Pada agama Buddha terdapat dua aliran besar, yaitu Mahayana dan Theravada. Ada beberapa perbedaan persepsi dr aliran2 tersebut yg kadang2 menimbulkan suatu perdebatan. Namun umat Buddha dapat mempraktekkan ajaran Buddha tanpa melekat pada aliran. Untuk itu yg perlu kita ketahui adalah persamaan antara dua aliran tersebut.
Mahayana dan Theravada adalah satu dalam penerimaan pada Sang Buddha dan ajaranNya sebagai satu2nya metode untuk mencapai kebahagiaan tertinggi Nibbana.
Mahayana dan Theravada sama2 menerima:
- Buddha Sakyamuni sebagai Sang Guru
- Empat Kesunyataan Mulia
- Delapan Jalan Kebenaran
- Pattica - Samuppada atau Keberasalan yang Bergantungan.
- Hukum Karma
- Anicca, Dukkha, Anatta.
- Sila, Samadhi, Panna
- Tumimbal Lahir
- Devaloka dan Brahmaloka.
- Nibbana.
Mahayana dan Theravada sama2 menolak:
- Makhluk adikuasa yg menciptakan dan memerintah dunia.
- Kepercayaan akan jiwa abadi
(Sumber: Keyakinan Umat Buddha - Bhikkhu Sri Dhammananda)
Dalam hal ini yg dibahas adalah ajaran Mahayana yg tidak dipengaruhi ajaran lain, seperti di Indonesia kadang karena pengaruh ajaran Tri Dharma (Buddha, Tao, Konghucu) sebagai warisan perkembangan agama Buddha di masa lalu membuat suatu perbedaan ajaran yg baru. _/\_
Quote from: aryaputra on 20 April 2012, 11:08:07 AM
Pada agama Buddha terdapat dua aliran besar, yaitu Mahayana dan Theravada. Ada beberapa perbedaan persepsi dr aliran2 tersebut yg kadang2 menimbulkan suatu perdebatan. Namun umat Buddha dapat mempraktekkan ajaran Buddha tanpa melekat pada aliran. Untuk itu yg perlu kita ketahui adalah persamaan antara dua aliran tersebut.
Mahayana dan Theravada adalah satu dalam penerimaan pada Sang Buddha dan ajaranNya sebagai satu2nya metode untuk mencapai kebahagiaan tertinggi Nibbana.
Mahayana dan Theravada sama2 menerima:
- Buddha Sakyamuni sebagai Sang Guru
- Empat Kesunyataan Mulia
- Delapan Jalan Kebenaran
- Pattica - Samuppada atau Keberasalan yang Bergantungan.
- Hukum Karma
- Anicca, Dukkha, Anatta.
- Sila, Samadhi, Panna
- Tumimbal Lahir
- Devaloka dan Brahmaloka.
- Nibbana.
Mahayana dan Theravada sama2 menolak:
- Makhluk adikuasa yg menciptakan dan memerintah dunia.
- Kepercayaan akan jiwa abadi
(Sumber: Keyakinan Umat Buddha - Bhikkhu Sri Dhammananda)
Dalam hal ini yg dibahas adalah ajaran Mahayana yg tidak dipengaruhi ajaran lain, seperti di Indonesia kadang karena pengaruh ajaran Tri Dharma (Buddha, Tao, Konghucu) sebagai warisan perkembangan agama Buddha di masa lalu membuat suatu perbedaan ajaran yg baru. _/\_
Theravada tidak mengenal amitabha budha
Mahayana ada pemujaan amitabha budha
Theravada tidak mengenal mak kuan im
Mahayana suka memuja mak kuan im
Theravada hanya mengenal 2 Bodhisatta (Bodhisatta Gotama & Bodhisatta Metteya)
Mahayana buanyak bodhisatva.
Kitab referensi Theravada : Tipitaka kanon Pali
Kitab referensi Mahayana : Sankrit Pitaka, Pali Pitaka, dan beberapa kitab, salah satunya diambil dari alam naga.
dll nya
Doktrin Theravada : Setelah parinibbana, para arahat (baik sammasambuddha, pacceka buddha maupun savaka buddha) sudah tidak terkondisi untuk terlahirkan kembali di alam manapun.
Doktrin Mahayana : (lihat sadharmapundarika sutra), savaka buddha (arahat siswa) masih bisa mencapai annutara samyaksambuddha, kendati pada saat itu sudah meninggal dunia. --> di-tafsirkan ada kelahiran kembali...
---
Quote from: aryaputra on 20 April 2012, 11:08:07 AM
Ada beberapa perbedaan persepsi dr aliran2 tersebut yg kadang2 menimbulkan suatu perdebatan. Namun umat Buddha dapat mempraktekkan ajaran Buddha tanpa melekat pada aliran. Untuk itu yg perlu kita ketahui adalah persamaan antara dua aliran tersebut.
Mungkin dengan membesarkan persamaan dan memperkecil perbedaan dalam benak kita (dalam artian bukan membuat sama), akan membuat kita semakin bertoleransi dengan masing2 aliran.
Quote from: aryaputra on 20 April 2012, 06:00:47 PM
Mungkin dengan membesarkan persamaan dan memperkecil perbedaan dalam benak kita (dalam artian bukan membuat sama), akan membuat kita semakin bertoleransi dengan masing2 aliran.
berbeda dalam hal apa ?
Quote from: aryaputra on 20 April 2012, 06:00:47 PM
Mungkin dengan membesarkan persamaan dan memperkecil perbedaan dalam benak kita (dalam artian bukan membuat sama), akan membuat kita semakin bertoleransi dengan masing2 aliran.
bagaimana caranya membesarkan persamaan dan memperkecil perbedaan?
Quote from: aryaputra on 20 April 2012, 06:00:47 PM
Mungkin dengan membesarkan persamaan dan memperkecil perbedaan dalam benak kita (dalam artian bukan membuat sama), akan membuat kita semakin bertoleransi dengan masing2 aliran.
ada yang termotivasi untuk membesar besarkan perbedaan
ada yang termotivasi untuk membesar-besarkan persamaan
katakanlah jika aga keyakinan lain yang menyerang tradisi salah satu ini
mereka toh saling bersatu untuk membela buddha dhamma
kefanatikan buta membuat manusia buta
jangan harapkan orang buta dapat melihat kenyataan
sesuatu yang mustahil
semakin manusia banyak yang pintar, semakin bodohlah umat Nya ;D
Selama ini emang pihak Mahayana lebih memperjuangkan persamaan agar agama Buddha di Indonesia bisa bersatu.
sedangkan Theravada lebih mengedepankan perbedaan.
Cuma herannya kenapa Theravada ndak perjuangkan utk misahin diri membentuk Agama Buddha Theravada di Indonesia
seperti Protestan dan ka****k.
Quote from: Indra on 21 April 2012, 09:57:40 AM
bagaimana caranya membesarkan persamaan dan memperkecil perbedaan?
Menurut saya, walau kita ketahui perbedaan antara aliran, yang harus kita pentingkan adalah keyakinan kita terhadap ajaran yg kita pegang, tokh sampai seumur hidup kita belum tentu dapat memahami dan mempraktekkan isi Tipitaka. Kita boleh mempelajari dan mengetahui ajaran aliran lain jika kita ingin menambah wawasan, namun kita tidak perlu menilai ajaran aliran lain salah atau benar menurut kacamata ajaran kita. Kita ambil ajaran-ajaran yg mempunyai persamaan dengan ajaran yg kita anut, selebihnya sebagai bahan referensi saja. Maka kita akan menyadari banyaknya persamaan ajaran aliran kita dgn yg lain dan kita tidak melihat adanya masalah dengan perbedaan ajaran karena kita tidak mempermasalahkan ajaran yg berbeda dgn kita.
Menerima satu ajaran tidak semua orang sama pemahamannya, sesuai dengan karekter masing2, asal sama tujuannya untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain. Sama seperti saudara kandung yg berbeda sifat dan mengambil jalan berbeda, tetapi tetap terikat pada satu orang tua, anggap saja aliran lain adalah saudara kandung kita, Ajaran Sang Buddha adalah orang tua kita.
Quote from: dilbert on 21 April 2012, 09:36:27 AM
berbeda dalam hal apa ?
Berbeda dalam beberapa hal, namun menurut saya perbedaannya tidak terlalu mendasar dan mempengaruhi kita untuk melatih dan mempraktekkan Ajaran Sang Buddha. Contoh:
Quote from: dilbert on 20 April 2012, 05:29:52 PM
Doktrin Theravada : Setelah parinibbana, para arahat (baik sammasambuddha, pacceka buddha maupun savaka buddha) sudah tidak terkondisi untuk terlahirkan kembali di alam manapun.
Doktrin Mahayana : (lihat sadharmapundarika sutra), savaka buddha (arahat siswa) masih bisa mencapai annutara samyaksambuddha, kendati pada saat itu sudah meninggal dunia. --> di-tafsirkan ada kelahiran kembali...---
Kedua hal tersebut menurut saya masih berupa pengetahuan teori, tokh kita belum dapat membuktikannya sendiri. Bila kita sudah dapat membuktikkannya sendiri, saat itu kita sudah tidak melihat lagi adanya aliran-aliran, karena kita sudah terbebas dari hal2 demikian.
Quote from: adi lim on 20 April 2012, 04:53:10 PM
Theravada tidak mengenal amitabha budha
Mahayana ada pemujaan amitabha budha
Theravada tidak mengenal mak kuan im
Mahayana suka memuja mak kuan im
Theravada hanya mengenal 2 Bodhisatta (Bodhisatta Gotama & Bodhisatta Metteya)
Mahayana buanyak bodhisatva.
Kitab referensi Theravada : Tipitaka kanon Pali
Kitab referensi Mahayana : Sankrit Pitaka, Pali Pitaka, dan beberapa kitab, salah satunya diambil dari alam naga.
dll nya
Menurut saya perbedaan2 tersebut sama2 tidak mendorong orang untuk berbuat jahat ataupun mengganggu kita untuk berlatih menuju kebijaksanaan selama diri kita sendiri tidak mempermasalahkannya. Suatu perbedaan menjadi masalah selama kita mempersalahkannya. Kita saat ini juga tidak mempunyai kemampuan untuk mengetahui apakah Buddha Amitabha dan para Bodhisatta ada atau tidak. Biarlah pada saatnya nanti kita mengetahui kebenaran yg sesungguhnya. Dan saat itu segala perbedaan sudah tidak menjadi masalah untuk kita.
_/\_
mahayana mana yang dimaksud ?
dalam bentuk usaha apa penyatuan tsb ?
adakah usaha nyata ? berikan contoh photo atau scanning documents yang menguatkan argumen Anda ttg usaha "penyatuan" tsb.
Quote from: dakota on 21 April 2012, 02:08:02 PM
Selama ini emang pihak Mahayana lebih memperjuangkan persamaan agar agama Buddha di Indonesia bisa bersatu.
sedangkan Theravada lebih mengedepankan perbedaan.
Cuma herannya kenapa Theravada ndak perjuangkan utk misahin diri membentuk Agama Buddha Theravada di Indonesia
seperti Protestan dan ka****k.
Quote from: dakota on 21 April 2012, 02:08:02 PM
Selama ini emang pihak Mahayana lebih memperjuangkan persamaan agar agama Buddha di Indonesia bisa bersatu.
sedangkan Theravada lebih mengedepankan perbedaan.
Semoga generasi muda lebih bijaksana dari pendahulunya. Di jaman modern yg serba terbuka ini, jangan sampai umat Buddha malah terkukung dalam suatu kurungan atau batasan yg di sebut aliran/sekte. Semuanya dimulai dengan memperbesar persamaan dan memperkecil perbedaan, dan tidak saling menyalahkan.
OOT: Walau saya bukan anggota Tzu Chi , namun saya menghormati Master Cheng Yen yg telah berbuat banyak hal kepada semua manusia tanpa memandang suku bangsa dan agama. Menurut saya Beliaulah Buddhist sejati, Beliau mempraktekkan Metta, Karuna, Mudita, dan ajaran tentang Tumimbal Lahir. Bukankah dalam kehidupan ini kita Buddhist, mungkin dalam kehidupan mendatang agama lain? Kita sekarang bangsa Indonesia dalam kehidupan lain bangsa Arab? _/\_
Quote from: dakota on 21 April 2012, 02:08:02 PM
Selama ini emang pihak Mahayana lebih memperjuangkan persamaan agar agama Buddha di Indonesia bisa bersatu.
sedangkan Theravada lebih mengedepankan perbedaan.
Cuma herannya kenapa Theravada ndak perjuangkan utk misahin diri membentuk Agama Buddha Theravada di Indonesia
seperti Protestan dan ka****k.
saya rasa ini terlalu jauh
kenapa?
karena buddha yang di kenal di indonesia adalah tradisi Mahayana dan Tantra
hampir tidak ada literatur sejarah buddhism theravada di indonesia
contoh Borobudur
Quote from: aryaputra on 21 April 2012, 07:51:30 PM
Semoga generasi muda lebih bijaksana dari pendahulunya. Di jaman modern yg serba terbuka ini, jangan sampai umat Buddha malah terkukung dalam suatu kurungan atau batasan yg di sebut aliran/sekte. Semuanya dimulai dengan memperbesar persamaan dan memperkecil perbedaan, dan tidak saling menyalahkan.
OOT: Walau saya bukan anggota Tzu Chi , namun saya menghormati Master Cheng Yen yg telah berbuat banyak hal kepada semua manusia tanpa memandang suku bangsa dan agama. Menurut saya Beliaulah Buddhist sejati, Beliau mempraktekkan Metta, Karuna, Mudita, dan ajaran tentang Tumimbal Lahir. Bukankah dalam kehidupan ini kita Buddhist, mungkin dalam kehidupan mendatang agama lain? Kita sekarang bangsa Indonesia dalam kehidupan lain bangsa Arab? _/\_
manusia berfikir "hanya" dalam satu rentang kehidupan saja susah
di ajak berfikir universal
Quote from: aryaputra on 20 April 2012, 06:00:47 PM
Mungkin dengan membesarkan persamaan dan memperkecil perbedaan dalam benak kita (dalam artian bukan membuat sama), akan membuat kita semakin bertoleransi dengan masing2 aliran.
di dc, politically correct statement yg gak mengundang protes (walaupun mereka sebenernya tau maksudnya):
mentolerir perbedaan dan memperbesar rasa persaudaraan dari persamaan yg ada.
Quote from: Mas Tidar on 21 April 2012, 07:43:39 PM
mahayana mana yang dimaksud ?
dalam bentuk usaha apa penyatuan tsb ?
adakah usaha nyata ? berikan contoh photo atau scanning documents yang menguatkan argumen Anda ttg usaha "penyatuan" tsb.
organisasi Buddhayana saya rasa cukup konkrit utk mewakili upaya penyatuan tersebut. Meski ndak secara eksplisit menyatakan diri sbg Mahayana (karena sbg wadah pemersatu, ia tentu tdk ingin disebut sbg satu sekte tertentu) , tapi semangat tsb muncul dari pemikiran2 mahayana.
hal ini, ide upaya penyatuan, hanya terjadi di indonesia saja. CMIIW.
upaya yang kongkrit dari sebagian orang adalah baik dan sudah dijadikan contoh yang baik.
tapi Anda juga tetap harus mempertimbangkan, kelompok yang tetap memegang teguh kelompoknya dengan catatan:
- memegang teguh nilai2 dasar yang ditulis paling atas (10 poin)
- menghormati kelompok yang lain dan saling berjalan beriringan.
bagi kami 2 catatan tsb sudah cukup,
kalau adapun sekte/kelompok lain yang ingin menamakan ini/itu, sekali lagi merujuk pada 10 poin yang telah ditulis diatas ndak boleh ditinggalkan. itu saja.
Quote from: dakota on 21 April 2012, 09:33:06 PM
organisasi Buddhayana saya rasa cukup konkrit utk mewakili upaya penyatuan tersebut. Meski ndak secara eksplisit menyatakan diri sbg Mahayana (karena sbg wadah pemersatu, ia tentu tdk ingin disebut sbg satu sekte tertentu) , tapi semangat tsb muncul dari pemikiran2 mahayana.
Quote from: Mas Tidar on 21 April 2012, 10:16:38 PM
hal ini, ide upaya penyatuan, hanya terjadi di indonesia saja. CMIIW.
upaya yang kongkrit dari sebagian orang adalah baik dan sudah dijadikan contoh yang baik.
tapi Anda juga tetap harus mempertimbangkan, kelompok yang tetap memegang teguh kelompoknya dengan catatan:
- memegang teguh nilai2 dasar yang ditulis paling atas (10 poin)
- menghormati kelompok yang lain dan saling berjalan beriringan.
bagi kami 2 catatan tsb sudah cukup,
kalau adapun sekte/kelompok lain yang ingin menamakan ini/itu, sekali lagi merujuk pada 10 poin yang telah ditulis diatas ndak boleh ditinggalkan. itu saja.
dua catatan ini kedengarannya idealis. tapi DC di sini sepertinya tdk mengindahkannya. Tercermin dr kesukaan cara mereka mencari celah2 sekte lain dengan cibiran/sindiran. Singkatnya 2 catatan di atas , semangatnya sangat tercermin dari organisasi Buddhayana, World Fellowship of Buddhist, sebaliknya terkesan Kering kelontang kalo di DC. Yah stidaknya ini kesan yg muncul dari cara mereka berdiskusi. haha
ada idealis atau realistis, mau pilih mana ?
cibir mencibir itu sudah ... sudah biasa banget ... sudah lama banget ...
Sang buddha sndiri juga dicibir oleh devadatta, pertapa telanjang dll
cibiran juga bisa dijadikan bahan pertimbangan dan refleksi ke-2 dari belah pihak.
Quote from: dakota on 21 April 2012, 10:45:10 PM
dua catatan ini kedengarannya idealis. tapi DC di sini sepertinya tdk mengindahkannya. Tercermin dr kesukaan cara mereka mencari celah2 sekte lain dengan cibiran/sindiran. Singkatnya 2 catatan di atas , semangatnya sangat tercermin dari organisasi Buddhayana, World Fellowship of Buddhist, sebaliknya terkesan Kering kelontang kalo di DC. Yah stidaknya ini kesan yg muncul dari cara mereka berdiskusi. haha
ini termasuk cibiran bukan?? ??? ??? ???
cibiran sekaligus ciuman akhir pekan kali yah ... :x :x :x
Quote from: will_i_am on 21 April 2012, 10:54:48 PM
ini termasuk cibiran bukan?? ??? ??? ???
Quote from: dakota on 21 April 2012, 10:45:10 PM
dua catatan ini kedengarannya idealis. tapi DC di sini sepertinya tdk mengindahkannya. Tercermin dr kesukaan cara mereka mencari celah2 sekte lain dengan cibiran/sindiran. Singkatnya 2 catatan di atas , semangatnya sangat tercermin dari organisasi Buddhayana, World Fellowship of Buddhist, sebaliknya terkesan Kering kelontang kalo di DC. Yah stidaknya ini kesan yg muncul dari cara mereka berdiskusi. haha
Quote from: Mas Tidar on 21 April 2012, 10:54:22 PM
ada idealis atau realistis, mau pilih mana ?
cibir mencibir itu sudah ... sudah biasa banget ... sudah lama banget ...
Sang buddha sndiri juga dicibir oleh devadatta, pertapa telanjang dll
cibiran juga bisa dijadikan bahan pertimbangan dan refleksi ke-2 dari belah pihak.
kalau sang buddha dicibir oleh devadatta dan petapa telanjang, apa lantas para anggota DC pantas meniru kesalahan devadatta dan petapa telanjang? begitukah cara refleksi yang benar?
Quote from: will_i_am on 21 April 2012, 10:54:48 PM
ini termasuk cibiran bukan?? ??? ??? ???
itu pula yg anda tanggapi.
bukan itu mas substansinya, tapi mengenai 2 catatan yg mas tidar paparkan.
sepertinya pertanyaan yang saya tanyakan masih wajar..
bagaimana saya bisa meneladani tulisan orang yang tidak mempraktikkannya sendiri??
intinya saya hanya bertanya, apakah tulisan di atas itu termasuk cibiran atau bukan??
cukup dijawab iya atau tidak (atau boleh bilang "tidak mau jawab" kalau memang perlu)
mohon ditunjukan kesalahan para anggota DC sesuai dengan argumen Anda berdasarkan kesalahan yang telah dilakukan devadatta & pertapa telanjang.
Quote from: dakota on 21 April 2012, 11:19:16 PM
kalau sang buddha dicibir oleh devadatta dan petapa telanjang, apa lantas para anggota DC pantas meniru kesalahan devadatta dan petapa telanjang? begitukah cara refleksi yang benar?
Quote from: Mas Tidar on 21 April 2012, 11:54:20 PM
mohon ditunjukan kesalahan para anggota DC sesuai dengan argumen Anda berdasarkan kesalahan yang telah dilakukan devadatta & pertapa telanjang.
ndak perlu. toh percuma, setelah saya tunjukkan juga orang akan dgn mudahnya berkilah lagi dan lagi. :P
Quote from: dakota on 22 April 2012, 12:05:09 AM
ndak perlu. toh percuma, setelah saya tunjukkan juga orang akan dgn mudahnya berkilah lagi dan lagi. :P
anda belum mencoba kok bisa tahu??
belum dibuktikan lho...
EHIPASSIKO... =)) =)) =))
Quote from: will_i_am on 21 April 2012, 11:51:17 PM
sepertinya pertanyaan yang saya tanyakan masih wajar..
bagaimana saya bisa meneladani tulisan orang yang tidak mempraktikkannya sendiri??
intinya saya hanya bertanya, apakah tulisan di atas itu termasuk cibiran atau bukan??
cukup dijawab iya atau tidak (atau boleh bilang "tidak mau jawab" kalau memang perlu)
sejak kapan anda merasa penting utk meneladani orang yg mempraktikkan sendiri apa yg mereka ucapkan? memangnya anda sendiri sudah mempraktikkan sendiri apa yg anda pelajari? saya jg merasa ndak ada yg perlu diteladani dari tulisan2 anda yg tidak mencerminkan anda sdh berpraktik sesuai dgn Dhamma. Saya jg tdk memaksa anda meneladani saya , setidaknya saya masih sadar mmg saya blm smpurna. :))
masalah cibiran ,saya bilang bukan substansi dari diskusi di atas ini menyambung dari diskusi dgn mas tidar. apa itu kurang jelas? memang saya tdk bermaksud mencibir, tapi hanya menyampaikan atas kesan yg terjadi dari rangkaian gaya diskusi di DC. tapi skali lagi, karena bukan substansi dari apa yg ingin saya sampaikan, maka saya tidak langsung menjawab.
Quote from: will_i_am on 22 April 2012, 12:15:04 AM
anda belum mencoba kok bisa tahu??
belum dibuktikan lho...
EHIPASSIKO... =)) =)) =))
saya blm pernah coba lho loncat dari atas gedung 30 lantai, tapi saya tahu bakal mati.
bodoh 'kan kalo saya harus ehipassiko utk yg ini, hahahaha
Salah satu masalah yang menyulitkan yang dihadapi oleh seorang pencari spiritual yang tekun dan berpikiran terbuka adalah kesulitan dalam memilih di antara keberagaman ajaran religius dan spiritual yang ada. Secara alamiah, di atas ketaatan kita ajaran-ajaran spiritual mengaku mutlak dan mencakup segalanya. Para penganut suatu kepercayaan tertentu cenderung menegaskan bahwa hanya agama mereka saja yang mengungkapkan kebenaran tertinggi tentang tempat kita di alam semesta dan tentang takdir kita; mereka dengan berani mengatakan bahwa hanya jalan mereka yang memberikan cara pasti menuju keselamatan abadi. Jika kita dapat menangguhkan semua janji-janji kepercayaan dan membandingkan doktrin-doktrin secara tidak memihak, menyerahkannya kepada pengujian empiris, maka kita akan memperoleh metode pasti untuk memutuskannya, dan kemudian siksaan kita akan berakhir. Tetapi hal ini tidaklah sesederhana itu. Agama-agama saingan semuanya mengusulkan – atau mengisyaratkan – doktrin-doktrin yang tidak dapat kita sahkan secara langsung melalui pengalaman pribadi; mereka menganjurkan ajaran-ajaran yang menuntut kepercayaan pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, ketika ajaran mereka tidak sesuai dengan praktik, maka kita menghadapi masalah dalam mencari cara-cara untuk memutuskan di antaranya dan menegosiasikan pengakuan mereka yang saling bersaing sebagai kebenaran.
Salah satu solusi untuk permasalahan ini adalah dengan menyangkal adanya konflik nyata antara sistem kepercayaan yang berbeda-beda. Para pengikut pendekatan ini yang dapat kita sebut sebagai universalis religius, mengatakan bahwa pada intinya semua tradisi spiritual mengajarkan hal yang sama. Formulasinya mungkin berbeda namun intinya sama, diungkapkan secara berbeda hanya untuk menyesuaikan dengan tingkat pemahaman yang berbeda. Apa yang harus kita lakukan, menurut universalis, ketika berhadapan dengan tradisi spiritual berbeda, adalah memeras inti sari kebenaran dari kelopak kepercayaan eksoteris mereka. Di tingkat dasar tujuan kita terlihat berbeda, namun di ketinggian kita akan menemukan bahwa tujuannya adalah sama; ini seperti memandang bulan dari berbagai puncak gunung yang berbeda. Universalis dalam hal doktrin sering kali mendukung sikap memilih-milih dalam praktik, menganggap bahwa kita dapat memilih praktik apa pun yang kita sukai dan menggabungkannya seperti mencampurkan makanan pada suatu pesta prasmanan.
Solusi terhadap permasalahan keberagaman religius ini memiliki suatu daya tarik kepada mereka yang kecewa dengan klaim eksklusif dari agama dogmatik. Akan tetapi, suatu perenungan kritis yang jujur akan menunjukkan bahwa pada kebanyakan hal yang penting, tradisi spiritual dan religius yang berbeda-beda mengambil sudut pandang yang berbeda. Tradisi-tradisi spiritual dan religius ini memberikan jawaban yang sangat berbeda pada pertanyaan-pertanyaan kita sehubungan dengan landasan dasar dan tujuan dari pencarian spiritual dan sering kali perbedaan ini tidak hanya secara verbal. Menganggapnya hanya suatu perbedaan verbal mungkin menjadi cara yang efektif untuk menjaga keharmonisan antara para penganut sistem kepercayaan yang berbeda-beda, tetapi hal ini tidak dapat bertahan terhadap pemeriksaan seksama. Pada akhirnya,
hal ini sama lemahnya seperti mengatakan bahwa, karena sama-sama memiliki paruh dan sayap, elang, burung pipit, dan ayam pada intinya adalah hewan yang sama, perbedaan di antara hewan-hewan itu hanyalah secara verbal.
sumber: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,21311.msg376075.html#msg376075
Pendapat saya:
Jika suatu ajaran tidak cocok menurut kita jangan terima.
Jika ada ajaran salah yg tidak membawa kebaikan kepada diri kita dan semua mahkhluk, kita harus berani katakan itu salah.
Tetapi berbeda dengan ajaran yg kita anut belum berarti salah.
Perbedaan jalan, cara pengungkapan, ritual, mungkin mempunyai inti dasar ajaran yg sama dengan apa yg kita anut
Ajaran yang kita anutpun belum tentu sampai ke detil-detilnya 100% benar
Kita hampir semuanya masih dalam taraf belajar dengan berpedoman pada kitab suci
Kita hampir semuanya belum mencapai pencerahan, bahkan belum mempraktekkan seluruh ajaran yg kita anut
Mengapa kita terbelenggu pada anggapan bahwa ajaran yang kita anut adalah paling benar?]
Bahkan kita terbelenggu bahwa kita yang paling benar?
Bukankan itu kesombongan?
KIta harus berusaha menilai segala sesuatu secara obyektif, walau sulit untuk dipraktekkan. (Biasanya hal2 yg baik sulit dipraktekkan)
Jika orang lain benar katakan benar, jika kita salah akuilah bahwa kita salah.
Quote from: dakota on 22 April 2012, 12:05:09 AM
ndak perlu. toh percuma, setelah saya tunjukkan juga orang akan dgn mudahnya berkilah lagi dan lagi. :P
ndak perlu atau only talk !
Quote from: will_i_am on 21 April 2012, 10:54:48 PM
ini termasuk cibiran bukan?? ??? ??? ???
karena memang tidak bisa membedakan
Quote from: dakota on 21 April 2012, 10:45:10 PM
Singkatnya 2 catatan di atas , semangatnya sangat tercermin dari organisasi Buddhayana, World Fellowship of Buddhist, sebaliknya terkesan Kering kelontang kalo di DC. Yah stidaknya ini kesan yg muncul dari cara mereka berdiskusi. haha
bold : aliran Buddhayana kali :))
apa ini namanya juga ndak "mencibir" ? stelah itu berkilah, hehehe..
Quote from: dakota on 22 April 2012, 12:05:09 AM
ndak perlu. toh percuma, setelah saya tunjukkan juga orang akan dgn mudahnya berkilah lagi dan lagi. :P
Quote from: Mas Tidar on 21 April 2012, 11:54:20 PM
mohon ditunjukan kesalahan para anggota DC sesuai dengan argumen Anda berdasarkan kesalahan yang telah dilakukan devadatta & pertapa telanjang.
Quote from: dakota on 21 April 2012, 11:19:16 PM
kalau sang buddha dicibir oleh devadatta dan petapa telanjang, apa lantas para anggota DC pantas meniru kesalahan devadatta dan petapa telanjang? begitukah cara refleksi yang benar?
ayam dan elang adalah sama, karena sama2 punya paruh, perbedaannya hanya terletak pada sebutan saja.
Quote from: dakota on 21 April 2012, 10:45:10 PM
dua catatan ini kedengarannya idealis. tapi DC di sini sepertinya tdk mengindahkannya. Tercermin dr kesukaan cara mereka mencari celah2 sekte lain dengan cibiran/sindiran. Singkatnya 2 catatan di atas , semangatnya sangat tercermin dari organisasi Buddhayana, World Fellowship of Buddhist, sebaliknya terkesan Kering kelontang kalo di DC. Yah stidaknya ini kesan yg muncul dari cara mereka berdiskusi. haha
saya sangat setuju sekali
1-tidak ada kedewasaan spiritual
2-dhamma tidak di praktekan dengan benar dimana "buah" prakteknya adalah panna
seperti "panci", dia hanya menjadi tempat untuk memasak makanan lezat saja
dan si panci ini tidak dapat mencicipi rasa lezat makanan yang dimasak di dalam dirinya
sama seperti umat, yang tipa hari membahas dhamma berdiskusi dengan topik dhamma
menganalisa, memperdebatkan dhamma, tampa "dapat menikmati rasa lezat dhamma"
karena mereka tidak mempraktekan apa yang ada di dalam dhamma
Quote from: dakota on 22 April 2012, 12:19:58 AM
sejak kapan anda merasa penting utk meneladani orang yg mempraktikkan sendiri apa yg mereka ucapkan? memangnya anda sendiri sudah mempraktikkan sendiri apa yg anda pelajari? saya jg merasa ndak ada yg perlu diteladani dari tulisan2 anda yg tidak mencerminkan anda sdh berpraktik sesuai dgn Dhamma. Saya jg tdk memaksa anda meneladani saya , setidaknya saya masih sadar mmg saya blm smpurna. :))
masalah cibiran ,saya bilang bukan substansi dari diskusi di atas ini menyambung dari diskusi dgn mas tidar. apa itu kurang jelas? memang saya tdk bermaksud mencibir, tapi hanya menyampaikan atas kesan yg terjadi dari rangkaian gaya diskusi di DC. tapi skali lagi, karena bukan substansi dari apa yg ingin saya sampaikan, maka saya tidak langsung menjawab.
saya rasa cuma orang "bodoh" yang tidak dapat menangkap esensi tulisan anda
dan satu lagi karena kemelekatan akan kefanatikan yang membuat orang keras kepala
orang "bodoh" ada dimana-mana, sampai forum ini ditingalkan orang-orang yang
berkualitas secara tulisan
saya tidak tahu sampai kapan admin menyadari ini
atau malah tidak perduli, tetapi semoga admin tahu walau ini "hanya" forum
akan tetapi membabarkan dhamma
lihat saja kammanya sampai dimana,
(no hope)
Quote from: Choa on 22 April 2012, 10:53:22 AM
saya rasa cuma orang "bodoh" yang tidak dapat menangkap esensi tulisan anda
dan satu lagi karena kemelekatan akan kefanatikan yang membuat orang keras kepala
orang "bodoh" ada dimana-mana, sampai forum ini ditingalkan orang-orang yang
berkualitas secara tulisan
saya tidak tahu sampai kapan admin menyadari ini
atau malah tidak perduli, tetapi semoga admin tahu walau ini "hanya" forum
akan tetapi membabarkan dhamma
lihat saja kammanya sampai dimana,
(no hope)
tapi ada fakta sebaliknya yg mungkin tidak anda sadari, bahwa forum ini terbukti menarik bagi seroang guru para arahat yg tentu super maha bijaksana
Quote from: Indra on 22 April 2012, 11:01:34 AM
tapi ada fakta sebaliknya yg mungkin tidak anda sadari, bahwa forum ini terbukti menarik bagi seroang guru para arahat yg tentu super maha bijaksana
mungkin arahat gadungan, makanya menetap di DC kali yah??? ;D
katanya yang berkuatas meninggalkan forum semua...
Quote from: dakota on 22 April 2012, 12:19:58 AM
sejak kapan anda merasa penting utk meneladani orang yg mempraktikkan sendiri apa yg mereka ucapkan? memangnya anda sendiri sudah mempraktikkan sendiri apa yg anda pelajari? saya jg merasa ndak ada yg perlu diteladani dari tulisan2 anda yg tidak mencerminkan anda sdh berpraktik sesuai dgn Dhamma. Saya jg tdk memaksa anda meneladani saya , setidaknya saya masih sadar mmg saya blm smpurna. :))
okelah, tidak usah diteladani, tapi sebelum anda mengomentari, apakah anda sadar anda sedang melakukan apa yang anda komentari sendiri??
ada nasihat bijak dari guru arahat disini, katanya "BERCERMIN"...
Quote
masalah cibiran ,saya bilang bukan substansi dari diskusi di atas ini menyambung dari diskusi dgn mas tidar. apa itu kurang jelas? memang saya tdk bermaksud mencibir, tapi hanya menyampaikan atas kesan yg terjadi dari rangkaian gaya diskusi di DC. tapi skali lagi, karena bukan substansi dari apa yg ingin saya sampaikan, maka saya tidak langsung menjawab.
kalau seseorang mengomentari tulisan orang lain, tapi tulisannya sendiri sebenarnya mengundang pertanyaan, apakah hal itu tidak boleh ditanyakan??
Quote from: adi lim on 22 April 2012, 06:38:12 AM
ndak perlu atau only talk !
Quotebold : aliran Buddhayana kali
benar'kan saya bilang ndak perlu ditunjukkan, toh udah nongol sendiri gayanya, hahahaha
Quote from: dakota on 22 April 2012, 12:11:44 PM
benar'kan saya bilang ndak perlu ditunjukkan, toh udah nongol sendiri gayanya, hahahaha
cuma begini udah tahu gaya, sesat benar :))
Quote from: will_i_am on 22 April 2012, 12:11:35 PM
okelah, tidak usah diteladani, tapi sebelum anda mengomentari, apakah anda sadar anda sedang melakukan apa yang anda komentari sendiri??
ada nasihat bijak dari guru arahat disini, katanya "BERCERMIN"...
kalau seseorang mengomentari tulisan orang lain, tapi tulisannya sendiri sebenarnya mengundang pertanyaan, apakah hal itu tidak boleh ditanyakan??
Quote from: Mas Tidar on 22 April 2012, 07:28:40 AM
apa ini namanya juga ndak "mencibir" ? stelah itu berkilah, hehehe..
kesimpulan : demikian si pencibir yang mencibir si pencibir lainnya =))
Quote from: Indra on 22 April 2012, 11:01:34 AM
tapi ada fakta sebaliknya yg mungkin tidak anda sadari, bahwa forum ini terbukti menarik bagi seroang guru para arahat yg tentu super maha bijaksana
kayaknya bukan bijaksana tapi bodosana =))
Quote from: dakota on 21 April 2012, 10:45:10 PM
dua catatan ini kedengarannya idealis. tapi DC di sini sepertinya tdk mengindahkannya. Tercermin dr kesukaan cara mereka mencari celah2 sekte lain dengan cibiran/sindiran. Singkatnya 2 catatan di atas , semangatnya sangat tercermin dari organisasi Buddhayana, World Fellowship of Buddhist, sebaliknya terkesan Kering kelontang kalo di DC. Yah stidaknya ini kesan yg muncul dari cara mereka berdiskusi. haha
penyelidikan dhamma adalah salah satu dari 7 faktor pencerahan (bojhanga)...
Ya, saya setuju dengan pendapat dakota di bawah:
Quote from: dakota on 21 April 2012, 10:45:10 PM
dua catatan ini kedengarannya idealis. tapi DC di sini sepertinya tdk mengindahkannya. Tercermin dr kesukaan cara mereka mencari celah2 sekte lain dengan cibiran/sindiran. Singkatnya 2 catatan di atas , semangatnya sangat tercermin dari organisasi Buddhayana, World Fellowship of Buddhist, sebaliknya terkesan Kering kelontang kalo di DC. Yah stidaknya ini kesan yg muncul dari cara mereka berdiskusi. haha
Contoh gampang misalnya ketika kita sedang membahas secara objektif persamaan dan perbedaan, maka terjadi cibiran bahwa aliran tertentu memperjuangkan persamaan, dan aliran lain lebih mengedepankan perbedaan, namun tidak mau membuat agama tersendiri.
QuoteSelama ini emang pihak Mahayana lebih memperjuangkan persamaan agar agama Buddha di Indonesia bisa bersatu.sedangkan Theravada lebih mengedepankan perbedaan.
Cuma herannya kenapa Theravada ndak perjuangkan utk misahin diri membentuk Agama Buddha Theravada di Indonesia
seperti Protestan dan ka****k.
-----
Walaupun beda agama sekalipun, tidak perlu bersikap bermusuhan, menganggap sebagai "orang lain", membuat sekat pemisah, dan lain2 yang tidak bermanfaat. (Maka saya juga tidak setuju dengan sebutan "saudara sedhamma", seolah-olah ada satu persaudaraan berdasarkan label agama tertentu.) Namun perbedaan yah tetap perbedaan, tidak perlu disama-samakan. Seperti kata bro Indra, ayam yah ayam, elang yah elang, bebek yah bebek. Bukan karena ada banyak persamaan, lalu kita menutup mata dengan perbedaannya dan menganggap semua sama (elang disuruh berenang, ayam disuruh terbang, bebek disuruh berkokok pagi2).
Quote from: Kainyn_Kutho on 23 April 2012, 02:42:11 PM
Walaupun beda agama sekalipun, tidak perlu bersikap bermusuhan, menganggap sebagai "orang lain", membuat sekat pemisah, dan lain2 yang tidak bermanfaat. (Maka saya juga tidak setuju dengan sebutan "saudara sedhamma", seolah-olah ada satu persaudaraan berdasarkan label agama tertentu.) Namun perbedaan yah tetap perbedaan, tidak perlu disama-samakan. Seperti kata bro Indra, ayam yah ayam, elang yah elang, bebek yah bebek. Bukan karena ada banyak persamaan, lalu kita menutup mata dengan perbedaannya dan menganggap semua sama (elang disuruh berenang, ayam disuruh terbang, bebek disuruh berkokok pagi2).
karena memang ada perbedaan makanya tidak cocok dengan kata 'saudara sedhamma' selanjutnya diganti kata 'sesama manusia'. :)
theravada mengedepankan perbedaan?? contohnya spt apa yach?
Bhineka Tunggal Ika, berbeda beda tetapi tetap satu.
Quote from: Ms. Q on 24 April 2012, 05:58:43 AM
theravada mengedepankan perbedaan?? contohnya spt apa yach?
bukan mengutamakan perbedaan
kalau memang beda jangan paksa disamakan
karna beda tentunya bagi 'pemirsa' bisa melihat perbedaan, barulah pemirsa silahkan memilih.