Bab 1 Sang Buddha 
Kebesaran Sang Buddha 
Saya sendiri tidak dapat merasakan bahwasanya, baik dalam hal 
kebijaksanaan maupun dalam hal kebajikan, Kristus berdiri sama tinggi 
dengan sejumlah orang lainnya yang dikenal sejarah -saya pikir saya 
semestinya menempatkan Sang Buddha di atas Kristus dalam kedua hal 
tersebut. 
(Bertrand Russell, "Why I am not a Christian") 
Perwujudan Kebajikan 
Sang Buddha adalah perwujudan dari seluruh kebajikan yang telah Beliau 
babarkan. Selama 45 tahun pembabaran DhammaNya yang sukses dan 
diwarnai berbagai peristiwa, Beliau menerjemahkan semua kata-kataNya 
ke dalam tindakan nyata; dan tiada celah sedikit pun yang disediakan 
bagi munculnya berbagai kelemahan/sifat buruk manusia ataupun berbagai 
nafsu keinginan rendah. Aturan kemoralan dari Sang Buddha adalah yang 
paling sempurna yang pernah dikenal oleh dunia. 
(Prof. Max Muller, Sarjana Jerman) 
Bunga Pohon Kemanusiaan 
Inilah Sang Bunga yang tumbuh pada pohon kemanusiaan kita, yang 
bermekaran beribu-ribu tahun, dan merekahnya, memenuhi dunia dengan 
harumnya kebijaksanaan dan tetesan madu cinta kasih. 
(Sir Edwin Arnold, "Light Of Asia") 
Sang Buddha lebih Bersesuaian dengan Kita 
Anda melihat dengan jelas seorang manusia, sederhana, penuh bakti, 
menyendiri, berjuang untuk mencapai pencerahan, suatu pribadi manusia 
yang begitu hidup, bukan suatu mitos. Di dalam aneka ragam kisah yang 
menakjubkan, saya merasa bahwa di sana juga terdapat seorang manusia. 
Beliau juga, menyampaikan suatu pesan yang bersifat universal dalam 
karakternya kepada umat manusia. Banyak ide modern terbaik kita yang 
sangat bersesuaian dengan pesannya itu. Ia mengajarkan bahwa semua 
kesengsaraan dan ketidak-puasan hidup adalah disebabkan oleh sifat 
mementingkan diri sendiri. Sifat ini mempunyai tiga bentuk -pertama, 
keinginan untuk memuaskan kelima indera; kedua, keinginan untuk hidup 
selamanya; dan ketiga, keinginan untuk memperoleh kemakmuran dan 
kenikmatan duniawi. Sebelum seseorang dapat menjadi tenang dan damai, 
ia harus menghentikan hidup demi memuaskan indera-inderanya atau 
dirinya sendiri. 
Setelah itu ia lebur menjadi suatu makhluk agung. Sang Buddha lima 
ratus tahun sebelum Kristus lahir, dengan bahasa yang berbeda 
mengajarkan manusia untuk melupakan keakuan. Dalam beberapa hal Beliau 
sangat bersesuaian dengan kita dan kebutuhan-kebutuhan kita. Sang 
Buddha lebih nyata dalam pelayanan, serta perihal mengurangi keraguan 
atas pertanyaan tentang pribadi yang kekal/roh abadi. 
(H.G. Wells) 
Manusia Termulia 
Bila anda ingin menjumpai seorang manusia yang paling mulia, tengoklah 
seorang raja dalam pakaian pengemis; dialah orang yang paling suci di 
antara manusia. 
(Abdul Atahiya, Seorang Penyair Muslim) 
Metode Sang Buddha 
Jika suatu pertanyaan harus dipertimbangkan, ia harus dipertimbangkan 
dengan tenang dan demokratis seperti cara yang diajarkan oleh Sang 
Buddha. 
(Nehru) 
Orang gila dan Orang Waras 
Perbedaan antara seorang Buddha dengan seorang biasa ialah seperti 
perbedaan antara orang waras dengan orang gila. 
(Seorang penulis) 
Pujian Bagi Sang Buddha 
Sang Buddha dengan mudah dipilih sebagai satu-satunya orang yang 
dikenal oleh manusia yang menerima pujian dari begitu banyak umat 
manusia. 
(Prof. Saunders, Literary Secretary YMCA, India, Myanmar, Ceylon) 
Pesan Sang Buddha 
Sang Buddha adalah sesuatu yang lebih hebat/besar daripada segala 
doktrin maupun dogma, dan pesan abadiNya telah menggetarkan umat 
manusia sepanjang masa. Barangkali pesanNya tentang perdamaian lebih 
dibutuhkan bagi umat manusia yang sengsara dan kacau sekarang ini, 
daripada pada masa sejarah yang lampau. 
(Nehru) 
Sangkalan dari Sang Buddha 
Jika misalnya kita bertanya, apakah posisi elektron itu tetap sama, 
kita harus mengatakan "tidak"; bila kita bertanya apakah posisi 
elektron itu berubah bersama waktu, kita harus mengatakan "tidak"; 
jika kita bertanya apakah ia dalam keadaan bergerak, kita harus 
mengatakan "tidak". Sang Buddha telah memberikan jawaban yang serupa 
ketika ditanya tentang keadaan diri/jiwa seseorang setelah ia mati; 
akan tetapi jawaban tersebut tidak dikenal oleh tradisi sains abad 
ketujuh belas dan kedelapan belas. 
(J. Robert Oppenheimer) 
Kita Terkesan oleh Semangat RasionalitasNya 
Tatkala kita membaca khotbah-khotbahNya, kita terkesan oleh semangat 
rasionalitasNya. Jalan etika Sang Buddha yang pertama ialah pandangan/ 
pengertian benar, suatu pandangan yang rasional. Beliau berusaha 
menyingkirkan segala perangkap yang merintangi pandangan/penglihatan 
manusia terhadap dirinya sendiri serta nasibnya. 
(Dr. S. Radhakrishnan, "Gautama The Buddha") 
Kepala Dingin dan Hati Penuh Kasih 
Hal yang paling menarik perhatian dari Sang Buddha ialah perpaduan 
yang unik dari suatu kepala dingin yang ilmiah dan suatu hati yang 
hangat penuh cinta kasih dan rasa simpati yang dalam. Dunia dewasa ini 
semakin dan semakin berpaling kepada Sang Buddha karena Beliau sendiri 
menggambarkan suara hati dari umat manusia. 
(Moni Bagghee, "Our Buddha") 
Jenius Filosofis 
Sang Buddha adalah seorang pelopor yang mencintai umat manusia, dan 
suatu kejeniusan filosofis mengalir ke dalam suatu kepribadian yang 
penuh semangat dan bercahaya. Ia memiliki sesuatu untuk disampaikan 
yaitu bahwa tiada pria atau wanita, setelah 2500 tahun hilir mudik 
bersibuk diri dan berceloteh tentang sumber pengetahuan, dapat 
menghalau kebodohan. Yang lebih besar dari kebijaksanaanNya, 
barangkali, adalah keteladanan yang dilakoniNya. 
(Moni Bagghee, "Our Buddha") 
Ia tidak berbicara tentang dosa 
Ketenangan batin dan cinta kepada semua makhluk sangat ditekankan oleh 
Sang Buddha. Ia tidak berbicara tentang dosa, tapi hanyalah tentang 
ketidak-tahuaan dan kebodohan yang dapat dilenyapkan dengan pencerahan 
dan simpati. 
0(Dr. S. Radhakrishnan, "Gautama The Buddha") 
Sang Buddha Laksana seorang Dokter 
Sang Buddha adalah mirip seorang dokter. Sama halnya seperti seorang 
dokter yang harus megetahui diagnose dari berbagai jenis penyakit, 
sebab-sebabnya, obatnya dan penyembuhannya, serta harus mampu 
mengaplikasikannya; demikian pula halnya Sang Buddha telah mengajarkan 
Empat Kesunyataan Mulia yang menunjukkan derita, sumbernya, akhir 
derita, serta jalan menuju akhir derita. 
(Dr. Edward Conze, "Buddhism") 
Sang Buddha untuk Semua Umat Manusia 
Sang Buddha bukanlah merupakan milik umat Buddha saja. Beliau adalah 
milik semua umat manusia. AjaranNya adalah umum untuk setiap orang. 
Setiap agama yang muncul sesudah masa Sang Buddha, telah meminjam 
banyak ide-ide bijak dari Beliau. 
(Seorang Sarjana Muslim) 
Seorang Ayah yang Bijak 
Sang Buddha adalah seseorang yang melihat anak-anaknya sedang bermain- 
main menikmati api kesenangan duniawi, dan menggunakan berbagai cara 
yang bijaksana untuk membawa mereka ke luar dari rumah yang sedang 
terbakar ini serta menuntun mereka ke tempat yang aman, Nirwana. 
(Prof. Lakshimi Narasu, "The Essense of Buddhism") 
Buddha adalah Sang Jalan 
Saya semakin dan semakin merasakan bahwa Sakyamuni adalah yang paling 
serasi, baik dalam karakter maupun pengaruh dalam diriNya, Ia yang 
merupakan Sang Jalan, Sang Kebenaran, dan Sang Kehidupan. 
(Bishop Milman) 
Sang Mentari yang Cemerlang 
Di dunia yang penuh badai dan pertengkaran, kebencian dan kekerasan, 
pesan Sang Buddha bersinar laksana Sang Mentari nan cemerlang. 
Barangkali pesan tersebut tak pernah lebih dibutuhkan daripada di 
dunia zaman bom atom dan Hidrogen ini. Dua ribu lima ratus tahun 
adalah semata-mata telah menambah vitalitas dan kebenaran dari pesan 
terebut. Marilah kita mengingat pesan abadi itu dan mencoba membentuk 
pikiran-pikiran dan perbuatan-perbuatan kita di dalam terangnya ajaran 
tersebut. Kita bahkan mungkin dapat menghadapi dengan batin yang penuh 
keseimbangan, teror-teror dari zaman bom atom ini dan menolong 
beberapa orang dalam mengembangkan pikiran benar dan perbuatan benar. 
(Nehru) 
Manusia Terbesar yang Pernah Lahir 
Inilah suatu ajaran yang dapat kita ikuti dengan penuh keyakinan. 
Dalam dunia aneka ragam agama, pemujaan-pemujaan serta kepercayaan- 
kepercayaan, di manakah dapat kita temukan seorang guru yang demikian 
sempurna? Di antara taburan bintang-bintang, Beliau adalah sebuah 
raksasa dari rangkaian yang terbesar. Tidak begitu mengherankan 
bahwasanya para ilmuwan, filsuf, dan para sastrawan telah 
memproklamasikannya sebagai "manusia terbesar yang pernah lahir". 
Cahaya dari guru besar ini menembus dunia yang penuh derita dan 
kegelapan, laksana cahaya mercu suar yang menuntun dan menerangi umat 
manusia. 
(Seorang Penulis Eropa) 
			
			
			
				Bab 2 Agama Buddha      Ý 
Ajaran Dasar dari Sang Buddha 
Kelembutan, ketenangan, belas kasih, dengan pembebasan dari 
kemelekatan dan keakuan -inilah ajaran dasar dari agama besar dari 
Timur, agama Buddha. 
(E.A. Burtt, "The Compassionate Buddha") 
Jembatan yang Kokoh 
Buddha Dharma laksana sebuah jembatan yang dibangun kokoh dari baja 
fleksibel, ia hanya sedikit memberi pengaruh terhadap angin dan air, 
ia menyesuaikan diri terhadap keadaan-keadaan yang berubah, tapi pada 
saat yang sama ia memiliki pondasi-pondasi yang aman dan menawarkan 
suatu jalan aman menuju ke Alam Tanpa-Kematian, ke Nirwana. 
(Phra Khantipalo, "Tolerance") 
Membangunkan Nurani Manusia 
Memang dunia Timur yang misterius, ibu yang subur dari agama-agama, 
telah memberikan kita melalui agama Buddha suatu penyingkapan (dari 
rahasia semesta) yang sejati, karena ia memberitahukan kita tentang 
keindahan dan kesucian moral, yang terbaring jauh di dalam sifat 
manusia yang tidak memerlukan makhluk (dewa) lainnya selain yang ada 
dalam nurani manusia untuk membangunkannya menuju kemuliaan hidup. 
(Charles T. Gorham) 
Tiada yang Melebihi Agama Buddha 
Sebagai umat Buddha atau bukan umat Buddha, saya telah memeriksa 
setiap sistem agama-agama besar di dunia ini, dan tidak ada sesuatupun 
di dalam agama-agama itu saya temukan yang melebihi, keindahan dan 
kesempurnaan dari Jalan Mulia Berunsur Delapan serta Empat Kesunyataan 
Mulia dari Sang Buddha. Saya merasa puas menyesuaikan kehidupan saya 
menurut jalan tersebut. 
(Prof. Rhys Davids) 
Agama Buddha Tidak Menuntun kita ke Surga Orang Dungu 
Agama Buddha adalah agama yang realistis, karena ia menganut suatu 
pandangan yang realistis tentang kehidupan dan dunia ini. Ia tidak 
secara salah menarik kita untuk hidup ke dalam surga seorang dungu, 
pun ia tidak menakut-nakuti dan menyiksa kita dengan segala macam rasa 
takut dan rasa berdosa yang khayal. Ia secara tepat dan obyektif 
menanyakan siapa/apa sesungguhnya diri kita dan dunia di sekeliling 
kita, serta menunjukkan kita jalan menuju kebebasan, kedamaian, 
ketenangan, dan kebahagiaan yang sempurna. 
(Ven. Dr. W. Rahula) 
Misi Sang Buddha 
Misi Sang Buddha benar-benar unik dalam sifatnya, karena itu ia 
berdiri jauh terpisah dari banyak agama-agama lainnya di dunia. 
Misinya adalah untuk menggiring burung-burung idealisme yang sedang 
terbang melayang di angkasa untuk lebih mendekat ke bumi karena 
makanan bagi tubuh-tubuh mereka adalah milik Sang Bumi. 
(Hazrat Inayat Khan, "The Sufi Message") 
Suatu Agama Kosmis 
Agama masa depan akan merupakan suatu agama kosmis. Ia harus melampaui 
suatu 'Tuhan yang Berpribadi' dan menghindari dogma-dogma dan teologi. 
Meliputi baik hal yang bersifat natural maupun spritual, ia harus 
didasari pada pengertian religius yang timbul dari pengalaman berbagai 
hal, yang natural dan spritual, sebagai suatu kesatuan yang berarti. 
Agama Buddha memenuhi penjabaran ini. 
(Albert Einstein) 
Agama Buddha Tetap Tidak Akan Terpengaruh 
Doktrin Buddha Dhamma yang ada dewasa ini tidak terpengaruh oleh 
perjalanan waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan, dan masih tetap 
seperti ketika pertama kali ia diucapkan. Tidak peduli seberapa jauh 
pengetahuan ilmiah dapat memperluas cakrawala mental seseorang, di 
dalam kerangka kerja Dhamma terdapatlah ruang untuk penerimaan dan 
asimilasi terhadap penemuan yang lebih jauh/baru. Ia tidak bergantung 
kepada konsep-konsep terbatas dari pikiran-pikiran yang primitif/kuno 
juga tidak pada kekuatan pikiran yang negatif. 
(Francis story, "Buddhisme as World Religion") 
Agama yang Gembira/Ceria 
Agama Buddha sama sekali bertentangan dengan sikap mental yang murung, 
sendu, penuh penyesalan, dan pesimis, yang dipandang sebagai perintang 
menuju perealisasian kebenaran. Sebaliknya, menarik sekali untuk 
diingat di sini bahwa kegembiraan merupakan salah satu dari tujuh 
"Faktor Pencerahan", kualitas penting yang harus dikembangkan untuk 
perealisasian Nirwana. 
(Ven. Dr. W. Rahula, "What the Buddha Taught") 
Tantangan bagi Agama-agama Lainnya 
Memang benar bahwa agama Buddha seperti yang kita temukan benar-benar 
tercatat, bukanlah merupakan suatu sistem hipotesis kuno, yang masih 
tetap merupakan tantangan bagi agama-agama lainnya. 
(Bishop Gore, "Buddha and the Christ") 
Tiada Asumsi dalam Agama Buddha 
Adalah suatu kemuliaan dari agama Buddha bahwasanya ia menjadikan 
pencerahan intelektual sebagai syarat utama dari keselamatan. Dalam 
agama Buddha, moralitas dan pencerahan intelektual adalah tak 
terpisahkan satu dengan yang lainnya. Moralitas adalah membentuk dasar 
bagi kehidupan yang lebih tinggi, sedangkan pengetahuan dan 
kebijaksanaan melengkapinya. Tanpa pemahaman yang sempurna terhadap 
hukum sebab akibat dan penjelmaan (pratityasamutpada), tak seorang pun 
dapat dikatakan sungguh-sungguh bermoral bila ia tidak memiliki 
pemahaman/pengertian dan pengetahuan yang semestinya. Dalam hal ini 
agama Buddha berbeda dengan semua agama lainnya. Semua agama 
monoteistik diawali dengan asumsi-asumsi tertentu, dan bilamana asumsi- 
asumsi ini bertentangan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ia 
menambah kesengsaraan. Akan tetapi agama Buddha tidak diawali oleh 
asumsi-asumsi. Ia berdiri di atas batu karang yang tegar dari fakta- 
fakta, dan karena itu tidak pernah menghindari cahaya kering dari 
pengetahuan. 
(Prof. Lakhsmi Narasu, "The essence of Buddhism") 
Buddha Melihat Lebih dalam daripada Kaum Idealis Modern 
Gautama menghalau kegelapan dari bayang-bayang suatu eksistensi yang 
kekal dengan suatu penjelajahan metafisik yang sangat menarik 
perhatian para siswa filsafat, yang melihat bahwa hal itu melengkapi 
separuh argumen yang kurang dari Bishop Berkey, seorang idealis 
terkenal. Hal ini merupakan suatu indikasi yang mencengangkan dari 
perenungan yang amat halus dari orang India bahwasanya Gautama telah 
melihat lebih dalam daripada kaum idealis modern terbesar. 
Kecenderungan dari pencerahan pikiran sekarang ini di seluruh dunia 
bukanlah pencerahan terhadap teologi, tetapi terhadap filsafat dan 
psikologi. Gonggongan dari dualisme teologis sedang menyimpang menuju 
bahaya. Prinsip-prinsip fundamental tentang evolusi dan monoisme mulai 
dapat diterima oleh para pemikir. 
(Prof. Huxley, "Evolution And Ethics") 
Revolusi Religius 
Dua puluh lima abad yang lalu India menyaksikan suatu revolusi 
intelektual dan religius yang berpuncak pada runtuhnya monoteisme, 
keegoisan yang berkenaan dengan kependetaan, serta pendirian suatu 
agama sintetis, dengan suatu sistem pencerahan dan pandangan yang 
dengan tepatnya disebut Dhamma, Agama Filosofis. 
(Anagarika Dharmapala, "The World's Debt to Buddha") 
Suatu Rencana untuk Menjalani Hidup 
Agama Buddha adalah sebuah rencana untuk menjalani hidup dalam jalan 
sedemikian rupa untuk memperoleh manfaat/keuntungan yang setinggi- 
tingginya dari kehidupan. Ia merupakan suatu agama kebijaksanaan di 
mana pengetahuan dan kecerdasan lebih berperan. Sang Buddha berkhotbah 
bukan untuk mendapatkan pengikut-pengikut baru, tapi untuk menerangi 
para pendengarnya. 
(Seorang Penulis Barat) 
Datang dan Buktikan 
Agama Buddha adalah selalu merupakan pertanyaan tentang pengetahuan 
dan pembuktian; bukan tentang kepercayaan. Ajaran Sang Buddha memenuhi 
syarat sebagai Ehi-passiko, mengundang Anda untuk datang dan 
membuktikan, bukannya datang dan percaya. 
(Ven. Dr. W. Rahula, "What the Buddha Taught") 
Agama bagi Manusia 
Agama Buddha akan tetap bertahan sepanjang sang mentari dan sang 
rembulan masih ada dan bangsa manusia masih ada di Bumi ini, karena ia 
adalah agama bagi manusia, bagi umat manusia sebagai suatu 
keseluruhan. 
(Bandaranaike, Mantan PM Sri lanka) 
Umat Buddha bukanlah Budak Siapa-siapa 
Seorang umat Buddha bukanlah merupakan budak dari sebuah buku ataupun 
dari seseorang. Tapi juga bukan dengan mengorbankan kebebasannya dalam 
berpikir hanya karena ia menjadi seorang pengikut Sang Buddha. Ia 
dapat melatih keinginannya yang bebas dan mengembangkan pengetahuannya 
bahkan hingga dirinya sendiri mencapai tingkat kebuddhaan, karena 
semua orang memiliki benih-benih kebuddhaan. 
(Ven. Narada Maha Thera, "What is Buddhism") 
			
			
			
				Hidup dengan Prinsip 
Agama Buddha mengajarkan suatu kehidupan bukan dengan perintah, tetapi 
dengan prinsip, suatu kehidupan yang indah; dan sebagai 
konsekuensinya, ia merupakan suatu agama yang penuh toleransi. Ia 
adalah sistem yang paling penuh toleransi di kolong langit ini. 
(Rev. Joseph Wain) 
Agama Buddha akan Tetap Bertahan 
Agama Buddha akan tetap bertahan seperti apa adanya meskipun bila 
seandainya dibuktikan kalau Sang Buddha itu tidak pernah hidup. 
(Christmas Humphreys, "Buddhism") 
Problem Modern 
Membaca mengenai agama Buddha adalah untuk menyadari bahwa umat Buddha 
itu mengetahui -pada dua ribu lima ratus tahun yang lalu-, jauh lebih 
banyak tentang problem-problem psikologi modern daripada setelah 
mereka diakui. Mereka mempelajari masalah-masalah ini jauh di waktu 
yang lampau dan mereka telah menemukan pula jawaban-jawabannya. 
(Dr. Graham Howe) 
Latihan Pikiran 
Dewasa ini kita mendengar banyak sekali tentang kekuatan pikiran, tapi 
agama Buddha adalah sistem latihan pikiran yang paling lengkap dan 
efektif yang tersedia hingga kini bagi dunia ini. 
(Dudley Wright) 
Bangsa Baru 
Sang Buddha menciptakan suatu bangsa manusia baru, suatu bangsa dari 
para pahlawan moral, suatu bangsa dari para pekerja-keselamatan, suatu 
bangsa dari para Buddha. 
(Manmatha Nath sastri) 
Pembabar (misionaris) yang Pertama 
Agama Buddha adalah agama misionari yang pertama dalam sejarah 
kemanusiaan dengan suatu pesan keselamatan yang universal bagi semua 
umat manusia. Sang Buddha setelah mencapai Pencerahan/Penerangan 
Sempurna, mengutus enam puluh satu siswaNya ke berbagai arah yang 
berlainan dan meminta mereka untuk membabarkan Dhamma demi 
kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia. 
(Dr. K.N. Jayatilleke, "Buddhism and Peace") 
Tiada Paksaan bagi Umat Baru 
Bagaimanapun juga, tidak pernah cara Buddhis itu untuk menarik masuk 
pengikut baru dalam artian memaksakan ide-ide dan keyakinannya 
terhadap para pendengar yang enggan, sedikit ataupun banyak dengan 
menggunakan berbagai tekanan atau berbagai bujukan, penipuan, 
penyesatan, untuk mendapatkan pengikut terhadap pandangan seseorang. 
Para misionaris Buddhis tidak pernah berlomba untuk mendapatkan 
pengikut baru. 
(Dr. G.P. Malalasekara) 
Fakta Realitas yang Terakhir 
Di sini adalah perlu untuk diberikan perhatian kepada sifat unik 
lainnya dari agama Buddha, yakni bahwa ia adalah satu-satunya agama 
dari seorang guru agama, yang merupakan hasil dari filosofi yang 
konsisten, yang dengan tegas memberitahukan kita mengenai fakta 
kehidupan dan realitas yang terakhir. Agama Buddha adalah suatu 
pedoman hidup yang dihasilkan dari penerimaan terhadap pandangan 
tentang kehidupan, yang dikatakan sebagai kenyataan yang sesungguhnya. 
Filsafatnya bukanlah tanpa memperhitungkan sifat alamiah dari 
pengetahuan. 
(Dr. K.N. Jayatilleke, "Buddhism and Peace") 
Tiada Fanatisme 
Dalam agama Buddha sendiri dapat diyakini bahwa ia bebas dari segala 
fanatisme. Tujuan agama Buddha adalah untuk menghasilkan suatu 
perubahan internal/di dalam diri setiap orang yang menyeluruh dengan 
suatu penaklukan-diri, karena itu bagaimana mungkin ia menggunakan 
kekuasaan atau uang atau bahkan bujukan untuk suatu pencarian penganut 
baru yang efektif? Sang Buddha telah menunjukkan jalan menuju 
keselamatan, dan jalan tersebut diserahkan kepada tiap-tiap individu 
untuk menentukan apakah mereka sendiri akan mengikuti jalan tersebut 
atau tidak. 
(Prof. Lakhsmi Narasu, "The essence of Buddhism") 
Agama Buddha dan Kepercayaan Lainnya 
Agama Buddha laksana telapak tangan, sedangkan agama-agama lainnya 
sebagai jemarinya. 
(The great Khan Mongka) 
Agama Buddha Bukanlah suatu Agama yang Melankolik 
Sebagian orang berpikir bahwa agama Buddha adalah suatu agama yang 
suram dan melankolik/sendu. Ia tidaklah demikian; ia akan membuat 
penganut-penganutnya menjadi cerah dan gembira. Apabila kita membaca 
kisah-kisah kelahiran Bodhisatva, Buddha yang akan datang, kita 
mempelajari bagaimana Beliau mengembangkan Kesempurnaan kesabaran dan 
pengendalian diri. Hal ini akan membantu kita untuk menjadi gembira 
meskipun kita sedang berada di tengah-tengah kesulitan-kesulitan 
besar, dengan merasa senang terhadap kesejahteraan orang lain. 
(Ven. Gnanatiloka, seorang Sarjana Buddhis berkebangsaan Jerman) 
Agama Buddha dan Kesejahteraan Sosial 
Mereka yang berpikir bahwa agama Buddha hanya tertarik pada 
kesempurnaan-kesempurnaan yang mulia, moralitas yang tinggi, pemikiran 
yang filosofis, dan mengabaikan berbagai kesejahteraan sosial dan 
ekonomi manusia, itu adalah keliru. Sang Buddha menaruh perhatian pada 
kebahagiaan manusia. BagiNya kebahagiaan tidaklah mungkin tanpa 
menapaki suatu kehidupan suci yang didasari atas prinsip-prinsip moral 
dan spritual. Akan tetapi Beliau tahu bahwa menjalani kehidupan 
semacam itu adalah sulit dalam kondisi-kondisi sosial dan material 
yang tidak menguntungkan. 
Agama Buddha tidak menganggap kesejahteraan materi sebagai suatu 
akhir; ia hanyalah suatu alat untuk mencapai tujuan akhir -suatu akhir 
yang lebih tinggi dan lebih mulia. Akan tetapi ia merupakan suatu 
sarana yang tak bisa ditawar, tak bisa ditawar dalam hal pencapaian 
suatu tujuan yang lebih tinggi bagi kebahagiaan manusia. Oleh karena 
itu agama Buddha mengenal syarat kebutuhan materi minimum yang 
menguntungkan bagi suksesnya latihan spritual -bahkan bagi seorang 
bhikkhu yang berlatih meditasi di suatu tempat terpencil sekalipun. 
(Ven. Dr. W. Rahula, "What the Buddha Taught") 
Teladan dari Asoka 
Tengoklah agama Buddha, dan anda akan membaca bahwa Asoka tidak hanya 
berkhotbah tentang suatu moralitas yang luhur, tetapi mempraktekkan 
kekuasaan kerajaannya dalam suatu cara yang membuat malu pemerintahan- 
pemerintahan modern kita dari kepercayaan-kepercayaan lainnya. 
(Geoffrey Mortimer, Seorang Penulis Barat) 
Prinsip yang Kokoh 
Tidaklah akan mungkin agama Buddha, kendatipun saat ini, akan 
tercampakkan, karena ia mengakar di atas prinsip-prinsip yang kokoh 
yang tak akan pernah berubah. 
(Gertrude Garatt) 
Dhamma adalah Sang Hukum 
Seluruh ajaran Sang Buddha dapat diringkas ke dalam satu kata: 
"Dhamma". Hukum tentang kebajikan/keadilan ini, tidak hanya ada di 
dalam hati manusia akan tetapi ia juga ada di seisi alam semesta. 
Seluruh semesta adalah perwujudan atau penyingkapan dari Dhamma. Hukum- 
hukum alam yang telah ditemukan oleh sains modern adalah merupakan 
penyingkapan dari Dhamma. 
Bila Bulan timbul dan tenggelam, hal ini dikarenakan oleh Dhamma, 
karena Dhamma adalah hukum yang terdapat di alam semesta yang membuat 
benda-benda beraksi menurut cara-cara yang dipelajari di dalam ilmu 
fisika, kimia, zoologi, botani, dan astronomi. Dhamma ada di alam 
semesta sama seperti halnya Dhamma ada di dalam hati manusia. Jika 
seseorang mau hidup dengan Dhamma, ia akan terhindar dari kesengsaraan 
dan mencapai Nibbana. 
(Ven. A. Mahinda) 
Penganiayaan 
Dari agama-agama besar dalam sejarah, saya lebih menyukai agama 
Buddha, khususnya dalam bentuknya yang paling awal, karena agama 
Buddha memiliki paling minim unsur penganiayaan. 
(Bertrand/Russel) 
Penghargaan terhadap Agama Buddha 
Meskipun seseorang semula mungkin tertarik oleh keasingan/ 
keterpencilannya, ia dapat menghargai nilai yang sejati dari agama 
Buddha hanya bila ia menilainya dari hasil yang ditimbulkan agama 
Buddha dalam kehidupannya dari hari ke hari. 
(Dr. Edward Conze, Seorang Sarjana agama Buddha Barat) 
Pengetahuan adalah Kunci bagi Jalan yang Lebih Tinggi 
Tanpa kesenangan inderawi akankah hidup dapat terus bertahan? Tanpa 
percaya akan keabadian/kekekalan dapatkah manusia menjadi bermoral? 
Tanpa menyembah suatu Tuhan dapatkah manusia maju menuju ke kebajikan? 
Dapat, jawab Sang Buddha. Akhir/tujuan ini dapat dicapai dengan 
pengetahuan; pengetahuan adalah kunci menuju jalan yang lebih tinggi, 
sesuatu yang berharga untuk dikejar dalam hidup ini; pengetahuan 
adalah sesuatu yang mendatangkan ketenangan dan kedamaian dalam hidup 
ini, hal mana menjadikan seseorang tidak merasa cemas terhadap badai- 
badai dari dunia yang penuh fenomena ini. 
(Prof. Karl Pearson) 
Umat Buddha yang Beruntung 
Betapa beruntungnya umat Buddha yang rendah-hati, yang tidak mewarisi 
buah pikiran yang keliru tentang keadaan dari berbagai kitab suci yang 
tidak bisa disalahkan (selalu dianggap benar) sejak zaman yang 
permulaan sekali. 
(Ven. Prof. Ananda Kaushalyayana) 
Agama Buddha dan Upacara Keagamaan 
Dengan demikian, agama Buddha adalah suatu agama personal, dan 
terdapat sedikit ruang di dalamnya bagi upacara ritual dan keagamaan. 
Suatu perbuatan yang dilakukan dengan perenungan tentang dirinya 
sendiri, akan mengkondisikan berhentinya upacara keagamaan. Sebagian 
besar yang kelihatannya seperti upacara keagamaan dari agama Buddha 
dewasa ini, bila dipandang secara demikian sesungguhnya bukan 
merupakan upacara-upacara keagamaan. 
(Dr. W.F. Jayasuriya, "The Psychology and Philosophy of Buddhism") 
Sang Penyelamat 
Jila Sang Buddha akan disebut sebagai seorang "Juru selamat" yang 
sepenuhnya, hal ini hanya dalam artian bahwa Beliau menemukan dan 
menunjukkan Jalan menuju Pembebasan, Nirwana. Tapi diri kita 
sendirilah yang harus menapaki Sang jalan itu. 
(Dr. W. Rahula, "What The Buddha Taught") 
Tanpa Paksaan 
Memaksa seseorang untuk percaya dan menerima suatu hal tanpa 
pengertian adalah berkenaan dengan sifat politik, bukannya bersifat 
spritual ataupun intelektual. 
(Ven. Dr. W. Rahula, "What The Buddha Taught") 
			
			
			
				Menghormati Agama-agama Lainnya 
Seseorang seharusnya tidak hanya menghormati agamanya sendiri dan 
menyalahkan agama-agama orang lain, melainkan ia harus menghormati 
agama-agama orang lain karena berbagai alasan. Dengan berlaku 
demikian, seseorang telah membantu perkembangan agamanya sendiri dan 
juga memberikan pelayanan kepada agama-agama orang lain. Bila 
bertindak sebaliknya, ia menggali lubang kubur bagi agamanya sendiri 
dan juga membahayakan agama-agama lainnya. Siapa saja yang menghormati 
agamanya sendiri dan menyalahkan agama-agama lainnya, itu dilakukan 
karena bakti terhadap agamanya sendiri, dengan berpikir bahwa "Aku 
akan memuliakan agamaku sendiri". Akan tetapi sebaliknya, dengan 
berbuat demikian ia semakin dalam melukai agamanya sendiri. Karenanya 
kerukunan adalah baik: Mari kita semua mendengarkan, dan dengan ikhlas 
mendengarkan ajaran-ajaran yang dianut orang lain. 
(Raja Asoka) 
Kemuliaan yang Sejati 
Suatu agama atau suatu pedoman hidup dinilai tidak hanya dari 
kebenaran yang dinyatakannya, tapi juga dari perubahan yang 
ditimbulkannya dalam kehidupan para penganutnya. Sebegitu jauh bila 
pengujian ini diterapkan, agama Buddha memiliki rekor pencapaian- 
pencapaian dalam mana kita dapat memperoleh suatu kemuliaan yang 
sejati. 
(D. Valisinha, Sekjen Maha Bodhi Society, "Buddhist way of life") 
Keadaan Bawah Sadar (unconsciousness) 
Dapat juga dikatakan bahwa India menemukan keadaan bawah sadar lebih 
dulu dibandingkan dengan para psikolog Barat. Bagi mereka, keadaan 
bawah sadar itu terdiri atas keseluruhan kesan-kesan yang mengendap di 
dalam individu sebagai warisan dari kehidupannya yang sebelumnya/ 
terdahulu. Oleh karena itu, teknik Meditasi Buddhis, yang berkaitan 
dengan kekuatan-kekuatan laten tersebut, merupakan suatu pendobrak/ 
pendahulu bagi psikoanalisis modern, bagi latihan mental autogenik, 
dan lain-lain. 
(Prof. Von Glasenapp, Seorang Sarjana Jerman) 
Analisa Rasional 
Agama Buddha merupakan satu-satunya agama besar di dunia ini yang 
secara sadar dan terus terang berlandaskan kepada suatu analisa 
rasional yang sistematis terhadap problem-problem kehidupan serta 
jalan pemecahannya. 
(Moni Bagghee, "Our Buddha") 
Musuh Agama 
Cuma ada sedikit apa yang disebut dogma dalam ajaran Sang Buddha. 
Dengan luasnya pandangan yang sangat jarang pada masa itu dan tidak 
biasa dalam masa kita ini, Beliau menolak membuat kritik yang 
memojokkan kepercayaan lain. Ketidak-toleran bagiNya merupakan musuh 
agama yang paling besar. 
(Dr. S. Radhakrishnan, "Gautama The Buddha") 
Sekterianisme 
Kebanyakan orang-orang baru yang memeluk agama-agama lainnya dikontrol 
oleh Guru mereka serta dilarang membaca kitab-kitab suci, ajaran- 
ajaran, majalah-majalah, buklet-buklet, dan risalat-risalat dari agama- 
agama lainnya. Namun hal ini amatlah jarang terjadi dalam agama 
Buddha. 
(Phra Khantipalo, "Tolerance") 
Peraturan Lima Sila 
Kelima sila ini, menunjukkan lima arah yang penting dalam mana 
pengendalian diri umat Buddha mesti dilatih. Yakni, aturan pertama 
menyerukan kepadanya untuk mengendalikan nafsu amarah, yang kedua, 
nafsu keinginan untuk memiliki materi, yang ketiga, nafsu keinginan 
akan badan jasmani, yang keempat, ketakutan dan kebusukan hati 
(penyebab ketidak-jujuran), yang kelima, keinginan akan kegairahan- 
kegairahan yang tak berguna. 
(Edmond Holmes, "The creed of Buddha") 
Manusia dengan Suatu Kemenangan Besar 
Salah seorang dari para sarjana pertama yang memulai pekerjaan 
menerjemahkan Literatur Pali ke dalam bahasa Inggris, adalah putra 
dari seorang pastur terkenal. Tujuannya menerima pekerjaan tersebut 
adalah untuk membuktikan superioritas kr****n terhadap agama Buddha. 
Ia gagal dalam tugas tersebut, tetapi ia memperoleh suatu kemenangan 
yang lebih besar daripada yang ia harapkan. Ia menjadi seorang 
penganut Buddha. Kita tidak boleh pernah melupakan kesempatan yang 
membahagiakan itu yang telah mendorong ia untuk menerima pekerjaan 
tersebut, dan dengan demikian membuat Dhamma yang berharga ini dapat 
dinikmati oleh ribuan orang di Barat. Nama dari sarjana besar ini 
adalah Dr. Rhys Davids. 
(Ven. A. Mahinda, "Blue Print of Happines") 
Nasib Manusia 
Di atas dunia yang maha luas ini ia masih tetap bertahan hidup. Adalah 
mungkin bahwa dalam hubungannya dengan sains Barat, dan diilhami oleh 
jiwa sejarah, ajaran asli dari Gotama yang bangkit kembali dan 
dimurnikan; masih dapat memainkan peran yang besar dalam mengarahkan 
nasib manusia. 
(H.G. Wells) 
Sistem Parlemen Yang dipinjam dari Agama Buddha 
Mungkin sekali bahwa kecenderungan akan pemerintahan yang bersifat 
otonomi, yang ditunjukkan oleh berbagai bentuk kegiatan yang bersifat 
badan hukum ini, mendapat dorongan segar dari penolakan Buddhis 
terhadap kekuasaan/otoritas kependetaan dan lebih jauh lagi, karena 
ajarannya tentang persamaan hak seperti yang ditunjukkan oleh 
penolakannya terhadap kasta. Sudah tentu kita harus berpaling kepada 
buku-buku agama Buddha untuk memperhitungkan cara-cara dalam mana 
urusan-urusan lembaga-lembaga pemerintahan otonomi yang dipilih oleh 
rakyat pada awal mulanya itu dilaksanakan. Mungkin akan merupakan 
suatu kejutan bagi banyak orang bila mengetahui bahwa dalam 
perkumpulan/majelis umat Buddha di India, lebih dari 2500 tahun yang 
lalu, ditemukan cikal bakal dari praktek-praktek parlementer kita 
dewasa ini. 
Kemuliaan/martabat dari majelis tersebut dipelihara dengan mangangkat 
seorang petugas khusus -cikal bakal dari "Juru Bicara" dalam majelis 
perwakilan rakyat kita. Seorang petugas kedua ditunjuk untuk mengamati 
bahwa bilamana diperlukan suatu jaminan terhadap kourum -bentuk asli 
dari Kepala Pengawas Parlementer, dalam sistem milik kita. Seorang 
anggota yang memulai perkara melakukannya dalam bentuk suatu mosi/ 
usulan yang selanjutnya akan didiskusikan. Dalam kasus-kasus lainnya 
dilaksanakan tiga kali, dengan demikian ia memelopori praktek parlemen 
yang menghendaki suatu rancangan undang-undang dibaca tiga kali 
sebelum ia disahkan menjadi undang-undang. Jika perdebatan 
memperlihatkan suatu perbedaan pendapat, hal tersebut diputuskan oleh 
suara mayoritas, pemungutan suara dilaksanakan dengan kartu pemungutan 
suara (secara rahasia). 
(Marquess of Zetland, seorang mantan Rajamuda India, "Legacy of 
India") 
Bab 3 Moralitas Ý 
Demokrasi 
Agama Buddha adalah suatu gerakan demokrasi, yang menjunjung demokrasi 
dalam agama, demokrasi dalam masyarakat, dan demokrasi dalam politik. 
(Dr. Ambedkar) 
Seorang Jenius yang Etis 
Dalam lingkup ini Beliau memberikan pernyataan tentang kebenaran yang 
bernilai abadi dan memajukan etika, bukan di India saja tetapi 
mencakup umat manusia pada umumnya. Sang Buddha adalah seorang jenius 
yang etis terbesar yang pernah dianugerahkan kepada dunia ini. 
(Albert Schweitzer, seorang filsuf Barat terkemuka) 
Kebudayaan Dunia 
Agama Buddha telah berbuat lebih banyak bagi kemajuan peradaban dunia 
dan kebudayaan yang sejati daripada berbagai pengaruh lainnya dalam 
sejarah kemanusiaan. 
(H.G. Wells) 
Bab 4 Toleransi - Kedamaian - Cinta Kasih       Ý 
Memenangkan Kedamaian 
Pertanyaan yang tak terelakkan yang muncul dengan sendirinya adalah, 
seberapa jauh pesan agung Sang Buddha dapat diterapkan terhadap dunia 
kita dewasa ini? Mungkin ia dapat diterapkan, mungkin juga tidak; akan 
tetapi bila kita mengikuti prinsip-prinsip yang disampaikan oleh Sang 
Buddha, kita pada akhirnya akan memenangkan kedamaian dan ketenangan 
atas dunia ini. 
(Nehru) 
Kebijaksanaan adalah Pedang dan Kebodohan adalah Musuhnya 
Tiada selembar halaman pun dalam sejarah agama Buddha yang telah 
diserami oleh sinar api-api pengadilan terhadap para pembangkang, atau 
digelapi oleh asap dari kota-kota para pembangkang ataupun kaum kafir 
yang terbakar, atau dimerahi oleh darah korban-korban tak berdosa 
akibat kebencian keagamaan. Agama Buddha menggunakan hanya sebilah 
pedang -pedang kebijaksanaan, dan mengenal hanya satu musuh - 
kebodohan. Ini adalah pembuktian sejarah, yangtak terbantahkan. 
(Prof. Bapat, "2500 years of Buddism") 
Tiada Kata-kata yang Tak Sedap 
Tiada pernah terjadi di mana Sang Buddha terbakar oleh kemarahan, 
tiada pernah terjadi suatu peristiwa di mana kata-kata yang tak sedap 
meluncur dari bibirNya. 
(Dr. S. Radhakrishnan) 
Praktek dari Kebijaksanaan dan Belas Kasih 
Nampaknya bahwa sifat keindahan yang baik itu akan tetap muda 
selamanya, duduk bersila di atas kesucian teratai dengan tangan 
kanannya terangkat menasehati, memberikan jawaban dalam kedua frase 
berikut: "Bila engkau berharap bebas dari penderitaan rasa takut, 
praktekkanlah kebijaksanaan dan belas kasih". 
(Anatole France) 
Tiada Penganiayaan 
Tiada catatan yang saya ketahui dalam keseluruhan sejarah agama Buddha 
yang panjang, melalui abad-abad yang demikian banyak, di mana para 
penganutnya yang telah selama periode sedemikian panjang menduduki 
kekuasaan tertinggi, melakukan suatu penganiayaan/penindasan terhadap 
penganut-penganut kepercayaan lainnya. 
(Prof. Rhys Davids) 
			
			
			
				Bab 5 
Kedudukan Manusia Dalam Agama Buddha    Ý 
Manusia Memberi Hukum Kepada Alam 
Hukum dalam pengertian ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah produk 
dari pikiran manusia dan tidak memiliki arti yang terpisah dari 
manusia. Terdapat arti yang lebih dalam suatu pernyataan bahwa manusia 
memberikan hukum kepada alam daripada dalam kebalikannya bahwa alam 
memberikan hukum-hukum bagi manusia. 
(Prof. Karl Pearson) 
Manusia Bukanlah Barang yang Sudah Jadi 
Manusia saat sekarang adalah merupakan hasil dari berjuta-juta 
pengulangan pikiran dan perbuatan. Ia bukanlah barang yang sudah jadi; 
ia melewati satu kondisi/kehidupan ke kondisi/kehidupan yang lain, dan 
hal ini masih akan terus berlangsung. Karakternya ditentukan oleh 
pilihannya sendiri, -pikirannya, perbuatannya yang ia pilih-, yakni 
oleh kebiasaan, ia terbentuk. 
(Ven. Piyadassi) 
Manusia Mampu Mandiri 
Agama Buddha menjadikan manusia mandiri dan membangkitkan rasa percaya- 
diri dan semangat. 
(Ven. Narada Thera, "Buddhism in a nutshell") 
Manusia Tidak lagi Dapat Dihancurkan 
Manusia adalah lebih besar daripada kekuatan-kekuatan alam yang 
membuta karena meskipun ia dihancurkan oleh kekuatan-kekuatan tersebut 
ia tetap unggul dalam hal kebajikan dari pengertian atau pemahamannya 
terhadap kekuatan-kekuatan tersebut. Terlebih-lebih lagi, agama Buddha 
membawa kebenaran tersebut lebih jauh lagi: ia menunjukkan bahwa 
dengan jalan memiliki pengertian, manusia juga dapat mengendalikan 
keadaan/lingkungannya. Ia tidak lagi bisa dihancurkan oleh kekuatan- 
kekuatan itu, tetapi menggunakan hukum-hukum alam tersebut untuk 
membangun dirinya sendiri. 
(Pascal) 
Bab 6 
Jiwa/Roh        Ý 
Percaya akan Adanya Jiwa/Roh adalah Sumber Segala Kesulitan 
Agama Buddha menduduki posisi unik dalam sejarah pemikiran manusia 
dalam hal penolakannya terhadap adanya suatu Roh/jiwa, Diri atau 
Atman. Menurut ajaran Sang Buddha, pandangan tentang adanya diri 
adalah suatu khayalan, kepercayaan yang keliru/salah yang tidak 
berkaitan dengan kenyataan, dan hal itu menghasilkan pikiran-pikiran 
yang membahayakan dari "Aku" dan "Milikku", keinginan yang egois, 
nafsu, kemelekatan, kebencian, niat jahat, kepongahan, kesombongan, 
egoisme, dan noda-noda lainnya, serta ketidak-murnian dan problem- 
problem. Hal ini merupakan sumber dari segala kesulitan di dunia ini, 
dari konflik pribadi hingga peperangan antar bangsa. Singkatnya, semua 
keburukan/kejahatan di dunia ini dapat ditelusuri sumbernya yakni dari 
pandangan keliru/salah tersebut. 
(Ven. Dr. W. Rahula, "What The Buddha Taught") 
Kehidupan Sesudah Kematian Bukanlah Sebuah Misteri 
Perbedaan antara kematian dan kelahiran hanyalah satu momen-pikiran 
(saat-berpikir): Momen pikiran yang terakhir dalam kehidupan ini 
mengkondisikan momen pikiran yang pertama (paling awal) dalam 
kehidupan berikutnya, yang mana pada kenyataannya, adalah kontinuitas 
dari rentetan/rangkaian yang sama. Sepanjang kehidupan ini juga, satu 
momen-pikiran mengkondisikan momen pikiran berikutnya. Jadi dari sudut 
pandangan agama Buddha, pertanyaan tentang kehidupan sesudah kematian 
bukanlah merupakan suatu misteri besar, dan seorang umat Buddha tidak 
pernah cemas tentang hal ini. 
(Ven. Dr. W. Rahula, "What The Buddha Taught") 
Bab 7 
Agama Buddha Dan Ilmu Pengetahuan Ý Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan 
Modern 
"Saya sudah sering mengatakan, dan saya akan lagi dan lagi mengatakan 
bahwa antara agama Buddha dan Ilmu pengetahuan modern terdapat suatu 
keterkaitan intelektual yang begitu erat". 
(Sir Edwin Arnold) 
Agama Buddha Memenuhi Tuntutan Ilmu Pengetahuan 
Jika ada suatu agama yang akan memenuhi tuntutan kebutuhan ilmu 
pengetahuan modern, maka agama tersebut adalah agama Buddha. 
(Albert Einstein) 
Ilmu pengetahuan yang Bersifat Spritual 
Agama Buddha, sebaliknya adalah suatu sistem berpikir, suatu agama, 
suatu sains spritual, dan suatu pandangan hidup, yang masuk akal, 
praktis dan menyeluruh. Selama 2500 tahun ia telah memuaskan kebutuhan 
spritual dari hampir sepertiga jumlah umat manusia. Ia menarik 
perhatian dunia Barat, yang menekankan pada kepercayaan diri yang 
disertai dengan rasa toleransi terhadap pandangan orang lain, termasuk 
ilmu pengetahuan, agama, filsafat, psikologi, etika dan seni, dan 
menunjuk manusia sendiri sebagai si pencipta dari kehidupannya saat 
ini serta perancang tunggal atas nasibnya. 
(Christmas Humpreys) 
Agama Buddha Bertitik Awal di mana Ilmu Pengetahuan Berakhir 
Ilmu Pengetahuan tidak dapat memberikan jaminan dalam hal ini. Akan 
tetapi agama Buddha dapat memenuhi tantangan Atomik, karena 
pengetahuan adi-duniawi dari agama Buddha bertitik awal di mana ilmu 
pengetahuan berakhir. Dan hal ini cukup jelas bagi seseorang yang 
telah mempelajari agama Buddha. Karena, melalui Meditasi Buddhis, 
unsur-unsur atomik penyusun materi telah dilihat dan dirasakan, dan 
juga penderitaan, atau ketidak-puasan (dukkha), tentang "kemunculannya 
dan kelenyapannya" (yang tergantung pada sebab-sebab) yang sering 
telah menjadikan dirinya sendiri sebagai apa yang kita sebut "jiwa/ 
roh" atau "atma" -sebuah khayalan tentang Sakkayaditthi-, demikian ia 
dinamakan di dalam ajaran Sang Buddha. 
(Egerton C. Baptist, "Supreme Science of The Buddha") 
Sebab dan Akibat Bukannya Ganjaran dan Hukuman 
Menurut Sang Buddha, dunia ini tidak terbentuk secara demikian. Umat 
Buddha percaya pada hukum Kamma yang rasional yang berjalan secara 
otomatis dan dinyatakan dengan istilah "Sebab dan Akibat" dan bukannya 
"Ganjaran dan Hukuman". 
(Seorang Penulis) 
Bab 8 Nibbana   Ý 
Keselamatan tanpa Tuhan 
Untuk pertama kali dalam sejarah dunia ini, Sang Buddha 
memproklamasikan suatu keselamatan, yang dapat dicapai oleh setiap 
orang untuk dirinya sendiri dan oleh dirinya sendiri di dunia ini 
dalam kehidupan sekarang ini, tanpa pertolongan sedikit pun dari suatu 
'Tuhan yang Berpribadi' (Personal God) ataupun dari para dewa. Sang 
Buddha sangat menekankan ajaran tentang kemampuan diri sendiri, 
tentang penyucian, tentang kemoralan, tentang pencerahan, tentang 
kedamaian dan cinta kasih yang universal. Beliau amat menekankan 
tentang perlunya pengetahuan, karena tanpa kebijaksanaan, pemahaman 
terhadap batin tidak akan diperoleh dalam kehidupan ini. 
(Prof. Eliot, "Buddhism and Hinduism") 
Sang Buddha dan Keselamatan 
Bukanlah Sang Buddha yang membebaskan manusia, akan tetapi Beliau 
mengajarkan mereka untuk membebaskan diri mereka sendiri, sama seperti 
Beliau telah membebaskan diriNya sendiri. Mereka menerima ajaran 
Beliau tentang kebenaran, bukan karena hal itu berasal dariNya, tetapi 
karena keyakinan pribadi, yang dibangkitkan oleh kata-kataNya, yang 
timbul dari cahaya semangat mereka sendiri. 
(Dr. Oldenburg, Seorang Sarjana Buddhis Jerman) 
Bab 9 Kepercayaan       Ý 
Sang Buddha Tidak Meminta Kepercayaan 
Sang Buddha tidak hanya telah menyadari realitas yang terakhir: Beliau 
juga membabarkan pengetahuanNya yang lebih tinggi, yang merupakan 
ajaran terunggul, kepada "semua dewa dan manusia" secara amat jelas 
dan bebas dari segala tabir mitologi dan selaput misteri. Akan tetapi, 
di sini diberikan suatu bentuk yang begitu meyakinkan bahwa ia 
mewujudkan dirinya sebagai hal yang nyata dan positif dari pembuktian- 
sendiri bagi orang yang mampu mengikutiNya. Karena alasan ini Sang 
Buddha tidak menuntut berbagai kepercayaan, tetapi menjanjikan 
pengetahuan. 
(George Grimm, "The Doctrine of the Buddha") 
Bab 10 Agama Buddha Dan Agama-Agama Lainnya     Ý 
Agama Hindu Sesudah Era-Buddhis 
Berbagai jalan dalam mana agama Buddha telah mempengaruhi, 
memodifikasi, mentransformasi, dan menghidupkan kembali agama Hindu di 
antara semua sutra Filosofi Hindu, adalah diakui sebagai era sesudah- 
Buddhis. Pemikiran terdahulu dari filsafat India berkenaan dengan 
ajaran Karma dan Tumimbal lahir serta sistem pra-Buddhis lainnya telah 
mencapai pengembangan sepenuhnya dari literatur Buddhis dan telah 
disusun di atas dasar filosofis. 
(Dr. S.N. Dasgupta) 
Etika Universal 
Tiada agama-agama di India sebelum masa agama Buddha dapat dikatakan 
telah mampu merumuskan suatu kode etik dan kode agama yang secara 
universal dan diwajibkan berlaku sah bagi semua orang. 
(Dr. S.N. Dasgupta) 
Agama Buddha adalah Agama Buddha 
Agama Buddha (Buddhisme) dan agama Jain (Jainisme) sudah pasti 
bukanlah agama Hindu atau bahkan Veda Dharma, meskipun mereka muncul 
di India dan merupakan bagian yang menyatu dari kehidupan budaya dan 
filsafat bangsa India. Penganut Buddha ataupun penganut Jaina memang 
seratus prosen produk pemikiran dan budaya India, akan tetapi tidak 
satu pun dari keduanya merupakan penganut Hindu. Adalah suatu 
kekeliruan besar untuk menyatakan kebudayaan India sebagai kebudayaan 
Hindu. 
(Nehru, "Discovery of India") 
Hutang Abadi kepada Sang Buddha 
Adalah pendapat saya yang berhati-hati bahwasanya bagian penting dari 
ajaran Sang Buddha sekarang ini membentuk bagian yang integral pada 
Hinduisme. Tidaklah mungkin bagi Hindu India dewasa ini untuk 
menelusuri kembali langkah-langkahnya dan melampaui reformasi besar 
yang dibuat oleh Gautama yang dapat memberi pengaruh terhadap 
Hinduisme. Dengan pengorbananNya yang demikian besar, dengan pelepasan- 
agungNya, dan dengan kesucian yang tak bernoda dari hidupNya, beliau 
meninggalkan kesan yang tak terhapuskan pada Hinduisme, dan Hinduisme 
berhutang suatu hutang budi yang abadi kepada Sang Guru Agung 
tersebut. 
(Mahatma Gandhi, "Maha Bodhi") 
Prinsip-prinsip yang Dominan 
Suatu sistem yang tidak mengenal Tuhan Sang Pencipta seperti dalam 
pengertian Barat, yang menyangkal adanya suatu jiwa/roh bagi manusia, 
yang menganggap kepercayaan terhadap jiwa/roh yang abadi sebagai suatu 
kesalahan, yang menolak berbagai keefektifan/kemanjuran dari pemujaan 
dan persembahan kurban, yang menetapkan manusia untuk tidak bergantung 
pada apapun melainkan kepada daya upaya mereka sendiri dalam mencapai 
keselamatan, yang dalam bentuk aslinya tidak mengenal kaul atau sumpah- 
sumpah untuk taat/patuh, sebagai hamba, serta tidak pernah mencari 
pertolongan dari kekuasaan duniawi. Meskipun ia menyebar pada keaneka- 
ragaman yang cukup besar dari dunia-kuno itu, ia menyebar dengan 
kecepatan yang mengagumkan, dan masih tetap merupakan prinsip-prinsip 
yang dominan bagi sebagian besar umat manusia saat ini. 
(T.H. Huxley) 
Pemikiran Buddhis Tentang Dosa 
Pemikirannya tentang dosa agak berbeda dengan pemikiran kr****n. Dosa 
menurut paham Buddhis hanyalah merupakan suatu ketidak-tahuan atau 
kebodohan. Manusia yang buruk adalah manusia yang bodoh. Ia tidak 
memerlukan hukuman dan penebusan dosa atau penghukuman yang demikian 
besar sebagaimana ia memerlukan perintah-perintah. Ia tidak dipandang 
sebagai "Melanggar Perintah Tuhan" ataupun sebagai seseorang yang 
harus mengemis belas kasihan malaikat dan pengampunan surgawi. Akan 
tetapi adalah perlu bagi sahabat-sahabat dari orang tersebut untuk 
menjadikannya berakal sehat di dalam jalan kemanusiaan. Umat Buddha 
tidak percaya si pendosa tersebut akan dapat meloloskan dirinya dari 
akibat-akibat perbuatannya dengan upaya berdoa untuk tawar-menawar 
dengan Tuhan. 
(John Walters, "Mind Unshaken") 
Para Dewa Butuh Keselamatan 
Untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia Sang Buddha 
menasehati, meminta, dan memohon kepada manusia agar tidak menyakiti 
suatu makhluk hidup, tidak memberikan pemujaan atau pujian atau kurban 
kepada para dewa. Dengan segala kefasihannya dalam memberikan nasihat, 
Yang Maha Agung mengumumkan dengan tegas bahwasanya para dewa sendiri 
juga amat butuh keselamatan. 
(Prof. Rhys Davids) 
Bab 11 
Dunia Dan Alam Semesta dan Dunia yang Tidak Memuaskan 
Sang Buddha tidak murka kepada dunia ini. Beliau memandang dunia ini 
sebagai sesuatu yang tidak memuaskan dan bersifat sementara, bukannya 
dianggap sebagai sesuatu yang kejam atau buruk; adalah suatu ketidak- 
tahuan/kebodohan, bukannya sebagai suatu pemberontakan. Beliau tidak 
sedikit pun terusik terhadap orang-orang yang tidak mau mendengarkan 
kepadaNya, serta tidak menunjukkan kegelisahan dan sifat yang lekas 
marah. 
(Prof. Eliot, "Buddhism and Hinduism") 
Pertempuran Akbar 
Keseluruhan alam semesta merupakan sebuah medan pertempuran yang maha 
luas. Di mana-mana terjadi pertempuran. Suatu kehidupan (eksistensi) 
tidak lain adalah suatu perjuangan yang sia-sia melawan kuman-kuman 
penyakit yang mengerikan, molekul-molekul melawan molekul-molekul, 
atom-atom melawan atom-atom, elektron-elektron melawan elektron- 
elektron. Terlebih-lebih lagi, batin merupakan suatu kancah 
pertempuran yang lebih dramatis. Bentuk-bentuk, bunyi-bunyi, cita- 
rasa, dll merupakan perpaduan kekuatan-kekuatan yang saling 
berinteraksi dan saling bertempur. Keberadaan yang nyata dari perang 
membuktikan bahwa terdapat suatu keadaan kedamaian sempurna. Inilah 
yang kita namakan Nibbana. 
(Ven. Narada Thera, "The Bodhisatta Ideal") 
Sumber: 
Buddhism in the Eyes of Intellectuals, Ven. K. Sri Dhammananda, Oeij 
Sian Pin (Alih Bahasa), Ir. Lindawati. T (editor) 
			
			
			
				How is Buddhism in the eyes of the poor?
			
			
			
				Quote from: Upaseno on 26 August 2007, 04:37:04 PM
How is Buddhism in the eyes of the poor?
ga tahu d, bhante...hehehhehehe
kan harus belajar sama org intelek, kalau belajar sama org bodoh kan jd tambah bodoh dongk  ;D
			
 
			
			
				Quote from: sefung on 26 August 2007, 04:40:14 PM
Quote from: Upaseno on 26 August 2007, 04:37:04 PM
How is Buddhism in the eyes of the poor?
ga tahu d, bhante...hehehhehehe
kan harus belajar sama org intelek, kalau belajar sama org bodoh kan jd tambah bodoh dongk  ;D
Aku tulis "Poor," not "stupid."
"kalau belajar sama org bodoh kan jd tambah bodoh dongk  ;D"---O...begitu yah?   Kalau ada orang yang lebih intelektual dari kamu, dia sama sekali ga bisa belajar dari kamu yah?  
Sempit sekali pikiran yang begini ini.  
			
 
			
			
				ternyata bhante galak juga yah hehhehehe
Poor," not "stupid. i think its the same 
kalau ada yg lebih intelek kalah pamor,  bhante.... _/\_
			
			
			
				Quote from: sefung on 26 August 2007, 04:53:49 PM
ternyata bhante galak juga yah hehhehehe
Poor," not "stupid. i think its the same 
kalau ada yg lebih intelek kalah pamor,  bhante.... _/\_
Nah itulah mengapa Buddhism susah maju...
Kalah gertakan, uda diem...yah...gmana bisa maju?
			
 
			
			
				Kalau orang buta membimbing yg buta juga?
			
			
			
				 _/\_
menurut pandangan  bhante gimana, Buddhisme dimata org yg tidak intelek.
			
			
			
				Quote from: ryu on 26 August 2007, 04:59:01 PM
Kalau orang buta membimbing yg buta juga?
Mana bisa?
Tapi apakah orang buta tidak berguna sama sekali?
Tanpa orang buta, kita tidak tahu bahwa kita tidak buta.
			
 
			
			
				Quote from: sefung on 26 August 2007, 05:02:28 PM
 _/\_
menurut pandangan  bhante gimana, Buddhisme dimata org yg tidak intelek.
Saya yang nanya...malah ganti nanya...weleh...
tunggu yang lain jawab, nti aku kasi pandanganku...
			
 
			
			
				 kalo menurut org yg tdk intelek mungkin buddhism adalah agama pesimis yg mengajarkan penderitaan, penyembah berhala, tidak bertuhan. Ada yang mau nambahin?
			
			
			
				Quote from: sefung on 26 August 2007, 05:02:28 PM
menurut pandangan  bhante gimana, Buddhisme dimata org yg tidak intelek.
sori, jadi gatel dan pengen ikutan nimbrung...
kayak yg saya post dulu, manusia itu banyak aspeknya. ada aspek intelek, ada sosial, ada emosi, ada perasaan, ada mental, ada spiritual. kesalahkaprahan buddhis kebanyakan (terutama yg belajar skolah theravada) adalah menganggap dan menyamakan kemajuan praktek dhamma dengan intelektual. kalo orang banyak tau dan blajar teori2, tau istilah2 pali dan sebangsanya, itu dibilang sangar, hebat dan dasyat. 
padahal pengetahuan intelek di sini, tidak lah berharga banyak. orang yg tau secara intelek, blom tentu mentalnya kuat, blom tentu perasaannya gak meletup2, blom tentu cerdas secara sosial, dan blom tentu cerdas secara spiritual. orang yg "tahu" secara intelektual, blom lah tentu "tahu" timbul tenggelamnya fenomena batin, blon tentu "tahu" dukkha yg ada di dalam dirinya sendiri, blon tentu "tahu" apa yg dimaksud "melepas".
seperti yg dikatakan morpheus: "there's a difference between knowing the path and walking the path". yg gak intelek ataupun gak banyak tau teori, jangan berkecil hati. mungkin saja anda sebenernya lebih "mengerti" dhamma ketimbang yg intelek  ;)
bagi yg poor, yg gak cerdas, yg gak kaya, dengan belajar dhamma justru mereka bisa berpikir bahwa perbedaan cerdas dan bodo, kaya dan miskin tidaklah berarti banyak. sama2 manusia yg diombang-ambingken dukkha. nilai orang miskin tidaklah lebih rendah dari orang kaya. mereka seharusnya justru lebih pede...
			
 
			
			
				Saya selalu menolak jika intelek/kecerdasan selalu diidentikkan (sama) dengan pelajaran disekolah. Tidak ada manusia yang tidak intelek. Yang membedakan antar yang satu dengan yang lain adalah adanya kesempatan (yang ia ciptakan sendiri) dan bagaimana ia berusaha mengembangkannya.
Sekelihatan bodoh apapun manusia ia bisa memahami Dhamma asal adanya kesempatan dan bagaimana ia berusaha mengembangkannya. Tapi ingat bahwa ada orang-orang yang kelihatan bodoh tapi ia juga tetap tidak bisa memahami Dhamma karena ia tidak memiliki kesempatan dan tidak ada usaha mengembangkannya.
Membahas mengenai "Buddhism in the Eyes of Intellectuals" dari Bhante Sri Dhammananda, saya tidak memandang kata "Intellectual" hanya sebagai 1 pengertian tunggal yaitu hanya cerdas akademik. Seperti yang kita baca, Mahatma Gandhi, Ven. Dr. W. Rahula, Dr. Ambedkar, Phra Khantipalo, Ven. A. Mahinda, Bishop Milman, memang mereka bisa baca tulis atau cerdas dalam akademik, tapi mereka juga memiliki kecerdasan yang lain. 
Mencoba menanggapi pertanyaan Bhante Upaseno mengenai "How is Buddhism in the eyes of the poor?"
Saya menganggap "poor" di sini adalah miskin materi, karena saya melihat Bhante tidak menulis kata poor dalam tanda petik. Meskipun demikian setiap orang berbeda dalam memandang miskin materi ini. "That one is only poor only if they choose to be" – begitu kata Dolly Parton dalam lirik lagunya. So, saya bisa dikatakan miskin materi dibanding dengan Bill Gates. Tapi saya juga mungkin bisa dikatakan kaya oleh pengemis di luar sana.
Sesuai dengan semua pemahaman saya di atas bahwa intelek tidak identik dengan akademik, tidak ada manusia yang tidak intelek (termasuk orang miskin sekalipun), yang membedakan adalah kesempatan dan usaha mengembangkan intelek, dan masalah miskin harta, maka Buddhism in the eyes of the poor bisa dikatakan ada yang peduli ada yang tidak, ada yang mengatakan baik ada yang tidak. Salah satu orang miskin  yaitu saya (jika dibanding dengan Bill Gates) berkata: Buddhisme itu indah!
Pendapat orang miskin lainnya bisa kita lihat quote dari "Buddhism in the Eyes of Intellectuals" di sana juga ada tokoh yang miskin materi. Bukankah begitu?? ;)
			
			
			
				buddhisme menurut para "poor" / kurang mampu ?
kalo saya jadi orang miskin, buddhisme adalah excuse dan cara saya untuk mendapat kebahagiaan, karena kebahagiaan itu bukan materi >:D
Buddhisme adalah salah satu cara dia mencapai kebahagiaan (karena kekurangan dia yang tidak bisa berbahagia secara materi)
Ada yg tidak bisa menerima kenyataan bahwa dia poor, masa sih kehidupan lampau berbuat kamma buruk atau kamma baiknya kurang ? si aku nya akan merasa dia penting dst2x. pasti kamma itu bohong dan tidak ada.
ini hanya salah dua dari sudut pandang dari si "poor", masih banyak sudut pandang versi lain ala "poor"
nanti deh sambung sudut pandang lainnya, yg lain ?
			
			
			
				Buddhisme untuk orang yang non-intelek,
Sama lah, perbedaannya mereka tidak sekritis yang intelek. Pada ujungnya mereka yang menjalankan dengan benar akan melihat Dhamma
			
			
			
				Agama apapun tidak akan sempurna untuk setiap orang.  Kebanyakan umat agama "mempromosikan" agama mereka dengan berbagai cara.  Karena akhir2 ini aja Science lagi booming, jadi promosinya pakai sudut pandang science.  Nanti jaman berkembang, pasti promosinya menurut perkembangan jaman itu.
Yang penting cocok dengan keadaan kita sekarang, uda cukup.
Capeee deeeehhhh...
			
			
			
				Childish superstition: Einstein's letter makes view of religion relatively clear
"Science without religion is lame, religion without science is blind." So said Albert Einstein, and his famous aphorism has been the source of endless debate between believers and non-believers wanting to claim the greatest scientist of the 20th century as their own.
A little known letter written by him, however, may help to settle the argument - or at least provoke further controversy about his views.
Due to be auctioned this week in London after being in a private collection for more than 50 years, the document leaves no doubt that the theoretical physicist was no supporter of religious beliefs, which he regarded as "childish superstitions".
Einstein penned the letter on January 3 1954 to the philosopher Eric Gutkind who had sent him a copy of his book Choose Life: The Biblical Call to Revolt. The letter went on public sale a year later and has remained in private hands ever since.
In the letter, he states: "The word god is for me nothing more than the expression and product of human weaknesses, the Bible a collection of honourable, but still primitive legends which are nevertheless pretty childish. No interpretation no matter how subtle can (for me) change this."
Einstein, who was Jewish and who declined an offer to be the state of Israel's second president, also rejected the idea that the Jews are God's favoured people.
"For me the Jewish religion like all others is an incarnation of the most childish superstitions. And the Jewish people to whom I gladly belong and with whose mentality I have a deep affinity have no different quality for me than all other people. As far as my experience goes, they are no better than other human groups, although they are protected from the worst cancers by a lack of power. Otherwise I cannot see anything 'chosen' about them."
The letter will go on sale at Bloomsbury Auctions in Mayfair on Thursday and is expected to fetch up to £8,000. The handwritten piece, in German, is not listed in the source material of the most authoritative academic text on the subject, Max Jammer's book Einstein and Religion.
One of the country's leading experts on the scientist, John Brooke of Oxford University, admitted he had not heard of it.
Einstein is best known for his theories of relativity and for the famous E=mc2 equation that describes the equivalence of mass and energy, but his thoughts on religion have long attracted conjecture.
His parents were not religious but he attended a Catholic primary school and at the same time received private tuition in Judaism. This prompted what he later called, his "religious paradise of youth", during which he observed religious rules such as not eating pork. This did not last long though and by 12 he was questioning the truth of many biblical stories.
"The consequence was a positively fanatic [orgy of] freethinking coupled with the impression that youth is being deceived by the state through lies; it was a crushing impression," he later wrote.
In his later years he referred to a "cosmic religious feeling" that permeated and sustained his scientific work. In 1954, a year before his death, he spoke of wishing to "experience the universe as a single cosmic whole". He was also fond of using religious flourishes, in 1926 declaring that "He [God] does not throw dice" when referring to randomness thrown up by quantum theory.
His position on God has been widely misrepresented by people on both sides of the atheism/religion divide but he always resisted easy stereotyping on the subject.
"Like other great scientists he does not fit the boxes in which popular polemicists like to pigeonhole him," said Brooke. "It is clear for example that he had respect for the religious values enshrined within Judaic and Christian traditions ... but what he understood by religion was something far more subtle than what is usually meant by the word in popular discussion."
Despite his categorical rejection of conventional religion, Brooke said that Einstein became angry when his views were appropriated by evangelists for atheism. He was offended by their lack of humility and once wrote. "The eternal mystery of the world is its comprehensibility."
http://www.guardian.co.uk/science/2008/may/12/peopleinscience.religion (http://www.guardian.co.uk/science/2008/may/12/peopleinscience.religion)
			
			
			
				Quote
"Science without religion is lame, religion without science is blind."
Tafsir saya dalam perkataan ini sih, bahwa diperlukan sciences dalam "melihat" suatu religi. tetapi religi tidaklah dibutuhkan banget dalam pemahaman sciences walau kebanyakan ide science lahir dari paham religi.
			
 
			
			
				Buddhism in the Eyes of Intellectuals
"Sang Buddha sebenarnya tidak pernah mengajar, dia hanya memperlihatkan"
(hatRed, "orang iseng di DC")
Buddhism in the Eyes of UnIntellectuals
"Dhamma adalah kurikulum ku, Sang Buddha adalah guru ku, Tipitaka adalah buku ku"
(hatRed, "orang iseng di DC")
			
			
			
				Quote from: hatRed on 17 December 2008, 10:57:37 AM
Buddhism in the Eyes of Intellectuals
"Sang Buddha sebenarnya tidak pernah mengajar, dia hanya memperlihatkan"
(hatRed, "orang iseng di DC")
Buddhism in the Eyes of UnIntellectuals
"Dhamma adalah kurikulum ku, Sang Buddha adalah guru ku, Tipitaka adalah buku ku"
(hatRed, "orang iseng di DC")
 :))
			
 
			
			
				Quote from: Reenzia on 17 December 2008, 10:23:44 AM
In the letter, he states: "The word god is for me nothing more than the expression and product of human weaknesses, the Bible a collection of honourable, but still primitive legends which are nevertheless pretty childish. No interpretation no matter how subtle can (for me) change this."
http://www.guardian.co.uk/science/2008/may/12/peopleinscience.religion (http://www.guardian.co.uk/science/2008/may/12/peopleinscience.religion)
pengertian agama yg dimaksudkan olehnya mengenai "science without region is lame" bukan agama yg blind faith