Quote
A> You knew Nicole. You think she did this?
B> Who knows what others are capable of?
She sure had built up a lot of bad karma.
But I don't know. She seemed to be turning her life around.
Bad Karma doesn't have an expiration date.
A> Uh, actually, it does,
According to traditional buddhist teachings.
Prolog...
Intinya negh Nicole adalah cewe amburadul bin bejad...
Di negh serial sich si Nicole terancam sanksi pembunuhan...
Pertanyaan:
B> Bad Karma doesn't have an expiration date.
A> Uh, actually, it does,
According to traditional buddhist teachings.Benarkah? How? Where? When?
[at] atas
sori gw pertamaX,
klu menurut gw sech, se7, karma have an expiration date.
CMIIW,
navis
kalo uda di bayar baru expired ^-^
Quote from: naviscope on 30 October 2008, 01:25:19 PM
[at] atas
sori gw pertamaX,
klu menurut gw sech, se7, karma have has an expiration date.
CMIIW,
navis
kek na ad istilah karma basi ;D
post 15
32. Hal ke tiga yang turut ditentukan oleh hukum kamma adalah pengalaman yang akan dialami selama hidup kita. Sering dikatakan, bahwa apa yang dialami pada kehidupan setiap orang saat ini adalah hasil dari apa yang diperbuatnya di kehidupan sebelumnya, pula apa yang diperbuat pada kehidupan sekarang akan berbuah pada kehidupan yang akan datang. Pengertian tersebut, yakni bahwa semua yang dilakukan akan berbuah pada salah satu kehidupan mendatang (tidak pada kehidupan saat ini), ternyata salah. Sang Buddha berkata :
Hasil dari suatu kamma ada tiga macam. Apa yang tiga itu? Yang berbuah pada kehidupan sekarang, yang berbuah pada kehidupan berikut, dan yang berbuah pada kehidupan-¬kehidupan yang selanjutnya.
Seperti kenyataan yang kita alami sehari hari, malah banyak perbuatan membawa akibat seketika atau segera. Tidak selamanya harus menunggu sampai kehidupan yang akan datang.
Salah pengertian lain tentang kamma, ialah anggapan bahwa setiap perbuatan pasti berakibat ; tindakan negatif, misainya, pasti tak terelakkan berbuah negatif. Walau Sang Buddha seringkali memberi kesan seperti itu, namun Beliau juga menjelaskan bahwa akibat dari setiap perbuatan bukanlah tak terelakkan seperti itu. Beliau berkata:
Bila seseorang berkata , bahwa hanya apa yang diperbuat itulah yang diperolehnya, maka bila hal itu benar, maka menuntut kehidupan suci tidaklah berarti sebab tak ada kesempatan untuk mengatasi penderitaan. Tapi bila seorang berkata, bahwa bila seorang. berbuat demi apa yang akan diperolehnya, lalu itulah yang diperolehnya, maka menuntut kehidupan suci adalah berarti ada kesempatan untuk menghancurkan penderitaan. Contohnya, suatu kejahatan kecil dilakukan seseorang, tindakan itu bisa berbuah pada kehidupan ini atau sama sekali tidak berbuah. Sekarang, manusia yang bagaimana, yang walau dengan kejahatan kecil sekalipun tetap akan membawanya ke neraka? Seorang yang tidak berhati hati dalam mengembangkan tindakan jasmani, pikiran dan ucapan nya. Dia tidak mengembangkan kebijaksanaan, dia seorang yang tidak berarti, dia tidak mengembangkan dirinya sendiri, hidupnya sempit dan dapat diukur. Perbuatan kecil saja dapat membawanya ke neraka.
Lalu sekarang, seorang yang dengan hati hati mengembangkan tindakan jasmani, pikiran dan ucapannya. Dia mengembangkan kebijaksanaan, dia seorang yang berarti, dia mengembangkan dirinya sendiri, hidupnya tanpa batas dan tidak terukur. Bagi orang seperti ini, sebuah kejahatan keciI bisa berbuah dikehidupan ini atau tidak sama sekali. Seandainya seorang menaruh sejumput garam kedalam sebuah cawan kecil. Air tersebut tidak akan bisa di minum. Mengapa? Karena cawan itu kecil. Nah, sekarang, seandainya seorang menaruh sejumput garam ke Sungai Gangga. Airnya akan tetap dapat diminum. Karena banyaknya air di sungai tersebut.
Jadi jelas, pada seorang yang watak baiknya menonjol, maka perbuatan buruk kecil yang dilakukannya hanya akan berbuah akibat yang tak berarti atau mungkin sama sekali tidak berbuah; sebaliknya pada seorang yang selama hidupnya ternodai oleh perbuatan buruk, maka perbuatan baik kecil yang dilakukannya akan terselubungi. Pula, buah dari suatu perbuatan bisa saja tidak jadi masak dan berbuah, karena terhapus atau terlarut oleh perbuatan yang lain. Sebagai contoh, seorang mencuri sesuatu, namun kemudian menyadari kekeliruannya. Dia mengembalikan barang tersebut, lalu berusaha berbuat baik dan berjanji tidak akan berbuat demikian lagi di kemudian hari. Pada keadaan seperti ini, buah hasil dari perbuatan buruk (mencuri) tersebut terhapus oleh perbuatan baiknya yang belakangan (insaf dan mengembalikan barang tersebut). Seperti disebutkan sebelumnya, hukum kamma adalah sesuatu yang menyangkut kecenderungan, bukan suatu konsekwensi yang tak dapat dirubah serta tak dapat dielakkan.
33. Namun salah pengertian yang paling umum tentang hukum Kamma adalah kepercayaan bahwa setiap kejadian yang kita alami; tersandung, jatuh sakit, menang undian, terlahir tampan, semuanya adalah hasil kamma lampau semata mata. Dengan alasan yang sangat tepat Sang Buddha menolak kepercayaan salah tersebut. Sebab bila demikian halnya, maka sia sia untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, sebab keseluruhan hidup ditentukan sebelumnya. Sang Buddha bersabda :
Ada beberapa pertapa dan kaum Brahmin, Yang mempercayai dan mengajarkan bahwa apapun Yang dialami seseorang, menyenangkan, menyakitkan atau netral, semua disebabkan oleh kamma lampau. Saya menemui mereka dan bertanya apakah benar mereka mengajarkan sedemikian, mereka ternyata mengiyakan, saya berkata: "Bila demikian, tuan Yang terhormat, seseorang membunuh, mencuri dan berzina disebabkan kamma lampau, mereka berbohong, berfitnah, berkata kasar dan tak berharga disebabkan karma lampau. Mereka menjadi serakah, membenci dan penuh pandangan salah disebabkan kamma lampau." Mereka Yang mendasarkan segala sesuatu pada kamma lampau sebagai unsur penentu akan kehilangan keinginan dan usaha untuk berbuat ini atau tak berbuat itu.
;D
kelimaX
panjang bener bro,
bentar saya cerna dulu
[at] naviscope : kalau saya boleh ringkas.
Kamma itu baik atau buruk, sebenarnya mayoritas dari "rasa di batin" kita saja.
Ada orang yang kalau hari panas, dia ngeluh kepanasan. Tapi kalau hari hujan, dia ngomel kebasahan atau becek
Dengan objek yang sama, misal uang Rp 5000, yang notabene tentunya adalah kamma baik. Namun apa benar demikian?
Seorang pengemis jika diberi, akan sangat berterima kasih.
Namun jika kita beri ke seorang konglomerat?? saya yakin dia akan merasa terhina.
Jadi kamma buruk atau baik, itu lebih cenderung ke arah persepsi dari batin yang bersangkutan. Semakin batinnya berada dalam akusala, semakin "terasa" menyakitkan
Itu mengapa muncul istilah manusso manusso, manusso devo atau manusso peto.
Ini terkait dengan istilah bhumi dan loka.
Bhumi merujuk pada tempat atau lokasi kita berpijak, smeentara loka adalah keselarasan batin kita dengan alam tertentu.
Jadi manusso devo, adalah mahluk yang bhumi-nya manusso, tapi loka/batinnya-nya selaras dengan surga (alam dewa)
Demikian juga manusso peto, yang walau dia hidup di alam manusia, namun kondisi batinnya sudah menyelaraskan diri dengan alam peta.
Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua
[at] atas
hmmm....
ic ic
tq
Ada salah satu jenis kamma menurut waktu berbuahnya, ahosi kamma, kamma yang tidak bisa berbuah karena sudah expire.
Ahosi kamma kan bisa kusala atau akusala (baik atau buruk).
Quote from: karuna_murti on 01 November 2008, 10:22:30 AM
Ada salah satu jenis kamma menurut waktu berbuahnya, ahosi kamma, kamma yang tidak bisa berbuah karena sudah expire.
Ahosi kamma kan bisa kusala atau akusala (baik atau buruk).
Bisa tolong berikan contoh nyatanya bro?
Quote from: karuna_murti on 01 November 2008, 10:22:30 AM
Ada salah satu jenis kamma menurut waktu berbuahnya, ahosi kamma, kamma yang tidak bisa berbuah karena sudah expire.
Ahosi kamma kan bisa kusala atau akusala (baik atau buruk).
at last, ada yg se7 dengan aq.
:jempol:
Karma bekerja sesuai dengan hukum aksi dan reaksi dalam Fisika walaupun berbeda sedikit. Jadi adalah anggapan yang salah kalo mengartikan karma sebagai suatu hukuman dari perbuatan jahat dan pahala dari perbuatan baik. Memang benar adanya bahwa perbuatan baik akan menghasilkan sesuatu yang baik, namun tidak semua perbuatan baik menghasilkan sesuatu yang baik, yang perlu diperhatikan adalah bukan sebab dan akibat, melainkan kondisi dan akibat. Suatu sebab bisa menghasilkan banyak akibat,dan banyak sebab bisa mengakibatkan suatu akibat. Misalkan saja kita menanam pohon mangga. Apa sebabnya pohon itu tumbuh? Jawabannya bukan hanya adanya biji mangga, melainkan adanya banyak faktor seperti tanah, kelembaban, dan lain-lain. Berdasarkan argumen diatas, dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya karma tidaklah 100% adil, hal ini sesuai dengan pembagian karma menurut agama Buddha , yaitu disebutkan bahwa menurut jangka waktunya karma terbagi atas:
1.DITTHA DHAMMA VEDANIYA KAMMA adalah Karma yang memberikan hasil dalam kehidupan sekarang ini
2.UPPAJJA VEDANIYA KAMMA adalah Karma yang memberikan hasil dalam kehidupan yang akan datang, yaitu dalam kehidupan kedua.
3.APARAPARAVEDANIYA KAMMA adalah Karma yang memberikan hasil dalam kehidupan berikutnya berturut-turut, yaitu dalam kehidupan ketiga dan seterusnya.
4.AHOSI KAMMA adalah Karma yang tidak menimbulkan akibat, karena :
Jangka waktunya untuk memberikan hasil telah habis, atau
karma yang menghasilkan akibatnya telah habis, atau karma tersebut telah menghasilkan akibatnya secara penuh ^:)^
(Disadur dari www.walubi.or.id)
Quote from: bond on 01 November 2008, 11:22:10 AM
Bisa tolong berikan contoh nyatanya bro?
Gak tau bond, soalnya aye gak bisa liat kehidupan lampau, apalagi beratus kehidupan yang lalu. ;D
Cuma itulah yang tertulis, ahosi kamma.
Quote from: karuna_murti on 01 November 2008, 12:06:39 PM
Quote from: bond on 01 November 2008, 11:22:10 AM
Bisa tolong berikan contoh nyatanya bro?
Gak tau bond, soalnya aye gak bisa liat kehidupan lampau, apalagi beratus kehidupan yang lalu. ;D
Cuma itulah yang tertulis, ahosi kamma.
No problem , siapa tau yg lainnya ada yg bisa kasi contoh.
Thanks bro
Quote from: naviscope on 01 November 2008, 11:31:33 AM
Karma bekerja sesuai dengan hukum aksi dan reaksi dalam Fisika walaupun berbeda sedikit. Jadi adalah anggapan yang salah kalo mengartikan karma sebagai suatu hukuman dari perbuatan jahat dan pahala dari perbuatan baik. Memang benar adanya bahwa perbuatan baik akan menghasilkan sesuatu yang baik, namun tidak semua perbuatan baik menghasilkan sesuatu yang baik, yang perlu diperhatikan adalah bukan sebab dan akibat, melainkan kondisi dan akibat. Suatu sebab bisa menghasilkan banyak akibat,dan banyak sebab bisa mengakibatkan suatu akibat. Misalkan saja kita menanam pohon mangga. Apa sebabnya pohon itu tumbuh? Jawabannya bukan hanya adanya biji mangga, melainkan adanya banyak faktor seperti tanah, kelembaban, dan lain-lain. Berdasarkan argumen diatas, dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya karma tidaklah 100% adil, hal ini sesuai dengan pembagian karma menurut agama Buddha , yaitu disebutkan bahwa menurut jangka waktunya karma terbagi atas:
1.DITTHA DHAMMA VEDANIYA KAMMA adalah Karma yang memberikan hasil dalam kehidupan sekarang ini
2.UPPAJJA VEDANIYA KAMMA adalah Karma yang memberikan hasil dalam kehidupan yang akan datang, yaitu dalam kehidupan kedua.
3.APARAPARAVEDANIYA KAMMA adalah Karma yang memberikan hasil dalam kehidupan berikutnya berturut-turut, yaitu dalam kehidupan ketiga dan seterusnya.
4.AHOSI KAMMA adalah Karma yang tidak menimbulkan akibat, karena :
Jangka waktunya untuk memberikan hasil telah habis, atau
karma yang menghasilkan akibatnya telah habis, atau karma tersebut telah menghasilkan akibatnya secara penuh ^:)^
(Disadur dari www.walubi.or.id)
Setelah dibaca2 dan diperhatikan, newbie yg masih gelap gulita mempunyai beberapa pertanyaan yg bodoh sebagai berikut :
Agama buddha mempercayai adanya hukum sebab akibat/kamma, yg mana kehidupan ini merupakan buah karma atau hasil perbuatan kita pada kehidupan sekarang dan sebelumnya dan bisa mempengaruhi pada kehidupan yg akan datang. Nah dengan demikian, berarti ada beberapa kehidupan sebelumnya yg mempengaruhi/merupakan sebab adanya kehidupan sekarang ini.
1. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan kehidupan yg pertama??
2. Kenapa bisa terjadi??
3. Apa yg mempengaruhinya??
4. Sebab dari apa ada kehidupan pertama itu??
5. Terlahir di alam mana dan sebagai apa pada alam itu??
6. Apakah agama buddha mempercayai adanya Sang pencipta / kekuatan yg menghasilkan kehidupan pertama itu??
Pertanyaan nya banyak nih, maklum masih gelap gulita ^-^ ^-^ ^-^
Quote from: Centy on 02 November 2008, 07:08:33 AM
Setelah dibaca2 dan diperhatikan, newbie yg masih gelap gulita mempunyai beberapa pertanyaan yg bodoh sebagai berikut :
Agama buddha mempercayai adanya hukum sebab akibat/kamma, yg mana kehidupan ini merupakan buah karma atau hasil perbuatan kita pada kehidupan sekarang dan sebelumnya dan bisa mempengaruhi pada kehidupan yg akan datang. Nah dengan demikian, berarti ada beberapa kehidupan sebelumnya yg mempengaruhi/merupakan sebab adanya kehidupan sekarang ini.
1. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan kehidupan yg pertama??
2. Kenapa bisa terjadi??
3. Apa yg mempengaruhinya??
4. Sebab dari apa ada kehidupan pertama itu??
5. Terlahir di alam mana dan sebagai apa pada alam itu??
6. Apakah agama buddha mempercayai adanya Sang pencipta / kekuatan yg menghasilkan kehidupan pertama itu??
Pertanyaan nya banyak nih, maklum masih gelap gulita ^-^ ^-^ ^-^
Ini adalah contoh yg tepat atas pertanyaan yg tidak perlu dijawab
Bro Centy, jangan buang2 waktu anda untuk menyelidiki hal-hal ini, jawaban atas pertanyaan ini tidak akan membawa anda kemana2. Laksanakanlah Sila, Samadhi, Panna. hanya inilah, inti dari ajaran Sang Buddha yang dapat membebaskan kita semua.
Namun jika anda masih ngotot, silahkan Bro Centy membaca Aganna Sutta dan Cakkavati Sihanada Sutta dari Digha Nikaya. harusnya Sutta2 ini sudah ada dalam perpustakaan DC, tapi entah kenapa Suhu belum upload, mungkin Suhu masih sibuk dengan proyek Vinaya.
meminjam signaturenya Bro Fabian, "SEMOGA KITA SEMUA MAJU DALAM DHAMMA"
Wah... tambah gelap deh....
Setelah direnungkan dengan seksama ternyata dapat juga contoh ahosi karma.
Contoh yg paling nyata adalah Angulimala. :)
Menanggapi pertanyaan bro Centy, hanya satu jawaban dari semua pertanyaan itu adalah AVIJJA yg merupakan akar dari semua kehidupan dan tumimbal lahir (lihat paticasamupada).
_/\_
Bisa diperjelas bro Bond, maklum disini masih gelap gulita ;D ;D ;D
Quote from: Centy on 02 November 2008, 11:05:25 AM
Bisa diperjelas bro Bond, maklum disini masih gelap gulita ;D ;D ;D
PLN nunggak berapa bulan, bro?
Quote from: Indra on 02 November 2008, 11:09:13 AM
Quote from: Centy on 02 November 2008, 11:05:25 AM
Bisa diperjelas bro Bond, maklum disini masih gelap gulita ;D ;D ;D
PLN nunggak berapa bulan, bro?
Auto debet di bank koq :))
Quote
Setelah dibaca2 dan diperhatikan, newbie yg masih gelap gulita mempunyai beberapa pertanyaan yg bodoh sebagai berikut :
Agama buddha mempercayai adanya hukum sebab akibat/kamma, yg mana kehidupan ini merupakan buah karma atau hasil perbuatan kita pada kehidupan sekarang dan sebelumnya dan bisa mempengaruhi pada kehidupan yg akan datang. Nah dengan demikian, berarti ada beberapa kehidupan sebelumnya yg mempengaruhi/merupakan sebab adanya kehidupan sekarang ini.
1. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan kehidupan yg pertama?? sebagai dewa alam brahma(cuma lupa alam brahma keberapa..coba baca buku tentang kosmologi agama Buddha) jika dilihat dari mulainya terbentuknya bumi, tapi ini sebenarnya bukanlah pertama(hanya karena kemunculannya), tapi tak terhingga dan tak terpikirkan, muncul dan lenyap.
2. Kenapa bisa terjadi?? Ya karena avijja
3. Apa yg mempengaruhinya?? [b]Avijja yg mempengaruhinya, baru ada temennya lobha, dosa dan moha[/b]
4. Sebab dari apa ada kehidupan pertama itu??Aviija juga
5. Terlahir di alam mana dan sebagai apa pada alam itu?? lihat jawaban pertanyaan no 1
6. Apakah agama buddha mempercayai adanya Sang pencipta / kekuatan yg menghasilkan kehidupan pertama itu?? tidak
Pertanyaan nya banyak nih, maklum masih gelap gulita
Kenapa avijja pertama, karena dalam urutan paticasamupada yg diuraikan oleh Sang Buddha. Jika sempat coba bacalah isi dari paticasamupada.
Smoga bisa dipahami.
_/\_
Avijja itu benda apa ya?? ;D ;D ;D
Avijja = ketidaktahuan --->kilesa, kotoran batin
Yah... kalo begitu berarti jawaban dari semua pertanyaan saya diatas = tidak tau dong :)) :)) :))
Anyway thanks bro bond, paling tidak skrg saya tau bahwa avijja itu tidak tau wakakakak..... mabok ah... :o :o :o
Ada antimo nih ^-^
Quote from: bond on 02 November 2008, 11:36:39 AM
Avijja = ketidaktahuan --->kilesa, kotoran batin
aye cenderung menerjemahkan aviija dengan "kesalahpahaman" (mirip dengan micchaditthi).
karena menurut aye esensinya agak berbeda:
ketidaktahuan = tidak mengetahui
kesalahpahaman = mengetahui sesuatu, tapi mengetahui hal yang keliru
nah, "mengetahui sesuatu" itu adalah produk pikiran..
padahal, konon katanya, efek akhir dari Nibbana (atau lenyapnya avijja) adalah berhentinya pikiran (tidak lagi menilai baik-buruk, untung-rugi, bagus-jelek, dst..)
Bro Bond, nanya lagi ya.... Kalo menurut anda jawaban dari pertanyaan saya adalah avijja, berarti belum apa2 kita terlahir udah dalam keadaan salah dong.... Dan kita akan terlahir lagi karena avijja. Jadi ngapain kita susah2 cari cara melenyapkan avijja, toh nantinya akan lahir lagi karena avijja
Quote from: Indra on 02 November 2008, 10:24:49 AM
...
Namun jika anda masih ngotot, silahkan Bro Centy membaca Aganna Sutta dan Cakkavati Sihanada Sutta dari Digha Nikaya. harusnya Sutta2 ini sudah ada dalam perpustakaan DC, tapi entah kenapa Suhu belum upload, mungkin Suhu masih sibuk dengan proyek Vinaya.
...
Belum semua diupload, sedang dihold karena masalah perijinan. Soal kesibukan memang sedang tinggi-tingginya nih.
Utk Maha-sihanada sutta bisa dibaca di http://dhammacitta.org/tipitaka/dn/dn.08.0.wlsh.html
Untuk Cakkavatti Sihanada Sutta bisa dibaca di http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1813.0
AGANNA SUTTA (27)
Sumber : Sutta Pitaka Digha Nikaya
Oleh : Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha
Penerbit : Badan Penerbit Ariya Surya Chandra, 1991
Demikian yang telah kami dengar :
1. Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Savatthi, di Pubbarama milik Migaramata. Pada waktu itu Vasettha dan Bharadvaja sedang menjalani latihan kebhikkhuan di antara para Bhikkhu, berkeinginan untuk menjadi bhikkhu. Kemudian pada malam hari itu, setelah bangkit dari samadhi-Nya, Sang Bhagava keluar dari kamar (kuti) dan berjalan ke sana ke mari (cankammana) di alam terbuka di sebelah kamar.
2. Hal ini dilihat oleh Vasettha dan menceritakannya kepada Bharadvaja, yang selanjutnya ia berkata : "Sahabat Bharadvaja, marilah kita pergi menemui Sang Bhagava; mudah-mudahan kita beruntung dapat mendengar uraian Dhamma dari Sang Bhagava."
"Baiklah, sahabat," jawab Bharadvaja menyetujui. Maka Vasettha dan Bharadvaja pergi menemui Sang Bhagava. Setelah dekat, mereka menghormat Beliau dan berjalan mengikuti di belakang Bhagava yang sedang berjalan ke sana ke mari (cankammana).
3. Kemudian sang Bhagava berkata kepada Vasettha: "Vasettha, engkau berasal dari keturunan dan keluarga brahmana, telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh hidup tanpa rumah (anagarika) sebagai pertapa (pabbaja).
Apakah para brahmana tidak mencela dan menghinamu ?"
"Ya, demikianlah, Bhante; para brahmana menghina dan mencela kami dengan bermacam-macam makian, ejekan, serta kata-kata kasar yang tidak sopan."
"Bhante, para brahmana itu berkata demikian: 'Kasta brahmana adalah yang paling baik' "
"Tetapi dalam hal ini, Vasettha, dengan kata-kata apa para brahmana itu mencela dan menghinamu ?"
"Bhante, para brahmana itu berkata demikian: Hanya kaum brahmana yang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat, yang lain berkedudukan rendah. Hanya kaum brahmana yang berwajah cerah, yang lain berwajah gelap. Hanya kaum brahmana yang berasal dari keturunan murni, bukan mereka yang lain daripada kaum brahmana. Hanya kaum brahmana yang merupakan anak dari Brahma, lahir dari mulut brahma, keturunan brahma, diciptakan oleh brahma, pewaris Brahma. Sedangkan mengenai dirimu, engkau telah meninggalkan derajad yang terbaik, beralih ke golongan rendah, yaitu pertapa gundul, badut yang kasar, mereka yang berkulit gelap, keturunan yang lahir dari kaki Brahma. Keadaan seperti itu tidak baik, keadaan seperti itu tidak pantas. Dalam hal ini, bahwasanya engkau yang telah meninggalkan kasta terhormat, harus bergaul, berkumpul dengan kasta rendah, yaitu: dengan kaum pertapa gundul, pertapa palsu, mereka yang berkulit gelap, kaum rendah, yang lahir dari kaki Brahma - warga kami. Dengan kata-kata seperti itu, Bhante, para brahmana itu mencela dan menghina kami dengan makian, ejekan serta kata-kata kasar yang tidak sopan."
4. "Vasettha, sesungguhnya para brahmana itu telah melupakan masa lampau apabila mereka berkata seperti itu. Sebaliknya, para brahmani, istri para brahmana itu dikenal subur, kelihatan hamil, melahirkan dan merawat anak-anak. Dan masih juga para brahmana yang lahir dari kandungan itu sendiri yang berkata bahwa :
Hanya kaum brahmana yang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat, yang lain berkedudukan rendah. Hanya kaum brahmana yang berwajah cerah, yang lain berwajah gelap, Hanya kaum brahmana yang berasal dari keturunan murni, bukan mereka yang lain daripada kaum brahmana. Hanya kaum brahmana yang merupakan anak asli dari Brahma, lahir dari mulut Brahma, keturunan Brahma, diciptakan oleh Brahma, pewaris Brahma. Dengan cara ini mereka telah membuat tiruan terhadap sifat Brahma (abbhacikkhanti brahmanan). Apa yang mereka katakan itu bohong, dan sungguh besar akibat buruk yang akan mereka peroleh."
5. Vasettha, terdapat empat kasta : khattiya, brahmana, vessa dan sudda. Di sini dan di mana pun terdapat kasta khattiya yang membunuh, mencuri, berzinah, berbohong, memfitnah, berbicara kasar, omong kosong, serakah, kejam dan menganut pandangan-pandangan keliru (miccha ditthi).
Vasettha, demikianlah kita lihat bahwa sifat-sifat buruk dan yang dipandang demikian, yang tercela dan yang dipandang demikian, yang tidak layak dilakukan dan yang dipandang demikian, yang tidak patut dilakukan oleh orang yang terhormat dan yang dipandang demikian, sifat-sifat celaka dan yang berakibat mencelakakan, yang tidak dianjurkan oleh para bijaksana; terdapat pula dalam diri seorang khattiya. Dan begitu pula kita dapat mengatakan hal yang lama kepada kasta brahmana, vessa dan sudda.
6. Juga di sini dan di mana pun terdapat kasta khattiya yang menahan diri dari membunuh, mencuri, berzinah, berbohong, memfitnah, berbicara kasar, omong kosong serakah, kejam atau menganut pandangan-pandangan keliru (miccha ditthi).
Vasettha, demikianlah kita lihat bahwa sifat-sifat baik dan yang dipandang demikian, yang terpuji dan yang dipandang demikian, yang layak dilakukan dan yang dipandang demikian, yang patut dilakukan oleh orang terhormat dan yang dipandang demikian, sifat-sifat yang bermanfaat dan yang mempunyai akibat yang bermanfaat, yang dianjurkan oleh para bijaksana; terdapat pula dalam diri seorang kasta khattiya. Dan begitu pula kita dapat mengatakan hal yang sama kepada kasta brahmana, vessa dan sudda.
7. Vasettha, sekarang kita tahu bahwa sifat-sifat yang baik atau buruk, tercela atau terpuji oleh para bijaksana, adalah dimiliki oleh keempat kasta tersebut; dan para bijaksana tidak mengakui pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh para brahmana seperti tersebut di atas. Mengapa demikian ? Karena, Vasettha, siapapun dari keempat kasta ini menjadi seorang bhikkhu, arahat, orang yang telah mengalahkan noda-noda batin (jinasavo), telah mengerjakan apa yang harus dikerjakan (katakaraniyo), telah meletakkan beban (ohitabharo), telah mencapai kebebasan (anuppattasadattho), telah mematahkan ikatan kelahiran, telah terbebas karena memiliki pengetahuan (sammadannavimutto); maka dialah yang dinyatakan paling baik di antara mereka, berdasarkan kebenaran (dhamma) dan tidak atas dasar yang bukan kebenaran (adhamma). Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
8. Vasettha, berikut ini adalah sebuah contoh untuk mengerti mengapa Dhamma (Kebenaran) itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang :
Raja Pasenadi Kosala menyadari bahwa Samana Gotama telah meninggalkan keturunan Sakya, sedangkan Suku Sakya berada di bawah kekuasaan Raja Pasenadi Kosala. Suku Sakya memuja dan menghormatinya, mereka bangkit dari tempat duduk, beranjali dan melayaninya. Sekarang, Vasettha; sama seperti Suku Sakya yang melayani Raja Pasenadi Kosala dengan hormat, demikian pula caranya Raja Pasenadi Kosala melayani Sang Tathagata. Karena Raja Pasenadi Kosala berpikir : Bukankah Samana Gotama sempurna kelahirannya (Sujato), sedangkan kelahiranku tidak sempurna ? Samana Gotama itu perkasa, sedangkan aku lemah. Samana Gotama itu sangat mengagumkan, sedangkan aku tidak. Samana Gotama itu memiliki pengaruh yang besar, sedangkan aku hanya memiliki pengaruh yang kecil saja. Demikianlah, karena Raja Pasenadi Kosala menghormati Dhamma, menghargai Dhamma, mengindahkan Dhamma, sujud pada Dhamma, menganggap suci Dhamma, maka ia memberikan hormat dan sujud pada Sang Tathagata, bangkit dari tempat duduk, beranjali dan melayani Beliau dengan hormat. Dengan contoh ini engkau dapat mengerti betapa Dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
9. Vasettha, engkau semua yang berbeda keturunan, nama, suku dan keluarga; telah meninggalkan kehidupan rumah tangga; mungkin akan ditanya: Siapakah engkau ? Maka engkau harus menjawab: Kita adalah para pertapa yang mengikuti Samana putra Sakya.
Vasettha, dia yang teguh keyakinannya kepada Sang Tathagata, berakar, mantap dan kokoh, suatu keyakinan yang tidak dapat digoyahkan lagi oleh para pertapa dan brahmana, maupun oleh para dewa, mara dan Brahma atau siapa pun saja dalam dunia ini, ia dapat berkata: Aku adalah anak Sang Bhagava, lahir dari mulut Sang Bhagava, lahir dari Dhamma (Dhammajo), diciptakan oleh Dhamma (dhammanimmitta), pewaris Dhamma (dhammadayako). Mengaga demikian ? Karena, Vasettha, nama-nama berikut ini adalah sesuai untuk Sang Tathagata: Dhammakayo (Tubuh Dhamma), Brahmakayo (Tubuh Brahma), Dhammabhuto (perwujudan Dhamma), Brahmabhuto (Perwujudan Brahma).
10. Vasettha, terdapat suatu saat, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini hancur. Dan bilamana hal ini terjadi, umumnya mahluk-mahluk terlahir kembali di Abbassara (Alam Cahaya); di sana mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka hidup secara demikian dalam masa yang lama sekali.
Vasettha, terdapat juga suatu saat, cepat atau lambat, setelah selang suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini mulai terbentuk kembali. Dan ketika hal ini terjadi, mahlukmahluk yang mati di Abhassara (Alam Cahaya), biasanya terlahir kembali di sini sebagai manusia. Mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka hidup secara demikian dalam masa yang lama sekali.
11. Pada waktu itu semuanya terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang maupun konstelasi-konstelasi yang kelihatan; siang maupun malam belum ada, bulan maupun pertengahan bulan belum ada, tahun-tahun maupun musim-musim belum ada; laki-laki maupun wanita belum ada. Mahlukmahluk hanya dikenal sebagai mahluk-mahluk saja.
Vasettha, cepat atau lambat setelah suatu masa yang lama sekali bagi mahluk-mahluk tersebut, tanah dengan sarinya muncul ke luar dari dalam air. Sama seperti bentuk-bentuk buih (busa) di permukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah munculnya tanah itu. Tanah itu memiliki warna, bau dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warnanya tanah itu; sama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya tanah itu.
12. Kemudian, Vasettha, di antara mahluk mahluk yang memiliki pembawaan sifat serakah (lolajatiko) berkata: O apakah ini? dan mencicipi sari tanah itu dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu, dan nafsu keinginan masuk dalam dirinya. Dan mahluk-mahluk lainnya mengikuti contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu dengan jari jarinya. Dengan mencicipinya, maka mereka diliputi oleh sari itu, dan nafsu keinginan masuk ke dalam diri mereka. Maka mahluk-mahluk itu mulai makan sari tanah, memecahkan gumpalan-gumpalan sari tanah tersebut dengan tangan mereka. Dan dengan melakukan hal ini, cahaya tubuh mahluk-mahluk itu menjadi lenyap. Dengan lenyapnya cahaya tubuh mereka, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak. Demikian pula dengan siang dan malam, bulan dan pertengahan bulan, musim-musim dan tahun-tahun pun terjadi. Demikianlah, Vasettha, sejauh itu bumi terbentuk kembali.
13. Vasettha, selanjutnya mahluk-mahluk itu menikmati sari tanah, memakannya, hidup dengannya, dan berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh mereka menjadi padat, dan terwujudlah berbagai macam bentuk tubuh. Sebagian mahluk memiliki bentuk tubuh yang indah dan sebagian mahluk memiliki bentuk tubuh yang buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk, dengan berpikir : Kita lebih indah daripada mereka, mereka lebih buruk daripada kita. Sementara mereka bangga akan keindahannya sehingga menjadi sombong dan congkak, maka sari tanah itupun lenyap. Dengan lenyapnya sari tanah itu, mereka berkumpul bersama-sama dan meratapinya: "Sayang, lezatnya! Sayang lezatnya!" Demikian pula sekarang ini, apabila orang menikmati rasa enak, ia akan berkata: "Oh lezatnya! Oh lezatnya!; yang sesungguhnya apa yang mereka ucapkan itu hanyalah mengikuti ucapan masa lampau, tanpa mereka mengetahui makna dari kata-kata itu.
14. Kemudian, Vasettha, ketika sari tanah lenyap bagi mahluk mahluk itu, muncullah tumbuh-tumbuhan dari tanah (Bhumipappatiko). Cara tumbuhnya adalah seperti tumbuhnya cendawan. Tumbuhan ini memiliki warna, bau dan rasa; lama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warnanya tumbuhan itu; sama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya tumbuhan itu. Kemudian mahlukmahluk itu mulai makan tumbuh-tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut. Mereka menikmati, mendapatkan makanan, hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka berkembang menjadi lebih padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas; sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk, dengan berpikir: Kita lebih indah daripada mereka; mereka lebih buruk daripada kita. Sementara mereka bangga akan keindahan dirinya sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itu pun lenyap. Selanjutnya tumbuhan menjalar (badalata) muncul dan cara tumbuhnya adalah seperti bambu. Tumbuhan ini memiliki warna, bau dan rasa; sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warnanya tumbuhan itu; lama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya tumbuhan itu.
15. Kemudian, Vasettha, mahluk-mahluk itu mulai makan tumbuhan menjalar tersebut. Mereka menikmati, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan menjalar tersebut, dan hal itu berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat; dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas; sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk. Dan karena keadaan ini; maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk, dengan berpikir : Kita lebih indah daripada mereka; mereka lebih buruk daripada kita. Sementara mereka bangga akan keindahan dirinya sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan menjalar itu pun lenyap. Dengan lenyapnya tumbuhan menjalar itu, mereka berkumpul bersama-sama meratapinya : "Kasihanilah kita, milik kita hilang! Demikian pula sekarang ini, bilamana orang-orang ditanya apa yang menyusahkannya, mereka menjawab : "Kasihanilah kita! Apa yang kita miliki telah hilang; yang sesungguhnya apa yang mereka ucapkan itu hanyalah mengikuti ucapan pada masa lampau, tanpa mengetahui makna daripada kata-kata itu."
16. Kemudian, Vasettha, ketika tumbuhan menjalar lenyap bagi mahluk-mahluk itu, muncullah tumbuhan padi (sali) yang masak dalam alam terbuka (akattha-pako), tanpa dedak dan sekam, harum, dengan bulir-bulir yang bersih. Bilamana pada sore hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan malam, maka keesokan paginya padi itu telah tumbuh den masak kembali. Bilamana pada pagi hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan siang; maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali; demikian terus-menerus padi itu muncul.
Vasettha, selanjutnya mahluk-mahluk itu menikmati padi (masak) dari alam terbuka, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan padi tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas. Bagi wanita nampak jelas kewanitaannya (itthilinga) dan bagi laki-laki nampak jelas kelaki-lakiannya (purisalinga). Kemudian wanita sangat memperhatikan tentang keadaan laki-laki, dan laki-laki pun sangat memperhatikan tentang keadaan wanita. Karena mereka saling memperhatikan keadaan diri satu sama lain terlalu banyak, maka timbullah nafsu indria yang membakar tubuh mereka. Dan sebagai akibat adanya nafsu indria tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin (methuna).
Vasettha, ketika mahluk-mahluk lain melihat mereka melakukan hubungan kelamin, maka sebagian melempari dengan pasir, sebagian melempari dengan abu, sebagian melempari dengan kotoran sapi, dengan berteriak: "Kurang ajar! Kurang ajar! Bagaimana seseorang dapat berbuat demikian kepada orang lain?" Demikian pula sekarang ini, apabila seorang laki-laki dari tempat lain menjemput mempelai wanita dan membawanya pergi, orang-orang akan melempari mereka dengan pasir, abu atau kotoran sapi; yang sesungguhnya apa yang mereka lakukan itu hanyalah mengikuti bentukbentuk masa lampau, tanpa mengetahui makna daripada perbuatan itu.
17. Vasettha, apa yang pada waktu itu dipandang tidak sopan (adhamma sammata), sekarang dipandang sopan (dhamma-sammata). Pada waktu itu, mahluk-mahluk yang melakukan hubungan kelamin tidak diijinkan memasuki desa atau kota selama satu bulan penuh atau dua bulan. Dan pada waktu itu, oleh karena mahluk cepat sekali mencela perbuatan yang tidak sopan tersebut maka mereka mulai membuat rumah-rumah hanya untuk menyembunyikan perbuatan tidak sopan itu.
Vasettha, kemudian timbullah pikiran semacam ini dalam diri sebagian mahluk yang berwatak pemalas: "Mengapa aku harus melelahkan diriku dengan mengambil padi pada sore hari untuk makan malam, dan mengambil padi pada pagi hari untuk makan siang ? Bukankah sebaiknya aku mengambil padi yang cukup untuk makan malam dan makan siang sekaligus ?" Maka, setelah pergi, ia mengumpulkan padi yang cukup untuk dua kali makan.
Ketika mahluk-mahluk lain datang kepadanya dan berkata : "Sahabat yang baik, marilah kita pergi mengumpulkan padi" ia berkata : Tidak perlu, sahabat yang baik; aku telah mengambil padi untuk makan malam dan siang." Selanjutnya sebagian mahluk lain datang dan berkata kepadanya : "Sahabat yang baik, marilah kita pergi mengumpulkan padi"; ia berkata: "Tidak perlu, sahabat yang baik, aku telah mengambil padi untuk dua hari." Demikianlah, dalam cara yang sama mereka menyimpan padi yang cukup untuk empat hari dan selanjutnya untuk delapan hari.
Vasettha, sejak itu mahluk-mahluk tersebut mulai makan padi yang disimpan. Dedak mulai menutupi butir-butir padi yang dan butir-butir padi dibungkus sekam. Padi yang telah dituai atau potongan-potongan batangnya tidak tumbuh kembali, sehingga terjadi masa menunggu. Dan batang-batang padi mulai tumbuh serumpun.
18. Vasettha, kemudian mahluk-mahluk itu berkumpul bersama dan meratap dengan berkata : "Kebiasaan buruk telah muncul di kalangan kita. Dahulu kita hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa dan hidup dalam kemegahan. Kita hidup secara demikian dalam masa yang lama sekali.
Cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, muncullah bagi kita sari tanah dari dalam air, yang memiliki warna, bau dan rasa. Kita mulai membuat sari tanah itu menjadi gumpalan dan menikmatinya. Setelah kita berbuat demikian, maka cahaya tubuh kita lenyap. Ketika cahaya tersebut lenyap, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi mulai nampak; siang dan malam, bulan dan pertengahan bulan, musim-musim dan tahun-tahun pun nampak. Kita menikmati sari tanah tersebut, memakannya, hidup dengannya, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Tetapi sejak kelakuan buruk dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan menjadi umum di kalangan kita, lalu muncullah tumbuh-tumbuhan dari tanah (bhumipappatiko), yang memiliki warna, bau dan rasa. Kita mulai menikmatinya, memakannya, hidup dengannya, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Tetapi sejak kelakuan buruk dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan menjadi umum di kalangan kita, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itu lenyap. Ketika tumbuhan yang muncul dari tanah itu telah lenyap, lalu muncullah tumbuhan menjalar, yang memiliki warna, bau dan rasa. Kita mulai menikmatinya, memakannya dan hidup dengannya, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Tetapi sejak kelakuan buruk dan kebiasaankebiasaan tidak sopan menjadi umum di kalangan kita, maka tumbuhan menjalar itu lenyap. Ketika tumbuhan menjalar telah lenyap, lalu muncullah padi yang masak di alam terbuka, tanpa dedak dan sekam; harum dengan butir-butir yang bersih. Bilamana setiap malam kita memetik dan mengambilnya untuk makan siang, maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali, demikian terus-menerus padi itu muncul. Kita menikmati padi ini, memakannya, hidup dengannya; dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Tetapi sejak kelakuan buruk dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan menjadi umum di kalangan kita, maka dedak telah menutupi butir padi yang bersih dan sekam juga telah membungkus butir-butir padi tersebut. Dan bilamana kita telah memetiknya, padi itu tidak langsung tumbuh kembali, sehingga terjadilah masa menunggu, dan batang-batang padi mulai tumbuh berumpun. Karena itu, sekarang ini marilah kita membagi ladang-ladang padi dengan membuat batas-batasnya."
Demikianlah mereka membagi ladang-ladang padi dan membuat batas di sekeliling ladang bagian mereka masing-masing.
19. Kemudian, Vasettha, sebagian mahluk yang memiliki pembawaan sifat serakah (lolajatiko), yang sedang menjaga ladang bagiannya sendiri, lalu mencuri padi dari ladang orang lain dan memakannya. Mereka menangkap dan memegangnya erat-erat, dan berkata : "Sahabat yang baik, sesungguhnya engkau dalam hal ini telah berbuat jahat. Sewaktu sedang menjaga ladangmu sendiri, kau telah mencuri milik orang lain dan memakannya. Perhatikanlah baik-baik, jangan berbuat demikian lagi." Untuk kedua kalinya ia berbuat demikian dan juga untuk ketiga kalinya. Dan kembali mereka menangkapnya dan menasehatinya : Sebagian dari mereka memukulnya dengan tangan, sebagian melemparinya dengan bongkahan tanah dan sebagian memukulnya dengan tongkat.
Vasettha, demikianlah awal munculnya perbuatan mencuri; dan pemeriksaan, kebohongan dan hukuman pun menjadi dikenal.
20. Vasettha, kemudian mahluk-mahluk itu berkumpul bersama dan meratap dengan berkata : "Perbuatan-perbuatan jahat telah muncul di kalangan kita, pencurian, pemeriksaan, kebohongan dan hukuman menjadi dikenal. Sebaiknya kita memilih salah seseorang di antara kita untuk mengadili mereka yang patut diadili, memeriksa mereka yang patut diperiksa, dan mengucilkan mereka yang harus dikucilkan. Dan untuk membalas jasanya, kita akan memberikan sebagian padi kita kepadanya."
Vasettha, kemudian mereka memilih salah seorang di antara mereka yang paling rupawan, paling disukai, paling menyenangkan, paling pandai, dengan berkata kepadanya: "Sahabat yang baik sebaiknya engkau mengadili orang yang patut diadili, memeriksa mereka yang patut diperiksa, mengucilkan mereka yang patut dikucilkan. Dan kita akan memberikan sebagian padi milik kita kepadamu."
Ia menyetujuinya dan berbuat demikian, dan mereka memberikan sebagian padi milik mereka kepadanya.
21. Vasettha, dipilih oleh banyak orang adalah apa yang dimaksud dengan Maha Sammata; maka Maha Sammata (Pilihan Agung) merupakan ungkapan pertama yang muncul (bagi seorang yang dipilih oleh banyak orang). Penguasa ladang adalah apa yang dimaksud dengan Khattiya; maka Khattiya merupakan ungkapan kedua yang muncul. Ia membuat senang orang lain dengan Dhamma, (dengan melaksanakan prinsip kebenaran) adalah apa yang dimaksud dengan Raja; maka Raja merupakan ungkapan ketiga yang muncul.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat Khattiya ini, yang dikenal sesuai dengan pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan bukan dari orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri dan bukan tidak diingini; dan hal itu terjadi sesuai dergan Dhamma (apa yang seharusnya demikian), bukan terjadi karena apa yang bukan-dhamma (adhamma). Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
22. Vasettha, kemudian hal seperti berikut ini muncul pada diri orang-orang itu : "Perbuatan-perbuatan jahat telah muncul di kalangan kita, sehingga pencurian, pemerkosaan, kebohongan, hukuman dan pengucilan menjadi dikenal. Sekarang marilah kita menyingkirkan semua perbuatan jahat dan kebiasaan tidak sopan." Dan mereka melakukannya.
Vasettha, mereka yang menyingkirkan (bahenti) perbuatan-perbuatan jahat dan kebiasaan-kebiasaan tidak sopan adalah apa yang disebut dengan kata "brahmana"; demikianlah 'brahmana' merupakan ungkapan permulaan bagi mereka yang berbuat demikian. Mereka membuat pondokpondok dari daun (pannakuti) di hutan, dan bersamadhi di situ. Mereka hidup tanpa perapian, tanpa asap, tidak mempergunakan alu dan lumpang; mereka mengumpulkan makanan pada sore hari untuk makan malam dan pada pagi hari untuk makan siang; mereka mencari makanan dengan memasuki desa, kampung dan kota. Setelah memperoleh makanan, mereka kembah lagi ke pondok mereka dan bersamadhi.
Ketika orang-orang melihat hal ini, mereka berkata: "Orang-orang ini, setelah membuat pondok-pondok dari daun di hutan, lalu bersamadhi di situ. Mereka hidup tanpa perapian, tanpa asap, tidak mempergunakan alu dan lumpang; mereka mengumpulkan makanan pada sore hari untuk makan malam, dan mengumpulkan makanan pada pagi hari untuk makan siang; mereka mencari makanan dengan memasuki desa, kampung dan kota. Setelah memperoleh makanan mereka kembali ke pondok-pondok mereka dan bersamadhi.
Vasettha, mereka yang bersamadhi (jhayanti) inilah yang dimaksud dengan Jhayaka atau pelaksana samadhi; demikianlah kata jhayaka merupakan ungkapan kedua yang muncul.
23. Vasettha, karena sebagian di antara mereka tidak tahan bersamadhi di pondok-pondok daun dalam hutan, maka mereka keluar dan tinggal di pinggir-pinggir desa-desa, kampung-kampung dan kota-kota, dan di sana mereka menulis buku (ganthe karonta). Dan ketika orang-orang melihat hal ini, mereka berkata: "Orang-orang ini, karena tidak tahan bersamadhi di pondok-pondok daun hutan, maka mereka keluar dan tinggal di pinggir desa-desa, kampung-kampung dan kota-kota, dan di sana mereka menulis buku. Mereka tidak bersamadhi (ajhayaka).
Vasettha, mereka yang tidak bersamadhi inilah yang dimaksud dengan "Ajhayaka"; demikianlah kata ajhayaka merupakan ungkapan-ungkapan ketiga yang timbul. Pada waktu itu mereka dipandang yang paling rendah, tetapi sekarang mereka menganggap diri merekalah yang paling tinggi.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat brahmana ini, dikenal menurut pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga bukan dari orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri, dan bukan tidak diingini, dan hal itu terjadi sesuai dengan Dhamma (apa yang seharusnya memang demikian), bukan terjadi karena apa yang bukan dhamma (adhamma). Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
24. Selanjutnya, Vasettha, terdapat juga sebagian orang lain yang menempuh hidup berkeluarga dan melakukan berbagai macam perdagangan. Mereka yang menempuh hidup berkeluarga dan melakukan berbagai macam perdagangan (vissa) inilah yang dimaksud dengan 'Vessa' (Kaum Pedagang). Demikianlah kata Vessa ini dipergunakan sebagai ungkapan bagi orang-orang tersebut.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat vessa ini, yang dikenal sesuai dengan pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan bukan dari orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri, bukan tidak diingini; dan hal itu terjadi sesuai dengan dhamma (apa yang seharusnya demikian), bukan terjadi karena apa yang bukan dhamma (adhamma). Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
Selanjutnya Vasettha, selebihnya dari orang-orang ini melakukan pekerjaan berburu. Mereka yang hidup dari hasil berburu dan perbuatan atau pekerjaan lain semacamnya inilah yang dimaksudkan dengan 'Sudda'. Demikianlah kata 'sudda''; ini dipergunakan sebagai ungkapan dari orang-orang tersebut.
Vasettha, demikianlah asal mula dari kelompok masyarakat sudda ini, yang dikenal sesuai dengan pernyataan permulaan pada masa lampau. Asal mula mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan bukan dari orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri, dan bukan tidak diingini; dan hal itu terjadi sesuai dengan dhamma (apa yang seharusnya demikian), bukan terjadi karena apa yang bukan dhamma (adhamma). Sesungguhnya, Vasettha dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
25. Selanjutnya Vasettha pada suatu waktu, ketika terdapat beberapa orang khattiya memandang rendah cara hidupnya sendiri, mereka meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh hidup sebagai orang tak berumah tangga, dengan berkata: "Aku ingin menjadi pertapa."
Juga terdapat beberapa orang brahmana yang memandang rendah cara hidupnya sendiri, mereka meninggalkan kehidupan bermah tangga dan menempuh kehidupan sebagai orang tak berumah tangga, dengan berkata: "Aku ingin menjadi pertapa."
Juga, terdapat beberapa orang vessa yang memandang rendah cara hidupnya sendiri, mereka meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh hidup sebagai orang tak berumah tangga, dengan berkata : "Aku ingin menjadi seorang pertapa."
Juga, terdapat beberapa orang sudda yang memandang rendah hidupnya sendiri, mereka meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menempuh hidup tak berumah tangga, dengan berkata : "Aku ingin menjadi seorang pertapa."
Vasettha, dari empat kelompok masyarakat ini muncullah kelompol pertapa. Asal-usul mereka adalah dari kalangan orang-orang itu juga, dan bukan dari orang-orang lain; dari keinginan mereka sendiri, dan bukan tidak diingini; dan hal itu terjadi sesuai dengan Dhamma (apa yang seharusnya demikian), dan bukan terjadi karena apa yang bukan dhamma (adhamma). Sesungguhnya, Vasettha dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
26. Vasettha, orang khattiya yang menempuh kehidupan jahat dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan salah; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam celaka (apaya), alam sengsara (duggati), alam siksaan (vinipata), dan alam neraka (niraya).
Juga, orang brahmana yang menempuh kehidupan jahat dalam perbutan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan salah; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, mereka terlahir kembali dalam alam celaka (apaya), alam sengsara (duggati), alam siksaan (vinipata), alam neraka (niraya).
Juga, orang vessa yang menempuh kehidupan jahat dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan-pandangan salah; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatanperbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam celaka (apaya), alam sengsara (duggati), alam siksaan (vinipata), alam neraka (niraya).
Juga, orang sudda yang menempuh kehidupan salah dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; menganut pandangan-pandangan salah; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatanperbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam celaka (apaya), alam sengsara (duggati), alam siksaan (vinipata), alam neraka (niraya).
27. Vasettha, orang khattiya yang menempuh kehidupan bajik dalam perbuatan, perkataan dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan benar; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam bahagia (suggati), alam surga (sagga).
Juga, orang brahmana yang menempuh kehidupan bajik dalam perbuatan, perkataan dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan benar; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatanperbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya. Setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga.
Juga, orang vessa yang menempuh kehidupan bajik dalam perbuatan, perkataan dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan benar; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatanperbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga.
Juga, orang sudda yang menempuh kehidupan bajik dalam perbuatan, perkataan dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan benar; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka akan terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga.
28. Vasettha, orang khattiya yang menempuh kehidupan ganda (dvaya kari), baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan dan pikiran, yang menganut pandangan campuran (vimissaditthiko); maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatan campurannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, ia akan terlahir kembali dalam alam bahagia maupun alam sengsara.
Juga, seorang brahmana yang menempuh kehidupan ganda (dvaya kari), baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan campuran (vimissaditthiko); maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatan campurannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, ia akan terlahir kembali dalam alam bahagia maupun alam sengsara.
Juga, seorang vessa yang menempuh kehidupan ganda (dvaya kari), baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan dan pikiran; yang menganut pandangan campuran (vimmissaditthiko); maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatan campurannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, ia terlahir kembali dalam alam bahagia maupun alam sengsara.
Juga, seorang sudda yang menempuh kehidupan ganda (dvaya kari) baik dan buruk dalam perbuatan, perkataan dan pikiran, yang menganut pandangan-pandangan campuran; maka sebagai akibat dari pandangan-pandangan dan perbuatan-perbuatan campurannya itu, pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, ia akan terlahir kembali dalam alam bahagia maupun alam sengsara.
29. Vasettha, seorang khattiya yang hidup dengan perbuatan, perkataan dan pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai penerangan sempurna, maka ia akan mencapai pemusnahan total dari noda-noda batin (parinibbanena-parinibbati) dalam kehidupan sekarang ini.
Juga, seorang brahmana yang hidup dengan perbuatan, perkataan dan pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai penerangan sempurna (satta bodhipakkhiya dhamma), maka ia akan mencapai pemusnahan total dari nodanoda batin atau parinibbana dalam kehidupan sekarang ini juga.
Juga, seorang vessa yang hidup dengan perbuatan, perkataan dan pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai penerangan sempurna (satta bodhipakkhiya dhamma), maka ia akan mencapai pemusnahan total dari nodanoda batin atau parinibbana dalam kehidupan sekarang ini juga.
Juga, seorang sudda yang hidup dengan perbuatan, perkataan dan pikiran terkendali, yang telah mengembangkan tujuh faktor untuk mencapai penerangan sempurna (satta bodhipakkhiya dhamma), maka ia akan mencapai pemusnahan total dari noda-noda batin atau parinibbana dalam kehidupan sekarang ini juga.
30. Vasettha, siapapun dari keempat kelompok masyarakat ini menjadi seorang bhikkhu, arahat, orang yang telah mengalahkan noda-noda batin (jinasavo), telah mengerjakan apa yang harus dikerjakan (kata karaniyo), telah meletakkan beban (ohitabharo), telah mencapai kebebasan (anuppattasadattho), telah mematahkan ikatan kelahiran (parikakkhinabhavasannajano), telah terbebas karena memiliki pengetahuan (sammadannavimutto); maka dialah yang dinyatakan paling baik di antara mereka, berdasarkan kebenaran (dhamma) dan tidak atas dasar yang bukan dhamma (adhamma). Sesungguhnya, Vasettha, dhamma itu amat bermanfaat bagi umat manusia, baik dalam kehidupan sekarang ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.
31. Vasettha, syair ini telah diucapkan oleh Sanam Kumara, salah seorang dari para dewa Brahma :
"Khattiya adalah yang terbaik di antara kumpulan ini,
Yang mempertahankan garis keturunannya
Tetapi ia yang sempurna pengetahuan serta tindak tanduknya
Adalah yang terbaik di antara para dewa dan manusia."
Vasettha, syair ini telah diucapkan dengan baik dan bukannya diucapkan dengan tidak baik oleh Brahma Sanam Kumara, kata-kata yang baik bukan kata-kata yang buruk; penuh arti dan bukan kosong dari arti. Vasettha begitu pula aku menyatakan :
"Khattiya adalah yang terbaik di antara kumpulan ini
Yang mempertahankan garis keturunannya
Tetapi ia yang sempurna pengetahuan serta tindak tanduknya
Adalah yang terbaik di antara para dewa dan manusia."
Demikianlah sabda Sang Bhagava. Vasettha dan Bharadvaja merasa puas dan bersuka cita mendengar sabda Sang Bhagava itu.
Quote from: Centy on 02 November 2008, 02:07:27 PM
Bro Bond, nanya lagi ya.... Kalo menurut anda jawaban dari pertanyaan saya adalah avijja, berarti belum apa2 kita terlahir udah dalam keadaan salah dong.... Dan kita akan terlahir lagi karena avijja. Jadi ngapain kita susah2 cari cara melenyapkan avijja, toh nantinya akan lahir lagi karena avijja
Avijja disini harus dipahami sebagai kebodohan batin/kedunguan yg merupakan kekotoran batin yg akan membuat orang pada micchaditthi/pandangan salah. Bukan seperti kita tidak pernah memakan mangga dan tidak tau rasanya. Tetapi seperti orang mengatakan matahari terbit di timur atau terbenam di barat, yg mana kenyataanya matahari tidaklah terbit atau terbenam tetapi karena bumi mengelilingi matahari. Sama juga seperti dahulu kala mengatakan bumi ini datar kenyatannya bulat. Demikian pula kita memaknai kehidupan di setiap alam kehidupan dengan kekeliruan.
Dengan melenyapkan avijja kita tidak akan terlahirkan lagi dialam manapun juga. Dengan kata lain adalah tercapainya nibanna. Jadi bukan berarti avijja lenyap lalu tetap terlahirkan.
Anda bisa baca detil yg ditulis bro CKRA dan Suhu Sumedho. Itu referensi mengenai kosmologi menurut ajaran Sang Buddha.
_/\_
Namaste all.. _/\_
Sedikit komentar yah.. :)
Avijja diartikan ke dlm bhs Indonesia sbg kebodohan batin, kegelapan batin, ketidaktahuan batin, yg sesungguhnya avijja memiliki cakupan dan pengertian yg lebih luas. Karena kesalahpahaman, kebebalan, menolak mengetahui kebenaran juga bs diartikan sbg avijja. dalam penggunaannya berkenaan dengan pikiran, avijja identik juga dengan moha. (bener ga yah?) ::)
Tanggapan saya, mengetahui hal2 yg ditanyakan bro Centy, tidak akan membawa kita pada pelepasan dari kelahiran-kematian.
Pada sebuah garis bilangan lurus, posisi kita sekarang adalah pd titik 0 (nol), ke kiri, masa lalu, ada bilangan negatif yg tak terhingga, demikian pula ke kanan, masa depan, tidak akan ada habisnya. Mengapa masih mencoba mencari awal? Bisakah pd garis bilangan anda menemukan titik awal kita berangkat? Tidak. Krn ke kiri selalu bisa ditambahkan 1 bilangan negatif.
Demikian pula sia-sia usaha utk menemukan awal kehidupan. Setelah mengetahui sebab pertama, lantas apa yg bisa anda lakukan dlm membebaskan diri dr kenyataan keberadaan anda skrg? Mungkin saja akan ada pertanyaan lanjutan, darimana Sang Pencipta berasal? Adakah yg sebelum-Nya yg menciptakan-Nya?
Ini dikatakan oleh Sang Buddha seperti orang yang tertembak panah beracun dan menolak utk diobati sebelum mengetahui siapa yg menembaknya, dgn racun jenis apa, dr mana org tsb berasal, mengapa menembaknya de-el-el. Kalau menurutku, dikasus Sang Pencipta ini, orang yg ditembak panah beracun kematian malah berbalik memuja sosok yang menembaknya. "Ooh.. Sungguh agung yg menembakku. Terpujilah Dia." ^:)^ Aneh bukan? :-? :P
Atau analogi lingkaran, yg manakah titik awal sebuah lingkaran, bro Centy? ;D
Apa yg di ajarkan dlm Buddhism adl mengenali titik kita sekarang, dan bagaimana cara utk memutuskan dan keluar dr garis bilangan atau lingkaran tsb. Bagaimana cara mengobati luka yang ada. Atau mencapai Nibbana. Utk agama anda? Lebih mendekati ke pencapaian kesatuan dgn Tuhan itu sendiri. That simple. :)
p.s: jgn diartikan nibbana = Sang Pencipta ya :D
Demikian.. mohon maaf dan koreksinya utk penyampaian yg salah.
mettacitena
_/\_
hmm.... menarik.... Thanks atas jawaban2nya.
Quote from: bond on 02 November 2008, 09:52:36 PM
Avijja disini harus dipahami sebagai kebodohan batin/kedunguan yg merupakan kekotoran batin yg akan membuat orang pada micchaditthi/pandangan salah. Bukan seperti kita tidak pernah memakan mangga dan tidak tau rasanya. Tetapi seperti orang mengatakan matahari terbit di timur atau terbenam di barat, yg mana kenyataanya matahari tidaklah terbit atau terbenam tetapi karena bumi mengelilingi matahari. Sama juga seperti dahulu kala mengatakan bumi ini datar kenyatannya bulat. Demikian pula kita memaknai kehidupan di setiap alam kehidupan dengan kekeliruan.
Dengan melenyapkan avijja kita tidak akan terlahirkan lagi dialam manapun juga. Dengan kata lain adalah tercapainya nibanna. Jadi bukan berarti avijja lenyap lalu tetap terlahirkan.
Anda bisa baca detil yg ditulis bro CKRA dan Suhu Sumedho. Itu referensi mengenai kosmologi menurut ajaran Sang Buddha.
_/\_
ehm bro bond, kalau boleh saya perjelas dikit.
avijja = moha = kebodohan batin.
miccha ditthi = moha + lobha...... jadi orang sudah tidak tahu mana yang benar, dan dia melekatinya, sehingga ini akan menjerumuskan dia ke alam rendah.
semoga bisa bermanfaat........
Quote from: markosprawira on 05 November 2008, 02:26:19 PM
ehm bro bond, kalau boleh saya perjelas dikit.
avijja = moha = kebodohan batin.
miccha ditthi = moha + lobha...... jadi orang sudah tidak tahu mana yang benar, dan dia melekatinya, sehingga ini akan menjerumuskan dia ke alam rendah.
semoga bisa bermanfaat........
Bro Markos...
Setau saya...
miccha ditthi...orang itu tahu mana yang salah dan mana yang benar tapi memegang objek secara salah (objek itu dilekati).
contoh : kita tahu rakit itu di pake untuk menyeberang, setelah sampai di seberang kita masih bawa (lekati) rakit itu.
cmiiw
_/\_ :lotus:
ARTI
Miccha = salah, keliru, menyesatkan ke jalan yang salah.
Ditthi = pandangan.
KARAKTERISTIK
Melakukan interpretasi terhadap sesuatu secara tidak bijaksana / tidak adil.
Miccha Ditthi itu muncul pada akusala citta, karena bersumber pada Lobha mula citta dan pada akusala citta, ga mungkin bisa bersekutu dengan kusala citta loh ;)
misal dalam contoh rakit.
Kita tau bahwa rakit itu untuk menyeberang.
Namun karena Ditthi, kita menganggap rakit itu adalah milik-KU, dan melekatinya
Jadi ditthi disini bukan dalam artian knowledge/pengetahuan, namun lebih ke arah "ketidak tahuan" secara batin (moha)
Semoga bisa dimengerti yah ci....... _/\_
Bro Markos... Anumodana atas penjelasannya... _/\_
bagaimana dengan yang ini..
19. Ditthi cetasika : pandangan. Di dalam Buddha Dhamma, ditthi apabila berdiri sendiri, maka diartikan miccha ditthi, pandangan keliru, Moha dan ditthi seyogyanya dibedakan. Moha seperti awan yg menutupi objek, sehingga tidak dapat melihat jelas, sedangkan ditthi tidak menutupi objek, ditthi dapat melihat objek, namun memegang objek secara salah. Ditthi adalah lawan dari Nana, kebijaksanaan. Ditthi menolak sifat alamiah dan memandang secara salah, sedangkan Nana memandang objek sebagaimana sifat sesungguhnya.
_/\_ :lotus:
dear ci lily,
berikut penjelasan dari mentor mengenai miccha ditthi yang dapat dilihat di : http://www.buddhistonline.com/dsgb/al06.shtml
cetasika ditthi termasuk ke dalam 3 cetasika yang dipimpin lobha
Ditthi cetasika ditemui di dalam empat jenis lobha-mula-citta yang bersekutu dengan pandangan salah (ditthigatasampayutta).
Dalam setiap lobha mula citta, PASTI akan dibarengi oleh Moha.
demikian juga setiap dosa mula citta, PASTI disertai dengan Moha.
Ditthi merupakan dhamma pertama yang harus dihancurkan, baru kemudian bentuk kemelekatan lain dapat dihapuskan.
Seorang Sotapanna telah menyadari bahwa semua fenomena batin dan jasmani bukan 'aku'; oleh karena itu, ia telah menghancurkan ditthi
Kalau boleh kembali merefer ke Lotika, yang dimaksud dengan cetasika yang dilandasi oleh Lobha, adalah melekat karena tidak tahu (moha) bahwa segala sesuatu itu hanyalah proses (yg timbul dan pasti akan tenggelam)
Itu kenapa biasanya ditthi lebih cenderung untuk terjadi pada konsep/pandangan mengenai rupa dan batin.
Bro Markos...
Anumodana atas penjelasannya...
Gimana kalo yang ini?
contoh :
~ kita tahu segala sesuatu bukan merupakan ciptaan tuhan....ketika kita di comment oleh orang yang percaya bahwa segala sesuatu merupakan ciptaan tuhan...terus kita pertahankan (lekati) pandangan benar kita...sehingga membuat batin kita bergejolak saat itu juga.
Imo... Pandangan benar itu jika dilekati akan menjadi Miccha Ditthi yang halus lho....ini sering terjadi pada kita apalagi yang suka berdebat... ;D
Cmiiw...
_/\_ :lotus:
Quote from: markosprawira on 05 November 2008, 02:26:19 PM
Quote from: bond on 02 November 2008, 09:52:36 PM
Avijja disini harus dipahami sebagai kebodohan batin/kedunguan yg merupakan kekotoran batin yg akan membuat orang pada micchaditthi/pandangan salah. Bukan seperti kita tidak pernah memakan mangga dan tidak tau rasanya. Tetapi seperti orang mengatakan matahari terbit di timur atau terbenam di barat, yg mana kenyataanya matahari tidaklah terbit atau terbenam tetapi karena bumi mengelilingi matahari. Sama juga seperti dahulu kala mengatakan bumi ini datar kenyatannya bulat. Demikian pula kita memaknai kehidupan di setiap alam kehidupan dengan kekeliruan.
Dengan melenyapkan avijja kita tidak akan terlahirkan lagi dialam manapun juga. Dengan kata lain adalah tercapainya nibanna. Jadi bukan berarti avijja lenyap lalu tetap terlahirkan.
Anda bisa baca detil yg ditulis bro CKRA dan Suhu Sumedho. Itu referensi mengenai kosmologi menurut ajaran Sang Buddha.
_/\_
ehm bro bond, kalau boleh saya perjelas dikit.
avijja = moha = kebodohan batin.
miccha ditthi = moha + lobha...... jadi orang sudah tidak tahu mana yang benar, dan dia melekatinya, sehingga ini akan menjerumuskan dia ke alam rendah.
semoga bisa bermanfaat........
Terima kasih atas penjelasannya bro markos _/\_
Quote from: Lily W on 05 November 2008, 05:54:56 PM
Bro Markos...
Anumodana atas penjelasannya...
Gimana kalo yang ini?
contoh :
~ kita tahu segala sesuatu bukan merupakan ciptaan tuhan....ketika kita di comment oleh orang yang percaya bahwa segala sesuatu merupakan ciptaan tuhan...terus kita pertahankan (lekati) pandangan benar kita...sehingga membuat batin kita bergejolak saat itu juga.
Imo... Pandangan benar itu jika dilekati akan menjadi Miccha Ditthi yang halus lho....ini sering terjadi pada kita apalagi yang suka berdebat... ;D
Cmiiw...
_/\_ :lotus:
Betul sekali ci lily....... hal ini pernah saya bahas dengan ko willibordus.....
benernya ini khan selaras dengan pengertian miccha ditthi adalah pandangan salah mengenai nama dan rupa....
misalnya kita tau bahwa melekat itu salah, namun ternyata kita melekat pada "pandangan" itu....
disini sebenarnya kita masih dalam tataran teoritis, karena pada prakteknya, kita masih menganggap bahwa "Kebenaran ini adalah pandangan-KU"....
cara ngetesnya as always, ci....... begitu ada yg challenge atau org berbeda dengan "pandangan-KU" itu, maka akan muncul penolakan/dosa ;D
jujur aja, itu dulu sempat muncul dalam bnyk kali, utamanya pada waktu ada yg bilang "Abhidhamma itu bukan ajaran Buddha" :-[
namun sukur2 itu bisa jadi pengalaman utk perkembangan batin _/\_
Semoga bisa bermanfaat yah........
Bro Markos...
Anumodana atas penjelasannya...
_/\_ :lotus:
Forward dari Email Mentor tentang Miccha Ditthi :
Micchaditthi itu adalah berpandangan keliru, artinya memegang, melekati sebuah pandangan secara keliru, baik melekati pandangan yang salah maupun pandangan yang benar.
Kasus pertama: melekati pandangan keliru: contohnya memegang erat-erat bahwa saya memiliki aku yang kekal
Kasus kedua: melekati pandangan yang benar: contohnya fanatic sehingga memaksakan pandangan benar itu kepada orang lain sampai ribut.
==========
Semoga bermanfaat bagi kita....
[at] MOD... yang berhubungan dengan Micchaditthi ini, bisa tolong di copas ke thread Abhidhamma di topik "MICCHA DITTHI".. anumodana atas bantuannya..._/\_
_/\_ :lotus: