? _/\_

QuoteSebenarnya kesadaran hanya memiliki satu objek pada satu waktu (menurut Abhidhamma), bila konsentrasi kuat maka perhatian hanya terpaku pada satu objek. Jadi bila konsentrasi menguat bila kita memperhatikan napas misalnya, bagian tubuh yang lain tak nampak, karena perhatian tak pernah meloncat ke bagian tubuh yang lain. Hanya memperhatikan napas.

Sesuatu yang tak diperhatikan maka ia tak nampak (seperti umpamanya saudara melihat ke layar komputer ini) apa yang ada disekeliling saudara tak anda sadari bila konsentrasi saudara kuat, dan saudara kembali menyadari bila kesadaran mulai beralih kesekeliling saudara.

Ini bisa disamakan dgn putus nya kesadaran indra sementara tdk om?
atau setidak2nya putusnya persepsi kpd indra? _/\_

QuoteBila memungkinkan ada baiknya saudara Black Dragon berlatih intensif dibawah bimbingan seorang guru yang memang telah menguasai bidangnya, Pengalaman saudara menunjukkan bahwa pada dasarnya saudara memiliki sati yang cukup kuat.

Bisa kasih referensi om fab?
Krn sudah bertanya bbrp Sangha(aliran tertentu), malah jawabannya tdk nyambung. ;D
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: BlackDragon on 06 March 2009, 10:54:59 PM
Saya menemukan postingan yg cukup bagus dr Bro markosprawira, sehubungan dgn meditasi dan terputusnya indra:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=6992.new#new

QuoteCeramah dari Acariya Phra Maha Bua Nanasampanno
di Wat Bovoranives Vihara, Bangkok; 8 Mei 1962.
(Diterjemahkan & dituturkan oleh: Hananto)

Pada awal melaksanakan latihan, seseorang tentu menemui kesulitan. Hal ini merupakan suatu kewajaran yang dialami umat awam maupun seorang pertapa (bhikkhu) yang benar-benar mempunyai semangat yang tinggi. Mereka menemui kesulitan dan hambatan yang kadang-kadang bisa membuat semangat menjadi
kendor. Bisa pula membuat pikiran menjadi ragu, mampukah diri ini terbebas dari belitan kilesa yang setiap saat mengelilingi diri. Padahal, sebenarnya perasaan itu justru menjadi musuh yang tak diharapkan.

Terkadang seorang bhikkhu dhutanga tinggal jauh di dalam hutan yang berjarak enam atau tujuh kilometer dari pedesaan. Bangun pagi, pergi pindapata. Begitu kembali ke kuti lagi, matahari telah tinggi. Kesempatan itulah biasanya dipergunakan untuk memperhatikan dan mengawasi gerak pikiran. Tak ada waktu yang terbuang sia-sia.

Secara alamiah, pikiran selalu bergerak setiap saat. Bermacam-macam bentuk pikiran yang muncul. Karenanya, kita harus pandai-pandai mengamati dan mengawasinya sebagai usaha untuk meningkatkan sati (penyadaran). Bila kita telah terbiasa dengan usaha ini, kekuatan sati akan mulai muncul dan semakin
kuat dari saat ke saat.

Pikiran amat sulit dikendalikan. Dialah yang justru suka mengendalikan kita. Bila kita membiarkannya sesuka hati, kita akan dibuat susah olehnya. Walaupun misalnya kita sedang berada di Vihara untuk berlatih, pikiran tetap sering sulit masuk dan berada di dalam ketenangan / keheningan. Namun bisa pula, setelah sendirian dan tinggal di tempat yang menakutkan, ternyata pikiran dengan mudah malah masuk ke dalam ketenangan. Di sana kita bisa tinggal tenang dengan penyadaran (sati) yang baik, dan kita bisa mengendalikan pikiran dengan baik. Tak ada perasaan kacau dan gelisah datang mengganggu. Yang ada hanyalah ketenangan dan keheningan yang menyejukkan.

Saat itu bisa kita gunakan untuk menganalisa dan mengurai fenomena Dhamma yang muncul dengan lancar, karena ketenangan samadhi yang amat mendukung, siang dan malam.

Semakin kuat ketenangan samadhi dicapai, semakin kokoh pula batin kita.

Kita bisa merasa bahwa ketenangan batin bukanlah hanya satu lapis, tapi ada beberapa lapis. Dalam lapis pertama, ketenangan belum terasa begitu halus. Masuk ke dalam lapis kedua, terasa semakin halus. Mencapai lapis ketiga, kita tidak lagi merasakan apa-apa. Tidak merasakan adanya badan jasmani. Yang terasa hanya ketenangan dan keheningan serta kebahagiaan yang bersifat alami, penyadaran yang tinggi serta pengetahuan.

Pada saat batin telah menyatu begitu, tak bisa dikatakan dengan tepat, apakah sati (penyadaran) yang mengendalikan pikiran. Sati dan pengetahuan (si tahu) telah menjadi satu (manunggal). Tak lagi jelas siapa mengendalikan siapa. Yang ada hanya 'si tahu'! Badan jasmani tentu masih ada, namun keberadaannya tak lagi kita rasakan. Bila keberadaan badan jasmani tak lagi terasa, maka vedana pun tak lagi tersisa (muncul).  Tak ada sesuatu pun tersisa. Begitulah keadaan batin yang telah benar-benar hening. Kita bisa
berlama-lama berada di dalam keadaan ini. Kadang-kadang tiga atau empat jam <bahkan lebih> batin tetap berada dalam keheningan.

Bila kita bandingkan keadaan batin sebelum dan selama berada di dalam keheningan, kita bisa tahu bahwa batin merupakan sesuatu yang amat aneh dan menakjubkan. Dukkha dan bahaya dari lingkaran kehidupan (vatta samsara) ini terasa semakin nyata. Pengembangan batin untuk menuju tingkat yang lebih tinggi lagi, semakin terasa manfaatnya, membuat kita semakin bersemangat.

Di saat batin telah keluar dari ketenangan/keheningan, bila keadaan batin layak bagi perenungan, saat itulah sebagai saat yang baik untuk menganalisa dan mencari tahu tentang kebenaran alamiah dari badan jasmani. Seluruh bagian dari anggota badan jasmani haruslah kita analisa hingga tak ada lagi keterikatan (upadana) yang membebani - tahap demi tahap. Bila keterikatan ini berhasil kita cabut, keadaan selanjutnya merupakan keadaan yang hampa dan hening. Kalaupun masih ada sesuatu terjadi (muncul), kita hanya merasakan sebagai kemunculan sesuatu yang segera lenyap kembali - bagaikan kilatan petir di langit yang cerah. Hanya sekedar muncul dan segera lenyap kembali.

Keadaan ini merupakan kehampaan/keheningan batin yang alami. Merupakan kehampaan/keheningan badan jasmani pula. Namun karena sifat badan jasmani yang kasar, penampakannya bisa muncul di dalam batin. Dengan kekuatan panna (kebijaksanaan) yang cukup, penampakan ini pun segera lenyap pula, tak tersisa. Walaupun penampakan itu sebagai gunung, rumah, ataupun pohon, tentu akan segara padam kembali. Yang tertinggal adalah kehampaan/keheningan alami dari batin.

Dengan kekuatan dan kepiawaian dari panna, kita mampu mengendalikan penampakan yang muncul, misalnya badan jasmani. Kita bisa membuat penampakan badan jasmani bertahan atau memisah-misahkannya, bisa pula membuatnya kecil atau pun besar. Namun, dengan kekuatan panna pula semuanya akan padam dengan
segera - semuanya akan berubah menjadi akasa dhatu. Yang tertinggal adalah keheningan batin - yang bila kebijaksanaan kita belum memadai - bisa menyebabkan keterikatan pula.

Walau kehampaan/keheningan dan batin menjadi satu (manunggal), tapi keduanya adalah berbeda. Saat batin berada dalam keheningan yang dalam, vedana, sanna, sankhara, dan vinnana terlihat jelas. Sedangkan jasmani tidak lagi mengganggu (tidak muncul). Saat itulah kita harus menganalisa dan merenungkan sesuai dengan hukum tilakkhana [aniccam, dukkham, anatta]. Biasanya perenungan terhadap vedana, sanna, sankhara, dan vinnana ini merupakan suatu hal yang amat menarik, membuat kita segera mengerti dan
jelas akan sifat alamiahnya.

Penyelidikan dan pembuktian yang tekun dan terus menerus terhadap gerak batin, membuat kita tahu saat muncul, berlangsung lalu padamnya gerak pikiran tersebut. Kapan pun dan di mana pun kita berada, Dhamma dan batin akan terus berhubungan. Hubungan itu selalu mengarah pada pengetahuan tentang tilakkhana terhadap sesuatu yang berada di dalam diri ataupun di luar diri. Begitupun tentang vedana, sanna, sankhara dan vinnana yang memang mutlak merupakan unsur bagian dalam.

Bila semua itu telah terlewati, tinggal masalah batin dengan batin yang juga merupakan masalah keterikatan (upadana). Dengan sati-panna yang kuat dan bisa bekerja secara otomatis, segalanya akan segera terselesaikan dengan baik. Dikatakan sebagai panna otomatis, karena ia telah mau bekerja dengan
sendirinya tanpa harus dipaksa lagi. Diibaratkan ketika kita baru belajar menulis, misalnya guru menyuruh menulis kata 'anda'. Kita harus mengingat-ingat bagaimana bentuk huruf-hurufnya, lalu bagaimana urutannya
supaya bisa membentuk kata 'anda'. Tapi bila kita telah terbiasa dan pandai menulis, tanpa harus banyak berpikir dan mengingat, kita bisa dengan cepat menulis apa yang kita mau.

Begitulah pada awalnya, panna pun mengalami hal yang serupa. Harus dipaksa, dibimbing dan diarahkan dengan benar. Tanpa dipaksa, dibimbing dan diarahkan dengan benar oleh guru yang baik, proses otomatis itu tak akan bisa dicapai.

Badan jasmani ataupun sabhava dhamma lain yang muncul, bisa diibaratkan sebagai kertas tulis. Sanna (ingatan), kita ibaratkan sebagai garis yang terdapat di kertas tersebut. Sedangkan panna (kebijaksanaan) kita ibaratkan sebagai seorang yang sedang menulis. Agar mendapatkan hasil tulisan yang baik dan rapi, penulis haruslah menulis mengikuti garis lurus yang ada pada kertas tersebut.

Bila panna telah benar-benar ahli dan bekerja secara otomatis dalam segala posisi [berdiri, duduk, berjalan maupun berbaring], maka saat kita berada pada posisi apa pun, telah merupakan suatu usaha yang penuh arti dan akan segera nampak hasilnya. Sati-panna semacam ini, merupakan sesuatu yang sanggup melindungi diri. Dan 'pengetahuan' pun akan segera muncul, bagaikan cahaya yang muncul dari api. Hal ini disebabkan perenungan terhadap fenomena (sabhava dhamma) yang muncul, misalnya tubuh kita sendiri yang pada dasarnya tak terlepas dari hukum tilakkhana, telah merupakan magga (jalan) yang benar. Panna bekerja dengan penuh kekuatan, menganalisa badan jasmani hingga mampu melepas keterikatan terhadap badan jasmani, juga terhadap vedana, sanna, sankhara, dan vinnana.

Pada awalnya, kita menyangka bahwa baik dan buruknya sesuatu berada di tempat lain, yaitu pada sesuatu tersebut; bukan di dalam pikiran kita. Baik dan buruk terletak pada rupa, suara dan lain-lain. Kita memuji dan mencela pada sesuatu yang kita lihat. Padahal itu semua tidaklah benar. Itu semua dikarenakan panna kita masih tumpul, belum mengetahui dengan sebenarnya. Membuat kita terikat pada semua yang kita lihat dan kita rasa. Yang benar adalah rupa, suara dan lain-lain hanyalah merupakan suatu fenomena (sabhava
dhamma) yang menjadi sebab munculnya berbagai perasaan di dalam pikiran, yaitu suka, tidak suka dan lain-lain.

Di dalam merenungkan segala macam sabhava Dhamma, sebelum mampu melepaskan keterikatan padanya, misalnya terhadap badan jasmani, kita harus mampu mencapai tahap mengetahui kebenaran (kesunyataan) dari badan jasmani tersebut, hingga tidak ada lagi perasaan suka maupun tidak suka.

Jadi yang penting adalah 'pengetahuan tentang kesunyataan', yang menjadi dasar dari pelepasan keterikatan terhadap panca khandha (nama-rupa).

Penolakan kebenaran sebagai bukan kebenaran adalah kilesa, tanha atau avijja. Karenanya, kita harus melakukan penganalisaan dengan benar. Bila belum tahu dengan sebenarnya, itu namanya 'pengetahuan' yang masih di bawah kekuasaan avijja. Hal ini bisa diketahui pada saat batin memasuki tahap hampa/hening, pengetahuan ini akan muncul sebagai pengetahuan yang bersifat  aneh dan menakjubkan. Karena sifatnya yang aneh dan menakjubkan ini, bisa membuat kita menyangka bahwa kita telah mencapai nibbana. Padahal,
<sebenarnya> keheningan dan pengetahuan serta perasaan yang muncul adalah suatu kondisi dari penganalisaan yang bekerja secara pulang balik dengan terus menerus, sehingga tahu bahaya dari pengetahuan yang belum benar. 'Pengetahuan yang belum benar' ini sifatnya sama dengan sabhava dhamma
lainnya yang bisa menimbulkan keterikatan --kasar, menengah, maupun halus.

Bila kita telah mempunyai 'pengetahuan yang benar', maka kesemuanya bisa benar-benar dilepaskan. Dalam proses pelepasan ini, tidaklah sekedar melepas begitu saja, seperti yang kita duga. Tetapi ada suatu kondisi yang belum pernah kita rasa yang tidak bisa diceritakan dengan kata-kata. Proses itu adalah proses di mana batin melepaskan diri <dari konsep atta>, yang belum pernah kita alami sebelumnya. Perasaan ini sama sekali tak sama dengan saat batin sedang manunggal dan hening. Proses ini adalah proses batin sedang melepas bhava (kondisi kehidupan), memutus jati (kelahiran) dan memutus sammuti (keadaan maya). Merupakan suatu hal yang benar-benar menakjubkan, tak ada bandingannya.

Itulah proses batin yang sedang membasmi kesesatan (micchaditthi). Membuat kita sadar akan bahaya yang selalu mengancam di dalam kehidupan. Tahu akan bahaya dari patipada (cara/jalan) yang pernah kita lakukan, yang kadang benar, kadang salah. Kini kita tahu, bagaimana patipada yang benar hingga mencapai svakkhata dhamma (dhamma yang sempurna) dan niyyanika dhamma (dhamma yang bermanfaat) sejati.

Pada saat batin sedang menyelesaikan pekerjaannya, serasa tak ada sesuatu yang lain yang mengganggu dan menghambat, selain pikiran itu sendiri --yang menimbulkan persoalan dan membakar diri sendiri.

Yathabhutam nanadassanam, tahu dan mengerti sesuai dengan kesunyataan segala sabhava dhamma, membuat kita tidak lagi mencela atau memuji semua itu, termasuk tidak mencela dan memuji diri sendiri. Sammuti di dalam maupun di luar diri sudah tidak ada lagi. Batin yang telah mencapai tingkat ini disebut visuddhi citta, terbebas dari sammuti. Vimutti hanyalah sekedar nama, seperti nama-nama benda lainnya --tidak kelihatan begitu penting. Namun perlu diberi nama, sebagai nama sebuah tujuan yang layak dicapai. Bila
telah mencapainya, tak ada persoalan dengan nama.

Yang penting adalah perasaan bahwa diri ini bodoh, pandai, suci, kotor dan lain-lain telah padam. Apa pun pemunculan yang berhubungan dengan mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran hanyalah sekedar pemunculan. Batin sekedar tahu, tak menimbulkan beban dan kekhawatiran lagi. Bagaikan kesembuhan dari suatu perawatan luka yang membutuhkan obat setiap saat, hingga lukanya tertutup dengan baik dan sembuh. Dan akhirnya tidak memerlukan perawatan dan obat lagi.***

Jawaban dr om fab saya lihat selaras dgn kata2 dr Acariya Phra Maha Bua Nanasampanno,
tapi bgmn tanggapan om fab dgn tulisan yg berwarna hijau?
Tentang terputusnya indra pada saat Batin menjadi hening?
Dan apakah berbeda dgn proses Nimitta?

Tulisan berwarna ungu: yg langkah yg harus dilakukan ketika Batin mencapai keadaan itu.

Tulisan Bold hitam: Hati2 kpd meditator yg merasa dirinya sudah mencicipi Nibbana palsu. ;)

Mudah2an bermanfaat positif bagi yg membutuhkan. :)

_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: fabian c on 07 March 2009, 12:07:51 PM
Quoteauthor=BlackDragon link=topic=9267.msg157478#msg157478 date=1236354899]
Saya menemukan postingan yg cukup bagus dr Bro markosprawira, sehubungan dgn meditasi dan terputusnya indra:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=6992.new#new

QuoteCeramah dari Acariya Phra Maha Bua Nanasampanno
di Wat Bovoranives Vihara, Bangkok; 8 Mei 1962.
(Diterjemahkan & dituturkan oleh: Hananto)

Pada awal melaksanakan latihan, seseorang tentu menemui kesulitan. Hal ini merupakan suatu kewajaran yang dialami umat awam maupun seorang pertapa (bhikkhu) yang benar-benar mempunyai semangat yang tinggi. Mereka menemui kesulitan dan hambatan yang kadang-kadang bisa membuat semangat menjadi
kendor. Bisa pula membuat pikiran menjadi ragu, mampukah diri ini terbebas dari belitan kilesa yang setiap saat mengelilingi diri. Padahal, sebenarnya perasaan itu justru menjadi musuh yang tak diharapkan.

Terkadang seorang bhikkhu dhutanga tinggal jauh di dalam hutan yang berjarak enam atau tujuh kilometer dari pedesaan. Bangun pagi, pergi pindapata. Begitu kembali ke kuti lagi, matahari telah tinggi. Kesempatan itulah biasanya dipergunakan untuk memperhatikan dan mengawasi gerak pikiran. Tak ada waktu yang terbuang sia-sia.

Secara alamiah, pikiran selalu bergerak setiap saat. Bermacam-macam bentuk pikiran yang muncul. Karenanya, kita harus pandai-pandai mengamati dan mengawasinya sebagai usaha untuk meningkatkan sati (penyadaran). Bila kita telah terbiasa dengan usaha ini, kekuatan sati akan mulai muncul dan semakin
kuat dari saat ke saat.

Pikiran amat sulit dikendalikan. Dialah yang justru suka mengendalikan kita. Bila kita membiarkannya sesuka hati, kita akan dibuat susah olehnya. Walaupun misalnya kita sedang berada di Vihara untuk berlatih, pikiran tetap sering sulit masuk dan berada di dalam ketenangan / keheningan. Namun bisa pula, setelah sendirian dan tinggal di tempat yang menakutkan, ternyata pikiran dengan mudah malah masuk ke dalam ketenangan. Di sana kita bisa tinggal tenang dengan penyadaran (sati) yang baik, dan kita bisa mengendalikan pikiran dengan baik. Tak ada perasaan kacau dan gelisah datang mengganggu. Yang ada hanyalah ketenangan dan keheningan yang menyejukkan.

Saat itu bisa kita gunakan untuk menganalisa dan mengurai fenomena Dhamma yang muncul dengan lancar, karena ketenangan samadhi yang amat mendukung, siang dan malam.

Semakin kuat ketenangan samadhi dicapai, semakin kokoh pula batin kita.

Kita bisa merasa bahwa ketenangan batin bukanlah hanya satu lapis, tapi ada beberapa lapis. Dalam lapis pertama, ketenangan belum terasa begitu halus. Masuk ke dalam lapis kedua, terasa semakin halus. Mencapai lapis ketiga, kita tidak lagi merasakan apa-apa. Tidak merasakan adanya badan jasmani. Yang terasa hanya ketenangan dan keheningan serta kebahagiaan yang bersifat alami, penyadaran yang tinggi serta pengetahuan.

Pada saat batin telah menyatu begitu, tak bisa dikatakan dengan tepat, apakah sati (penyadaran) yang mengendalikan pikiran. Sati dan pengetahuan (si tahu) telah menjadi satu (manunggal). Tak lagi jelas siapa mengendalikan siapa. Yang ada hanya 'si tahu'! Badan jasmani tentu masih ada, namun keberadaannya tak lagi kita rasakan. Bila keberadaan badan jasmani tak lagi terasa, maka vedana pun tak lagi tersisa (muncul).  Tak ada sesuatu pun tersisa. Begitulah keadaan batin yang telah benar-benar hening. Kita bisa
berlama-lama berada di dalam keadaan ini. Kadang-kadang tiga atau empat jam <bahkan lebih> batin tetap berada dalam keheningan.

Bila kita bandingkan keadaan batin sebelum dan selama berada di dalam keheningan, kita bisa tahu bahwa batin merupakan sesuatu yang amat aneh dan menakjubkan. Dukkha dan bahaya dari lingkaran kehidupan (vatta samsara) ini terasa semakin nyata. Pengembangan batin untuk menuju tingkat yang lebih tinggi lagi, semakin terasa manfaatnya, membuat kita semakin bersemangat.

Di saat batin telah keluar dari ketenangan/keheningan, bila keadaan batin layak bagi perenungan, saat itulah sebagai saat yang baik untuk menganalisa dan mencari tahu tentang kebenaran alamiah dari badan jasmani. Seluruh bagian dari anggota badan jasmani haruslah kita analisa hingga tak ada lagi keterikatan (upadana) yang membebani - tahap demi tahap. Bila keterikatan ini berhasil kita cabut, keadaan selanjutnya merupakan keadaan yang hampa dan hening. Kalaupun masih ada sesuatu terjadi (muncul), kita hanya merasakan sebagai kemunculan sesuatu yang segera lenyap kembali - bagaikan kilatan petir di langit yang cerah. Hanya sekedar muncul dan segera lenyap kembali.

Keadaan ini merupakan kehampaan/keheningan batin yang alami. Merupakan kehampaan/keheningan badan jasmani pula. Namun karena sifat badan jasmani yang kasar, penampakannya bisa muncul di dalam batin. Dengan kekuatan panna (kebijaksanaan) yang cukup, penampakan ini pun segera lenyap pula, tak tersisa. Walaupun penampakan itu sebagai gunung, rumah, ataupun pohon, tentu akan segara padam kembali. Yang tertinggal adalah kehampaan/keheningan alami dari batin.

Dengan kekuatan dan kepiawaian dari panna, kita mampu mengendalikan penampakan yang muncul, misalnya badan jasmani. Kita bisa membuat penampakan badan jasmani bertahan atau memisah-misahkannya, bisa pula membuatnya kecil atau pun besar. Namun, dengan kekuatan panna pula semuanya akan padam dengan
segera - semuanya akan berubah menjadi akasa dhatu. Yang tertinggal adalah keheningan batin - yang bila kebijaksanaan kita belum memadai - bisa menyebabkan keterikatan pula.

Walau kehampaan/keheningan dan batin menjadi satu (manunggal), tapi keduanya adalah berbeda. Saat batin berada dalam keheningan yang dalam, vedana, sanna, sankhara, dan vinnana terlihat jelas. Sedangkan jasmani tidak lagi mengganggu (tidak muncul). Saat itulah kita harus menganalisa dan merenungkan sesuai dengan hukum tilakkhana [aniccam, dukkham, anatta]. Biasanya perenungan terhadap vedana, sanna, sankhara, dan vinnana ini merupakan suatu hal yang amat menarik, membuat kita segera mengerti dan
jelas akan sifat alamiahnya.

Penyelidikan dan pembuktian yang tekun dan terus menerus terhadap gerak batin, membuat kita tahu saat muncul, berlangsung lalu padamnya gerak pikiran tersebut. Kapan pun dan di mana pun kita berada, Dhamma dan batin akan terus berhubungan. Hubungan itu selalu mengarah pada pengetahuan tentang tilakkhana terhadap sesuatu yang berada di dalam diri ataupun di luar diri. Begitupun tentang vedana, sanna, sankhara dan vinnana yang memang mutlak merupakan unsur bagian dalam.

Bila semua itu telah terlewati, tinggal masalah batin dengan batin yang juga merupakan masalah keterikatan (upadana). Dengan sati-panna yang kuat dan bisa bekerja secara otomatis, segalanya akan segera terselesaikan dengan baik. Dikatakan sebagai panna otomatis, karena ia telah mau bekerja dengan
sendirinya tanpa harus dipaksa lagi. Diibaratkan ketika kita baru belajar menulis, misalnya guru menyuruh menulis kata 'anda'. Kita harus mengingat-ingat bagaimana bentuk huruf-hurufnya, lalu bagaimana urutannya
supaya bisa membentuk kata 'anda'. Tapi bila kita telah terbiasa dan pandai menulis, tanpa harus banyak berpikir dan mengingat, kita bisa dengan cepat menulis apa yang kita mau.

Begitulah pada awalnya, panna pun mengalami hal yang serupa. Harus dipaksa, dibimbing dan diarahkan dengan benar. Tanpa dipaksa, dibimbing dan diarahkan dengan benar oleh guru yang baik, proses otomatis itu tak akan bisa dicapai.

Badan jasmani ataupun sabhava dhamma lain yang muncul, bisa diibaratkan sebagai kertas tulis. Sanna (ingatan), kita ibaratkan sebagai garis yang terdapat di kertas tersebut. Sedangkan panna (kebijaksanaan) kita ibaratkan sebagai seorang yang sedang menulis. Agar mendapatkan hasil tulisan yang baik dan rapi, penulis haruslah menulis mengikuti garis lurus yang ada pada kertas tersebut.

Bila panna telah benar-benar ahli dan bekerja secara otomatis dalam segala posisi [berdiri, duduk, berjalan maupun berbaring], maka saat kita berada pada posisi apa pun, telah merupakan suatu usaha yang penuh arti dan akan segera nampak hasilnya. Sati-panna semacam ini, merupakan sesuatu yang sanggup melindungi diri. Dan 'pengetahuan' pun akan segera muncul, bagaikan cahaya yang muncul dari api. Hal ini disebabkan perenungan terhadap fenomena (sabhava dhamma) yang muncul, misalnya tubuh kita sendiri yang pada dasarnya tak terlepas dari hukum tilakkhana, telah merupakan magga (jalan) yang benar. Panna bekerja dengan penuh kekuatan, menganalisa badan jasmani hingga mampu melepas keterikatan terhadap badan jasmani, juga terhadap vedana, sanna, sankhara, dan vinnana.

Pada awalnya, kita menyangka bahwa baik dan buruknya sesuatu berada di tempat lain, yaitu pada sesuatu tersebut; bukan di dalam pikiran kita. Baik dan buruk terletak pada rupa, suara dan lain-lain. Kita memuji dan mencela pada sesuatu yang kita lihat. Padahal itu semua tidaklah benar. Itu semua dikarenakan panna kita masih tumpul, belum mengetahui dengan sebenarnya. Membuat kita terikat pada semua yang kita lihat dan kita rasa. Yang benar adalah rupa, suara dan lain-lain hanyalah merupakan suatu fenomena (sabhava
dhamma) yang menjadi sebab munculnya berbagai perasaan di dalam pikiran, yaitu suka, tidak suka dan lain-lain.

Di dalam merenungkan segala macam sabhava Dhamma, sebelum mampu melepaskan keterikatan padanya, misalnya terhadap badan jasmani, kita harus mampu mencapai tahap mengetahui kebenaran (kesunyataan) dari badan jasmani tersebut, hingga tidak ada lagi perasaan suka maupun tidak suka.

Jadi yang penting adalah 'pengetahuan tentang kesunyataan', yang menjadi dasar dari pelepasan keterikatan terhadap panca khandha (nama-rupa).

Penolakan kebenaran sebagai bukan kebenaran adalah kilesa, tanha atau avijja. Karenanya, kita harus melakukan penganalisaan dengan benar. Bila belum tahu dengan sebenarnya, itu namanya 'pengetahuan' yang masih di bawah kekuasaan avijja. Hal ini bisa diketahui pada saat batin memasuki tahap hampa/hening, pengetahuan ini akan muncul sebagai pengetahuan yang bersifat  aneh dan menakjubkan. Karena sifatnya yang aneh dan menakjubkan ini, bisa membuat kita menyangka bahwa kita telah mencapai nibbana. Padahal,
<sebenarnya> keheningan dan pengetahuan serta perasaan yang muncul adalah suatu kondisi dari penganalisaan yang bekerja secara pulang balik dengan terus menerus, sehingga tahu bahaya dari pengetahuan yang belum benar. 'Pengetahuan yang belum benar' ini sifatnya sama dengan sabhava dhamma
lainnya yang bisa menimbulkan keterikatan --kasar, menengah, maupun halus.

Bila kita telah mempunyai 'pengetahuan yang benar', maka kesemuanya bisa benar-benar dilepaskan. Dalam proses pelepasan ini, tidaklah sekedar melepas begitu saja, seperti yang kita duga. Tetapi ada suatu kondisi yang belum pernah kita rasa yang tidak bisa diceritakan dengan kata-kata. Proses itu adalah proses di mana batin melepaskan diri <dari konsep atta>, yang belum pernah kita alami sebelumnya. Perasaan ini sama sekali tak sama dengan saat batin sedang manunggal dan hening. Proses ini adalah proses batin sedang melepas bhava (kondisi kehidupan), memutus jati (kelahiran) dan memutus sammuti (keadaan maya). Merupakan suatu hal yang benar-benar menakjubkan, tak ada bandingannya.

Itulah proses batin yang sedang membasmi kesesatan (micchaditthi). Membuat kita sadar akan bahaya yang selalu mengancam di dalam kehidupan. Tahu akan bahaya dari patipada (cara/jalan) yang pernah kita lakukan, yang kadang benar, kadang salah. Kini kita tahu, bagaimana patipada yang benar hingga mencapai svakkhata dhamma (dhamma yang sempurna) dan niyyanika dhamma (dhamma yang bermanfaat) sejati.

Pada saat batin sedang menyelesaikan pekerjaannya, serasa tak ada sesuatu yang lain yang mengganggu dan menghambat, selain pikiran itu sendiri --yang menimbulkan persoalan dan membakar diri sendiri.

Yathabhutam nanadassanam, tahu dan mengerti sesuai dengan kesunyataan segala sabhava dhamma, membuat kita tidak lagi mencela atau memuji semua itu, termasuk tidak mencela dan memuji diri sendiri. Sammuti di dalam maupun di luar diri sudah tidak ada lagi. Batin yang telah mencapai tingkat ini disebut visuddhi citta, terbebas dari sammuti. Vimutti hanyalah sekedar nama, seperti nama-nama benda lainnya --tidak kelihatan begitu penting. Namun perlu diberi nama, sebagai nama sebuah tujuan yang layak dicapai. Bila
telah mencapainya, tak ada persoalan dengan nama.

Yang penting adalah perasaan bahwa diri ini bodoh, pandai, suci, kotor dan lain-lain telah padam. Apa pun pemunculan yang berhubungan dengan mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran hanyalah sekedar pemunculan. Batin sekedar tahu, tak menimbulkan beban dan kekhawatiran lagi. Bagaikan kesembuhan dari suatu perawatan luka yang membutuhkan obat setiap saat, hingga lukanya tertutup dengan baik dan sembuh. Dan akhirnya tidak memerlukan perawatan dan obat lagi.***
Quote
Jawaban dr om fab saya lihat selaras dgn kata2 dr Acariya Phra Maha Bua Nanasampanno,
tapi bgmn tanggapan om fab dgn tulisan yg berwarna hijau?
Tentang terputusnya indra pada saat Batin menjadi hening?
Dan apakah berbeda dgn proses Nimitta?

Saudara Black Dragon yang baik,

Sebenarnya yang dimaksud dengan terputusnya indra adalah keadaan batin yang tidak lagi memperhatikan dan tidak terganggu oleh indra, tetapi badan jasmani hanya 5 indra, bila indra ke 6 (pikiran) masih mengganggu maka keheningannya lebih rendah, tetapi bila aktivitas berpikir berhenti maka keheningannya lebih tinggi, lebih tinggi lagi bila batin terpusat sepenuhnya seperti yang dialami pada keadaan penyatuan (absorpsi / appana samadhi) maupun Jhana. Ini adalah tingkat keheningan bila kita  berlatih samatha bhavana.

QuoteTulisan berwarna ungu: langkah yg harus dilakukan ketika Batin mencapai keadaan itu.

Disini kita melihat bahwa apa yang diterangkan oleh Acharn Maha boowa adalah latihan Vipassana yang dilakukan oleh mereka yang memiliki Jhana, ini sesuai dengan keterangan Mahasi Sayadaw, yaitu bahwa seorang yang memiliki Jhana pertama-tama masuk ke dalam Jhana terlebih dahulu, lalu setelah keluar Jhana memperhatikan batin dan jasmaninya. Tetapi saya rasa untuk lebih pasti mengenai hal ini harus menanyakan kepada bhante Uttamo yang memang berlatih metode yang saya rasa mungkin sejalan dengan metode yang dilakukan oleh Acharn Maha Boowa (oleh karena itu lebih berkompeten untuk menjawab pengalaman Acharn Maha Boowa).

QuoteTulisan Bold hitam: Hati2 kpd meditator yg merasa dirinya sudah mencicipi Nibbana palsu.

Mudah2an bermanfaat positif bagi yg membutuhkan. :)
_/\_

Saya juga berharap semoga bermanfaat positif bagi seluruh pembaca.

sukhi hotu,

_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: fabian c on 07 March 2009, 12:51:18 PM
Quote from: BlackDragon on 06 March 2009, 09:28:13 PM
Om Fabian yg baik dan sabar, ;D

QuoteIni adalah pengalaman yang baik sekali tetapi masih dikotori berbagai fenomena batin.
Setuju om krn jelas2 masih ada lobha yg kuat disana. _/\_

QuotePada suatu sesi interview, Pa Auk Sayadaw mengatakan bahwa kebahagiaan / kedamaian Jhana sangat menyenangkan, diatas itu kedamaian yang timbul dari Vipassana, dan yang tertinggi adalah kedamaian pencapaian Nibbana.

Wow... keadaan yg sy alami saja Damai nya sangat2 luar biasa, gmn nibbanna yah? :o
Harus lebih giat lagi neh. ;D ;D ;D

QuoteDi vippassana kedamaiannya hasil dari apa yah?
Hasil dari Pelepasan, atau ada jhana vippasana jg om fab? _/\_

Saudara Black Dragon yang baik,

Seperti yang telah saudara ketahui, bahwa keheningan ada berbagai tingkatan, walau tidak bermeditasi sekalipun kita kadang merasakan keheningan (umpamanya: saudara mendengar keributan suara orang yang bertengkar dirumah sehingga seisi rumah menjadi blingsatan tidak tenang, kemudian mendadak mereka keluar sehingga dirumah menjadi tenang, ada perasaan bahagia dan damai kan?) ini adalah contoh kedamaian dan ketenangan dalam kehidupan sehari-hari, yang didapat oleh karena berhentinya goncangan batin.

Disini kita melihat bahwa ketenangan dan kedamaian didapat setelah agitasi mereda atau lenyap.
Pada meditasi juga demikian, tingkat keheningan tercapai sesuai dengan tingkat agitasi (goncangan) batin yang telah berhasil dihentikan.

Semakin halus agitasi(goncangan) batin yang berhasil dihentikan maka keheningan, ketenangan dan kedamaian yang tercapai juga semakin ekstrim.

Di Vipassana juga demikian, semakin halus fenomena batin yang berhasil dilepaskan maka semakin tenang dan semakin damai batin, semakin kuat perhatian dan konsentrasi (oleh karena itu batin kita harus senantiasa waspada) maka semakin tinggi juga kemampuan batin melepas dari keterikatan terhadap fenomena batin dan jasmani yang muncul.

Quote
QuoteSebenarnya kesadaran hanya memiliki satu objek pada satu waktu (menurut Abhidhamma), bila konsentrasi kuat maka perhatian hanya terpaku pada satu objek. Jadi bila konsentrasi menguat bila kita memperhatikan napas misalnya, bagian tubuh yang lain tak nampak, karena perhatian tak pernah meloncat ke bagian tubuh yang lain. Hanya memperhatikan napas.

Sesuatu yang tak diperhatikan maka ia tak nampak (seperti umpamanya saudara melihat ke layar komputer ini) apa yang ada disekeliling saudara tak anda sadari bila konsentrasi saudara kuat, dan saudara kembali menyadari bila kesadaran mulai beralih kesekeliling saudara.

Ini bisa disamakan dgn putus nya kesadaran indra sementara tdk om?
atau setidak2nya putusnya persepsi kpd indra? _/\_

Ya, dan ini juga berarti konsentrasi. Oleh karena itu berhentinya kesan terhadap indra muncul disebabkan oleh konsentrasi.

Quote
QuoteBila memungkinkan ada baiknya saudara Black Dragon berlatih intensif dibawah bimbingan seorang guru yang memang telah menguasai bidangnya, Pengalaman saudara menunjukkan bahwa pada dasarnya saudara memiliki sati yang cukup kuat.

Bisa kasih referensi om fab?
Krn sudah bertanya bbrp Sangha(aliran tertentu), malah jawabannya tdk nyambung. ;D

Ada retreat-retreat khusus yang diadakan oleh Yasati (direct Vipassana metode Mahasi Sayadaw), dan yayasan Hadayavatthu (samatha mencapai Jhana, lalu dilanjutkan dengan Vipassana sesuai yang diajarkan oleh Pa Auk Sayadaw)
Selain itu ada juga metode Goenka dan metode Acharn Mun (yang ini tanyakan kepada bhante Uttamo yang lebih mengerti).

semoga bermanfaat,

sukhi hotu,

_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: gajeboh angek on 07 March 2009, 01:10:32 PM
oh, itu alasannya kenapa buat yayasan baru hadayavatthu, untuk dibedakan yak.

aye kira karena selisih paham ;D
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: BlackDragon on 07 March 2009, 03:19:36 PM
at [Bro Fabian]

Thx byk atas kesabaran dan ketulusannya menerangkan kpd saya dan lainnya.

_/\_
Title: Re: Manunggaling kawula gusti, Jhana dan Nibbana
Post by: BlackDragon on 07 March 2009, 06:37:45 PM
QuoteDisini kita melihat bahwa apa yang diterangkan oleh Acharn Maha boowa adalah latihan Vipassana yang dilakukan oleh mereka yang memiliki Jhana, ini sesuai dengan keterangan Mahasi Sayadaw, yaitu bahwa seorang yang memiliki Jhana pertama-tama masuk ke dalam Jhana terlebih dahulu, lalu setelah keluar Jhana memperhatikan batin dan jasmaninya. Tetapi saya rasa untuk lebih pasti mengenai hal ini harus menanyakan kepada bhante Uttamo yang memang berlatih metode yang saya rasa mungkin sejalan dengan metode yang dilakukan oleh Acharn Maha Boowa (oleh karena itu lebih berkompeten untuk menjawab pengalaman Acharn Maha Boowa).

Saya pernah bertanya kpd Bhante Utamo jg, dan beliau mengatakan keadaan tsb terjadi ketika batin benar2 tenang di dalam meditasi yg mendalam, dan sebaiknya dalam keadaan tsb tetap memperhatikan fenomena yg sdg terjadi, jangan malah berpikir atau melekat, hanya memperhatikan.
Kurang lebih masih selaras dgn pendapat om Fab.

QuoteAda retreat-retreat khusus yang diadakan oleh Yasati (direct Vipassana metode Mahasi Sayadaw), dan yayasan Hadayavatthu (samatha mencapai Jhana, lalu dilanjutkan dengan Vipassana sesuai yang diajarkan oleh Pa Auk Sayadaw)
Selain itu ada juga metode Goenka dan metode Acharn Mun (yang ini tanyakan kepada bhante Uttamo yang lebih mengerti).

semoga bermanfaat,

Thx mudah2an berjodoh.

_/\_