Lahir, sakit, tua, mati dan lahir lagi. begitu terus. (begitu katanya). katanya, mungkin kita telah lahir dan mati ribuan kali di masa lalu. lalu, apa guna semua itu, bila tak ada satupun yang bisa diingat, sedangkan masa lalu adalah pelajaran yang sangat berharga?
Ada seorang pria bekerja sebagai developer perumahan. kekayaannya melimpah. anak istrinyapun bahagia. tapi, kemudian dia jatuh sakit. terkena semacam tumor di kepalanya. penyakit itu menguras seluruh harta kekayaannya. Harta benda sudah habis, tapi sang suami masih memerlukan banyak pengobatan. dalam keadaan miskin, sang istri tetap setia dan terus berusaha membanting tulang untuk mencari obat bagi suaminya. dia menjajakan makanan dari rumah ke rumah. 
Setelah sang suami sehat seperti sedia kala dan mampu bekerja lagi, ekonomi keluarga mulai dibangun. sang suami tekun bekerja. dia ingat, ketika dia terbaring sakit, istrinya begitu keras dalam bekerja untuk membiayai pengobatannya. kini, ia ingin membalas dengan bekerja sebaik-baiknya. 
ada gula, ada semut. Pria yang sudah pulih dari sakit dan miskinnya itu kini digoda oleh perempuan cantik dan seksi client nya sendiri. menggiurkan memang. tapi si pria selalu teringat akan kasih sayang istri, deras keringat dan cucur air matanya bersama sang istri, semua itu tak akan dapat terlupakan dan itu pula yang membuat dia menjadi teguh, tak dapat tergoda oleh perempuan lain. bayangkan saja, bagaimana kalau kiranya si pria itu lupa dengan semua kasih sayang, pengorbanan dan kesetiaan istrinya, dari mana ia terdorong untuk berbalas budi? 
Demikian pula kiranya kita, apa gunanya semua kehidupan yang lampau itu apabila tidak satupun yang teringat?
			
			
			
				Klo ceritanya kita balik, sang istri selingkuh dengan lelaki lain demi buat biaya pengobatan suami
Apa masa lalu istri harus diingat selalu?
Cuma perumpamaan aja 
			
			
			
				MN 131  Bhaddekaratta Sutta
Satu Malam Keramat
1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.  Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā memanggil para bhikkhu sebagai berikut: "Para bhikkhu." – "Yang Mulia," mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
2. "Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari 'Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat.'  Dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan." – "Baik, Yang Mulia," para bhikkhu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
3.    "Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
   Atau membangun harapan di masa depan; 
   Karena masa lalu telah ditinggalkan 
   Dan masa depan belum dicapai.
   Melainkan lihatlah dengan pandangan terang 
   Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini; 
   Ketahuilah dan yakinlah,
   Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan. 
   Saat ini usaha harus dilakukan;
   Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
   Tidak ada tawar-menawar dengan Moralitas
   Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
   Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
   Tanpa mengendur, siang dan malam – 
   Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang bijaksana damai, 
   Yang telah melewati satu malam keramat. [188]
4. "Bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.'  Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.' Itu adalah bagaimana seseorang menghidupkan kembali masa lalu.
5. "Dan bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang tidak menghidupan kembali masa lalu? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.'  Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki perasaan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki persepsi demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa lalu.' ... 'Aku memiliki kesadaran demikian di masa lalu.' Itu adalah bagaimana seseorang tidak menghidupkan kembali masa lalu.
6. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang membangun harapan di masa depan? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.'  Ia memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.' Itu adalah bagaimana seseorang membangun harapan di masa depan.
7. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak membangun harapan di masa depan? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki bentuk materi demikian di masa depan!.' Ia tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Semoga aku memiliki perasaan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki persepsi demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki bentukan-bentukan demikian di masa depan.' ... 'Semoga aku memiliki kesadaran demikian di masa depan.' Itu adalah bagaimana seseorang tidak membangun harapan di masa depan.
8. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini?  Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terlatih, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri ... persepsi sebagai diri ... bentukan-bentukan sebagai diri [189] ... kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang kalah sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.
9. "Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia yang terlatih, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri ... persepsi sebagai diri ... bentukan-bentukan sebagai diri ... kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Itu adalah bagaimana seseorang tidak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul saat ini.
10.    "Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu ...
   Yang telah melewati satu malam keramat.
11. "Demikianlah sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: 'Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang ringkasan dan penjelasan dari "Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Keramat."'"
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
			
			
			
				orang tidak makan bisa meninggal dunia... tetapi semua orang pasti akan meninggal dunia... kalau begitu lebih baik tidak usah-lah makan, toh akhirnya nanti akan meninggal... hehehehehe
			
			
			
				Quote from: dilbert on 09 January 2012, 03:28:46 PM
orang tidak makan bisa meninggal dunia... tetapi semua orang pasti akan meninggal dunia... kalau begitu lebih baik tidak usah-lah makan, toh akhirnya nanti akan meninggal... hehehehehe
maksudnya gimana nih ? ... gak ngerti
			
 
			
			
				Quote
4. "Bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang menghidupkan kembali masa lalu? Seseorang memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.'  
5. "Dan bagaimanakah, Para bhikkhu, seseorang tidak menghidupan kembali masa lalu? Seseorang tidak memelihara kesenangan di sana dengan berpikir: 'Aku memiliki bentuk materi demikian di masa lalu.' 
terima kasih atas informasi sutta nya. 
tapi ada beberapa hal yang belum dapat dimengerti .
bagaimana bisa "menghidupkan kembali masa lalu" dan "tidak menghidupkan kembali masa lalu" dilakukan dengan cara yang sama?
			
 
			
			
				Quote from: Kang_Asep on 09 January 2012, 04:45:58 PM
maksudnya gimana nih ? ... gak ngerti
Apa guna-nya makan, toh nanti akhirnya semua akan meninggal ?
			
 
			
			
				Quote from: dilbert on 09 January 2012, 05:02:49 PM
Apa guna-nya makan, toh nanti akhirnya semua akan meninggal ?
gunanya, supaya tidak meninggal karena kelaparan. trus, hubungannya sama topik, gimana?
			
 
			
			
				Quote from: Yani Puk on 09 January 2012, 02:55:55 PM
Klo ceritanya kita balik, sang istri selingkuh dengan lelaki lain demi buat biaya pengobatan suami
Apa masa lalu istri harus diingat selalu?
Cuma perumpamaan aja
tentu tidak harus selalu diingat. tapi juga, sebaiknya tidak selalu dilupakan. 
			
 
			
			
				apakah masa lalu seharusnya berguna? 
apakah jika tidak berguna maka masa lalu seharusnya tidak ada? 
bagaimana bisa meniadakan masa lalu?
			
			
			
				mungkin lebih afdol judul Thread-nya menjadi :
"Apa guna-nya melekati masa lalu, jika tidak bisa di-raih lagi"
			
			
			
				Quote from: Indra on 09 January 2012, 05:17:09 PM
apakah masa lalu seharusnya berguna? 
apakah jika tidak berguna maka masa lalu seharusnya tidak ada? 
bagaimana bisa meniadakan masa lalu?
seharusnya masa lalu berguna. Seperti misalnya pelajaran sejarah, di mana pelajran sejarah diberikan kepada para siswa karena bermanfaat untuk diketahui. 
Demikian pula sang Bhagava, karena telah banyak mengingat kehidupan beliau di masa lalu, pada kelahiran sebelumnya, maka beliau telah dapat memetik banyak pelajaran berharga. Bukankah ini suatu bukti  yang jelas, bahwa masa lalu itu seharusnya bermanfaat?
jika masa lalu tidak berguna, tidak berarti masa lalu tidak ada. karena kausalitasnya tidak bersifat timbal balik, seperti pada kalimat "Jika matahari terbit, maka hari mulai siang", sehingga apabila hari tidak mulai siang, berarti matahari tidak terbit. 
Kemestian pada "masa lalu" dan "manfaat saat" ini adalah kemestian sepihak, seperti pada kalimat "Jika anak rajin belajar, maka anak akan naik kelas". Ketika anak tidak naik kelas, tidak berarti anak tidak rajin belajar. karena mungkin ditemukan faktor-faktor lain yang menjadi penyebab "tidak naik kelas". 
"Jika masa lalu ada, maka masa lalu berguna". Ini hal yang benar, tetapi Hukum kausalitas yang terkandung di dalamnya adalah kausalitas sepihak, bukan kausalitas timbal balik, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa "jika masa lalu tidak berguna, berarti masa lalu tidak ada". 
mohon maaf bila uraiannya terlalu panjang. 
untuk pertanyaan ketiga, jawabannya adalah "masa lalu tidak bisa ditiadakan". karena masa lalu selalu ada bersama saat ini, sebagaimana halnya masa depan. 
			
 
			
			
				Quote from: Kang_Asep on 09 January 2012, 05:30:46 PM
seharusnya masa lalu berguna. Seperti misalnya pelajaran sejarah, di mana pelajran sejarah diberikan kepada para siswa karena bermanfaat untuk diketahui. 
Demikian pula sang Bhagava, karena telah banyak mengingat kehidupan beliau di masa lalu, pada kelahiran sebelumnya, maka beliau telah dapat memetik banyak pelajaran berharga. Bukankah ini suatu bukti  yang jelas, bahwa masa lalu itu seharusnya bermanfaat?
jika masa lalu tidak berguna, tidak berarti masa lalu tidak ada. karena kausalitasnya tidak bersifat timbal balik, seperti pada kalimat "Jika matahari terbit, maka hari mulai siang", sehingga apabila hari tidak mulai siang, berarti matahari tidak terbit. 
Kemestian pada "masa lalu" dan "manfaat saat" ini adalah kemestian sepihak, seperti pada kalimat "Jika anak rajin belajar, maka anak akan naik kelas". Ketika anak tidak naik kelas, tidak berarti anak tidak rajin belajar. karena mungkin ditemukan faktor-faktor lain yang menjadi penyebab "tidak naik kelas". 
"Jika masa lalu ada, maka masa lalu berguna". Ini hal yang benar, tetapi Hukum kausalitas yang terkandung di dalamnya adalah kausalitas sepihak, bukan kausalitas timbal balik, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa "jika masa lalu tidak berguna, berarti masa lalu tidak ada". 
mohon maaf bila uraiannya terlalu panjang. 
untuk pertanyaan ketiga, jawabannya adalah "masa lalu tidak bisa ditiadakan". karena masa lalu selalu ada bersama saat ini, sebagaimana halnya masa depan. 
kalau begitu, saya memahami bahwa persoalannya adalah "kenapa tidak bisa mengingat masa lalu?" bukan "apa gunanya masa lalu kalo kita pikun?"
			
 
			
			
				Quote from: Indra on 09 January 2012, 05:36:01 PM
kalau begitu, saya memahami bahwa persoalannya adalah "kenapa tidak bisa mengingat masa lalu?" bukan "apa gunanya masa lalu kalo kita pikun?"
ya. bila seseorang tidak bisa mengingat masa lalu, manfaat apa yang bisa dia peroleh dari masa lalu? 
Ada orang tua bernama Bpk. Rizki secara tiba-tiba mendapatkan kiriman uang sebanyak 200 rb rupiah. dia kaget dan tidak mengerti, bagaimana dia bisa memperoleh itu semua. si pengirim menjelaskan bahwa itu adalah "pembayaran utang" dari seseorang. Bpk. Rizki mencoba mengingat-ngingat, siapa yang pernah berutang kepadanya sebanyak 200 ribu rupiah. tapi dia tidak dapat mengingatnya. seingatnya tidak ada yang berutang kepadanya.  kendatipun demikian, dia menerima kiriman uang dan berterima kasih. 
Sebenarnya yang membayar utang itu adalah si Dodo. Sewaktu kecil dulu, si Dodo pernah di suruh menjual bambu sama Bpk. Rizki. si Dodo pun menjualnya. Bambu itu terjual Rp. 120.000. Saat Bpk. Rizki menagih, si Dodo cuma memberikan Rp. 75.000 . karena Dodo kurupsi sebesar Rp. 50.000. Dia berbohong, "Baru bayar sebagian pak, yang lain belum pada bayar". 
sepuluh tahun kemudian, si Dodo selalu ingat kejadian itu. dirinya merasa bersalah. kemudian bertekad, kalaulah dia punya uang, dia ingin mengembalikan uang yang dia korupsi itu plus uang penebus rasa bersalahnya. Padahal, Bpk. Rizki sendiri benar-benar lupa dengan persoalan itu. ketika ditanya, "Pak, inget enggak dulu pak, waktu bapak suruh jual bambu sama saya?" Bpk Rizki mengerutkan kening dan selalu berkata, "Emank pernah ya, kapan ?"
maaf, ceritanya panjang lagi. tapi itu untuk menggambarkan, betapa seseorang selalu mengingat masa lalu tersebut, yang dengan cara itu dia menguatkan tekad untuk melunasi utang dan menebus kesalahannya. Dengan demikian, ingat masa lalu bermanfaat baginya. sedangkan yang lainnya tidak ingat masa lalu tersebut, dan tentu mustahil memperoleh manfaat dari "ingatan masa lalu tersebut", tapi jelas-jelas memperoleh manfaat dari "masa lalu". 
dengan demikian, ada perbedaan antara "manfaat dari masa lalu" dengan "manfaat dari ingatan akan masa lalu". 
sekian dulu, nanti dilanjut. silahkan kalau mau menanggapi terlebih dahulu.!
			
 
			
			
				Quote from: dilbert on 09 January 2012, 05:21:17 PM
mungkin lebih afdol judul Thread-nya menjadi :
"Apa guna-nya melekati masa lalu, jika tidak bisa di-raih lagi"
kayanya kalau dibaca isinya, si TS justru menjelaskan "inilah gunanya masa lalu"
kok gw curiga pada fast reading semua yach :))
			
 
			
			
				kalau bodisatwa, tekad dia itu membangun masa depan ga?
			
			
			
				Bila tak satupun dari kehidupan lampau itu dapat diingat, maka masa lalu tetap berguna, tapi seseorang tidak dapat mengambil manfaat dari "ingatan masa lampau"
mungkin, ada kesalahan dalam penggunaan bahasa. kehidupan kita sejak lahir hingga kemarin bisa disebut "masa lalu". tapi apa istilah yang tepat untuk "kehidupan pada kelahiran sebelumnya" ? 
			
			
			
				Quote from: Kang_Asep on 10 January 2012, 01:37:17 PM
Bila tak satupun dari kehidupan lampau itu dapat diingat, maka masa lalu tetap berguna, tapi seseorang tidak dapat mengambil manfaat dari "ingatan masa lampau"
mungkin, ada kesalahan dalam penggunaan bahasa. kehidupan kita sejak lahir hingga kemarin bisa disebut "masa lalu". tapi apa istilah yang tepat untuk "kehidupan pada kelahiran sebelumnya" ?
pertanyaanku apa selalu ada kehidupan sebelumnya? Klo lsg lahir tanpa kehidupan sebelumnya gak mgkn ya? sEcara kita punya 7 alam gitu, benar gak?
			
 
			
			
				Quote from: Yani Puk on 10 January 2012, 01:49:45 PM
pertanyaanku apa selalu ada kehidupan sebelumnya? Klo lsg lahir tanpa kehidupan sebelumnya gak mgkn ya? sEcara kita punya 7 alam gitu, benar gak?
menurut budhisme, hal itu tidak mungkin. Mengingat evolusi manusia sejak bumi ini masih lengang dari yang namanya manusia, dan baru di isi oleh manusia-manusia reinkarnasi dari makhluk-makhluk abasara yang bercahaya, tidak berjenis kelamin pria maupun wanita. Dengan demikian, kemungkinan yang lebih dapat meyakinkan adalah setiap manusia yang lahir saat ini telah melampaui proses kelahiran berualang-ulang. 
apapun di dunia ini, terikat dengan hukum kekekalan energi, yang tidak dapat musnah. "hal yang ada", mustahil muncul dari "tidak ada". oleh karena itu, setiap manusia yang ada saat ini berarti berasal dari "ada" juga, bukan berasal dari "yang tidak ada". masalahnya, seperti apa bentuk "ada" yang sebelumnya itu, ini yang harus difahami. 
			
 
			
			
				Quote from: Yani Puk on 10 January 2012, 01:49:45 PM
pertanyaanku apa selalu ada kehidupan sebelumnya? Klo lsg lahir tanpa kehidupan sebelumnya gak mgkn ya? sEcara kita punya 7 alam gitu, benar gak?
"Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara karena terhalangi oleh kebodohan dan terbelenggu oleh keinginan."
(Anamatagga Samyutta, Samyutta Nikaya)
Penjelasan dari komentar Samyutta Nikaya menyatakan:
"Bahkan jika harus dilacak melalui pengetahuan selama seratus atau seribu tahun, maka tetap dengan awal yang tidak terpikirkan, dengan awal yang tidak diketahui (vassasataṃ vassasahassaṃ ñāṇena anugantvā pi amataggo aviditaggo). Tidaklah mungkin mengetahui awalnya dari sini atau dari sana; artinya adalah bahwa itu adalah tanpa titik awal atau akhir yang membatasi. Saṃsāra adalah peristiwa yang berturut-turut terjadi tanpa terputus dari kelompok-kelompok unsur kehidupan, dan sebagainya (khandhādīnaṃ avicchinnappavatta paṭipāṭi)."
Jika seseorang dapat mengingat kehidupan lampau sampai tak terhingga kelahiran yg lampau, ia akan menemukan bahwa sebelum kehidupan ini ada kehidupan sebelumnya, sebelum kehidupan sebelumnya tsb ada lagi yg lebih awal lagi, sebelum kehidupan yg lebih awal tsb ada kehidupan yg lebih muda lagi, dst sehingga tidak akan habis2nya sampai tak terhitung kelahiran yg lampau.
Sama halnya dengan sistem bilangan real dalam matematika di mana bilangan terkecil adalah bilangan minus tak terhingga (- ~), tetapi tidak bisa dikatakan bilangan berapa, bukan -9.999.999.999 krn msh ada -10.000.000.000, bukan -99.999.999.999 krn masih ada -100.000.000.000, jg bukan -999.999.999.999 krn masih ad -1.000.000.000.000, dst. Jadi tidak akan ditemukan bilangan terkecil itu berapa....
			
 
			
			
				Quote from: Yani Puk on 10 January 2012, 01:49:45 PM
pertanyaanku apa selalu ada kehidupan sebelumnya? Klo lsg lahir tanpa kehidupan sebelumnya gak mgkn ya? sEcara kita punya 7 alam gitu, benar gak?
7 alam maksudnya gimana ya??
setahu saya 31...
apakah pengelompokannya yang berbeda??
			
 
			
			
				Quote from: ariyakumara on 10 January 2012, 06:52:48 PM
"Para bhikkhu, saṃsāra ini adalah tanpa awal yang dapat ditemukan. Titik pertama tidak terlihat oleh makhluk-makhluk yang berkelana dan mengembara karena terhalangi oleh kebodohan dan terbelenggu oleh keinginan."
(Anamatagga Samyutta, Samyutta Nikaya)
perlu diperhatikan dan diingat bahwa "tidak terlihat" tidak berarti "Tidak ada". dan perhatikan, menurut sutta di atas, siapa yang tidak bisa melihat titik pertama tersebut?
Quote
Penjelasan dari komentar Samyutta Nikaya menyatakan:
"Bahkan jika harus dilacak melalui pengetahuan selama seratus atau seribu tahun, maka tetap dengan awal yang tidak terpikirkan, dengan awal yang tidak diketahui (vassasataṃ vassasahassaṃ ñāṇena anugantvā pi amataggo aviditaggo). Tidaklah mungkin mengetahui awalnya dari sini atau dari sana; artinya adalah bahwa itu adalah tanpa titik awal atau akhir yang membatasi. Saṃsāra adalah peristiwa yang berturut-turut terjadi tanpa terputus dari kelompok-kelompok unsur kehidupan, dan sebagainya (khandhādīnaṃ avicchinnappavatta paṭipāṭi)."
Dalam filsafat, itu disebut hukum Tasalsul, yaitu hukum "sebab yang tidak berujung". A disebabkan oleh B. B oleh C, teruussss tak berhingga. tapi tidak sebagian filsuf lain membantah hukum Tasalsul ini. 
Quote
Jika seseorang dapat mengingat kehidupan lampau sampai tak terhingga kelahiran yg lampau, ia akan menemukan bahwa sebelum kehidupan ini ada kehidupan sebelumnya, sebelum kehidupan sebelumnya tsb ada lagi yg lebih awal lagi, sebelum kehidupan yg lebih awal tsb ada kehidupan yg lebih muda lagi, dst sehingga tidak akan habis2nya sampai tak terhitung kelahiran yg lampau.
sulitnya membayangkan awal kehidupan itu seperti sulitnya membayangkan bentuk alam semesta. karena, jika alam semesta berbentu, berarti ia berbatas. jika ia berbatas, apakah sesuatu yang ada di luar alam semesta? bukankah itu juga alam? oleh karena itu, luasnya alam semesta diyakini tidak berhingga. Kendatipun dalam fisika sudah dijelaskan bentuk dari alam semesta dan mengembangnya alam semesta. 
Quote
Sama halnya dengan sistem bilangan real dalam matematika di mana bilangan terkecil adalah bilangan minus tak terhingga (- ~), tetapi tidak bisa dikatakan bilangan berapa, bukan -9.999.999.999 krn msh ada -10.000.000.000, bukan -99.999.999.999 krn masih ada -100.000.000.000, jg bukan -999.999.999.999 krn masih ad -1.000.000.000.000, dst. Jadi tidak akan ditemukan bilangan terkecil itu berapa....
ketak berhinggan yang sulit dibayangkan sebagaimana slitnya membayangkan sebab pertama dari segala sesuatu.