1.saya sangat gk suka ADI Buddha
2.karena dia adalah Tuhan
3.karena orang bilank dia adalah tuhan Buddhist
4.karena gw percaya kalo Buddhist gk ada tuhan
5.waktu gw jelasin ke aliran Maitreya kalo dalam Buddhism itu gk ada tuhan..dia bilank kalo Adi Buddha itu tuhannya Buddhist!!!!
pertanyaannya...
sapa seh yang buat adi buddha sebagai tuhan? apakah di Tipitaka pali ada adi Buddha? kok bisa yak orang yg menjadikan Adi Buddha sebagai Tuhan masi idup di dunia ini?!
mmmm... singkat kata, faktanya adalah adi buddha gak ada di tipitaka pali...
kalo bicara ttg tuhan, maka kata "tuhan" itu harus dibuang jauh2, karena istilah "tuhan" itu sangat terpolusi. jadi tiap orang punya persepsi sendiri2 mengenai "tuhan", ada yg mempersepsikan tuhan sebagai penyelamat, ada yg mempersepsikan sebagai pencipta, ada yg mempersepsikan sebagai tukang pukul, dll.
kalo ngeliat definisinya adi-buddha di sini (http://en.wikipedia.org/wiki/Adi-Buddha), kayaknya gak lebih dari definisi nibbana, asankhata dhamma, dll. bukan tuhan dalam persepsi samawi... mungkin ada yg lebih tau? buat saya sendiri, mendingan kagak usah pake istilah2 beginian yg kagak bisa membawa kita kepada pelepasan dan kemerdekaan batin... ragukan semuanya, karena ragu pangkal cerah ;D
Nah gua disini coba jelaskan menurut yang gua tahu deh, karena pada zaman dulu, ketika pemerintahan orba, setiap agama diharuskan memiliki Tuhan dalam agama masing2. Dikarenaken kebijakan tersebut, maka hanya Buddhist lah satu-satunya yang tidak memiliki Tuhan dalam Buddhanya, ketika itu para scholar Buddhist berupaya agar agama Buddha tetap diakui sebagai salah satu agama resmi dalam Indonesia, dari itu kemudian muncullah sebutan "Adi" pada depan kata "Buddha", setahu yang saya dengar sich itulah asal muasal dari kata "Adi", rekan2 yang lain silahkan dikoreksi kembali.
Quote from: indavadi on 30 August 2007, 04:04:56 PM
Nah gua disini coba jelaskan menurut yang gua tahu deh, karena pada zaman dulu, ketika pemerintahan orba, setiap agama diharuskan memiliki Tuhan dalam agama masing2. Dikarenaken kebijakan tersebut, maka hanya Buddhist lah satu-satunya yang tidak memiliki Tuhan dalam Buddhanya, ketika itu para scholar Buddhist berupaya agar agama Buddha tetap diakui sebagai salah satu agama resmi dalam Indonesia, dari itu kemudian muncullah sebutan "Adi" pada depan kata "Buddha", setahu yang saya dengar sich itulah asal muasal dari kata "Adi", rekan2 yang lain silahkan dikoreksi kembali.
idih...pake cara gitu tah? parah banget seh...
Quote from: morpheus on 30 August 2007, 03:58:11 PM
mmmm... singkat kata, faktanya adalah adi buddha gak ada di tipitaka pali...
kalo bicara ttg tuhan, maka kata "tuhan" itu harus dibuang jauh2, karena istilah "tuhan" itu sangat terpolusi. jadi tiap orang punya persepsi sendiri2 mengenai "tuhan", ada yg mempersepsikan tuhan sebagai penyelamat, ada yg mempersepsikan sebagai pencipta, ada yg mempersepsikan sebagai tukang pukul, dll.
kalo ngeliat definisinya adi-buddha di sini (http://en.wikipedia.org/wiki/Adi-Buddha), kayaknya gak lebih dari definisi nibbana, asankhata dhamma, dll. bukan tuhan dalam persepsi samawi... mungkin ada yg lebih tau? buat saya sendiri, mendingan kagak usah pake istilah2 beginian yg kagak bisa membawa kita kepada pelepasan dan kemerdekaan batin... ragukan semuanya, karena ragu pangkal cerah ;D
definisi Wikipedia khan...ADI BUDDA= BUDDHA MASA LALU...
Quote from: indavadi on 30 August 2007, 04:04:56 PM
Nah gua disini coba jelaskan menurut yang gua tahu deh, karena pada zaman dulu, ketika pemerintahan orba, setiap agama diharuskan memiliki Tuhan dalam agama masing2. Dikarenaken kebijakan tersebut, maka hanya Buddhist lah satu-satunya yang tidak memiliki Tuhan dalam Buddhanya, ketika itu para scholar Buddhist berupaya agar agama Buddha tetap diakui sebagai salah satu agama resmi dalam Indonesia, dari itu kemudian muncullah sebutan "Adi" pada depan kata "Buddha", setahu yang saya dengar sich itulah asal muasal dari kata "Adi", rekan2 yang lain silahkan dikoreksi kembali.
istilah adi buddha ada di salah satu kitab mahayana (cmiiw), bukan bikinan belakangan...
perlu dicatat juga usaha untuk "mencari tuhan" dari buddhis indonesia gak cukup kompak. satu organisasi pengen mendefinisikan tuhan dengan adi buddha, organisasi yg lain mendefinisikannya dengan nibbana...
sah2 aja sih mau didefinisikan apa kek... cuman pendefinisian itu bisa jadi malah menambah polusi yg udah ada...
jadi pointne..kalo ditanya apakah Adi Buddha itu ada? jawabne ada tapi Adi Buddha bukan tuhan..melainkan Buddha2 masa lalu...begitukah?
bukan, tetapi sumber dari semua buddha. yg pertama kali muncul ketika semua belum muncul (alam semesta juga kali yah ???)
Kalo paritta Vandana tuh Pali asli bukan?
ada "namo sanghyang ada buddhaya" nya... di vihara gw diterjemahin jadi "terpujilah tuhan yang maha esa" :o
tapi di buku paritta theravada, vandana-nya cuma 1 bait yang "namo tassa bhagavato arahato samma sambuddhasa" doank...
adi buddha, kalo ngeliat postingan ko Medho, berarti 'first cause' yah? adakah 'first cause' dalam Budhism? :-?
Quote from: Sumedho on 30 August 2007, 08:09:29 PM
bukan, tetapi sumber dari semua buddha. yg pertama kali muncul ketika semua belum muncul (alam semesta juga kali yah ???)
ow rupane gitu tah? gw rasa Tibetan ato aliran yg ngeluarin Teori Adi Buddha itu pikiranne dah ke ketuhanan... [-o<
[at] 7th
iya tuh di Vihara apa gitu di Jakarta..gw pernah ikut kebaktianne..aneh banget vandanane masa pake Adi Buddha.... [at] -)
kata ko Medho seh, biasanya vihara Buddhayana tuh yang geto... Padahal nih vihara gw kata temen gw Theravada, dia aktivis sono...
Bhante kemana yah? bener gak neh VVD di Bandung vihara tertua di Indonesia?
Quote from: 7th on 31 August 2007, 12:37:17 AM
Bhante kemana yah? bener gak neh VVD di Bandung vihara tertua di Indonesia?
kamu kok ndak nyambung yak...><" OOT...
di Buddhayana juga ada Theravada nya. soalnya di Buddhayana ada Mahayana dan vajra jg.
Kebaktiannya ada versi theravada + ditambahin adibuddha. Sisanya sama kek theravada.
kata indavadi ada benarnya...
itu semua urusananya wkt jaman orba. "Tuhan" yg dijelaskannya kan juga definisi nibbana, jd ga salah2 amat -maksudnya ga ngada2 bikin teori baru ;D
kl ditanya,ya kamu jelasin, tuhan dlm agama buddha lain dr pengertian tuhan agama lain.
7th : lupa juga nih.. *mesti cari buku VVD terbitan lama*
oh ya ci LB juga mantan anak VVD kan...
kata temen gw juga seh tertua... but kok tertua tapi kaya yang ga berkembang gitu... Bhante aja ga ada disana... aneh...
Saya pernah baca bahwa Adi Buddha = emptiness = tathagarbha = "atta" ("diri" sejati) = Nirvana = Dharmakaya.
Sang Buddha menggunakan istilah Adi Buddha untuk menjelaskan emptiness kepada mereka yang masih terpaku pada konsep diri, karena mereka merasa takut jika dikatakan bukan diri, tidak ada inti. (The Lankavatara Sutra Chapter VI, Transcendental Intelligence )
Dan memang jika tidak hati-hati istilah ini akan mudah bias menjadi konsep Paratman (sumber atman /atta) dari agama Hindu .
Quote from: Kelana on 31 August 2007, 03:09:41 PM
Saya pernah baca bahwa Adi Buddha = emptiness = tathagarbha = "atta" ("diri" sejati) = Nirvana = Dharmakaya.
Sang Buddha menggunakan istilah Adi Buddha untuk menjelaskan emptiness kepada mereka yang masih terpaku pada konsep diri, karena mereka merasa takut jika dikatakan bukan diri, tidak ada inti. (The Lankavatara Sutra Chapter VI, Transcendental Intelligence )
Dan memang jika tidak hati-hati istilah ini akan mudah bias menjadi konsep Paratman (sumber atman /atta) dari agama Hindu .
kayakne Paratman= Adi Buddha deh...mungkin gk ini ajaran yg disusupkan oleh para Brahman ke dalam Buddhism? <--eits bukan ngeflame...tapi cuma nanya..
hm? ato Mahayana lebih mungkin?
Paritta Vandana yang 'asli' yang 3 bait ato 1 bait?
n sebenarnya Vandana itu dari ajaran Theravada ato Mahayana yah?
Quote from: El Sol on 31 August 2007, 04:26:31 PM
kayakne Paratman= Adi Buddha deh...mungkin gk ini ajaran yg disusupkan oleh para Brahman ke dalam Buddhism? <--eits bukan ngeflame...tapi cuma nanya..
Mungkin saja, kalau Adi Buddha diartikan sebagai sumber segala atta, diri sejati, sang awal.
Mungkin kembali ke pertanyaannya aja, Adi buddha yang mo ditanyain itu yang ada dimana??
kalo yang di Vandana Buddhayana, betul dengan yang dikatakan Indavadi..... itu ciptaan waktu jaman Orba, sktr tahun 1970an.... cuma kok ya jadi kebablasan sampe sekarang??? ..... sampe sekarang, saya masih kenal dengan beberapa org yang dulu "menciptakan" itu....
kalo yang di lain2nya, saya jujurnya ga tau.......
Berarti vandana seharusnya cuma 1 bait doank yah?
wew, yakin ga neh yang ditambahin cuma vandana doank? yang laen2? :-?
[at] 7th : Ssstttt..... jgn OOT..... khan yg dibahas cm Adi Buddha doang.....
tp sejauh yg saya tau sih, kalo paritta2 theravada sih ga ada modifikasi yah, kecuali dalam pelafalan aja.......
kalo soal upacara kebaktian, kekna emang beda lah ama theravada......
kesimpulanne Adi Buddha itu gk ada..dan buatan bener gitu?
untuk yang di Vandana : iya, betul itu buatan doang.....
untuk yang laen, saya ga tau....
gw dpt tulisan ttg Adi Buddha, sumbernya dari kuliah agama Buddha di wihara.
semoga artikel ini bisa membantu kita dalam memahami makna sesungguhnya Ketuhanan dalam agama Buddha.
kalo masih ga jelas, debat yuk. ;D (asal bukan debat kusir loh :P )
Buddha telah mencapai Pencerahan Sempurna, dengan demikian Buddha menghayati dan memahami Ketuhanan dengan sempurna pula.
Buddha bersabda :
"Ada Yang Tidak Terlahir, Yang Tidak Terjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak" (Udana VIII:3)
Yang Mutlak = Asamkhata-Dhamma = Yang Tidak Terkondisi.
Dengan adanya Yang Tak Terkondisi (Asamkhata), maka manusia yang berkondisi (Samkhata) dapat mencapai kebebasan mutlak dari samsara.
Agama Buddha menekankan unsur transenden YANG MAHA ESA.
YANG MAHA ESA: TIDAK TERKONSEPKAN,
harus dipahami melalui PENYADARAN, bukan melalui konsep.
tak terelakkan, ketika kita bicara tentang konsep Ketuhanan, diperlukan :"SEBUTAN",
salah satu sebutan: Adi-Buddha.
Sebutan lain:
Advaya, Diwarupa, Mahavairocana (kitab-kitab Buddhis bahasa Kawi), Vajradhara (Tibet: Kargyud & Gelug),
Samantabhadra (Tibet: Nyingma), Adinatha (Nepal).
apakah itu ADI-BUDDHA?
Adi-Buddha = Realitas Tertinggi
Adi-Buddha = Kebenaran Mutlak
Adi-Buddha = Yang Maha Esa
Adi-Buddha = Dharmakaya
Dharmakaya: tubuh Dharma yang absolut, kekal, meliputi segalanya, tidak terbatasi oleh ruang dan waktu, ada dengan sendirinya, bebas dari pasangan yang berlawanan, bebas dari pertalian sebab-akibat.
Adi-Buddha bukan suatu personifikasi.
Adi-Buddha bukan sosok yang punya inti-ego (ego-conscious)
Adi-Buddha bukan Tuhan antropomorfik (menyerupai manusia)
Adi-Buddha bukan Tuhan antropopatis (berperasaan = manusia)
Adi-Buddha bukan Tuhan pencipta.
Adi-Buddha ada dalam diri setiap makhluk sebagai BENIH KEBUDDHAAN.
Dengan demikian, setiap makhluk BERPOTENSI untuk menyadari Nibbana.
Out of ORBA regulation on religions, Buddha is Buddha. You can add any names to Buddha and the Buddha is still Buddha.
Quotedefinisi Wikipedia khan...ADI BUDDA= BUDDHA MASA LALU...
Masa sih? Sepertinya bukan begitu deh....
Adi Buddha adalah Buddha primordial dan transendent yang merupakan Dharmakaya dari semua manifestasi nirmanakaya Buddha-buddha di alam samsara ini.
Penjelasannya begini....
Ajaran Adi Buddha (Buddha Nature , Dharmadatu, Tatagathagarbha) ini adalah merupakan konsep yang terdapat pada Vajrayana Buddhism.
Vajrayana Buddhism mengatakan bahwa Sang Buddha memutar roda Dharma sebanyak 3 x. Pemutaran roda Dharma yang pertama kali dilakukan dalam wujud nirmanakaya Buddha Gautama. Disitu diturunkan ajaran Hinayana, dimana mengajarkan konsep anatta (no-self). Akan tetapi emptiness yang dipandang sebagai no-self itu masih bersisa karena fenomena luar diri (ie. materi) masih dianggap sebagai real / ada dan juga consciousness (dan agregat yg lain) sebagai manifestasi dari Mind (Nama) merupakan sesuatu yang ada secara atomistik (komponen terkecil bentukan).
Kemudian muncul aliran Chittamatra (Mind Only school) yang mengatakan bahwa segala sesuatu bahkan fenomena diluar diri (benda2, alam semesta) itu pun merupakan perwujudan dari Mind belaka. Disini seakan-akan dikatakan bahwa Mind adalah suatu substansi yang mendasari segala sesuatu.
Ajaran2 ini dimunculkan oleh nirmanakaya Buddha karena dianggap bahwa taraf pemahaman manusia baru sampai disitu. Kemudian dikatakan bahwa untuk membawa manusia ke taraf pencerahan yg lebih tinggi, maka Buddha menurunkan ajaran definitif dalam putaran roda dharma yang ke-2. Yaitu dalam wujud samboghakaya sang Buddha dalam wujud Naga menurunkan ajaran kepada Nagarjuna. Filosofi ini yang kemudian disebut sebagai Madhyamaka (Filosofi Jalan Tengah), tujuannya adalah untuk :
- mengatasi keterjebakan pandangan Buddhist2 sebelumnya yang akhirnya terjebak pada pandangan kekekalan (Sarvastivada: Nama dan rupa terdiri dari komponen2 terkecil yg tak dapat dibagi lagi dan bersifat substansial; Chittamatra : mind that substantial dan mendasari segala sesuatu). Dan juga membantah pandangan nihilisme, yang berpandangan bahwa setelah mencapai Nibbana semua lenyap.
- Mengkritik pandangan2 para sesepuh Buddhis pada waktu itu yang akhirnya terjebak pada satu konsep. Filosofi Madhyamaka pada hakikatnya menentang segala macam bentukan konsep tentang "ada" maupun "tiada" yang terkenal dengan sebutan tetralemma (empat ketidakmungkinan; dilemma= dua tidak mungkin) :
- Bukan A
- Bukan B
- Bukan (A dan B)
- Bukan (A' atau B')
- Pada dasarnya , filosofi Madhyamaka tidak menyatakan suatu pernyataan, tapi akan membantah / menegasikan setiap pernyataan filosofis dari lawannya.
Madhyamaka sendiri bisa dibedakan menjadi Madhyamaka Prasangika dan Madhyamaka Svatantrika. Kedua macam ini disebut sebagai ajaran Rangtong (empty of self).
Dalam proses ini, maka orang-orang mempelajari makna emptiness secara lebih meluas dan mendalam. Tapi disini masih ada suatu kemelekatan halus yang menolak terhadap segala konsep dan bentukan (compounded phenomena) atau dengan kata lain, adanya kemelekatan terhadap ketidakmelekatan.
Oleh karena itu, untuk mengatasi hal ini, maka Sang Buddha dalam manifestasi samboghakayanya menurunkan ajaran berikutnya yang disebut pemutaran roda dharma ketiga.
Pada putaran roda dharma yang ketiga inilah maka dikenal istilah Buddha Nature, yang selanjutnya disebut sebagai Adi Buddha.
Jangan salah tangkap bahwa Adi Buddha ini adalah suatu mahluk atau konsep Tuhan yang di Buddhistkan. Akan tetapi dasar dari konsep Adi Buddha ini adalah tetap emptiness seperti yang berlaku dalam filosofi Madhyamaka, akan tetapi seseorang yang merealisasi Nibbana bukan berarti semuanya blank / menjadi ketidaksadaran, akan tetapi didalam tersebut kita akan memahami bahwa hakikat Mind itu sendiri adalah gabungan dari emptiness dan luminosity. Meskipun essence dari Kesadaran itu adalah luminosity, akan tetapi ia tidak memiliki inherent existence, atau dengan kata lain adalah emptiness itu sendiri. Filosofi ini sering disebut sebagai Shentong (empty of-other).
Dalam simbolismenya (proses anthropomorphic) maka Adi Buddha ini dalam tradisi Gelug digambarkan sebagai Buddha Samantabhadra (bukan Bodhisattva Samantabhadra loh!) yang berwarna biru dan telanjang bulat, yang merupakan simbolisme dari kesatuan yang tak terpisahkan dari emptiness dan luminosity. Sedangkan dalam tradisi Kagyud, penggambaran Adi Buddha ini digambarkan dalam bentuk samboghakayanysa yang disebut sebagai Buddha Vajradhara, yang juga berwarna biru sebagai simbol dari langit (emptiness) tapi mengenakan ornamen2 mahkota, perhiasan dll sbg simbolisme dari wujud samboghakayanya.
Dikatakan dalam Vajrayana bahwa Buddha Gautama yang mengajar di dunia ini tidak lain sebetulnya adalah permainan pikiran saja (ilusi) yang bagai mimpi karena sebetulnya Sang Buddha telah mencapai Kebuddhaan. Tubuh Dharmakayanya (Adi Buddha) kemudian memanifestasi dalam bentuk manusia Siddharta Gautama guna mengajar dan menyelamatkan manusia di dunia ini. Akan tetapi, tubuh Dharmakaya ini bukan sesuatu yang inherent existence, karena pada hakikatnya adalah emptiness dan no-self.
Jadi konsep Buddha Nature ini tidak bertentangan dengan ajaran anatta (no-self) seperti yg terdapat dalam Hinayana*, dan juga tidak bertentangan dengan filosofi Madhyamaka (emptiness) spt yg terdapat dalam tradisi Mahayana; tetapi bertujuan melengkapi dan menyingkirkan pandangan2 yg salah dari umatnya (bukan ajarannya).
(Note : Saya katakan 'Hinayana' karena didalamnya mencakup aliran2 filosofi awal spt sthaviravada, sarvastivada, dsb yg mana menurut saya sedikit berbeda dengan Theravada)
Begitulah penjelasan saya dari yang dimengerti tentang Adi Buddha / Buddha Nature. Semoga rekan2 dari semua aliran Buddhism bisa memahami hal ini sebagai wacana untuk menghindari salah menjelaskan kepada rekan2 non-buddhis yang ingin tahu:
- Jangan sampai terjebak bahwa konsep Adi Buddha itu dipersamakan dengan konsep Tuhan dalam agama2 samawi.
- Jangan sampai terjebak mengatakan bahwa ajaran Vajrayana itu menyimpang karena mengatakan ada sesuatu existence yang kekal / inherently exist. Ajaran Adi Buddha bukan konsep atta.
Untuk memahami dengan benar soal Adi Buddha adalah hal yang sangat kompleks dan memerlukan ketekunan mempelajari filosofi yang mendalam. Pembelajaran harus dimulai dari memahami konsep anatta dalam Theravada terlebih dahulu, kemudian memahami konsep Jalan Tengah dalam Madhyamaka, barulah kita bisa mengerti konsep Buddha Nature / Adi Buddha ini tanpa salah.
Salam,
Suchamda
^:)^ postingan yg bagus dan jelas.. trima kasih
penjelasan berdasarkan Madyamaka School.
very clear, bro Suchamda. :)
By : Zen
Quote from: Suchamda on 10 September 2007, 09:56:02 AM
Dikatakan dalam Vajrayana bahwa Buddha Gautama yang mengajar di dunia ini tidak lain sebetulnya adalah permainan pikiran saja (ilusi) yang bagai mimpi karena sebetulnya Sang Buddha telah mencapai Kebuddhaan. Tubuh Dharmakayanya (Adi Buddha) kemudian memanifestasi dalam bentuk manusia Siddharta Gautama guna mengajar dan menyelamatkan manusia di dunia ini. Akan tetapi, tubuh Dharmakaya ini bukan sesuatu yang inherent existence, karena pada hakikatnya adalah emptiness dan no-self.
Sdr. Suchamda, jika demikian, bukankah ini berarti saya bisa perpikir bahwa bisa jadi saya ini juga sudah seorang Buddha yang sudah mencapai pencerahan, hanya saja karena permainan pikiran (ilusi), sekarang saya sedang berjuang menjadi Buddha yang kelak akan mengajar? Bukankah begitu?
Jika memang benar dikatakan bahwa Dharmakaya, Nirvana, Adi Buddha memiliki "sifat" emptiness, stillness, calm, no-self, lalu mengapa ada gejolak berupa manifestasi?
Quote from: indavadi on 30 August 2007, 04:04:56 PM
Nah gua disini coba jelaskan menurut yang gua tahu deh, karena pada zaman dulu, ketika pemerintahan orba, setiap agama diharuskan memiliki Tuhan dalam agama masing2. Dikarenaken kebijakan tersebut, maka hanya Buddhist lah satu-satunya yang tidak memiliki Tuhan dalam Buddhanya, ketika itu para scholar Buddhist berupaya agar agama Buddha tetap diakui sebagai salah satu agama resmi dalam Indonesia, dari itu kemudian muncullah sebutan "Adi" pada depan kata "Buddha", setahu yang saya dengar sich itulah asal muasal dari kata "Adi", rekan2 yang lain silahkan dikoreksi kembali.
kata "Sang Hyang Adi Buddha" itu setau saya diambil bahasanya dari bahasa Sanserkerta,trus dicampur2 sama bahasa Pali deh menurut versi Sanserkerta...makanya rada2 bingunk,mgkn utk meresmikan dan mengakui agama Budha di Indonesia..spt yg dikatakan indavadi :)
Menurut g seh emank Buddhism gak ada tuhan...
N Adi Buddha itu cuma "paksaan" agar Buddhisme diterima di Indo
Quote from: Kebod on 16 September 2007, 03:18:26 PM
Menurut g seh emank Buddhism gak ada tuhan...
N Adi Buddha itu cuma "paksaan" agar Buddhisme diterima di Indo
Padahal Buddhisme udah diterima diindo..ngapaen lage merubah ajaran sampe segitunya...
Klo nurut gw sih masalah sebutan juga nggak masalah. Dan klo nurut gw sih terserah agama laen mau memandang Adi Buddha itu adalah Tuhan-nya buddhist, meskipun kita di Buddhist sendiri memandang tidak ada Tuhan dalam agama Buddha, namun ada konsep ke-Tuhan-an dalam agama Buddha seperti yang sudah dijelaskan oleh Hikoza. Jadi selama bisa menghindari konflik yang nantinya malah lebih merugikan dan belum ada solusi agar agama lain menerima konsep ke-Tuhan-an dalam agama Buddha sementara biarkan saja seperti ini. :P
Adi Buddha = yang mutlak, alias Nibbana.
(penjelasannya kalo ditanya ke guru2 agama Buddha bakalan muter2 dan ujung2nya sampai ke Nibbana juga)
Karena jaman ORBA sudah lewat, apa ndak lebih baik otoritas yg berwenang atas buku2 pelajaran Buddha di Indonesia mulai meninggalkan istilah Adi Buddha ini.
Ketimbang semakin membingungkan umat.
::
tapi keknya (entah politis atau memang pandangannya demikian), masih dipakai juga tuh oleh salah satu sekte.
mungkin:
pada awalnya sih untuk keperluan politis, tapi lambat laun akhirnya jadi pandangan sendiri....
Ini seperti cerita:
orang2 tua bilang ada hantu di pohon besar (maksudnya supaya anak2 nggak manjat tuh pohon). anak2 percaya dan cerita hantu dipohon ini disebarin ke orang2. pada akhirnya si penyebar cerita merasa ragu sendiri dan mulai meyakini juga bahwa memang ada hantu di pohon itu...
Bro Willibordus,
Silakan menengok kesini:
http://www.dhammacitta.org/forum/index.php/topic,604.0.html
Quotetapi keknya (entah politis atau memang pandangannya demikian), masih dipakai juga tuh oleh salah satu sekte.
Bukan karena politis, tapi memang karena ajarannya demikian.
Sebenarnya sudah cukup jelas apa yang sudah saya terangkan dalam tulisan saya sebelumnya dalam topik ini juga disini: http://www.dhammacitta.org/forum/index.php/topic,493.msg8756.html#msg8756
Kalau belum jelas, silakan anda pelajari melalui search di google dengan kata kunci "Buddha Nature".
a.l:
http://en.wikipedia.org/wiki/Buddha-nature
Atau anda dapat baca buku2nya :
http://www.namsebangdzo.com/Buddha_Nature_p/5134.htm
http://www.namsebangdzo.com/Progressive_Stages_of_Meditation_on_Emptiness_p/5774.htm
http://www.amazon.com/Buddha-Nature-Mahayana-Uttaratantra-Commentary/dp/1559391286
Saya ingin menekankan ulang disini bahwa konsep Adi Buddha/ Buddha Nature muncul dari reaksi pada masa itu karena banyak bikkhu2 yang terjebak pada pandangan salah tentang emptiness yg mengarah pada nihilisme. Sebenarnya, konsep Adi Buddha itu adalah juga ajaran yg bersifat anatta. Tapi untuk memahami pengertian anatta dalam konsep ini tentu harus memahami terlebih dahulu konsep dalam Theravada yang kemudian dilanjutkan dengan pembelajaran thd filosofi Madhyamaka, barulah bisa memahami konsep Adi Buddha ini dengan akurat. Kesalahmengertian yang kita alami saat ini semata adalah karena kedangkalan kita memahami sesuatu penjabaran anatta yang sebenarnya sangat mendalam.
Bro Suchamda,
Terima kasih atas postingannya
Memang benar, seperti juga kata Pak Hud, kita harus hati2 dalam membicarakan konsep ketuhanan, jangan sampai terperosok kedalam polemik, yg akan merugikan umat Buddha sendiri, karena pada kenyataanya kita hidup di lingkungan yang mayoritas berpikiran samawi.
Tapi, pada topik Adi Buddha ini, karena tidak mempertentangkan konsep saya rasa ndak apa2 untuk diteruskan.
Apakah konsep Adi Buddha yang diakui di Indonesia ini memang berasal dari konsep Vajrayana Buddhism? Saya sendiri kurang yakin, karena ajaran Vajrayana pada saat itu (saat isitilah Adi Buddha ini pertama kali digunakan) tidak terlalu populer di Indonesia. Pada saat itu, Scholar Vajrayana pastilah tidaklah terlalu banyak sehingga bisa sampai mencetuskan konsep ini.
Juga, istilah "Buddha Nature" ala Mahayanis, tidak bisa kita simpulkan sebagai asal kata Adi Buddha di Indonesia.
Saya pribadi cenderung berpendapat istilah Adi Buddha ini sebenarnya dahulu sengaja "dimunculkan" demi eksisnya ajaran Buddha di Indonesia (karena ada tekanan dari pemerintah bahwa semua agama di Indonesia haruslah mengakui adanya Tuhan). Untuk itu, para pakar terpaksa memutar otak dan mencari istilah terdekat agar agama Buddha terkesan ber-tuhan juga, seperti agama2 samawi lainnya.
Saya sertakan juga cuplikan dari wikipedia tentang ini:
http://en.wikipedia.org/wiki/Religion_in_Indonesia#Buddhism
Following the downfall of President Sukarno in the mid-1960s, Pancasila was reasserted as the official Indonesian policy on religion to only recognise monotheism .[36] As a result, founder of Perbuddhi (Indonesian Buddhists Organisation), Bhikku Ashin Jinarakkhita, proposed that there was a single supreme deity, Sang Hyang Adi Buddha. He was also backed up with the history behind the Indonesian version of Buddhism in ancient Javanese texts, and the shape of the Borobudur Temple.
Bhante Ashin telah mengambil keputusan yang terbaik saat itu.
Karena sekarang di Indonesia kondisi telah berbeda, pertanyaannya: apakah memungkinkan istilah Adi Buddha sekarang ini dihilangkan saja ataukah masih perlu dipertahankan?
Dari beberapa kali mengikuti dasar2 agama Buddha di vihara, setiap kali tiba pada materi Adi Buddha, saya lihat cukup membingungkan para peserta.
Karena jawaban dan penjelasan yang diberikan sangat mengambang.
::
Bro Willi,
Saya coba lihat wikipedia tentang Adi Buddha:
Adi-Buddha is the "Primordial Buddha." The term refers to a self-emanating, self-originating Buddha, present before anything else existed. Samantabhadra/Samantabhadri and Vajradhara are Adi-Buddha.
Ati Yoga (or Primordial Yoga), which is another name of Dzogchen, employ Adi-Buddha sadhana. NB: Ati and Adi are different orthographic representations of phonemes of the language of Uddiyana which equate to 'primordial' according to Chöogyal Namkhai Norbu.
Membaca tulisan itu bisa kita simpulkan bahwa yang disebut Adi Buddha itu adalah Buddha Nature. Seperti pada tulisan saya sebelumnya juga sudah dituliskan bahwa Adi Buddha ini digambarkan sebagai Buddha Samanthabadra ataupun Buddha Vajradhara.
Istilah Adi Buddha itu sendiri muncul dalam kitab Sanghyang Kamahayanikan.
Menurut saya, karena konsep ini juga ada dalam Buddhism aliran Vajrayana, jadi hal itu mohon jangan diartikan sebagai akal-akalan politik.
Saya dahulu pernah berpolemik panjang lebar di forum antar agama (dan saya waktu itu juga mewakili dalam pertemuan antar umat beragama yg diadakan Depag di Semarang) bahwa Buddhism adalah agama yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun demikian, konsep Tuhan dalam Buddhism berbeda dengan konsep agama samawi.
Konstelasi politik Indonesia sudah berubah, tapi tetap saja dasar falsafah negara Pancasila tidak berubah. Mungkin anda sekarang merasa aman, tapi apakah dikemudian hari tentu akan senantiasa aman? Lihat saja politik dan ekonomi Indonesia yang masih labil ini.
Ada baiknya, Buddhist jangan terlalu sembrono, atau takabur untuk kemudian melakukan sesuatu yang sebenarnya ditinjau dari sudut Buddhism sendiri juga bukan merupakan suatu masalah besar. Mohon agar apa yang diperjuangkan oleh pemuka2 Buddhist di tataran politik nasional jangan semena-mena digembosi sendiri oleh umatnya yang tahunya baru sepotong2 tapi bisa membawa dampak yang fatal.
Kalau pemuka Theravada bingung menjelaskan konsep Adi Buddha, mengapa mereka tidak belajar / di training untuk belajar tentang apologetika Buddhistik dan konsep2 mahayana sebagai sebuah wawasan sehingga bisa menjelaskan hal ini tanpa perlu membingungkan umat?
mahayana? apa gk salah?! menurut gw...kita itu gk usah munafik dan gk usah memaksakan konsep tuhan dalam buddhisme...contoh memaksakan tuhan ke dalam Buddhisme itu seperti2 kakek2 yg gk ada gigi tapi mao makan berlian...bego banget khan?
kalo gk ada Tuhan yah bilank gk ada Tuhan..Indonesia itu takut dengan Komunisme..barulah Pancasila indo itu menyatakan bahwa ketuhanan maha esa..tapi kalo Buddhisme bisa meyakinkan pemerintah bahwa tidak bertuhan itu bukan berarti komunis...kita khan gk usah memaksakan konsep tuhan dalam Buddhisme...
Lagepula gw pernah baca buku tentang Komunis.."tidak bertuhan" adalah SALAH SATU CIRI2 dari komunisme..bukan berarti tidak bertuhan= komunis..
kalo bisa seh...Adi Buddha diilangkan( kecuali buat Vajra yg emank dari dulu dah ada) dan kita aware masyarakat bahwa tidak bertuhan itu bukan berarti komunis..
Quote from: Suchamda on 18 September 2007, 04:14:17 PM
Bro Willi,
Saya coba lihat wikipedia tentang Adi Buddha:
Adi-Buddha is the "Primordial Buddha." The term refers to a self-emanating, self-originating Buddha, present before anything else existed. Samantabhadra/Samantabhadri and Vajradhara are Adi-Buddha.
Ati Yoga (or Primordial Yoga), which is another name of Dzogchen, employ Adi-Buddha sadhana. NB: Ati and Adi are different orthographic representations of phonemes of the language of Uddiyana which equate to 'primordial' according to Chöogyal Namkhai Norbu.
Membaca tulisan itu bisa kita simpulkan bahwa yang disebut Adi Buddha itu adalah Buddha Nature. Seperti pada tulisan saya sebelumnya juga sudah dituliskan bahwa Adi Buddha ini digambarkan sebagai Buddha Samanthabadra ataupun Buddha Vajradhara.
Istilah Adi Buddha itu sendiri muncul dalam kitab Sanghyang Kamahayanikan.
Menurut saya, karena konsep ini juga ada dalam Buddhism aliran Vajrayana, jadi hal itu mohon jangan diartikan sebagai akal-akalan politik.
Saya dahulu pernah berpolemik panjang lebar di forum antar agama (dan saya waktu itu juga mewakili dalam pertemuan antar umat beragama yg diadakan Depag di Semarang) bahwa Buddhism adalah agama yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun demikian, konsep Tuhan dalam Buddhism berbeda dengan konsep agama samawi.
Konstelasi politik Indonesia sudah berubah, tapi tetap saja dasar falsafah negara Pancasila tidak berubah. Mungkin anda sekarang merasa aman, tapi apakah dikemudian hari tentu akan senantiasa aman? Lihat saja politik dan ekonomi Indonesia yang masih labil ini.
Ada baiknya, Buddhist jangan terlalu sembrono, atau takabur untuk kemudian melakukan sesuatu yang sebenarnya ditinjau dari sudut Buddhism sendiri juga bukan merupakan suatu masalah besar. Mohon agar apa yang diperjuangkan oleh pemuka2 Buddhist di tataran politik nasional jangan semena-mena digembosi sendiri oleh umatnya yang tahunya baru sepotong2 tapi bisa membawa dampak yang fatal.
Kalau pemuka Theravada bingung menjelaskan konsep Adi Buddha, mengapa mereka tidak belajar / di training untuk belajar tentang apologetika Buddhistik dan konsep2 mahayana sebagai sebuah wawasan sehingga bisa menjelaskan hal ini tanpa perlu membingungkan umat?
kalau begitu apa adi Buddha merujuk kepada Tuhan agama samawi, merupakan mahluk yang sama?
Quotekalau begitu apa adi Buddha merujuk kepada Tuhan agama samawi, merupakan mahluk yang sama?
Sudah saya katakan dalam tulisan saya sebelumnya bahwa konsep Adi Buddha bukanlah sama dengan konsep Tuhannya agama semawi.
Silakan disimak dahulu tulisan saya sebelumnya.
Adi Buddha bukan mahluk. Tapi merupakan penggambaran anthropomorphis tentang unsur Dharmadatu yang pada hakikatnya adalah emptiness dan non-self.
Quote from: Suchamda on 18 September 2007, 04:35:41 PM
Quotekalau begitu apa adi Buddha merujuk kepada Tuhan agama samawi, merupakan mahluk yang sama?
Sudah saya katakan dalam tulisan saya sebelumnya bahwa konsep Adi Buddha bukanlah sama dengan konsep Tuhannya agama semawi.
Silakan disimak dahulu tulisan saya sebelumnya.
Adi Buddha bukan mahluk. Tapi merupakan penggambaran anthropomorphis tentang unsur Dharmadatu yang pada hakikatnya adalah emptiness dan non-self.
justru aye bingung, gak ngerti bahasanya, maklum nubie
bisa diperjelas?
Apa hubungannya?
Saya punya saran untuk mengantar kalian pada pemahaman yang sulit ini.
Silakan anda jawab pertanyaan saya ini sebelum nantinya saya jelaskan terlebih lanjut :
1. Apakah nibbana itu ada (exist) atau tidak ada (non-exist)?
2. Apakah anupadisesa nibbana itu berarti padam keseluruhan agregatnya termasuk kesadarannnya (vijnana)?
3. Apakah "aku" itu real?
Mohon dijawab terlebih dahulu.
please buat Thread baru...jangan OOT(out of topic)...
Tidak OOT, ini untuk menjelaskan tentang Adi Buddha.
oh ok..kalo OOT awas loe... ;D
1.Nibbana itu Exist..konsep exist gw beda ama konsep exist yg biasane...konsep exist gw gk bisa dijelaskan( karena gw gk tao kata2 yg tepat)
2.gk ngerti loe ngomong apa..
3.aku = inti? kalo itu gk ada....we're just combination...
Tunggu jawaban yg lain.
Saya butuh tanggapan dari orang yang mengerti benar tentang permasalahan nibbana/anatta/sunyata ini, dan mampu berdialog dengan baik.
Quote from: Suchamda on 18 September 2007, 05:10:51 PM
Tunggu jawaban yg lain.
Saya butuh tanggapan dari orang yang mengerti benar tentang permasalahan nibbana/anatta/sunyata ini, dan mampu berdialog dengan baik.
maksud loe ape? OMG...In the name of Leysus Kris...Moha Moha...belagu banget jade orang..
1. Ada
2. Nibbana bukan kondisi pikiran
3. Ada
Quote from: Suchamda on 18 September 2007, 04:14:17 PM
Kalau pemuka Theravada bingung menjelaskan konsep Adi Buddha, mengapa mereka tidak belajar / di training untuk belajar tentang apologetika Buddhistik dan konsep2 mahayana sebagai sebuah wawasan sehingga bisa menjelaskan hal ini tanpa perlu membingungkan umat?
Saya mendapatkan penjelasan Adi Buddha ini dari Kursus Dasar Agama Buddha (KDAB) yang diadakan oleh vihara buddhayana, jadi nggak ada hubungannya dengan para pemuka theravada.
Yg memberikan materi, sy yakin telah di training tentang Adi Buddha ini, dan dari penjelasan yg saya peroleh bahwa: Adi Buddha tidak lain adalah Nibbana.
Bro Suchamda, apa benar Adi Buddha = Nibbana?
::
No.1 : Apakah nibbana itu ada (exist) atau tidak ada (non-exist)?
Elsol : Nibbana itu Exist..konsep exist gw beda ama konsep exist yg biasane...konsep exist gw gk bisa dijelaskan( karena gw gk tao kata2 yg tepat)
Ryu : Ada
Nah, dari sini saya bisa mengatakan bila sesuatu itu ada dan diberi nama "Nibbana", lalu apakah masalahnya bila ia diberi nama yang lain, misal : "Dharmakaya". Pelabelan dengan nama (kata2) memiliki artian simbolis dengan tujuan mengkomunikasikan pesan kepada pendengarnya. Fungsi ini juga bisa digambarkan dalam suatu bentuk lukisan ataupun suara. Demikianlah konsep Adi Buddha muncul.
No.2 : Apakah anupadisesa nibbana itu berarti padam keseluruhan agregatnya termasuk kesadarannnya (vijnana)?
Rupanya pertanyaan saya belum jelas dipahami. Sdr.Ryu pun belum menjawab pertanyaan saya secara relevan.
Baiklah saya rubah editorial pertanyaan saya:
Apakah mencapai nibbana itu berarti semuanya padam?
No.3 : Apakah "aku" itu real?
Jawabannya juga tidak relevan (dijawab "Ada"). Apakah yang dimaksud 'ada' ini selalu sama berarti dengan 'real'?
Bila 'ada' ini diasumsikan sama dengan 'real', maka Elsol menjawab "Tidak Real" dan Ryu menjawab "Real". Mana yang benar??
Saya tunggu dulu masukan dari yang lain, atau kalau mau menambahkan penjelasan juga silakan.
------------
Jadi, sementara ini, penjelasan tentang kenapa Adi Buddha itu diadakan bisa melihat pada arahan dari pertanyaan no.1 tersebut di atas.
Quote from: Suchamda on 18 September 2007, 05:49:40 PM
No.1 : Apakah nibbana itu ada (exist) atau tidak ada (non-exist)?
Elsol : Nibbana itu Exist..konsep exist gw beda ama konsep exist yg biasane...konsep exist gw gk bisa dijelaskan( karena gw gk tao kata2 yg tepat)
Ryu : Ada
Nah, dari sini saya bisa mengatakan bila sesuatu itu ada dan diberi nama "Nibbana", lalu apakah masalahnya bila ia diberi nama yang lain, misal : "Dharmakaya". Pelabelan dengan nama (kata2) memiliki artian simbolis dengan tujuan mengkomunikasikan pesan kepada pendengarnya. Fungsi ini juga bisa digambarkan dalam suatu bentuk lukisan ataupun suara. Demikianlah konsep Adi Buddha muncul.
No.2 : Apakah anupadisesa nibbana itu berarti padam keseluruhan agregatnya termasuk kesadarannnya (vijnana)?
Rupanya pertanyaan saya belum jelas dipahami. Sdr.Ryu pun belum menjawab pertanyaan saya secara relevan.
Baiklah saya rubah editorial pertanyaan saya:
Apakah mencapai nibbana itu berarti semuanya padam?
No.3 : Apakah "aku" itu real?
Jawabannya juga tidak relevan (dijawab "Ada"). Apakah yang dimaksud 'ada' ini selalu sama berarti dengan 'real'?
Bila 'ada' ini diasumsikan sama dengan 'real', maka Elsol menjawab "Tidak Real" dan Ryu menjawab "Real". Mana yang benar??
Saya tunggu dulu masukan dari yang lain, atau kalau mau menambahkan penjelasan juga silakan.
------------
Jadi, sementara ini, penjelasan tentang kenapa Adi Buddha itu diadakan bisa melihat pada arahan dari pertanyaan no.1 tersebut di atas.
1. Nibbana khan hilangnya Dosa, Lobha dan Moha..apakah itu Tuhan? pada saat kita hilang Lobha, Dosa dan Moha apakah proses itu dipanggil Tuhan? kalo bukan..bukankah berarti konsep Adi Buddha itu gk seharusnya dipanggil Nibbana..karena 2 konsep tersebut sangat2 berbeda
2.mencapai Nibbana itu yg padam cuma 3..Dosa, lobha dan moha..karena yg 3 ini padam maka muncullah ketengan batin..ketenangan batin itulah Nibbana yg sesungguhnya...
3.setiap barang mana ada seh intinya..bahkan kosong ajah gk ada inti..kalo gk ada inti mana bisa dipanggil real? kalo kt tidak berinti..seharusnya kita tidak ada pencipta..karena pencipta sendiri juga tidak berinti..
No.1 :
Nah, dari sini saya bisa mengatakan bila sesuatu itu ada dan diberi nama "Nibbana", lalu apakah masalahnya bila ia diberi nama yang lain, misal : "Dharmakaya". Pelabelan dengan nama (kata2) memiliki artian simbolis dengan tujuan mengkomunikasikan pesan kepada pendengarnya. Fungsi ini juga bisa digambarkan dalam suatu bentuk lukisan ataupun suara. Demikianlah konsep Adi Buddha muncul.
apa masalah kalau nibbana disebut surga ama yang lain?
Kalau iya, nah maka kenapa pula nibbana harus diganti ama adi buddha?
No.2 :
Rupanya pertanyaan saya belum jelas dipahami. Sdr.Ryu pun belum menjawab pertanyaan saya secara relevan.
Baiklah saya rubah editorial pertanyaan saya:
Apakah mencapai nibbana itu berarti semuanya padam?
konsep nibbana saya rasa bukan emptiness.
cuma saya juga belum memahami benar.
No.3 : Apakah "aku" itu real?
Jawabannya juga tidak relevan (dijawab "Ada"). Apakah yang dimaksud 'ada' ini selalu sama berarti dengan 'real'?
aku ada tapi berubah2 dan tidak kekal.
Quote from: ryu
apa masalah kalau nibbana disebut surga ama yang lain?
Kalau iya, nah maka kenapa pula nibbana harus diganti ama adi buddha?
i like this answer...
QuoteBro Suchamda, apa benar Adi Buddha = Nibbana?
Ya, benar. Adi Buddha itu adalah anthropomorphic Nibbana. Anthropomorphic adalah penggambaran dengan menggunakan wujud-wujud seperti manusia (anthropos = manusia; morphic = berubah bentuk).
Memotong seekor ayam bisa dilakukan dengan berbagai macam cara. Cara memotongnya Kentucky Fried Chicken dengan Ayam Kalasan bisa berbeda-beda. Demikian pula cara mengupas dan menjelaskan tentang batin manusia dan kondisi nibbana itu berbeda-beda antara tiap2 aliran.
Kala mendengar kata2 "nibbana" orang bisa mempunyai persepsi macam2.
Ada yang mengiranya :
- sebagai tempat / alam --> konsekwensinya orang menjadi melatih jhana2 untuk mencapai dimensi alam itu ::--> pandangan salah.
- sebagai kondisi batin --> konsekwensinya orang menjadi berusaha untuk mencapai / menciptakan kondisi batin itu ::--> sesuatu yang tidak demikian sebenarnya.
- sebagai ketiadaan ---> orang terperosok pada pandangan nihilisme (ketiadaan absolut) ::--> pandangan salah juga.
dsb
Paradigma Abhidhamma Pali membuat suatu kerangka teori bahwa semua fenomena itu merupakan kombinasi, termasuk manusia yg merupakan kombinasi dari panca kandha. Akibatnya, konsekwensi teoritis dari nibbana itu dikatakan sebagai lenyapnya semua kandha tersebut. Ini tidak salah, tapi bila orang yang tidak mengerti benar-benar maka akan terjerumus pada pandangan salah nihilisme (ketiadaan absolut).
Oleh karena itu, Mahayana membuat suatu kerangka teori yang lain (walaupun bukan tidak ada kelemahannya juga) dimana dikatakan bahwa kala seorang mencapai nibbana maka kesadaran ke-8nya mencapai tataran wisdom yang disebut dharmakaya.
Pandangan Abhidhamma Pali membuat suatu kerangka teori bahwa semua fenomena merupakan kombinasi, termasuk manusia yang merupakan kombinasi dari panca kandha. Akibatnya bisa timbul suatu pandangan salah yang bersifat anti terhadap panca kandha tsb, seakan panca kandha inilah yang harus dilenyapkan untuk mencapai nibbana. Oleh karena itu, Mahayana membuat suatu kerangka teori yang lain (walaupun bukan tidak ada kelemahannya juga) dimana mengatakan bahwa samsara dan nirvana itu tidak terpisahkan. Tidak terpisahkan ini berarti bahwa dalam setiap fenomena terdapat benih Kebuddhaan. Dalam mana diri manusia, maka benih Kebuddhaan itu tidak terlihat karena tertutupi oleh kekotoran batin yang tebal. Tujuan dari konsep ini adalah bahwa :
1. semua mahluk sebenarnya mempunyai peluang untuk terbebaskan.
2. Kalau nibbana itu dikatakan sesuatu yang tak berkondisi (Asankhata Dhamma), maka tentu tidak ada sebab2 awalnya. Jadi, kalau tidak ada sebab2 awalnya, darimana batin manusia bisa mendapat nibbana itu bila memang tidak semenjak dari waktu yang tak terhingga sebetulnya telah menyimpan benih kebuddhaan tsb. Oleh karena itu dikatakan adanya benih kebuddhaan dalam tiap hati manusia, yg disebut Buddha Nature.
Karena semua bentukan (fenomena berkondisi) itu memiliki benih kebuddhaan, maka sifat kebuddhaan itu adalah omnipresent (berada dimana-mana). Sifat Kebuddhaan yang primordial (mendasari segala sesuatu) inilah disebut sebagai Buddha Nature. Di dalam hati setiap Buddha dan Bodhisattva muncul penampakan Buddha Nature ini dalam tubuh fisik dan perbuatannya. Nah, Buddha Nature ini digambarkan dalam lukisan2 sebagai Buddha Samantabhadra atau Buddha Vajradhara.
Jadi, dikarenakan setiap sistem filosofi memiliki kelemahannya sendiri2 dalam menjelaskan sesuatu yg tidak bisa dijelaskan , maka dibuat berbagai macam sistem filosofi untuk melengkapi / penyeimbang yang diperlukan seseorang kala telah menelusuri perjalanan spiritual hingga tahap tertentu.
Emptiness adalah Middle Way (Jalan Tengah). Menelusuri pengertian Nibbana adalah bagai meniti sebuah jalan kecil dimana kiri dan kanannya adalah jurang dalam yg mematikan. Di sebelah kiri adalah jurang pandangan ekstrim kekekalan dan di sisi kanan adalah jurang pandangan ekstrim nihilisme. Oleh karena itulah maka filosofi2 ini tercipta, yaitu agar bila kita berjalan terlalu ke kanan diingatkan utk ke kiri, kalau terlalu ke kiri diingatkan untuk ke kanan.
Perlu anda ketahui bahwa Tibetan Buddhism itu tidak identik dengan Tantric Buddhism. Tibetan Buddhism itu sebenarnya menampung dan menyerap semua tradisi dari Hinayana, Mahayana (Sutra Tradition) dan Tantric Method. Hanya saja, di Indonesia , yg belajar Tibetan Buddhism ini sering disebut sebagai praktisi Vajrayana.
Mengetahui hal ini, tentu semestinya tidak perlu khawatir bahwa seorang Vajrayanist tidak memahami makna anatta , nibbana, dsb.
Quoteapa masalah kalau nibbana disebut surga ama yang lain?
Tidak masalah.
Mau disebut sebagai 'neraka' atau 'kucing' atau 'bumbleblebeee' juga tidak masalah.
Itu sekedar label2.
Yang terpenting adalah pengertian dan konsep yang ada di sebaliknya.
QuoteKalau iya, nah maka kenapa pula nibbana harus diganti ama adi buddha?
Pelajari dulu sejarah munculnya filosofi tersebut. Pelajari situasi, kondisinya dan kompleksitas permasalahan pada waktu itu.
Juga bila anda nanti sudah praktek vipassana dan semakin advanced pengertian Buddhismnya, tentu anda akan menemukan issue2 kompleksitas ini yg harus dihadapi oleh batin sendiri dalam perenungan. Disitu anda akan melihat mengapa adi buddha itu make sense.
Quote1. Nibbana khan hilangnya Dosa, Lobha dan Moha..apakah itu Tuhan? pada saat kita hilang Lobha, Dosa dan Moha apakah proses itu dipanggil Tuhan? kalo bukan..bukankah berarti konsep Adi Buddha itu gk seharusnya dipanggil Nibbana..karena 2 konsep tersebut sangat2 berbeda
Siapa yang menyatakan Adi Buddha itu Tuhan??
Quote2.mencapai Nibbana itu yg padam cuma 3..Dosa, lobha dan moha..karena yg 3 ini padam maka muncullah ketengan batin..ketenangan batin itulah Nibbana yg sesungguhnya...
Apakah padam itu berarti lenyap semuanya? Ketenangan batin itu exist atau tidak exist?
Quote3.setiap barang mana ada seh intinya..bahkan kosong ajah gk ada inti..kalo gk ada inti mana bisa dipanggil real? kalo kt tidak berinti..seharusnya kita tidak ada pencipta..karena pencipta sendiri juga tidak berinti..
Siapa yang mengatakan adanya konsep penciptaan??
Untuk anda dik Elsol:
Sebuah diskusi / dialog itu hendaknya dilakukan dengan menyimak baik2 maksud lawan bicara, bukan membuat asumsi2 sendiri ataupun menebak2 secara salah. Kalau anda tidak paham, katakan saja tidak paham.
ikutan ah ;D
1. Apakah nibbana itu ada (exist) atau tidak ada (non-exist)? Tidak keduanya.
2. Apakah anupadisesa nibbana itu berarti padam keseluruhan agregatnya termasuk kesadarannnya (vijnana)? Yes
3. Apakah "aku" itu real? nope
Bro Suchamda,
Anumodana atas penjelasannya.
Penjelasan ini sekaligus merupakan penegasan bagi saya, karena sewaktu mendapat penjelasan tentang Adi Buddha dulu di KDAB vihara, saya langsung mengaitkannya dengan Nibbana dan pembawa materi men-iyakannya, meskipun tidak secara tegas (rada mengambang). Sehingga saya masih sedikit sangsi.
Dengan demikian, jika Adi Buddha adalah Nibbana, sesungguhnya lebih tepat jika dikatakan Nibbana adalah Tuhan dalam agama Buddha, ketimbang menambah istilah baru "Adi Buddha". Kenapa demikian? Karena -seperti yg dijelaskan oleh Bro Suchamda- orang seringkali salah persepsi tentang nibbana ini, nibbana paling banyak diyakini sebagai "suatu tempat".
Jika dijelaskan bahwa nibbana itu adalah konsep ketuhanan dalam agama buddha, maka minimal imaginasi bahwa nibbana itu adalah suatu tempat otomatis akan gugur.
Apalagi dari penjelasan tadi, katanya, untuk penggambaran Adi Buddha ini telah disertai visualisasi dalam lukisan2 Buddha Samantabhadra atau Buddha Vajradhara. Apa nggak bertambah runyam tuh?
Jadinya konsep Nibbana yg benar semakin bertambah jauh, malah beralih ke personifikasi.... :(
Maaf, ini hanya sekedar pendapat pribadi saya... karena para pemikir dulu pasti telah mempertimbangkan masak2 untuk menggunakan istilah ini.
Kenyataannya, pembahasan Adi Buddha kali ini sedikit banyak telah memperkaya pemahaman saya tentang konsep Nibbana itu sendiri.
_/\_
::
Quote from: Sumedho on 18 September 2007, 07:08:22 PM
ikutan ah ;D
1. Apakah nibbana itu ada (exist) atau tidak ada (non-exist)? Tidak keduanya.
2. Apakah anupadisesa nibbana itu berarti padam keseluruhan agregatnya termasuk kesadarannnya (vijnana)? Yes
3. Apakah "aku" itu real? nope
berhubung masih dangkal, cetek n keruh aku ngikut suhu medho aja ahh ;D
Quote from: Suchamda on 18 September 2007, 06:39:50 PM
Quote1. Nibbana khan hilangnya Dosa, Lobha dan Moha..apakah itu Tuhan? pada saat kita hilang Lobha, Dosa dan Moha apakah proses itu dipanggil Tuhan? kalo bukan..bukankah berarti konsep Adi Buddha itu gk seharusnya dipanggil Nibbana..karena 2 konsep tersebut sangat2 berbeda
Siapa yang menyatakan Adi Buddha itu Tuhan??
Quote2.mencapai Nibbana itu yg padam cuma 3..Dosa, lobha dan moha..karena yg 3 ini padam maka muncullah ketengan batin..ketenangan batin itulah Nibbana yg sesungguhnya...
Apakah padam itu berarti lenyap semuanya? Ketenangan batin itu exist atau tidak exist?
Quote3.setiap barang mana ada seh intinya..bahkan kosong ajah gk ada inti..kalo gk ada inti mana bisa dipanggil real? kalo kt tidak berinti..seharusnya kita tidak ada pencipta..karena pencipta sendiri juga tidak berinti..
Siapa yang mengatakan adanya konsep penciptaan??
Untuk anda dik Elsol:
Sebuah diskusi / dialog itu hendaknya dilakukan dengan menyimak baik2 maksud lawan bicara, bukan membuat asumsi2 sendiri ataupun menebak2 secara salah. Kalau anda tidak paham, katakan saja tidak paham.
1. katane Adi Buddha itu tuhan bagi loe pade..tapi konsepnya beda ama agama laen...bukanne gtu?
2.padam berarti lenyapnya ketiga lobha dosa dan moha..ketenangan batin itu sebenarnya gk ada..tapi kita labelkan dia dengan nama "ketenangan batin" seperti kita melabelkan setiap kombinasi...
3.gk ada yg bilank...gw cuma nambahin ajah...
ini saya kutip dari DAWAI edisi 46
apa maksud Sdr Suchamda ini???
'tuhan' sebagai tujuan akhir
Agama Buddha boleh-boleh saja dikatakan atheis
karena jika melihatnya hanya dari sudut pandang
personal, agama Buddha memang tidak ber-'tuhan'.
Karena jelas-jelas agama Buddha memegang teguh
konsep anatta (doktrin tiada inti diri/aku/jiwa yang
kekal) yang merupakan salah satu bagian penting
dari 3 corak umum yang universal (tilakkhana). Jika
melihat definisi Tuhan dari sudut pandang
impersonal (bukan pribadi), maka dalam ajaran
Buddha terdapat Nibbana yang bisa disamakan
dengan konsep Tuhan karena Nibbana adalah tujuan
yang tertinggi dan termulia yang ingin dicapai oleh
seorang penganut ajaran Buddha. Tujuan akhir dari
kita belajar, memperdalam pemahaman tentang
Dhamma Sang Buddha, dan memraktekkannya pun
sesungguhnya karena kita menginginkan kebebasan
yang mutlak, menuju pada pencapaian pencerahan
yang tertinggi, yaitu Nibbana. Sama halnya dengan
pandangan umum agama lain yang ingin mencapai
atau berada di sisi 'tuhannya' setelah meninggal
(tujuan akhirnya). Inilah sebabnya kita bisa
menggunakan konsep Nibbana untuk mendefinisikan
Tuhan dalam agama Buddha karena peranannya
sebagai tujuan akhir, sama dengan peranan tuhan
dalam agama-agama lainnya.
hakekat ketuhanan
Dengan mengetahui bahwa tuhan dalam agama
Buddha sesungguhnya tujuan akhir yang perlu kita
capai sebagai pemeluk ajaran Buddha, maka
merupakan sesuatu yang mutlak bagi kita untuk
mengenali bagaimana hakekat ketuhanan (sifat-sifat
tuhan) itu sendiri. Adapun hakekat ketuhanan dalam
agama Buddha adalah tidak berkondisi dan terbebas
dari Lobha, Dosa, dan Moha. Karena tidak berkondisi
dan terbebas dari Lobha, Dosa, dan Moha, maka sifatsifat
tuhan adalah mahaesa, karena hanya satusatunya,
dan mahasuci, karena terbebas dari Lobha,
Dosa, dan Moha.
Karena itu, tuhan bisa dikatakan
bersifat impersonal (bukan pribadi),
yaitu memahami yang mutlak/tuhan
sebagai anthropomorphisme (tidak
dalam ukuran bentuk manusia) dan
anthropopatisme (tidak dalam
ukuran perasaan manusia). Jika
masih berpandangan bahwa tuhan
bersifat tidak impersonal, maka
berarti masih berkondisi, yang
berarti masih ada dukkha. Dengan
demikian, bisa timbul pandangan
bahwa "tuhan dapat disalahkan",
sehingga kita tidak dapat
mendudukkan tuhan dalam proporsi
yang sebenarnya dan mengaburkan
kembali pandangan yang semula
bahwa 'tuhan' adalah yang tertinggi,
mahasuci, mahaesa, mahatahu, dsb.
Yang mutlak (tuhan) dalam agama
Buddha tidaklah dipandang sebagai
sesuatu pribadi (puggala adhitthana),
yang kepadanya umat Buddha
memanjatkan doa dan
menggantungkan hidupnya. Agama
Buddha mengajarkan
bahwa nasib, penderitaan dan
keberuntungan manusia adalah hasil
dari perbuatannya sendiri di masa
lampau, sesuai dengan hukum
kamma yang merupakan satu aspek
Dhamma.
Anda benar sdr Willibordus.
Memang dari sudut pandang awam , kita melihat bahwa pemaparan konsep Adi Buddha itu tidak bermanfaat dan justru mengaburkan pengertian tentang nibbana. Apalagi memberi sebuah kemungkinan pandangan salah tentang penyembahan karena masalah personifikasi tersebut.
Tapi ada baiknya saudara juga memahami masalah ini dari sudut proses sejarah dan problematika kemelekatan batin seseorang kala berproses menuju nibbana. Untuk kemudahan pembahasan di selanjutnya, ini saya namakan sebagai "Path Problem".
Dari sudut pandang absolut, maka sebetulnya semuanya adalah sunya, tidak memiliki inherent-existence, not really exist, dan tidak memiliki esensi. Orang tercerahkan (tahap fruition) akan melihatnya demikian.
Tapi kita orang awam, hanya bisa melihat dari sudut pandang Path. Karena dari sudut pandang Path inilah maka digunakan konsep2, metode2, dsb.
Pada intinya, ajaran asli Sang Buddha --menurut saya-- cukuplah hanya Vipassana.
Tapi apakah mungkin seseorang mendapat nyana-nyana dalam vipassana bila tidak melalui tahapan2 kesucian tertentu?
Seperti kita ketahui bahwa untuk bisa mendapat Citta Visudhi (kemurnian batin) seseorang harus memenuhi tahap Sila Visuddhi (kemurnian sila) terlebih dahulu.
Oleh karena itu, maka dibuatlah serangkaian sila, definisi2 dan juga discourse2 tentang kebajikan dan bahaya berbuat amoral.
Tapi untuk bisa menjalankan proses penggemblengan perilaku tersebut seseorang pada awalnya membutuhkan motivasi. Nah, motivasi itu ditumbuhkan dari keyakinan. Oleh karena itulah maka segala macam mitologi dan kepercayaan Buddhist (buddhist belief) diciptakan. Orang2 tertentu mungkin tidak tertarik belajar Dharma kalau tidak ditakut2i oleh hukuman neraka (misalnya).
Bila anda memahami hal ini, maka Path itu sendiri sebetulnya adalah merupakan upaya kausalya (skillful means) Sang Buddha untuk membawa orang pada tahap transformasi yang lebih tinggi. Pemahaman tiap orang dalam tiap tahapnya memiliki caranya masing-masing. Hal inilah yang harus anda pahami. Hal ini pulalah yang menyebabkan mengapa ajaran Sang Buddha berkembang sesudah Beliau parinibbana menjadi bermacam-macam konsep / aliran.
Pada dasarnya, pencapaian sang Buddha yang tertinggi itu adalah kala Beliau terbebaskan sempurna dari konsep-konsep. Kesanalah sebetulnya kita dan semua buddhist mengarahkan tujuannya.
Saya permisalkan begini: bila orang tersebut berjalan terlalu ke kanan, maka dibuatlah ajaran agar dia berjalan lebih ke kiri. Tapi karena melekat pada 'kiri' maka orang itu berjalan terlalu kiri, maka untuk itu dibuatlah ajaran agar dia lebih ke kanan sedikit. Sedemikian seterusnya pengarahan itu hingga ia bisa berjalan stabil di tengah , tidak kanan dan tidak kiri. Oleh karena itulah maka kita kenal ajaran Sang Buddha adalah Jalan Tengah.
Ajaran2 yang mengarahkan agar orang berjalan ke kanan atau ke kiri itulah Path.
Sekarang kita lihat kronologi sejarahnya (yg sebetulnya merupakan representasi kronologi proses perjalanan spiritual dalam diri seorang individu juga).
Level 0
Seseorang hidup keduniawian. Penuh nafsu keserakahan, kebencian dan kenikmatan inderawi. Ini adalah ekstrim yang ke-1.
Level 1
Ia mulai menjalankan hidup sesuai petunjuk. Ia menekan nafsu2 badaniahnya dengan sangat kuat. Ia menyiksa diri. Menganggap badan ini sumber penderitaan. Ini adalah ekstrim yang ke-2.
Level 2
Ia mulai bisa menyimak jalan tengah : tidak terlalu meyiksa diri, tapi juga tidak mengumbar nafsu.
Anggaplah pada tahap ini ia menjalankan ajaran2 dalam doktrin Path tersebut.
Meskipun ia menjadi seorang yang tekun dan patuh terhadap doktrin, akan tetapi makin lama ia menjadi fanatik dan semakin melekat pada doktrin tersebut. Yang ia cari adalah pembebasan, tapi ia tidak bisa terlepaskan dari jerat doktrin itu.
Level 3
Disini ia mulai menjalankan latihan vipassana sampai pada akhirnya ia melihat bahwa segala fenomena adalah bentukan. Ia mulai terlepas dari konsep2 doktrin. Disini ia mulai melihat bahwa "aku" pun merupakan fenomena bentukan dari kinerja interaktif pancakandha. Singkat cerita ia sampai merealisasi ketanpa akuan.
Menurut konsep Hinayana*, maka di tahap ini maka ia bisa melihat semua bentukan adalah terdiri dari komponen2 terkecil dari rupa (4 unsur), vedana (perasaan), sanna (persepsi), sankhara (bentukan mental) dan vinnana (kesadaran). Ia melihat komponen2 itu bekerja dalam cakupan hukum Paticcasamupada (Dependent Origination). Disitu ia melihat hukum kausalitas. Disitu ia melihat adanya Dukkha, Anicca dan Anatta.
Tapi bagi orang2 yang kemudian hari diberi label 'Mahayana', hal itu masih belum cukup karena ia masih melihat bahwa komponen2 terkecil itu masih "ada" / really exist. Walaupun ia melihat bahwa feonemana agregat merupakan bentukan / kombinasi, akan tetapi ada yang dinamakan "Rupa" (fisik) dan ada yang dinamakan "Nama" (batin).
Sekelompok orang tercerahkan di masa itu merasa tidak puas dengan pencapaian semacam itu.
Terlepas dari apakah yang ia renungkan itu berasal dari tokoh sejarah Siddharta Gautama ataukah bukan, tapi orang2 tersebut mengatakan bahwa realisasi seperti itu masih belum sempurna.
Oleh karena itu muncullah level ke-4.
Level 4
Orang2 tercerahkan pada level 4 ini mengatakan bahwa "Rupa" pun sebenarnya adalah bentukan batin. Segala sesuatu fenomena yang ada dan seakan real ini sebetulnya adalah bentukan batin / Mind.
Nah, orang golongan ini disebut golongan Chittamatrin (Mind Only school).
Level 5
Orang2 yang mempelajari Chittamatrin dan kemudian melanjutkan meditasinya hingga taraf lebih tinggi , lama-lama menyadari bahwa fenomena Mind itu pun sebenarnya adalah fenomena bentukan / kombinasi. Apa yang disebut "Mind" itu pun sebetulnya adalah karena kemelekatan konsep yang halus sekali. Mereka merealisasi bahwa pada hakikatnya semua fenomena itu adalah sunya / emptiness. Mind itu adalah ilusi. Hukum sebab-akibat pun adalah ilusi. Hukum karma pun adalah ilusi. Tidak ada satu fenomena pun yang memiliki inherent existence. Tidak ada sesuatu apapun yang harus dilekati. Disitulah jalur pembebasan yang ultimate menurut mereka.
Golongan ini diwakili oleh kelompok school yang disebut Madhyamaka / Middle Way School. Mereka disebut sebagai Middle Way karena pada hakikatnya tidak berada ekstrim kanan maupun ekstrim kiri, pun tidak ekstrim di tengah. Pada hakikatnya, filosofi ini merefute (membantah) setiap pernyataan lawannya.
Mereka sendiri mengatakan bahwa diri mereka tidak memiliki satu pandangan apa pun. Yang mereka lakukan adalah hanya membantah setiap pandangan yang ada.
Mereka membuat berbagai macam refutation (bantahan) tentang emptiness dari berbagai macam aliran/sekte agama buddha yg ada di masa itu, sehingga --kalau tidak salah-- dikenal adanya 108 jenis emptiness. Pada hakikatnya mereka tidak memiliki pandangan apapun.
Level 6
Meskipun demikian, ada orang2 tertentu yang terus bermeditasi menyelidiki sifat2 batinnya ini yang akhirnya menyadari bahwa orang2 madhyamaka karena terbiasa menegasikan segala sesuatu maka mereka menjadi melekat dengan penegasian itu : adanya kemelekatan pada ketidak melekatan walaupun sangat sangat halus sekali. Dalam meditasinya yg terdalam karena mereka sudah terbiasa menolak setiap bentukan mental, maka manakala mereka mencapai tataran Kebuddhaan, kebuddhaan itupun ditolaknya.
Orang2 di level 6 ini pun menyadari bahwa bila orang yg belajar Madhyamaka ini apabila tidak disertai dengan kebijaksanaan meditatif (bhavana maya panna) maka mudah terjebak pada paham nihilisme.
Padahal, didalam meditasi taraf realisasi yang sangat tinggi ini (saya sendiri tidak bisa membayangkan), katanya bukan kekosongan atau blankness. Tapi disitu kita bisa merasakan sifat kecerahan (luminosity) yang tak terpisahkan dengan emptiness. Walaupun disitu sudah tidak ada apa-apa lagi, tidak ada kemelekatan terhadap konsep sehalus apa pun, tetapi disitu bukan berarti tidak ada apa-apanya atau blank (tak sadar), melainkan ada suatu sifat kecerahan batin yang menyadari segala sesuatu secara spontan. Meskipun demikian, kondisi ini tidak memiliki inherent existence. Kondisi ini tidak memiliki eksistensi dan substansi, tapi ada esensinya. Sifat-sifat inilah yang disebut Buddha Nature.
Karena realisasi mereka mencapai tahap hingga tidak saja bahwa emptiness itu ada pada diri (self) tetapi juga pada fenomena2 diluar diri (others), maka dikatakan bahwa Buddha Nature ini mencakupi segala macam fenomena Dharma. Di tahap ini, dikatakan bahwa mereka itu merealisasi tubuh Dharmakaya, yang mana sebetulnya tidak ada tubuh apapun karena yang ada hanyalah emptiness.
Nah, oleh karena alasan inilah mengapa munculnya konsep pemutaran roda dharma ke-3 yaitu Buddha Nature itu. Tapi untuk menjelaskan kepada umat dan orang awam tentang proses ini adalah tidak mudah, dan tentu membutuhkan kesiapan pengetahuan dan pengalaman dari umat itu sendiri. Oleh karena umat tidak bisa mendapatkan pemahaman secara sebagaimana adanya, maka mereka membuat sebuah penggambaran yang disebut Buddha Vajradhara, atau konsep Adi Buddha ini. Dimana dikatakan bahwa segala macam Buddha dari segala macam jaman sebetulnya adalah satu esensi dan berasal dari Buddha Vajradhara ini. Oleh karena itu disebutlah ia Adi Buddha.
Nah, sdr Willibordus,
Apabila anda menelusuri konteks sejarahnya, mudah2an anda bisa memahami mengapa konsep Buddha Nature ini muncu.
Demikian pula bila anda mempraktekkan vipassana nanti dan melihat fenomena2 batin , silakan anda renungkan sendiri sifat batin anda yang nantinya akan ping pong dari kiri ke kanan, dari kanan ke kiri. Anda akan melihat bahwa penjabaran ajaran Buddha Nature ini akan berguna untuk mengatasi keterjebakan batin anda sendiri nantinya pada pandangan salah tentang nihilisme.
Nah, kita sekarang level-2 aja belum beres-beres, tentu saja ajaran level 6 terasa tidak relevan buat kita, tapi bagi mereka yang berada di level-5, maka butuh sekali pengarahan dari ajaran level 6.
Salam,
Suchamda
atas gw ini kerjaannya nulis yak? ;D buset deh liat dia nulis...panjang banget...
Semangat bodhicitta aja bro, mumpung ada kesempatan berdana. ^-^
btw bro suchamda, itu versi apa yah ceritanya ?
ANALOGI MIMPI (...sambungan dari tulisan saya sebelumnya)
Adi Buddha dalam penjelasan di atas, sudah dijelaskan muncul karena sikon historikal dan Path Problem yg ditemui oleh aspiran dalam melatih batinnya.
Path Problem itu berkaitan dengan perenungannya terhadap Emptiness/ Kekosongan. Nah untuk memahami kekosongan itu maka disini saya mencoba untuk memberi gambaran bagaimana pencapaian dari tiap2 filosofi tsb tentang pemahamannya tentang realita dan konsepsi.
Seperti pernah kita dengar dari ceramah2 Dharma bahwa hidup ini adalah bagaikan mimpi belaka. Sebenarnya kondisi kita dalam samsara ini adalah bagaikan mimpi, kita semua bermimpi dalam tidur abadi di samsara ini, sedangkan Sang Buddha adalah orang yang telah terbangunkan (awake).
Oleh karena itulah maka coba simak apa yang bisa kita dapatkan dari pengemukaan analogi mimpi ini.
Level 0
Orang di level ini melihat mimpi2nya sebagai real. Ia ketakutan ketika bermimpi macan, dikejar-kejar pembunuh. Dalam mimpinya ia menangis tersedu-sedu kala bermimpi di tinggal pergi kekasihnya. Dalam mimpi ia tertawa terbahak-bahak melihat hal2 yang menyenangkan, ia bernafsu kala melihat wanita-wanita sexy, dsb. Ia menderita dalam mimpinya.
Sayang sekali, walaupun ia bermimpi tapi ia tak sadar bahwa sedang bermimpi. Dalam mimpinya itu ia diombang-ambingkan oleh gejolak emosi, ambisi2 dan kebencian2 yang disebabkan oleh apa yang terjadi dalam khayalan belaka.
Level 1
Orang di level ini merasa ingin membebaskan diri dari mimpi2nya. Dalam mimpinya ia berusaha terbangun dengan segala macam cara, entah mencubiti dirinya, menjambak2 rambutnya, menarik2 lidahnya, menusuk2 tubuhnya, tapi toh ia tak terbangun juga. Segala kelanjutan dari mimpinya tetap menghampirinya, ia pun tetap memiliki ketakutan, kesedihan, kebencian dan kegembiraan yang terus menerus mengikutinya.
Level 2
Orang di level ini mulai menyadari bahwa dengan menyiksa dirinya pun sebenarnya ia sedang membuat sebuah mimpi buruk dalam mimpinya tanpa pernah terlepas dari jerat mimpi itu. Oleh karena itu ia berusaha menempuh jalan moderasi. Ia mencoba untuk mengatur mimpinya agar sebisa-bisanya bermimpi baik daripada bermimpi buruk. Dalam menghadapi godaan2 mimpinya itu ia pun berhati-hati agar mimpinya tidak berlanjut sebagai mimpi yg lebih buruk. Ia mencoba mempelajari hukum2 / aturan2 dunia impian dimana ia melakukan hal2 yang berakibat baik dan menolak melakukan hal2 yang berakibat tidak baik.
Level 3 Shravaka Approach
Orang ini mulai menyadari bahwa semua itu hanya mimpi belaka. Ia mulai bisa melihat mimpi sebagai mimpi. Oleh karena itu, kala bertemu dengan macan atau dikejar2 pembunuh, ia tidak ketakutan karena tahu itu hanya mimpi. Kala bertemu dengan wanita2 sexy menari2, ia pun tak tergoda karena ia tahu bahwa itupun hanyalah mimpi. Ia menyadari bahwa diri yang menderita dalam mimpi ini hanyalah bentukan dari komponen2 nama dan rupa. Dalam mimpinya ia melihat bahwa macan itu terdiri dari kulit, daging, tulang, darah dsb komponen pembentuknya. Pembunuh-pembunuh yang mengejarnya itu tidak lain terdiri dari pancakandha penyusunnya. Gunung, pohon, meja, kursi, istana2 dsb itu tidak lain adalah bentukan dari materi penyusunnya yang terdiri dari atom2 terkecil. Ia menyadari bahwa yang disebut diri itu tiada lain adalah fenomena bentukan2 dari komponen2 penyusunnya. Ia tidak melekat lagi pada 'aku' tapi masih melihat komponen2 bentukan itu sebagai ada. Ia sudah tidak lagi terganggu oleh mimpi itu (baik mimpi baik atau mimpi buruk) tapi ia masih tetap merasakan sakit sebagai sakit, enak sebagai enak walaupun tidak menderita lagi (secara batin) karena tiada kemelekatan lagi terhadap mimpinya. Walaupun ia masih merasa sakit kala dicubit tetapi ia tidak membiarkan pikirannya berkembang menjadi mimpi2 kebencian yang lebih buruk.
Level 4 Cittamatrin Approach
Orang dalam level ini bermimpi yang sama, tetapi ia menyadari bahwa segala macam impiannya itu tiada lain terbentuk dari substansi pikirannya sendiri. Jadi, macan, pembunuh2, wanita2 sexy , gunung, istana, meja, kursi dsb tiada lain adalah perwujudan dari substansi pikirannya sendiri. Macan, pembunuh, dll itu tidak ada tapi pikirannya ada. Meskipun demikian, ia tetap mengalami rasa sakit sebagai sakit, senang sebagai senang dari apa yang dihasilkan dari ciptaan pikirannya sendiri itu meskipun ia tidak tergoncang lagi oleh fenomena2 bentukan itu.
Level 5 Madhyamaka Approach
Ia melihat bahwa dalam mimpinya itu sebenarnya semuanya adalah kekosongan. Baik macan, pembunuh, wanita2 sexy itu pun tiada lain adalah kekosongan. Komponen2 pembentuk macan, pancakandha, 4 unsur dasar, bahkan pikirannya sendiri pun itu sebenarnya adalah kekosongan belaka. Walaupun ia bermimpi tentang api, tapi ia menyadari bahwa tiada hakikat dari ke-api-an itu, oleh karena itu, api itu tidak membakar sesuatu apa pun. Demikian juga sebenarnya tiada juga pembunuh, tiada yang mengejar, tiada yang di bunuh. Bahkan mimpinya itu sendiri pun sebenarnya juga adalah kekosongan. Dalam mimpi ini bahkan dia melihat bahwa pikirannya yang berpikir bahwa "ini adalah mimpi" itu pun adalah kekosongan. Segala konsep2 yang sehalus apa pun disingkirkannya. Segala sesuatunya ditinjau dari kebenaran absolut adalah kekosongan, meskipun demikian dalam tataran relatif (mimpi) semua itu memang muncul dalam penampakan yang mengada. Dengan penolakannya terhadap segala sesuatu bentukan mental itu, ia mendapatkan kedamaian.
Level 6 Buddha Nature / Mahamudra Approach
Dalam contoh yang lain maka penekanan ditempatkan pada hakikat ke-ilusi-an dari penampakan mimpi. Dari sudut pandang orang di level 6 ini maka ia menyadari bahwa segala macam fenomena mimpinya itu muncul dari suatu kualitas pikiran dasariah yang mampu mengenali suatu obyek (luminosity). Tapi hakikat dari pikiran itu sendiri sebenarnya adalah kosong. Meskipun demikian, pikiran ini bisa memunculkan mimpi baik maupun mimpi buruk, bahkan melanjutkan impian itu walaupun manakala kita sudah menyadarinya sebagai mimpi belaka. Jadi semua itu terjadi baik disadari maupun tidak disadari. Dengan cara itulah maka hakikat luminosity (Clear Light) dari sifat hakiki pikiran inilah yang menjadi dasar bagi samsara, yaitu manakala kita tidak menyadarinya; atau sebagai nirvana, yaitu manakala kita menyadari hakikat basic nature-nya.
Baik manakala pikiran itu sadar ataupun tidak sadar tentang hakikat basic naturenya itu, nature itu sendiri tidak berubah (nature inilah yg disebut Buddha Nature). Sifatnya adalah kekosongan, baik kekosongan dari bentukan2 imajinasi maupun dari sifat ketergantungan dari yang lain. Meskipun demikian, selama Pikiran Kebijaksanaan (Jnana) yang bersifat non-konseptual dan non-arising ini tidak dikenali, maka seakan2 fenomena ketergantungan (dependent nature) seolah-olah muncul, menciptakan mimpi yang mana membuat seolah-olah ada dunia diri vs dunia luar diri yang berinteraksi dengan inner mind. Dari kebingungan ini maka segala ide tentang diri vs bukan diri, kemelekatan, kebencian, dan segala macam konsep dan gangguan emosional akan terbentuk dalam mimpi itu. Tapi apabila kesadaran tentang hakikat nature itu terbangunkan
maka segala macam impi itu akan terlihat sebagai permainan pikiran belaka, yang walaupun terus berlangsung tetapi tidak menciptakan gejolak emosi / pikiran sama sekali.
------
Mudah2an apa yang saya tuliskan ini dapat dijadikan sebuah bahan pengkajian lebih lanjut tentang mengapa konsep Buddha Nature itu sampai muncul, dan bisa melihat apa perbedaanya dalam hal pengertiannya terhadap emptiness dari masing2 pendekatan itu.
Sori bila kurang jelas, but it is very very hard to write this indeed!!...(phew...)
Salam,
Suchamda
sepertinya ini hasil pemikiran dan kesimpulan bro suchamda sendiri yah.
???
Nunggu Bhante Upaseno Ngejelasin....
Masih Gak ngerti Gua ???
Quotesepertinya ini hasil pemikiran dan kesimpulan bro suchamda sendiri yah.
Sulit mengatakannya bro.
Level2 itu adalah upaya kausalya saya untuk menjelaskan. Tapi dasar dari pemikiran ini saya dapatkan dari buku-buku Buddhism terutama dari buku vajrayana. Meskipun demikian , krn saya cross study maka pelajaran yg saya dapatkan bukan berarti tidak di cross-reference dari sumber2 Theravada dan Mahayana yang lainnya.
Hmmmm....
Pertama-tama, banyak anumodana ke Bro Suchamda yg telah mau repot2 menulis panjang lebar tentang level2 pencerahan plus disambung lagi dengan level2 awakening.
Terus terang, untuk level2 yg tertinggi, belum terbayangkan oleh saya, mungkin untuk saat ini saya hanya bisa mengerti level yg paling sederhana saja, yaitu: pengikisan lobha, dosa, dan moha.
Atau Bro, jangan2 level yg paling sederhana ini adalah inti segala2nya...???
::
QuoteAtau Bro, jangan2 level yg paling sederhana ini adalah inti segala2nya...
I dunno.
Saya dapat berkata "maybe". Tapi itu adalah terlalu dini untuk menyimpulkan sesuatu yang kita belum selidiki benar2.
Yang penting saat ini adalah kita praktekkan apa yang bisa kita lakukan. Saya sendiri fokus pada praktek samatha - vipassana. Pembelajaran cross-reference itu sekedar untuk melengkapi dan untuk membantu pengembangan wawasan pluralistik di masyarakat buddhist. Melalui praktek dasar ini, saya rasa perkembangan meditasi kita akan menghasilkan insight2 yang progressive utk menuju pemahaman yg lebih tinggi secara otomatis.
Apa yg saya kemukakan tersebut, sekedar untuk menjawab pertanyaan sehubungan dengan Adi Buddha. Penjabaran yang berlanjut semakin kompleks tersebut adalah untuk membukakan wawasan pembaca, karena saya melihat adanya indikasi sikap keras kepala dari sebagian member yang
- tidak mencoba untuk empati dari sudut pandang realita yg terjadi dalam sejarah.
- berindikasi mereduksi permasalahan Adi Buddha ini secara terlalu simplistik, seakan-akan sekedar politik di masa orba , menyamakan Adi Buddha dengan Tuhan personal yg bersifat atta, dsb.
- tendensi untuk membawa persoalan Adi Buddha ini ke perpecahan sektarianisme.
Saya harap, dengan memahami secara menyeluruh ini, kalian bisa melihat kedalaman dan kekayaan asset buddhism dari berbagai tradisi dan untuk kemudian menghargainya sebagai mana adanya. Pilihan anda dimana akan memfokuskan diri dalam praktek itu adalah urusan anda pribadi. Tetapi dalam wacana kebersamaan sudah selayaknya kita tidak terburu-buru untuk menghakimi, apalagi dari kondisi minimnya pengetahuan kita, baik secara intelektual maupun ekperiensial.
Quote from: Suchamda on 19 September 2007, 09:13:19 AM
Quotesepertinya ini hasil pemikiran dan kesimpulan bro suchamda sendiri yah.
Sulit mengatakannya bro.
Level2 itu adalah upaya kausalya saya untuk menjelaskan. Tapi dasar dari pemikiran ini saya dapatkan dari buku-buku Buddhism terutama dari buku vajrayana. Meskipun demikian , krn saya cross study maka pelajaran yg saya dapatkan bukan berarti tidak di cross-reference dari sumber2 Theravada dan Mahayana yang lainnya.
Sudah cukup jelas sekarang, sepertinya jadi fusion :)
tapi terkadang kita memang tidak bisa memaksakan "Adi buddha" kepada sekelompok orang tertentu juga. Karena itulah, sekarang ada beda2x majelis yang memiliki pandangannya masing2x. Masing2x punya cerita versi sendiri2x juga pula.
Kalau saya sih berpikiran, memang sudah terpecah dan punya pandangan masing2x, kalau mereka tidak punya pandangan masing2x tentu sudah tidak ada sektarian *which is.... impossible now*
QuoteSudah cukup jelas sekarang, sepertinya jadi fusion
Saya menolak utk dikatakan fusion, karena memang tidak ada yang dipercampurkan.
Cross-reference bukan berarti mencampurkan.
Selebihnya, apa yang anda katakan ada benarnya bahwa memang kondisi sektarian saat ini memang terjadi bahkan hingga taraf majelis2nya, tapi bukan berarti bahwa kerjasama dan keharmonisan tidak bisa dikembangkan menjadi lebih baik dalam tataran umatnya.
Tidak ada sesuatu yang tidak dapat berubah. Sebaiknya kita tidak bersikap pasif tetapi juga sebaiknya aktif berperan mengkondisikan sesuatu. Itu saja.
kalau menolak sih boleh2x saja. Tapi saya tidak tahu pasti apakah itu bisa disebut murni dari sudut pandang Vajrayana saja.
Muditacittena atas niatnya.
Hanya niat untuk menggabungkan semua tradisi/sekte jadi satu itu rasanya tidak akan bisa. Masing2x tradisi/sekte punya sudut pandang yang berbeda. Biarlah mereka berbeda yang penting... damai :)
QuoteTapi saya tidak tahu pasti apakah itu bisa disebut murni dari sudut pandang Vajrayana saja.
Jangan terjebak lagi soal 'murni' bro.
Semua itu adalah fenomena bentukan saja (compound phenomena), tidak ada yang betul2 murni. Sepertinya udah mulai OOT nih. Sorry.
wah, jangan digado2x antara paramatha sacca dengan samutti sacca donk.
ini bukan terjebak, tetapi memang kita bicara dalam tataran samutti. gitu loh.
Saya paham kok.
Saya cuman ingin mengarahkan agar netter disini menjadi seorang Buddhist yang bijaksana dan toleran serta memahami kenyataan bahwa segala sesuatunya itu tidak ada yg solid seperti yang mengeras dalam pemikiran2 kita saat ini.
Bagi yang ingin membaca e-book tentang AdiBuddha / Buddha Nature, silakan click dan download link ini:
http://www.siddharthasintent.org/pubs/UttaratantraDJKR.pdf
Quote from: Suchamda on 19 September 2007, 12:50:09 PM
Saya paham kok.
Saya cuman ingin mengarahkan agar netter disini menjadi seorang Buddhist yang bijaksana dan toleran serta memahami kenyataan bahwa segala sesuatunya itu tidak ada yg solid seperti yang mengeras dalam pemikiran2 kita saat ini.
kita? [-X ^-^ eloe doank kale... ^-^ :>-
terlalu byk tau, terlalu byk mikir akhirnya :-?
_/\_
Penyebab awal ? Buddha Masa Lalu ? Nibbana exist or not ?
Jawaban untuk semuanya Tidak Tahu.
dan saya didalam ketidaktahuan saya (dan ogah cari tahu)
Mengapa Ogah ?
Karena ga penting...
So what kalao ga/ada penyebab awal ?
So what kalao ga/ada buddha sebelum siddartha ?
So what kalao ga/ada nibbanna ?
Yang penting bagi gua...
Buddha Dharma itu sendiri, not the story, not the buddha en not the existence
Gw setuju dengan so what ke1 dan ke2 nya Mbah...
But yang ke3... kalo ga ada nibbana... buat apa kita susah2 belajar selama ini?
Buddha sendiri berkata kalo ga ada yang tidak terlahir, tidak tercipta, tidak menjelma itu, maka mustahil bagi kita untuk keluar dari samsara...
Quote from: 7th on 17 October 2007, 09:49:26 AMBut yang ke3... kalo ga ada nibbana... buat apa kita susah2 belajar selama ini?
Take your time... ^-^
gw pernah baca gitu...entah dimana..entah kata Buddha ato kata Ananda...
ada 3 orang teman...si A si B dan si C
mereka menemukan Tali yg terbuat dari batu...:hammer: lalu merekapun menggendong tali yg dari batu tersebut, karena itu Tali yg special..trus mereka melanjutkan perjalanan...
gk lama..dia orang ketemu tali yg terbuat dari tembaga, si A dan B melepas tali yg dari batu dan menggantinya dengan tali dari tembaga, tapi si C gk mao lepas tali dari batu...dia tetap berpendirian teguh...
sampe akhirnye dia orang ktemu tali perak, tali emas dan tali berlian..si A dan B selalu mengganti tali yg ditemui dan mengambil yg terbaik...tapi si C..yg hanya memikul tali batu..akhirne menyesal...
-------------------------------------------------------
pesan yg mo gw sampaiin...kalo gk ada Keinginantahuan ato ogah cari tahu...itu sama seperti gk mao melaksanakan perjalanan...tapi memilih berhenti dan duduk disana...bukankah itu sangat bodoh? bukankah lama2 akan jadi Blind faith..seperti selam2 dan Karesten?
jika kita meneruskan perjalanan..suatu hari nanti kita pasti akan menemukan Tali berlian tersebut..dan akhirnya kita bisa membuang semua tali2 yg tidak berguna...it's better than merasa puas terhadap kebijaksanaan yg tidak perfect..bukankah begitu?
yah... ada benar juga pendapat teman2..
kadang kita haus akan studi Buddhism dan ingin menggali segala sesuatu sampe ke akar2nya
kadang kita boring terhadap itu semua, dan hanya ingin tenang bermeditasi tanpa mikir2 lagi
ini semua hanya proses, kita sedang melaluinya
anicca kan
::
Quote from: El Sol on 17 October 2007, 10:24:45 AM
sampe akhirnye dia orang ktemu tali perak, tali emas dan tali berlian..si A dan B selalu mengganti tali yg ditemui dan mengambil yg terbaik...tapi si C..yg hanya memikul tali batu..akhirne menyesal...
-------------------------------------------------------
pesan yg mo gw sampaiin...kalo gk ada Keinginantahuan ato ogah cari tahu...itu sama seperti gk mao melaksanakan perjalanan...tapi memilih berhenti dan duduk disana...bukankah itu sangat bodoh? bukankah lama2 akan jadi Blind faith..seperti selam2 dan Karesten?
jika kita meneruskan perjalanan..suatu hari nanti kita pasti akan menemukan Tali berlian tersebut..dan akhirnya kita bisa membuang semua tali2 yg tidak berguna...it's better than merasa puas terhadap kebijaksanaan yg tidak perfect..bukankah begitu?
bang sol, analogi dan logika anda valid, tapi menurut saya arah pengambilan kesimpulannya kurang tepat...
"tali" dalam hal ini adalah pengertian dan wisdom secara spiritual melalui pengalaman dan penembusan batin, bukan intelektual...
bisa dibilang, pengertian intelektual mengenai karma itu tali berlian imitasi. tentu saja berlian imitasi tidak sama dengan berlian asli (dalam hal ini penembusan batin mengenai karma).
itulah sebabnya memahami hukum karma secara intelektual (tanam baek dapet baek, tanem buruk dapet buruk), tidak bisa membuat seseorang menjadi baek. orang yg belajar karma secara intelektual, masih saja menanam yg buruk2. seperti orang yg mempelajari nama latin jeruk, rangkaian kode dna jeruk namun tidak pernah mencicipi jeruk. apakah pernah kita melihat orang yg cuman membaca jadi baek atau suci? apakah ada orang yg lihay main bola dari kursus tertulis?
memperbandingkan nibbana, sebab awal, tuhan, karma, 31 alam itu secara intelektual sama saja dengan memperbandingkan tali emas imitasi dengan tali berlian imitasi dengan tali perak imitasi. sama2 imitasinya! sama2 tidak tahunya!
di sini saya merasa, muslim teoritis dengan kristian teoritis dengan buddhis teoritis itu tidaklah berbeda banyak. mereka sama2 tidak tahunya, berbicara dengan mengutip teori dari buku atau suhunya. pengetahuan imitasi...
muslim atau kristian atau buddhis yg meraih pemahaman dan wisdom dengan mengalami sendiri itulah yg berhasil mengganti tali murah dengan tali yg lebih berharga seperti perumpamaan buddha di atas...
mungkin yg dimaksud mbah menyan di atas, dia memilih duduk diam ketika orang memperbincangkan tali2 imitasi dan mendingan mencari tali2 yg asli dan lebih baik dari tali batunya yg sekarang...
Itu perumpamaan dari murid sang Buddha, Kumara Kassapa. Perumpamaan hampir sama dengan yang 5 orang buta yang disuruh menggambarkan bentuk gajah.
Perumpamaan di atas justru bisa di artikan : kita jangan melekat kepada pandangan saja, justru dengan berusaha maju kita bisa mempraktekkan dan bertahap melepaskan pandangan2 itu dan menggantikannya dengan penghayatan langsung.
Bisa juga perumpamaan diatas di ambil dgn makna dalam hal memilih agama, terkadang seseorang yg mempertahankan agamanya secara membuta dan tidak mau menerima pandangan dari agama lain, juga agama lain pun sama dia memakai perumpamaan sama seperti di atas lho, masing2 merasa mereka adalah tali emas.
mungkin yang terpenting adalah apakah tali emas itu dapat berguna bagi diri sendiri dan keluarga dan orang lain atau tidak, atau bisa saja khan bagi sebagian orang tali emas itu malah tidak berguna.
hehehehe hanya satu jawaban ku yang biasa : JALAN TENGAH!
Bro Ryu,
memang sebelum memahami soal Buddha Nature harus memahami dulu Madhyamaka (Jalan Tengah).
Soal Jalan Tengah, saya mempelajari dari link bagus ini, semoga bermanfaat buat yg berminat:
Commentary on Chandrakirti's Madhyamakavatara
http://www.khyentsefoundation.org/publications.html
Meskipun demikian, utk bisa download kita mesti ask request dulu baru nanti ditunjukkan link utk downloadnya.
Bahasa indo ato inglis ni? Kalo bisa di upload ama suhu medho dong hehehehehe
The following is an excerpt from The Center of the Sunlit Sky by Karl Brunnhölzl. This section is titled The Lineage of Vast Activity Is Not the Same as "Mere Mentalism" (Cittamatra), p. 471:
The lineage of vast activity denies any real or ultimate existence of "mere mind" (citta-matra) or "mere cognizance" (vijnapti-matra). For example, Asanga's Synopsis of Ascertainment refutes both "Sramanas and Brahmans who claim some substantially existing mere mind" by using reasoning and scripture. Vasubandhu's Commentary on The Distinction between the Middle and Extremes says:
"Based on the observation of mere cognizance, the nonobservation of [outer] referents arises. Based on the nonobservation of referents, also the nonobservation of mere cognizance arises. Thus, one engages in the characteristic of the nonexistence of both apprehender and apprehended. Therefore, observation is established as the nature of nonobservation, because if there is no referent to be observed, an observation [of it] it is not suitable. Thus, one should understand observation and nonobservation as being equal."
Sthiramati's subcommentary on this text elaborates:
"Thus, in its nature, observation is nonobservation.... [This means that] there is no difference between the nonobservation of referents and the observation as mere cognizance in that [both] do not exist. Thus, they are to be understood as equal.... [The latter] is just called "observation," since an unreal object appears [for it]. However, since there is no [actual] referent, nothing is observed by this ["observation"]. Therefore, ultimately, its nature is nonobservation.... Hence, it is said that it does not exist as the nature of observation. In such observation, neither is the nature of observation to be eliminated, nor is the nature of nonobservation to be established. They are the same in that they are undifferentiable.... "So why is [mere] cognition called 'observation' then?" In its nature, it is nonobservation, but [it is designated] in this way, since an unreal object appears [for it], as this is the convention in the world and the treatises."
Maitreya's Ornament of Sutras says:
"The mind is aware that nothing other than mind exists.
Then, it is realized that mind does not exist either.
The intelligent ones are aware that both do not exist
And abide in the expanse of dharmas (dharmadhatu) in which these are absent."
Even The Sutra of the Arrival in Lanka, which is so often considered one of the classic sutras of Mere Mentalism in the above sense, declares:
"Through reliance on mere mind,
One does not imagine outer objects.
By resting in the observed object of suchness,
One should go beyond mere mind too.
Going beyond mere mind,
One must even go beyond the nonappearance [of apprehender and apprehended].
The yogic practitioner who rests in nonappearance
Sees the great vehicle.
This spontaneously present, peaceful resting
Is completely purified through aspiration prayers.
Genuine identityless wisdom
Sees by way of nonappearance."
The same is clearly stated again and again in other texts of this tradition too, such as Maitreya's Distinction between Phenomena and Their Nature:
"Through [outer referents] being observed in this way, they are observed as mere cognizance.
Due to observing [them] as mere cognizance,
Referents are not observed,
And through not observing referents,
Mere cognizance is not observed [either].
Through not observing this [mere cognizance],
One enters into the observation of both being without difference.
This nonobservation of a difference between these two
Is nonconceptual wisdom.
It is without object and without observing,
Since it is characterized
By nonobservation of all characteristics."
Vasubandhu's Instruction on the Three Natures agrees:
"Through the observation of [objects] being merely mind,
A referent to be known is not observed.
Through not observing a referent to be known,
Mind cannot be observed [either].
Through not observing both,
The expanse of dharmas is observed."
His Thirty Verses says:
"When consciousness itself
Does not observe any observed object,
It rests in the actuality of mere consciousness (vijnaptimatrata),
Since there is no apprehender without something apprehended.
Being no-mind and nonreferential,
It is supramundane wisdom.
This is the complete change of state
And the relinquishment of the twofold impregnations of negativity.
It is the undefiled expanse
That is inconceivable, positive, and constant.
It is the blissful Body of Release
And the Dharma Body of the Great Sage."
In the gradual process of realizing true reality, the expedient purpose of the step of describing objects as being "merely mind" or "merely cognition" is to prevent the total denial of seeming reality in which subject and object appear. To start by presenting just the unqualified nonexistence of mind (the perceiving subject) courts the danger of falling into a nihilistic extreme by failing to account for the mere appearance of the interaction between mind and its objects. Such is stated in Sthiramati's Subcommentary on The Distinction between the Middle and Extremes:
"'[If neither objects nor mind exist,] then why is the nonexistence of mere cognizance not presented right from the start?' The apprehender depends on the apprehended. Consequently, if [it is established that] there is no object to be observed [by the apprehender], one may easily realize [the nonexistence of the apprehender too], since something that has the nature of being [its] observed object has been eliminated. Otherwise, existence would be altogether denied due to the lack of mutual dependence of apprehender and apprehended."
This does not differ from what Candrakirti's Entrance into Centrism says:
"The Buddhas said, "If there are no knowable objects,
One easily finds that a knower is excluded."
If knowable objects do not exist, the negation of a knower is established.
Therefore, they first negated knowable objects."
The lineage of vast activity clearly postulates that the actual liberating purpose of "mere mind" lies in going beyond it, that is, transcending duality by pointing beyond this very mind and entering the middle path of emptiness or suchness. In this, The Sutra of the Arrival in Lanka is followed:
"The [Buddhas] do not see mere mind.
Since there is nothing to be seen [by it], it does not arise.
This middle path is what is taught
By me as well as by others.
Arising and nonarising
As well as entities and nonentities are emptiness.
The lack of nature of [all] entities
Is not to be conceived in terms of such pairs.
Through the realization that what is seen is of one's own mind,
Clinging to duality is abandoned.
Abandoning means fully understanding
And not destroying mind's imagining activity.
Through the full understanding that what is seen is of one's own mind,
Mind's imagining activity ceases to operate.
Since mind's imagining activity ceases to operate,
Suchness has become free from mind."
From all of these sources, it should be very clear that such Yogacara terms as "mere mind," "mere cognizance," and "mere consciousness" are used in describing a meditative progression or as provisional antidotes for clinging to external referents. However, these notions are in no way ontologically or metaphysically reified. Rather, once their purpose is fulfilled—that is, realizing that both apprehender and apprehended do not really exist—they are put out of commission. The notion of "mere mind" in Yogacara is as self-negating as the notion of emptiness in Centrism. Just as in the case of emptiness, to reify or cling to the antidote only turns it into poison.
Quote from: Suchamda on 18 September 2007, 04:14:17 PM
Adi-Buddha is the "Primordial Buddha."
The term refers to a self-emanating, self-originating Buddha, present before anything else existed.
Bisa tidak Adi Buddha/Buddha Nature ini dianggap sebagai Trigger awal penyebab "Kemenyan" muncul... ?
Loh... koq... malah jadi bahas "Kemenyan" (Atta / Mahluk) ?
Kalau bisa... rasanya Adi Buddha ini bukan Buddha...
Errr.... koq geto... ?
Kalau menilik dari bacaan-bacaan yg gak jelas sumbernya...
Penciptaan Mahluk Bumi (Manusia?) berawal dari Mahluk Alam Abbashara (http://www.palikanon.com/english/pali_names/aa/aabhassara.htm) ...
berarti... terjadi proses tumimbal lahir disini dari
Adi Buddha (?) ->...->...-> Abbashara -> Dinosaurus -> Peta -> ... -> ... -> ... -> ... -> Kemenyan (Manusia)
um... yg mengenai dinosaurus dan sampe ke-manusia biarlah dibahas sama ilmuwan-ilmuwan...
Kita coba focus dibagian "Adi Buddha (?) ->...->...-> Abbashara" doank...
Apakah setuju dengan pengambaran begitu (sebagai causa prima)... ?
Kalau setuju...
maka rasanya kaga mungkin itu Buddha...
dalam persepsi yg kubaca sepanjang 7 halaman ini...
Gua jadi seperti ngerasa Buddha Nature / Adi Buddha ini bagaikan bibit mahluk hidup
bibit yg gak jelas kenapa malah menanam kamma sehingga terjerumus tumimbal lahir...
Well... ini seperti mengobrak-abrik apa yg selama ini kupahami...
Buddha koQ tumimbal lahir ?
bukannya sudah nyaris padam semua kamma yg bakalan membuat buddha ber-tumimbal lahir...
Kalau dalam penjelasan Bro Suchamda (mengenai Level 0...Level7)
Kita membahas mundur tentang Kemenyan -> Annata -> no.doctrine -> Buddha Nature
dalam kasus
mundur, penjelasan level 0-7 itu bener-bener klop ke gue... (at least this morning)...
tapi... begitu ditelaah balik... koq malah jadi ngawur... ?
^:)^ ^:)^ ^:)^
Adi Buddha memang bukan Buddha dalam arti Buddha personifikasi.
Adi Buddha adalah hakikat Buddha itu sendiri.
Dia bagaikan Tambang emas yang belum ditempa, sedangkan Buddha adalah Emas yang telah ditempa.
Hakikatnya sama2 emas.
Penggunaan istilah Adi Buddha dalam Buddhis Indonesia memang didasari oleh adanya politisasi. Ini harus diakui. Istilah ini dicetuskan pada saat para tokoh agama Buddha menghadapi persoalan mengenai keberadaan tuhan dalam agama Buddha dalam rangka meresmikan agama Buddha menjadi salah satu agama resmi negara. Untuk menjadi agama resmi negara maka harus mengakui adanya tuhan yang satu. Jelas ini berarti tuhan yang berpersonal ala monoteis.
Adi Buddha seperti yang telah kita bahas, tidak lain adalah Dharmakaya, Sunyata, Nirvana itu sendiri. Dan ketika menyatakan, menggunakan istilah Adi Buddha sebagai tuhan dalam konteks syarat menjadi agama resmi, maka Adi Buddha diidentikkan dengan tuhan personal. Dan ini adalah hal yang salah. Meskipun kita berkilah "ini adalah konsep tuhan ala Buddhis dan berbeda dengan agama lain", tetapi tetap saja tuhan di sini adalah tuhan personal, mayoritas orang akan beranggapan seperti itu. Dan kita akan kembali kepada pertanyaan tentang definisi tuhan yang identik dengan issara atau isvara dalam bahasa Pali/ Sanskrit. Mahayanis yang sudah baca Lankavatara Sutra tentu tahu bahwa ada penolakan terhadap keberadaan isvara.
Quote from: Kemenyan on 01 January 2008, 06:29:17 PM
Quote from: Suchamda on 18 September 2007, 04:14:17 PM
Adi-Buddha is the "Primordial Buddha."
The term refers to a self-emanating, self-originating Buddha, present before anything else existed.
Bisa tidak Adi Buddha/Buddha Nature ini dianggap sebagai Trigger awal penyebab "Kemenyan" muncul... ?
Loh... koq... malah jadi bahas "Kemenyan" (Atta / Mahluk) ?
Kalau bisa... rasanya Adi Buddha ini bukan Buddha...
Errr.... koq geto... ?
Setahu saya tidak, dan seharusnya tidak.
QuoteKalau menilik dari bacaan-bacaan yg gak jelas sumbernya...
Penciptaan Mahluk Bumi (Manusia?) berawal dari Mahluk Alam Abbashara (http://www.palikanon.com/english/pali_names/aa/aabhassara.htm) ...
berarti... terjadi proses tumimbal lahir disini dari
Adi Buddha (?) ->...->...-> Abbashara -> Dinosaurus -> Peta -> ... -> ... -> ... -> ... -> Kemenyan (Manusia)
Kita bisa membacanya di Aganna Sutta. Aganna Sutta hanya menjelaskan satu bagian episode dari rangkaian proses kemunculan makhluk di bumi. Dengan kata lain, makhluk-makhluk abbhasara juga sebelumnya juga adalah makhluk makhluk lain seperti manusia, dewa, yang dilahirkan kembali menjadi makhluk cahaya pada saat salah satu bumi hancur dan memulai pembentukan kembali.
QuoteKita coba focus dibagian "Adi Buddha (?) ->...->...-> Abbashara" doank...
Apakah setuju dengan pengambaran begitu (sebagai causa prima)... ?
Kalau setuju...
maka rasanya kaga mungkin itu Buddha...
dalam persepsi yg kubaca sepanjang 7 halaman ini...
Gua jadi seperti ngerasa Buddha Nature / Adi Buddha ini bagaikan bibit mahluk hidup
bibit yg gak jelas kenapa malah menanam kamma sehingga terjerumus tumimbal lahir...
Well... ini seperti mengobrak-abrik apa yg selama ini kupahami...
Buddha koQ tumimbal lahir ?
bukannya sudah nyaris padam semua kamma yg bakalan membuat buddha ber-tumimbal lahir...
Kalau dalam penjelasan Bro Suchamda (mengenai Level 0...Level7)
Kita membahas mundur tentang Kemenyan -> Annata -> no.doctrine -> Buddha Nature
dalam kasus mundur, penjelasan level 0-7 itu bener-bener klop ke gue... (at least this morning)...
tapi... begitu ditelaah balik... koq malah jadi ngawur... ?
^:)^ ^:)^ ^:)^
:))
Bagi saya, Adi Buddha bukan prima causa. Sama halnya nirvana bukanlah penyebab dari eksistensi dunia saha. Dan jelas Adi Buddha bukanlah Buddha dalam konteks manusia, tetapi tidak lain adalah Dharmakaya, Tathagata-garbha, Sunyata, Nirvana.
Dari apa yang saya pahami, konsep Mahayana terhadap Nirvana menggunakan katakanlah istilahnya "hukum positif". Analoginya, ketika dikatakan "tidak kenyang" maka Mahayana mengatakan "lapar", ketika dikatakan tanpa-aku maka Mahayana mengatakan "ada-aku" (dengan catatan "tanpa-aku" disini adalah sang "aku" sendiri bagi Mahayanis). Dan penerapan konsep positif ini memang rentan akan kesalahpahaman. Mudah-mudaan bisa paham ^-^
Demikian yang saya tahu.
:)