rekan-rekan..
Sabda-sabda Sang Buddha, yang tertuang kedalam Tipitaka, biasanya didahului oleh "Demikianlah yang kudengar..."
artinya, Ananda yg mengikuti Sang Buddha selama masa hidupnya (Selama masa pembabaran Dhamma) mengingat dan mengulang kembali sabda tsb diulang2 dan akhirnya dicatat dalam tiga keranjang.
Soal ini, mungkin tidak ada masalah.
Yang ingin saya tanyakan mengenai cerita2 seperti kelahiran Sang Buddha, cerita tentang Pangeran Siddharta yg menyelamatkan burung yg dipanah Devadatta, cerita tentang Siddharta kecil yg bermeditasi dibawah pohon yg bayangan pohon menaungi terus, cerita2 mengenai kesibukan di istana saat Pangeran Siddharta menghilang dimalam hari untuk bertapa dstnya.. bahkan sampai ke cerita2 Jataka.
Darimanakah sumber cerita tsb? Apakah Sang Buddha yg menceritakan ke Ananda (dan murid2 yg lain) kisah tsb, ataukah ada dari sumber lain sehingga bisa tertuang ke Tipitaka?
Ataukah kisah2 tsb memang tidak ada Tipitaka melainkan dari kita komentar saja?
Mohon masukkannya...
_/\_
::
pertanyaan yang sdh alam saya pendam akhirnya ditanyain jg.. ;D
tambahn: semakin baca kisah dr jataka, semakin merasa aneh saja..
- kok binatang2 di jataka kelihatnanya bisa mikir?
- binatang seperti kelinci bisa berbicara dengan (aka: mengajari) binatang lainnya seperti kera dan rubah?..bukannya sesuai insting binatang..tuh kelinci pasti udah tamat riwayatnya di perut rubah ya?
- merak yang bisa berbicara dgn raja? cmiiw
-dsb..
sptnya kelihatan mustahil...
Biasa jataka diceritakan berkenaan dengan satu kejadian. Misalanya waktu semua orang bingung Culapanthaka bisa mengerti dhamma hanya dari petunjuk yg singkat, Buddha mengatakan dari dulu jg begitu. Maka dikisahkan kehidupan lampau bodhisatta dan Culapanthaka di mana dengan menangkap petunjuk singkat, ia bisa menjadi orang kaya dengan modal bangkai tikus.
Maka jataka biasa dimulai dengan syair, lalu keterangan bahwa kisah ini disampaikan berkenaan dengan kasus tertentu.
Kisah2 narasi tentang kehidupan Siddhattha berasal dr kitab komentar (atthakatha),yg ditulis oleh para komentator spt Buddhaghosa dll utk memperjelas suatu ajaran/kejadian dlm Tipitaka. Misalnya kisah kelahiran s/d pencapaian Pencerahan Siddhattha salah satunya berasal dr kitab Nidanakatha,sebuah pendahuluan atas komentar Jataka (Jataka-Atthakatha).
Jataka sendiri tdk berbentuk narasi,tetapi berbentuk syair2 spt Dhammapada. Utk memperjelas maksud dibalik syair tsb,ada komentar Jataka yg memberikan asal mula kenapa Sang Buddha memberikan syair tsb. Dlm komentar inilah kita menemukan kisah narasi kehidupan lampau Siddhattha.
Jika Vinaya,Sutta,Abhidhamma Pitaka disebut teks kanon (kitab suci) yg diutamakan,maka Atthakatha disebut teks post kanonik (sesudah kitab suci) yg hanya diterima jk bersesuaian dg teks kanon. Umumnya kombinasi kanon Tipitaka + komentar udah cukup utk memahami ajaran Buddha yg sebenarnya.
Btw,beberapa kisah kehidupan Sang Buddha jg terdpt dlm Vinaya Pitaka,misalnya Pencerahan Beliau,penahbisan Rahula,kisah Devadatta memecah belah Sangha,dst. Ada jg beberapa yg terselip dlm Sutta Pitaka,misalnya kisah perjuangan Siddhattha dlm mencapai Pencerahan yg dituturkan Sang Buddha sendiri dlm Ariyapariyesana Sutta. Jd gak semuanya berasal dr kitab komentar,walaupun kebanyakan memang berasal dr komentar.
Tambahan sedikit,saya pernah baca bhw komentator spt Buddhaghosa menulis komentar Tipitaka berdasarkan kitab komentar kuno (puronatthakatha) yg saat ini udh tdk dpt kita temukan. Tradisi komentar/menjelaskan suatu ajaran sudah ada sejak Sang Buddha masih hidup. Misalnya YA Mahakaccana yg terkemuka dlm menguraikan Dhamma sering ditanyakan para bhikkhu makna ajaran Buddha tertentu & penjelasan beliau disetujui Sang Buddha jg. Cth lain Ananda jg pernah menjelaskan makna kata2 Sang Buddha,misalnya dlm Lokagamana Sutta. Jd komentar kuno tsb bs jd berasal dr para siswa langsung Sang Buddha atau bahkan Sang Buddha sendiri.
bagimana komentator tsb bisa mnegethaui kisah2 di balik syair tsb?
[at] NPNG:
Lihat post saya sebelumnya,udh diedit :)
Jataka memang berbentuk narasi dan diceritakan oleh Buddha. Ini berbeda dengan dhammapada atthakatha yang dinarasikan oleh pihak lain.
imo, komentator itu kan tujuannya mencoba membantu menjelaskan, jadi ditulis "kisah" berdasarkan kepercayaan/cerita rakyat yang ada untuk jadi pengantar. Yang jadi masalah adalah validitas kisah itu. Beda komentator, beda kisah.
pernah dengar suatu nilai dicoba diberikan dalam sebuah sekolah minggu? Improvisasi dan kepiawaian yg menceritakan itu yg dibalut dengan setting pada jaman sang buddha, sungguh meyakinkan, saya kira itu beneran.
Quote from: No Pain No Gain on 03 February 2011, 08:53:55 PM
bagimana komentator tsb bisa mnegethaui kisah2 di balik syair tsb?
Menurut tradisi Theravada, kitab komentar sudah mulai disusun sejak konsili pertama oleh 500 arahat untuk memberikan penjelasan yang lebih gamblang terrhadap Tipitaka. Seperti halnya Tipitaka, sebelum ditulis di daun lontar pada konsili ke empat di Sri Lanka, kitab komentar ini dijaga melalui oral tradition oleh para bhikkhu. Oleh karena itu, cerita-cerita yang ada dalam kitab komentar sangat mungkin diceritakan oleh Sang Buddha sendiri dan para bhikkhu yang melihat kejadian-kejadian tersebut secara langsung, dan pada konsili pertama, kisah-kisah ini dimasukkan ke dalam kitab komentar untuk memperjelas poin2 dalam Tipitaka.
Quote from: No Pain No Gain on 03 February 2011, 08:59:23 AM
pertanyaan yang sdh alam saya pendam akhirnya ditanyain jg.. ;D
tambahn: semakin baca kisah dr jataka, semakin merasa aneh saja..
- kok binatang2 di jataka kelihatnanya bisa mikir?
- binatang seperti kelinci bisa berbicara dengan (aka: mengajari) binatang lainnya seperti kera dan rubah?..bukannya sesuai insting binatang..tuh kelinci pasti udah tamat riwayatnya di perut rubah ya?
- merak yang bisa berbicara dgn raja? cmiiw
-dsb..
sptnya kelihatan mustahil...
IMO
kisah Jataka asli atau tidak tidaklah begitu penting, tapi 'pesan dan moral' sangat bagus.
manusia cenderung lebih senang mendengar cerita hal2 berhubungan kesaktian, paranormal, gaib dari pada cerita manusia benaran, jika suatu kisah di kemas dengan hal2 diatas pastilah lebih menarik dibaca dan gampang di ingat/hapal.
dan kita sendiri tidak punya kemampuan utk melihat 'kembali' sewaktu terlahir jadi hewan atau makluk diluar manusia berarti juga bukan tidak percaya hal tersebut.