saya ingin bertanya :
"apakah benar? rasa nyeri/sakit jasmani, pada saat meditasi vipassana, merupakan akumulasi dari kamma lampau?"
*saya pernah membaca sekilas & mendengar sekilas dari artikel/dhammatalk thich nhat hanh
mohon penjelasan dari rekan2 se-dhamma, tnx
mettacittena :) _/\_
bukankah apapun yg ada sekarang merupakan hasil dari kamma lampau?
Quote from: Sumedho on 31 January 2011, 07:29:23 PM
bukankah apapun yg ada sekarang merupakan hasil dari kamma lampau?
ini adalah pandangan keliru menurut saya..tidak semuanya merupakan hasil dr kamma masa lampau
rasa sakit pada saat baru mulai bermeditasi itu lumrah
rasa sakit pada tubuh bisa disebabkan tubuh yang tidak terbiasa pada posisi duduk diam yang lama juga bisa karena tubuh terlalu tegang atau posisi tubuh yang tidak benar
Quote from: No Pain No Gain on 31 January 2011, 07:44:58 PM
Quote from: Sumedho on 31 January 2011, 07:29:23 PM
bukankah apapun yg ada sekarang merupakan hasil dari kamma lampau?
ini adalah pandangan keliru menurut saya..tidak semuanya merupakan hasil dr kamma masa lampau
klo seorang pemerkosa yg memperkosa korban nya, apakah itu merupakan hasil dr kamma masa lampau ? :D
Quote from: koengsukmana on 31 January 2011, 06:42:06 PM
saya ingin bertanya :
"apakah benar? rasa nyeri/sakit jasmani, pada saat meditasi vipassana, merupakan akumulasi dari kamma lampau?"
menurut aa secara pribadi, rasa sakit/pegel/kesemutan merupakan reaksi tubuh karena tidak terbiasa melakukan aktifitas tertentu dalam waktu yg lama, seperti duduk bersila... aa rasa tidak ada manusia yg pertama kali latihan duduk bersila dalam jangka waktu lama tidak merasakan sakit, kecuali ditahan/dipaksa/saraf nya rusak... :D
kita berdiri 2 jam ngantri di bank, aa rasa bakal pegel/sakit tu kaki... kita dapat hukuman dari guru, disuruh jongkok 2 jam, aa rasa bakal pegel/sakit/kesemutan tu paha sampe lutut...
Quote from: dhanuttono on 31 January 2011, 08:06:35 PM
ini adalah pandangan keliru menurut saya..tidak semuanya merupakan hasil dr kamma masa lampau
klo seorang pemerkosa yg memperkosa korban nya, apakah itu merupakan hasil dr kamma masa lampau ? :D
tak usah muluk2 aa tono..
apakah orang terjatuh krn tersandung batu adalah hasil kamma masa lampau? ;D
Quote from: No Pain No Gain on 31 January 2011, 08:13:57 PM
tak usah muluk2 aa tono..
apakah orang terjatuh krn tersandung batu adalah hasil kamma masa lampau? ;D
klo jawabanya ga muluk2 koq... bisa ya... karena ketika jatuh pasti sakit tuh, bs dikatakan itu adalah penderitaan walau efeknya ga seberapa menyakitkan. bisa tidak... karena efek dr keteledoran/kurang hati2...
kecuali ada orang jatuh tuh ga sakit, malah merasa enak/nyaman trus minta kesandung lg/ketagihan, biar jatuh trus... nah baru bs dikatakan "pasti" bukan kamma lampau... :D
ini bahas kamma ato rasa sakit dalam bermeditasi ??
Quote from: No Pain No Gain on 31 January 2011, 08:13:57 PM
tak usah muluk2 aa tono..
apakah orang terjatuh krn tersandung batu adalah hasil kamma masa lampau? ;D
IMO yes,
mari kita analisa urutan waktunya:
1. berjalan tidak hati2.
2. tersandung batu
3. terjatuh.
sebab 1 mengakibatkan 2 dan kemudian mengakibatkan 3. jadi jelas terjatuh adalah akibat masa lampau, walaupun hanya 1 detik lampau
Quote from: Indra on 31 January 2011, 08:27:25 PM
IMO yes,
mari kita analisa urutan waktunya:
1. berjalan tidak hati2.
2. tersandung batu
3. terjatuh.
sebab 1 mengakibatkan 2 dan kemudian mengakibatkan 3. jadi jelas terjatuh adalah akibat masa lampau, walaupun hanya 1 detik lampau
klo diliat dr sisi pemerkosa
1. muncul birahi ketika melihat wanita cakep
2. ada nya tindakan memaksa si wanita
3. perkosaan terjadi...
ke 1 menyebabkan ke 2 dan ke 2 menyebabkan ke 3... nah pemerkosaan merupakan akibat masa lalu walau terjadi beberapa menit sebelumnya...
:))
Kenapa yang sesimpel ini dikatakan jd akumulasi kamma masa lampau ? Apakah seseorang yang akumulasi kamma buruknya sedikit tidak akan merasakan sakit ?
Mau yogi pemula maupun advanced, pasti akan merasakan sakit saat meditasi. Bedanya yogi pemula tidak mampu menerima rasa sakit tersebut atau dengan kata lain ada penolakan disitu.
Quote from: dhanuttono on 31 January 2011, 08:36:05 PM
klo diliat dr sisi pemerkosa
1. muncul birahi ketika melihat wanita cakep
2. ada nya tindakan memaksa si wanita
3. perkosaan terjadi...
ke 1 menyebabkan ke 2 dan ke 2 menyebabkan ke 3... nah pemerkosaan merupakan akibat masa lalu walau terjadi beberapa menit sebelumnya...
:))
Hehehe... Patticasamupada ;)
Quote from: rooney on 31 January 2011, 08:40:38 PM
Kenapa yang sesimpel ini dikatakan jd akumulasi kamma masa lampau ? Apakah seseorang yang akumulasi kamma buruknya sedikit tidak akan merasakan sakit ?
Mau yogi pemula maupun advanced, pasti akan merasakan sakit saat meditasi. Bedanya yogi pemula tidak mampu menerima rasa sakit tersebut atau dengan kata lain ada penolakan disitu.
apakah rasa sakit hanya muncul ketika bermeditasi? kenyataannya, pada saat tidak bermeditasi pun rasa sakit bisa muncul. jadi kenapa meditasi yg dikambinghitamkan?
Quote from: Indra on 31 January 2011, 08:58:16 PM
apakah rasa sakit hanya muncul ketika bermeditasi? kenyataannya, pada saat tidak bermeditasi pun rasa sakit bisa muncul. jadi kenapa meditasi yg dikambinghitamkan?
Yup, rasa sakit bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Berhubung TS menanyakan hhubungan kamma dan rasa sakit saat meditasi jadi saya coba jelaskan sedikit pada kalimat kedua tentang rasa sakit saat meditasi...
Rasa nyeri itu ada, karna ada badan jasmani ;D
ulang ahh ;D
bukankah apapun yg
ada sekarang merupakan
hasil dari
kamma lampau?
Quote from: SN 35.146146 (1) Kamma
"Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian mengenai kam- ma baru dan lama, lenyapnya kamma, dan jalan menuju lenyapnya kamma. Dengarkan dan perhatikanlah, Aku akan menjelaskan....
"Dan apakah, para bhikkhu, kamma lama? Mata adalah kamma lama, dilihat sebagai dihasilkan dan dirancang oleh kehendak, seba- gai sesuatu yang dirasakan.146 Telinga adalah kamma lama ... Pikiran adalah kamma lama, dilihat sebagai dihasilkan dan dirancang oleh ke- hendak, sebagai sesuatu yang dirasakan. Ini disebut kamma lama.
"Dan apakah, para bhikkhu, kamma baru? Perbuatan apa pun yang dilakukan saat ini melalui tindakan, ucapan, atau perbuatan. Ini dis- ebut kamma baru.
"Dan apakah, para bhikkhu, lenyapnya kamma? Ketika seseorang mencapai kebebasan melalui lenyapnya perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran, [133] ini disebut lenyapnya kamma.
"Dan apakah, para bhikkhu, jalan menuju lenyapnya kamma? Yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan; yaitu, pandangan benar, kehendak be- nar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar.
"Demikianlah, para bhikkhu, Aku telah mengajarkan kamma lama, Aku telah mengajarkan kamma baru, Aku telah mengajarkan lenyap- nya kamma, Aku telah mengajarkan Jalan menuju lenyapnya kamma. Apa pun yang harus dilakukan, para bhikkhu, oleh seorang guru yang penuh belas kasih demi cinta kasih kepada para siswanya, mengingink- an kesejahteraan mereka, telah Ku-lakukan untuk kalian. Ini adalah bawah pohon, para bhikkhu, ini adalah gubuk kosong. Bermeditasi- lah, para bhikkhu, jangan lengah, agar kalian tidak menyesal nanti. Ini adalah instruksi kami kepada kalian."
Quote"apakah benar? rasa nyeri/sakit jasmani, pada saat meditasi vipassana, merupakan akumulasi dari kamma lampau?"
Misalnya dulu suka angkat berat hingga otot punggung cidera. nah waktu meditasi sakit, waktu makan sakit, dkk. bukan begitu? *ini cuma salah satu contoh*
tapi sering kali rasa sakit itu kena "tutup" / masked dalam kegiatan sehari2. ketika bermeditasi hal kecil yg tidak terasa itu ketika tenang malahan jadi terasa.
Quoteulang ahh ;D
bukankah apapun yg ada sekarang merupakan hasil dari kamma lampau?
Quote146 (1) Kamma
"Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian mengenai kam- ma baru dan lama, lenyapnya kamma, dan jalan menuju lenyapnya kamma. Dengarkan dan perhatikanlah, Aku akan menjelaskan....
"Dan apakah, para bhikkhu, kamma lama? Mata adalah kamma lama, dilihat sebagai dihasilkan dan dirancang oleh kehendak, seba- gai sesuatu yang dirasakan.146 Telinga adalah kamma lama ... Pikiran adalah kamma lama, dilihat sebagai dihasilkan dan dirancang oleh ke- hendak, sebagai sesuatu yang dirasakan. Ini disebut kamma lama.
"Dan apakah, para bhikkhu, kamma baru? Perbuatan apa pun yang dilakukan saat ini melalui tindakan, ucapan, atau perbuatan. Ini dis- ebut kamma baru.
"Dan apakah, para bhikkhu, lenyapnya kamma? Ketika seseorang mencapai kebebasan melalui lenyapnya perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran, [133] ini disebut lenyapnya kamma.
"Dan apakah, para bhikkhu, jalan menuju lenyapnya kamma? Yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan; yaitu, pandangan benar, kehendak be- nar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar.
"Demikianlah, para bhikkhu, Aku telah mengajarkan kamma lama, Aku telah mengajarkan kamma baru, Aku telah mengajarkan lenyap- nya kamma, Aku telah mengajarkan Jalan menuju lenyapnya kamma. Apa pun yang harus dilakukan, para bhikkhu, oleh seorang guru yang penuh belas kasih demi cinta kasih kepada para siswanya, mengingink- an kesejahteraan mereka, telah Ku-lakukan untuk kalian. Ini adalah bawah pohon, para bhikkhu, ini adalah gubuk kosong. Bermeditasi- lah, para bhikkhu, jangan lengah, agar kalian tidak menyesal nanti. Ini adalah instruksi kami kepada kalian."
"apakah benar? rasa nyeri/sakit jasmani, pada saat meditasi vipassana, merupakan akumulasi dari kamma lampau?"
Misalnya dulu suka angkat berat hingga otot punggung cidera. nah waktu meditasi sakit, waktu makan sakit, dkk. bukan begitu? *ini cuma salah satu contoh*
tapi sering kali rasa sakit itu kena "tutup" / masked dalam kegiatan sehari2. ketika bermeditasi hal kecil yg tidak terasa itu ketika tenang malahan jadi terasa.
sepertinya kalo pake kata "apapun yang ada sekarang" tidak tepat deh...nyeri memang sesuatu yang alamiah dan tidak dihasilkan oleh kehendak.. ;D
Vipaka adalah suatu keadaan yg kita terima / faktor2 luar yg menerpa ke 6 indera kita.
Contohnya: mendengar lagu, mencium bau sampah, dipenjara, dstnya... ini adalah vipaka.
Penyebab pasti suatu vipaka sulit ditentukan, namun bisa diperkirakan yg dominan, karena penyebab suatu vipaka tidak pernah tunggal (Kata Sang Buddha, kita tidak bisa memastikan penyebab suatu vipaka).
Terjatuh krn tersandung batu, jelas salah satunya disebabkan oleh kamma lampau, kemungkinannya:
- kecenderungan batin yg tergesa-gesa (tidak sati)
- menendang batu
- keseimbangan kurang terlatih
- dstnya (seperti penjelasan kawan2 diatas, sedetik yg lalu juga termasuk kamma lampau)
Pemerkosaan yg terjadi, adalah suatu kamma baru, namun tidak terlepas juga dari pengaruh vipaka (kecenderungan batin yg terbentuk dari kebiasaan yg sering dilakukan, mis: kesadaran lemah, sering melihat video porn, bergaul dgn kawan2 yg bejat, dstnya). Kebiasaan2 ini turut mengkondisikan cetana 'niat memperkosa'.
Sungguh sulit membedakan mana kamma dan mana vipaka, krn saling menimpa silih berganti, terutama didalam batin kita.
Soal rasa sakit dalam meditasi, memang salah satunya akibat kamma lampau (tidak terlepas juga dari makanan, cuaca, dan citta... ~ niyama). Saya sendiri mempunyai kecenderungan sakit punggung yg diakibatkan olahraga terlalu keras sewaktu SMP-SMA, akibatnya sulit untuk duduk lama dlm bermeditasi. Jika dipaksakan satu jam penuh tidak bergerak2, rasa sakit akan menusuk tak terhingga (dalam vipassana, jika diperhatikan terus menerus, rasa sakit ini makin kuat, hingga kesatu titik dan akhirnya hilang, biasanya begitu).
Sy sering merenungkan penyebab yg mengkondisikan kita skrg tidak terlepas dari C.U.K.A (Citta, Utu, Kamma, Ahara)= kesadaran kita, lingkungan, perbuatan lampau dan asupan yg kita konsumsi.
::
Quote from: No Pain No Gain on 01 February 2011, 04:02:00 PM
sepertinya kalo pake kata "apapun yang ada sekarang" tidak tepat deh...nyeri memang sesuatu yang alamiah dan tidak dihasilkan oleh kehendak.. ;D
Wah belum nyambung toh... "apa yg ada sekarang" itu bukan "apa yg terjadi sekarang" atau "apa yg dirasakan sekarang". keberadaan anda itu adalah hasil dari kamma lampau. Kenapa bisa merasakan nyeri? karena ada landasan inderawinya. Jadi meditasi sakit yah lumrah.
oh begitu mksdnya... ;D
maklum masih pentium 2 kapasitas otaknya.. ;D
tadinya saya nagkepnya karena kamma maka muncul nama dan batin...jadi perasaan sakit itu adalah alamiah karena ada batin..tidak ada sangkut paut ama kamma...lol
bukan sih, kesalahan ada pada penulis jg. memang kadang susah mengungkapkan dengan jelas suatu maksud. Anggap aja ini latihan buat aye ;D.
thanks
Quote from: No Pain No Gain on 01 February 2011, 06:59:54 PM
oh begitu mksdnya... ;D
maklum masih pentium 2 kapasitas otaknya.. ;D
tadinya saya nagkepnya karena kamma maka muncul nama dan batin...jadi perasaan sakit itu adalah alamiah karena ada batin..tidak ada sangkut paut ama kamma...lol
tetap ada penyebab kamma masa lampau ;D
Quote from: koengsukmana on 31 January 2011, 06:42:06 PM
saya ingin bertanya :
"apakah benar? rasa nyeri/sakit jasmani, pada saat meditasi vipassana, merupakan akumulasi dari kamma lampau?"
*saya pernah membaca sekilas & mendengar sekilas dari artikel/dhammatalk thich nhat hanh
mohon penjelasan dari rekan2 se-dhamma, tnx
mettacittena :) _/\_
Bro Koengsukmana yang baik, rasa nyeri dalam meditasi disebabkan kurang nya konsentrasi, umpamanya nyeri kaki nyeri punggung dll... Tapi dengan bertambah kuatnya konsentrasi maka rasa nyeri tersebut akan lenyap. Menurut saya bila rasa sakit disebabkan karma lampau maka mungkin rasa sakit tak akan lenyap selama kita bermeditasi, mengingat demikian banyak kita membuat kamma dalam berbagai kelahiran yang tak terhitung.
_/\_
Quote from: fabian c on 03 February 2011, 11:46:13 PM
Menurut saya bila rasa sakit disebabkan karma lampau maka mungkin rasa sakit tak akan lenyap selama kita bermeditasi, mengingat demikian banyak kita membuat kamma dalam berbagai kelahiran yang tak terhitung.
_/\_
jadi menurut bro fabian yang baik, rasa nyeri akan hilang& lenyap? _/\_
btw,
saya pernah membaca perNyataan Chanmyay Sayadaw : "pain is a key to Nibbana".
dalam buku Mahasi Sayadaw... Mahasi mengajarkan untuk menerima rasa sakit tersebut ketika meditasi vipassana.
dalam buku Ajahn Maha Boowa: Ajahn menceritakan sebuah pengalaman rasa sakit(tak tertahankan) sebelum pencerahannya.
Thich Nhat Hanh pun memjelaskan hal yang serupa(tp....saya mendengarnya...sayup2 tak jelas....hehehhe)
saya setuju bahwa rasa sakit(yang tak tertahankan) bisa diterima dengan konsentrasi yang dalam.....& saya setuju bahwa rasa sakit dalam vipassana perlu untuk diterima dan nanti akan hilang.
pertanyaan saya selanjutnya...
1. apakah ada dalam sutta2 kuno yang membahas ttg rasa nyeri dalam vipassana?
2. mengapa hanya dalam buku2 dhamma yang baru, spt karangan Mahasi, Maha Boowa, Thich Nhat Hanh....baru dibahas ttg rasa sakit dalam vipassana?
mohon penjelasan dari rekan2 se-Dhamma _/\_ please...
Quote from: koengsukmana on 04 February 2011, 02:30:17 AM
jadi menurut bro fabian yang baik, rasa nyeri akan hilang& lenyap? _/\_
btw,
saya pernah membaca perNyataan Chanmyay Sayadaw : "pain is a key to Nibbana".
dalam buku Mahasi Sayadaw... Mahasi mengajarkan untuk menerima rasa sakit tersebut ketika meditasi vipassana.
dalam buku Ajahn Maha Boowa: Ajahn menceritakan sebuah pengalaman rasa sakit(tak tertahankan) sebelum pencerahannya.
Thich Nhat Hanh pun memjelaskan hal yang serupa(tp....saya mendengarnya...sayup2 tak jelas....hehehhe)
saya setuju bahwa rasa sakit(yang tak tertahankan) bisa diterima dengan konsentrasi yang dalam.....& saya setuju bahwa rasa sakit dalam vipassana perlu untuk diterima dan nanti akan hilang.
pertanyaan saya selanjutnya...
1. apakah ada dalam sutta2 kuno yang membahas ttg rasa nyeri dalam vipassana?
2. mengapa hanya dalam buku2 dhamma yang baru, spt karangan Mahasi, Maha Boowa, Thich Nhat Hanh....baru dibahas ttg rasa sakit dalam vipassana?
mohon penjelasan dari rekan2 se-Dhamma _/\_ please...
Bro Koengsukmana yang baik, rasa nyeri dalam meditasi sering dibahas, cuma banyak juga diantara kita yang kurang memahami. Sebenarnya yang dimaksud dukkha dalam Sutta lebih sering merujuk ke penderitaan batin dan jasmani, dan tentu saja nyeri dalam Vipassana juga adalah termasuk dukkha jasmani. Tapi diantara kita mungkin ada yang menganggap bahwa dukkha adalah penderitaan batin saja, umpamanya ditinggal pacar, kehilangan harta benda dll. Padahal penderitaan jasmani juga termasuk.
Chanmyay Sayadaw berkata benar mengenai
pain is key to Nibbana, dengan memperhatikan rasa nyeri maka kita bisa menyelami sifat sesungguhnya rasa nyeri (dukkha) tersebut, selain itu memperkuat ketahanan kita terhadap rasa nyeri, dengan demikian maka konsentrasi kita juga bertambah kuat.
Secara ringkas prosesnya kurang lebih demikian: Dengan bertambah kuatnya konsentrasi maka kita mampu melihat segala sesuatu sebagaimana apa adanya (anicca dukkha dan anatta). Rasa nyeri adalah dukkha, dukkha bersifat anicca dan juga bersifat anatta.
Dengan memperhatikan salah satu karakteristik dari ketiga karakteristik tersebut, maka kita mengetahui bagaimana proses timbul dan lenyapnya dukkha. Akhirnya kita sampai pada tahap dimana batin melihat secara netral terhadap semua proses yang terjadi pada batin dan jasmani (yang menimbulkan dukkha).
Dengan sikap batin yang telah menjadi netral (tidak menolak maupun melekat) maka proses yang terjadi pada batin dan jasmani meditator tersebut tak lagi memiliki pengaruh terhadap meditator tersebut. Selanjutnya karena proses batin tak lagi memiliki pengaruh terhadap batin meditator maka proses-proses tersebut seperti pelita kehabisan minyak dan akan berhenti dengan sendirinya.
Bila Seorang meditator telah mampu mengatasi yang ada dalam dirinya demikian maka, hal-hal yang ada diluar tak lagi memiliki pengaruh terhadap dirinya. Ialah yang disebut pemenang yang sesungguhnya (pemenang arus).
_/\_
Quote
Bila Seorang meditator telah mampu mengatasi yang ada dalam dirinya demikian maka, hal-hal yang ada diluar tak lagi memiliki pengaruh terhadap dirinya. Ialah yang disebut pemenang yang sesungguhnya (pemenang arus)
ko fab, banyak yg bisa memenangkan dan mengatasi apa ada yg didirinya tapi memilik pandangan salah loh. Masa itu sotapanna?
Quote from: Sumedho on 04 February 2011, 11:14:32 AM
ko fab, banyak yg bisa memenangkan dan mengatasi apa ada yg didirinya tapi memilik pandangan salah loh. Masa itu sotapanna?
Boleh tahu bro, pandangan salah seperti apa dan apa yang telah diatasi didirinya...? Mungkin memberi contoh...?
kekna sih banyak, just pick one from Brahmajala Sutta. Banyak guru2 jaman dahulu yg sudah memiliki pencapaian meditasi yg luar biasa dimana batin tak tergoyahkan pada segala fenomena tetapi pandangan tentang atta masih ada.
Quote from: Sumedho on 04 February 2011, 10:07:21 PM
kekna sih banyak, just pick one from Brahmajala Sutta. Banyak guru2 jaman dahulu yg sudah memiliki pencapaian meditasi yg luar biasa dimana batin tak tergoyahkan pada segala fenomena tetapi pandangan tentang atta masih ada.
Bro Tuhan yang baik, rasanya tidak ada dalam Tipitaka yang mengatakan bahwa guru-guru meditasi yang hebat-hebat tersebut melihat anicca, dukkha dan anatta. Oleh karena itu tak mungkin timbul pandangan terang. Tanpa pandangan terang tak mungkin mereka mampu mengalahkan diri sendiri.
Ada perbedaan besar antara Vipassana (direct Vipassana) dan Samatha Bhavana. Vipassana Bhavana menghadapi rasa sakit dengan semangat dan keberanian yang luar biasa. sedangkan Samatha Bhavana melarikan diri dari rasa sakit (maksudnya bila ada rasa sakit jangan diperhatikan/jangan dipedulikan).
Inilah sebabnya yang satu melihat dukkha, asal mula dukkha, lenyapnya dukkha dan cara untuk melenyapkan dukkha.
Sedangkan yang lain hanya mendapatkan ketenangan dan konsentrasi yang baik (tapi bila diarahkan untuk mengamati batin dan jasmani maka mereka juqa dapat melihat dukkha, asal mula dukkha, lenyapnya dukkha dan cara untuk melenyapkan dukkha).
Intinya para guru Samatha Bhavana tersebut bukan batinnya tak tergoyahkan pada semua fenomena, tetapi menghindar sejauh mungkin dari semua fenomena.
Kalau boleh saya menambahkan, Vipassana Bhavana seperti tetap diam tak bergeming menghadapi orang menampar bertubi-tubi, Samatha Bhavana seperti menjauhkan diri dari orang yang mau menampar.
Bila tak mau mengamati batin sendiri bagaimana bisa tahu atta ada atau tidak...?
bro ko sdr fab yang baik juga,
Aye skip soal vipassana-samatha nya.
justru itu dia kata kuncinya... anatta. Banyak para ahli meditasi bisa mengamati tubuh, pikiran, dst tapi pandangannya belum benar. IMO semua itu harus dimulai dulu dari pandangan (samma ditthi). Tanpa itu, tentu tidak akan bisa lari kemana2 (dalam framework buddhis). Dari pandangan benar (samma ditthi) berlanjut terus sampai ke konsentrasi benar (samma samadhi).
back to
QuoteDengan sikap batin yang telah menjadi netral (tidak menolak maupun melekat) maka proses yang terjadi pada batin dan jasmani meditator tersebut tak lagi memiliki pengaruh terhadap meditator tersebut. Selanjutnya karena proses batin tak lagi memiliki pengaruh terhadap batin meditator maka proses-proses tersebut seperti pelita kehabisan minyak dan akan berhenti dengan sendirinya.
Bila Seorang meditator telah mampu mengatasi yang ada dalam dirinya demikian maka, hal-hal yang ada diluar tak lagi memiliki pengaruh terhadap dirinya. Ialah yang disebut pemenang yang sesungguhnya (pemenang arus).
Jika tanpa pandangan benar, tapi bisa memiliki sikap batin netral, maksudnya itu loh yg aye post sebelumnya, masa disebut sotapanna. Kekna banyak loh guru2 yg mengajarkan demikian :)
Quote from: Sumedho on 06 February 2011, 08:49:48 AM
bro ko sdr fab yang baik juga,
Aye skip soal vipassana-samatha nya.
justru itu dia kata kuncinya... anatta. Banyak para ahli meditasi bisa mengamati tubuh, pikiran, dst tapi pandangannya belum benar. IMO semua itu harus dimulai dulu dari pandangan (samma ditthi). Tanpa itu, tentu tidak akan bisa lari kemana2 (dalam framework buddhis). Dari pandangan benar (samma ditthi) berlanjut terus sampai ke konsentrasi benar (samma samadhi).
back to
Jika tanpa pandangan benar, tapi bisa memiliki sikap batin netral, maksudnya itu loh yg aye post sebelumnya, masa disebut sotapanna. Kekna banyak loh guru2 yg mengajarkan demikian :)
Boleh tahu bro... sikap batin netral yang bagaimanakah maksudnya...? Sikap batin upekkha (netral) pada Jhana ke empat...? Tentu saja berbeda bro... Karena prosesnya jelas berbeda. Sudah dikatakan bahwa Jhana didapat dengan melarikan diri dari dukkha, sedangkan Sankhara upekkha nyana (sikap batrin netral terhadap sankhara) didapat dengan mengamati karakteristik dukkha dari batin dan jasmani.
Perlu diketahui bahwa upekkha/netral Vipassana tidak sama dengan upekkha/netral Jhana ke empat.
Upekkha/netral Jhana keempat dengan objek anapanasati tidak sama dengan upekkha/netral Jhana keempat dengan objek Brahma Vihara.
juga berbeda dengan upekkha/netral pembunuh berdarah dingin.
Upekkha (netral) mana yang dimaksud...?
Upekkha terhadap sankhara (sankharupekkha nyana) hanya didapat dengan Vipassana, inilah satu-satunya jalan.
Yang biru: Apakah yang dilihat pada bagian tubuh...? 32 bagian tubuh..? Itu bukan pengamatan jasmani yang dimaksud, pengamatan itu hanya membawa ke Jhana karena tak melihat karakteristiknya. Mengenai mengamati pikiran, boleh tahu guru meditasi mana bro..? Bisa beri contoh....?
Sekali lagi perlu saya tekankan guru-guru meditasi manapun yang tidak memperhatikan karakteristik batin dan jasmani, tak akan pernah mencapai keseimbangan batin Vipassana, oleh karena itu tak akan mencapai Magga-Phala.
Mengenai yang saya bold: Bila demikian sekarang saya mau balik bertanya: bagaimana dengan guru-guru meditasi lain (non Buddhis) yang mencapai Jhana, apakah mereka telah memiliki pandangan benar...?
soal sikap batin kan dari postingan bro ko fabian yg aye quote
QuoteDengan sikap batin yang telah menjadi netral (tidak menolak maupun melekat) maka proses yang terjadi pada batin dan jasmani meditator tersebut tak lagi memiliki pengaruh terhadap meditator tersebut. Selanjutnya karena proses batin tak lagi memiliki pengaruh terhadap batin meditator maka proses-proses tersebut seperti pelita kehabisan minyak dan akan berhenti dengan sendirinya.
Bila Seorang meditator telah mampu mengatasi yang ada dalam dirinya demikian maka, hal-hal yang ada diluar tak lagi memiliki pengaruh terhadap dirinya. Ialah yang disebut pemenang yang sesungguhnya (pemenang arus).
kata kunci dari sotapanna adalah sammaditthi, tanpa sammaditthi, tapi bisa seperti yg disebutkan ko fab diatas kan bukan berarti dia sotapanna.
gituloh maksud aye bro.
soal
Quote
Sekali lagi perlu saya tekankan guru-guru meditasi manapun yang tidak memperhatikan karakteristik batin dan jasmani, tak akan pernah mencapai keseimbangan batin Vipassana, oleh karena itu tak akan mencapai Magga-Phala.
yah, misalnya kalau ada guru yg mengajarkan memperhatikan karakteristik batin dan jasmani dan mencapai keseimbangan batin (entah apa itu keseimbangan batin vipassana?) tapi punya pandangan salah, misalnya masih menganggap ada atta diluar batin-jasmani, juga mencapai magga-phala bro?
QuoteMengenai yang saya bold: Bila demikian sekarang saya mau balik bertanya: bagaimana dengan guru-guru meditasi lain (non Buddhis) yang mencapai Jhana, apakah mereka telah memiliki pandangan benar...?
kan itu yg aye singgung sebelumnya. Tanpa pandangan benar yah going no where gitu, apalagi disebut sotapanna.
rangkuman aye: pandangan benar wajib sebagai prequisite, sebagai teori.
Quote from: Sumedho on 06 February 2011, 10:28:17 AM
soal sikap batin kan dari postingan bro ko fabian yg aye quote
kata kunci dari sotapanna adalah sammaditthi, tanpa sammaditthi, tapi bisa seperti yg disebutkan ko fab diatas kan bukan berarti dia sotapanna.
Bro tuhan yang baik, coba tolong terangkan samma ditthi yang bagaimana yang dimaksudkan..?
Quotegituloh maksud aye bro.
soal yah, misalnya kalau ada guru yg mengajarkan memperhatikan karakteristik batin dan jasmani dan mencapai keseimbangan batin (entah apa itu keseimbangan batin vipassana?) tapi punya pandangan salah, misalnya masih menganggap ada atta diluar batin-jasmani, juga mencapai magga-phala bro?
Apakah bro mengerti apa yang saya maksudkan dengan ketiga karakteristik? Apakah ketiga karakteristik menurut definisi anda bro...?
Quotekan itu yg aye singgung sebelumnya. Tanpa pandangan benar yah going no where gitu, apalagi disebut sotapanna.
rangkuman aye: pandangan benar wajib sebagai prequisite, sebagai teori.
sama dengan jawaban diatas, pandangan benar yang bagaimana...?
Coba tolong berikan definisi nya atau kriterianya.
Quote from: fabian c on 06 February 2011, 11:07:53 PM
Bro tuhan yang baik, coba tolong terangkan samma ditthi yang bagaimana yang dimaksudkan..?
Kalau sammaditthi sih biasanya -> Pengetahuan tentang Dukkha, pengetahuan tentang asal mula Dukkha, pengetahuan tentang berhentinya Dukkha, pengetahuan tentang cara berlatih yang membawa pada berhentinya dukkha. Kalau Ko Fab sendiri?
kan bisa melakukan
QuoteDengan sikap batin yang telah menjadi netral (tidak menolak maupun melekat) maka proses yang terjadi pada batin dan jasmani meditator tersebut tak lagi memiliki pengaruh terhadap meditator tersebut. Selanjutnya karena proses batin tak lagi memiliki pengaruh terhadap batin meditator maka proses-proses tersebut seperti pelita kehabisan minyak dan akan berhenti dengan sendirinya.
Bila Seorang meditator telah mampu mengatasi yang ada dalam dirinya demikian maka, hal-hal yang ada diluar tak lagi memiliki pengaruh terhadap dirinya. Ialah yang disebut pemenang yang sesungguhnya (pemenang arus).
tanpa harus memiliki sammaditthi.
Quote
Apakah bro mengerti apa yang saya maksudkan dengan ketiga karakteristik? Apakah ketiga karakteristik menurut definisi anda bro...?
nanti dulu jawabnya ko fab, coba dijawab yg saya tanya dulu deh, biar ganti2an, nanti 1 arah pulak lagipula nanti kejawab sendiri.
Dutiyampi ahh
yah, misalnya kalau ada guru yg mengajarkan memperhatikan karakteristik batin dan jasmani dan mencapai keseimbangan batin (entah apa itu keseimbangan batin vipassana?) tapi punya pandangan salah, misalnya masih menganggap ada atta diluar batin-jasmani, juga mencapai magga-phala bro?
Quote
sama dengan jawaban diatas, pandangan benar yang bagaimana...?
Coba tolong berikan definisi nya atau kriterianya.
duh kek terasa di interogasi nih, di atas tadi udah disinggung ko fab.
tapi utk mempersingkat diskusi yg karena ego *saya* nanti bisa makin jauh ngomongnya, mending kita ambil kesimpulan masing2 aja, sapa tau ternyata sama aja yg dimaksud cuma beda bahasa atau lost in writing. Menurut aye,
1. Mau sebagaimana canggihnya meditasi, tanpa pandangan benar maka dalam sudut pandang buddhis in term of kesucian masih belum kemana2.
2. Banyak meditasi yg bisa melatih kita memiliki batin netral (tidak menolak atau melekat), tapi itu hanya mengkondisikan batin demikian. Tanpa pandangan benar dan mengetahui ajaran Dhamma, tentu tidak bisa masuk kategori Sotapanna karena tentu (3) belenggu itu belum patah sama sekali.
Quote from: Sumedho on 07 February 2011, 08:11:29 AM
Kalau sammaditthi sih biasanya -> Pengetahuan tentang Dukkha, pengetahuan tentang asal mula Dukkha, pengetahuan tentang berhentinya Dukkha, pengetahuan tentang cara berlatih yang membawa pada berhentinya dukkha. Kalau Ko Fab sendiri?
Wah pandangan kita agak berbeda soal ini bro... Bila samma ditthi seperti itu yang dimaksudkan maka, menurut saya tidak diperlukan dalam meditasi, pengertian seperti itu akan muncul sendirinya bila kita telah mencapai Magga-Phala. Bila Sammaditthi seperti itu merupakan prasyarat untuk kemajuan maka, Pangeran Sidhattha tak akan mencapai Pencerahan, karena sebelum mencapai Pencerahan, Beliau belum mengetahui Empat Kebenaran Ariya tersebut.
Tetapi bila pandangan benar yang dimaksudkan misalnya adalah bahwa, ada suatu akibat dari suatu perbuatan (misalnya kalau kita berlatih kita akan maju sebagai akibatnya) maka, ya pandangan benar seperti ini memang merupakan prasyarat mutlak untuk semua jenis Bhavana.
Quotekan bisa melakukan
tanpa harus memiliki sammaditthi.
Coba baca kembali replypost saya #24, simak kembali baik-baik. berikut saya kutipkan kembali.
Secara ringkas prosesnya kurang lebih demikian: Dengan bertambah kuatnya konsentrasi maka kita mampu melihat segala sesuatu sebagaimana apa adanya (anicca dukkha dan anatta). Rasa nyeri adalah dukkha, dukkha bersifat anicca dan juga bersifat anatta.
Dengan memperhatikan salah satu karakteristik dari ketiga karakteristik tersebut, maka kita mengetahui bagaimana proses timbul dan lenyapnya dukkha. Akhirnya kita sampai pada tahap dimana batin melihat secara netral terhadap semua proses yang terjadi pada batin dan jasmani (yang menimbulkan dukkha). Bro katakan kan bisa melakukan tanpa harus memiliki sammaditthi, sedangkan saya terangkan prosesnya melalui melihat ketiga karakteristik,
apakah pengetahuan yang melihat ketiga karakteristik bukan sammaditthi/pandangan benar...? Quotenanti dulu jawabnya ko fab, coba dijawab yg saya tanya dulu deh, biar ganti2an, nanti 1 arah pulak lagipula nanti kejawab sendiriDutiyampi ahh
yah, misalnya kalau ada guru yg mengajarkan memperhatikan karakteristik batin dan jasmani dan mencapai keseimbangan batin (entah apa itu keseimbangan batin vipassana?) tapi punya pandangan salah, misalnya masih menganggap ada atta diluar batin-jasmani, juga mencapai magga-phala bro?.
Bila pertanyaan saya dijawab maka itu akan merupakan jawabsan pertanyaan bro. Saya tanyakan apa yang dimaksud dengan ketiga karakteristik? Tentu saja jawaban atas pertanyaan saya adalah pertanyaan jawaban yang benar atas pertanyaan bro sendiri.
Berikut saya kutip ulang pertanyaan bro, "
apakah kalau ada guru yg mengajarkan memperhatikan karakteristik batin dan jasmani dan mencapai keseimbangan batin (entah apa itu keseimbangan batin vipassana?) tapi punya pandangan salah, misalnya masih menganggap ada atta diluar batin-jasmani, juga mencapai magga-phala bro?"
Sebenarnya jawaban pertanyaan ini terletak pada definisi ketiga karakteristik (tilakkhana) itu sendiri, yaitu
anicca, dukkha dan anatta.Apakah pada seseorang yang telah melihat anatta (salah satu dari ketiga karakteristik) masih akan berpandangan atta?Quoteduh kek terasa di interogasi nih, di atas tadi udah disinggung ko fab.
Oh ya maaf bila terasa menginterogasi, sebenarnya hanya mengulangi pertanyaan karena pertanyaannya sama dengan yang diatas dan memerlukan jawaban yang sama.
Berapa kali saya berikan, keterangan kepada teman-teman di forum berulang-ulang
bahwa ketiga karakteristik (anicca, dukkha dan anatta)adalah suatu kebenaran absolut yang dapat dilihat/dialami pada waktu meditasi. Bukan hanya buah pemikiran belaka.Jadi ketiga karakteristik dapat dilihat oleh semua meditator yang maju dalam meditasinya (meditasi Vipassana tentunya). Bila seorang meditator berlatih Vipassana Bhavana tetapi belum dapat melihat ketiga karakteristik, maka saya katakan meditator itu belum maju.
Quotetapi utk mempersingkat diskusi yg karena ego *saya* nanti bisa makin jauh ngomongnya, mending kita ambil kesimpulan masing2 aja, sapa tau ternyata sama aja yg dimaksud cuma beda bahasa atau lost in writing. Menurut aye,
1. Mau sebagaimana canggihnya meditasi, tanpa pandangan benar maka dalam sudut pandang buddhis in term of kesucian masih belum kemana2.
Pandangan benar in terms of kesucian kalau memang benar sesuai dengan teori bro (yaitu empat kebenaran Ariya), maka Pangeran Sidhattha tak akan pernah mencapai kesucian, karena
Empat Kebenaran Ariya diketahui oleh Sang buddha setelah Beliau mencapai pencerahan.
Quote2. Banyak meditasi yg bisa melatih kita memiliki batin netral (tidak menolak atau melekat), tapi itu hanya mengkondisikan batin demikian. Tanpa pandangan benar dan mengetahui ajaran Dhamma, tentu tidak bisa masuk kategori Sotapanna karena tentu (3) belenggu itu belum patah sama sekali.
Tanpa meditasi sekalipun seseorang dapat saja memiliki batin yang netral, tetapi bila baca kembali reply post saya #24 dan reply #28 jelas bukan itu yang saya maksudkan. Supaya mudah saya berikan linknya berikut ini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19385.15 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19385.15)
Simak kembali bagaimanakah proses mendapatkan kenetralan batin yang saya tuliskan tersebut? Apakah saya mengatakan
kenetralan batin dengan memiliki pengetahuan melihat ketiga karakteristik atau
kenetralan batin tanpa memiliki pengetahuan melihat ketiga karakteristik?Mettacittena,
Kekna masalahnya disini deh
QuoteDengan memperhatikan salah satu karakteristik dari ketiga karakteristik tersebut, maka kita mengetahui bagaimana proses timbul dan lenyapnya dukkha. Akhirnya kita sampai pada tahap dimana batin melihat secara netral terhadap semua proses yang terjadi pada batin dan jasmani (yang menimbulkan dukkha).
Dengan sikap batin yang telah menjadi netral (tidak menolak maupun melekat) maka proses yang terjadi pada batin dan jasmani meditator tersebut tak lagi memiliki pengaruh terhadap meditator tersebut. Selanjutnya karena proses batin tak lagi memiliki pengaruh terhadap batin meditator maka proses-proses tersebut seperti pelita kehabisan minyak dan akan berhenti dengan sendirinya.
let say ambil dukkha atau anicca saja... masa masih sotapanna? unless kata2 itu diganti menjadi ketiga bukan salah satu saja.
QuotePandangan benar in terms of kesucian kalau memang benar sesuai dengan teori bro (yaitu empat kebenaran Ariya), maka Pangeran Sidhattha tak akan pernah mencapai kesucian, karena Empat Kebenaran Ariya diketahui oleh Sang buddha setelah Beliau mencapai pencerahan.
kalao ini kan kita ngomong jalur murid, bukan jalur sammasambuddha. Dikatakan dalam Janavasabha sutta, trigger awalnya itu adalah pandangan benar lalu sampai pada konsentrasi benar, lengkap sudah jalan mulia berunsur 8, lalu baru didapat pengetahuan benar yg berujung pada pembebasan benar.
Quote from: Sumedho on 10 February 2011, 01:25:16 PM
Kekna masalahnya disini deh
let say ambil dukkha atau anicca saja... masa masih sotapanna? unless kata2 itu diganti menjadi ketiga bukan salah satu saja.
Bro tuhan yang baik, quote yang bro ambil dari reply #24 berikut ini hanya sepotong, sehingga mengubah artinya.
Quote"Dengan memperhatikan salah satu karakteristik dari ketiga karakteristik tersebut, maka kita mengetahui bagaimana proses timbul dan lenyapnya dukkha. Akhirnya kita sampai pada tahap dimana batin melihat secara netral terhadap semua proses yang terjadi pada batin dan jasmani (yang menimbulkan dukkha).
Dengan sikap batin yang telah menjadi netral (tidak menolak maupun melekat) maka proses yang terjadi pada batin dan jasmani meditator tersebut tak lagi memiliki pengaruh terhadap meditator tersebut. Selanjutnya karena proses batin tak lagi memiliki pengaruh terhadap batin meditator maka proses-proses tersebut seperti pelita kehabisan minyak dan akan berhenti dengan sendirinya".
Padahal lengkapnya seharusnya demikian: ( http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19385.15 (http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=19385.15) )
Quote"Secara ringkas prosesnya kurang lebih demikian: Dengan bertambah kuatnya konsentrasi maka kita mampu melihat segala sesuatu sebagaimana apa adanya (anicca dukkha dan anatta). Rasa nyeri adalah dukkha, dukkha bersifat anicca dan juga bersifat anatta.
Dengan memperhatikan salah satu karakteristik dari ketiga karakteristik tersebut, maka kita mengetahui bagaimana proses timbul dan lenyapnya dukkha. Akhirnya kita sampai pada tahap dimana batin melihat secara netral terhadap semua proses yang terjadi pada batin dan jasmani (yang menimbulkan dukkha
Dengan sikap batin yang telah menjadi netral (tidak menolak maupun melekat) maka proses yang terjadi pada batin dan jasmani meditator tersebut tak lagi memiliki pengaruh terhadap meditator tersebut. Selanjutnya karena proses batin tak lagi memiliki pengaruh terhadap batin meditator maka proses-proses tersebut seperti pelita kehabisan minyak dan akan berhenti dengan sendirinya."
Perhatikan alinea yang telah saya garis tebal, jadi yang dimaksudkan sebenarnya meditator tersebut telah melihat ketiga karakteristik, lalu kemudian menekankan pada salah satu dari ketiga karakteristik untuk menembus Magga-Phala.
Kalau bro hanya mengutip dua alinea terakhir maka terkesan seolah-olah dari awal meditator hanya memperhatikan satu karakteristik saja hingga akhir, padahal tidak demikian. Walau ada Sutta (kalau tidak salah) yang mengajarkan hanya memperhatikan salah satu karakteristik, tapi menurut pendapat saya mereka yang memperhatikan salah satu karakteristik secara otomatis juga akan melihat kedua karakteristik lainnya.
Quotekalao ini kan kita ngomong jalur murid, bukan jalur sammasambuddha. Dikatakan dalam Janavasabha sutta, trigger awalnya itu adalah pandangan benar lalu sampai pada konsentrasi benar, lengkap sudah jalan mulia berunsur 8, lalu baru didapat pengetahuan benar yg berujung pada pembebasan benar.
Saya setuju trigger awalnya adalah pandangan benar, tetapi seperti yang sudah saya katakan sebelumnya pandangan benar yang mana? Bila pandangan benar yang dimaksud adalah ada buah suatu perbuatan, maka saya setuju.
Tapi bila pandangan benar yang dimaksud adalah dukkha, awal dukkha, lenyapnya dukkha dan Jalan (Cattari Ariya saccani) maka saya tak sependapat.
Karena Cattari Ariya Saccani hanya diselami oleh para meditator yang telah menembus Magga-Phala.Apakah dikatakan dalam Sutta tersebut bahwa pandangan benar yang dimaksud adalah Cattari Ariya Saccani..?
Mettacittena,
QuotePerhatikan alinea yang telah saya garis tebal, jadi yang dimaksudkan sebenarnya meditator tersebut telah melihat ketiga karakteristik, lalu kemudian menekankan pada salah satu dari ketiga karakteristik untuk menembus Magga-Phala.
Kalau bro hanya mengutip dua alinea tersebut maka terkesan seolah-olah dari awal meditator hanya memperhatikan satu karakteristik saja hingga akhir, padahal tidak demikian. Walau ada Sutta (kalau tidak salah) yang mengajarkan hanya memperhatikan salah satu karakteristik, tapi menurut pendapat saya mereka yang memperhatikan salah satu karakteristik secara otomatis juga akan melihat kedua karakteristik lainnya.
ok kalo gitu kgk sependapat deh soal lihat satu pasti lihat yg lain. Menurut aye banyak orang bisa liat satu tapi nda bisa liat yg laen.
Quote
Saya setuju trigger awalnya adalah pandangan benar, tetapi seperti yang sudah saya katakan sebelumnya pandangan benar yang mana? Bila pandangan benar yang dimaksud adalah ada buah suatu perbuatan, maka saya setuju.
Tapi bila pandangan benar yang dimaksud adalah dukkha, awal dukkha, lenyapnya dukkha dan Jalan (Cattari Ariya saccani) maka saya tak sependapat.
Karena Cattari Ariya Saccani hanya diselami oleh para meditator yang telah menembus Magga-Phala.
Apakah dikatakan dalam Sutta tersebut bahwa pandangan benar yang dimaksud adalah Cattari Ariya Saccani..?
Kalau dalam rujukan Jalan Mulia Berunsur 8, Sang Buddha sih menjelaskannya demikian. Kalo nda salah dalam Mahasatipatthana sutta juga demikian. Ada beberapa lagi juga demikian. Kalau saya sih berpendapat demikian, ngikutin sutta.
Yah soal hanya bisa diselami yg menembus magga-phala. Ini bisa panjang lagi nih. Ini kembali lagi kepada soal apakah ada perbedaaan antara magga dan phala, sekejab atau tidak ;D. lalu ketika orang punya pandangan benar, bukankan dia sotapanna? yah ini subject to be discuss panjang dan tergantung lihat dari mana lagi. hehehe
saya sependapat dengan bro fabian, dari uraian bro fabian...terlihat bahwa bro fabian merupakan seorang meditator vipassana,
yang menembus dengan dalam karakteristik anicca, dukkha, anatta,, sebagai insight langsung....bukan pemahaman yang berasal dari buku-buku atau dari sutta-sutta _/\_
setelah pencerahan Buddha, lalu lahirlah Mahasatipatthana sutta, yang konon dijelaskan Buddha di desa kuru, karena penduduknya bijaksana.
tidak bisa dibalik, seperti yang bro sumedho katakan,
jawaban bro sumedho seperti jawaban... mahasiswa kepada dosennya.... berdasarkan sutta ini.....berdasarkan sutta ini.... = saya menjawab demikian....demikian....
apakah bro sumedho merupakan seorang meditator vipassana? saya rasa = jelas bukan... ,
bro sumedho tidak menembus cukup dalam terhadap anicca, dukkha, anatta. pemahaman bro sumedho sebagai TEORI belaka, yang dihapal berdasarkan sutta-sutta saja... _/\_ ^:)^
klo jawaban bro sumedho demikian, tentunya yang pangeran siddharta lakukan kuliah di sekolah tinggi agama....bukan meditasi di hutan. _/\_ ^:)^
maaf bro sumedho...
Quote from: koengsukmana on 11 February 2011, 12:57:35 PM
saya sependapat dengan bro fabian, dari uraian bro fabian...terlihat bahwa bro fabian merupakan seorang meditator vipassana,
yang menembus dengan dalam karakteristik anicca, dukkha, anatta,, sebagai insight langsung....bukan pemahaman yang berasal dari buku-buku atau dari sutta-sutta _/\_
setelah pencerahan Buddha, lalu lahirlah Mahasatipatthana sutta, yang konon dijelaskan Buddha di desa kuru, karena penduduknya bijaksana.
tidak bisa dibalik, seperti yang bro sumedho katakan,
jawaban bro sumedho seperti jawaban... mahasiswa kepada dosennya.... berdasarkan sutta ini.....berdasarkan sutta ini.... = saya menjawab demikian....demikian....
apakah bro sumedho merupakan seorang meditator vipassana? saya rasa = jelas bukan... ,
bro sumedho tidak menembus cukup dalam terhadap anicca, dukkha, anatta. pemahaman bro sumedho sebagai TEORI belaka, yang dihapal berdasarkan sutta-sutta saja... _/\_ ^:)^
klo jawaban bro sumedho demikian, tentunya yang pangeran siddharta lakukan kuliah di sekolah tinggi agama....bukan meditasi di hutan. _/\_ ^:)^
maaf bro sumedho...
komentar yg menarik,
Bro keong,
kualifikasi apa yg anda miliki sehingga anda bisa menilai bahwa
(a) seseorang adalah meditator vipassana yang menembus dengan dalam karakteristik anicca, dukkha, anatta,, sebagai insight langsung....bukan pemahaman yang berasal dari buku-buku atau dari sutta-sutta,
dan
(b) seseorang tidak menembus cukup dalam terhadap anicca, dukkha, anatta. bahwa pemahamannya sebagai TEORI belaka, yang dihapal berdasarkan sutta-sutta saja.
wah kalau soal penilaian pribadi sih itu lain cerita lagi bro.
Kalau dari sudut pandang saya, justru apa yg bro yakinini itu juga merupakan salah satu teori juga loh. Banyak teman2 saya yg bisa mengatakan demikian tanpa perlu bermeditasi. Jadi bisa mengatakan orang yg tidak sependapat/berbeda pendapat sebagai orang teoritis yg tidak pernah "menembus?". Orang cenderung memiliki pengalaman, sesuai dengan apa yg sudah pernah didengar juga biasanya.
Saya mencoba kembali lagi kepada Sutta/khotbah Sang Buddha utk kros cek ulang dari praktek dan pengalaman saya. Sejauh ini yg saya lakukan, bukan dengan kata si ini, si itu, guru ini, guru itu. Kalau misalnya bertentangan dengan Sutta/Khotbah Sang Buddha, bagaimana donk?
kalau soal saya sudah "menembus" atau tidak yah... mungkin hanya saya yang tahu, kecuali bro cukup sangat sakti sehingga bisa melakukan itu.
bro sumedho, saya belum tercerahkan.
apakah anda sudah tercerahkan? ariya puggala?
bila sudah, saya mohon dengan tulus...tolong ajarkan saya _/\_ ^:)^ maaf, bila kata2 saya tidak berkenan di hati bro sumedho...
bila belum, kita seperti perumpamaan beberapa orang buta yang memegang gajah dari arah berbeda, ada yang pegang kepala, telinga, ekor dll
metta cittena :)
Terlepas dari masalah soal tercerahkan atau belum, masalah sudut pandang dan praktek dalam buddhisme itu bisa berbeda2. Paling gampang dilihat dari berbagai guru2 yg memiliki pandangan berbeda. Coba anda katakan kepada guru2 yg memiliki pandangan berbeda demikian juga.
Jika kita mengetahui bahwa kita seperti orang buta yg memegang gajah, maka janganlah katakan orang buta lain bahwa definisi gajahnya salah bukan? Kecuali saya salah tentang anda yg sudah tidak buta. Mohon dikoreksi jika bro sudah tidak buta.
Kita semua tentu kembali kepada definisi dan petunjuk guru kita Sang Buddha. Dibandingkan pengetahuan raba2 orang buta sendiri2. Bukan begitu?
inti dari meditasi vipassana adalah sati yang berkesinambungan,
rasa sakit jasmani...akan terlihat jelas dalam semua posisi tubuh, baik berdiri, berjalan, duduk, berbaring, mandi, mencuci,dll
maksud&tujuan ditulisnya topik ini adalah
untuk menolak perNyataan:
ada hubungan rasa nyeri (ketika meditasi duduk) <-> dengan iskemia(kekurangan darah/darah tidak lancar) dalam meditasi duduk, sehingga menimbulkan kesemutan, kaku, panas, pegal, gatal, bisa lumpuh dll,
sebaliknya rasa nyeri ini perlu diobservasi dengan sati&konsentrasi yang dalam, sehingga bisa menembus rasa nyeri tersebut pada jasmani,
*tentunya sati ini dipakai untuk meng-observasi vedana, citta, dhamma, selain daripada rupa...
setelah melewati rasa sakit jasmani yang tidak tertahankan, seorang meditator akan sampai pada Vipassanupakilesa
maksud saya menulis topik ini, untuk menyebarkan dhamma agar semua orang bisa mencicipi Vipassanupakilesa, pseudo-Nibbana, pencerahan semu, sebelum orang tersebut mencapai magga-ñana.
agar tidak pernah takut& ragu untuk menembus rasa sakit jasmani tersebut, yang tidak tertahankan,
pernyataan ini dimuat dalam buku ajahn maha boowa, mahasi sayadaw...
"pain is the key to Nibbana"-pernyataan ini perlu ditembus& dibuktikan secara langsung
namaskara ^:)^
Quote from: koengsukmana on 12 February 2011, 02:45:34 AM
inti dari meditasi vipassana adalah sati yang berkesinambungan,
rasa sakit jasmani...akan terlihat jelas dalam semua posisi tubuh, baik berdiri, berjalan, duduk, berbaring, mandi, mencuci,dll
maksud&tujuan ditulisnya topik ini adalah
untuk menolak perNyataan:
ada hubungan rasa nyeri (ketika meditasi duduk) <-> dengan iskemia(kekurangan darah/darah tidak lancar) dalam meditasi duduk, sehingga menimbulkan kesemutan, kaku, panas, pegal, gatal, bisa lumpuh dll,
sebaliknya rasa nyeri ini perlu diobservasi dengan sati&konsentrasi yang dalam, sehingga bisa menembus rasa nyeri tersebut pada jasmani,
*tentunya sati ini dipakai untuk meng-observasi vedana, citta, dhamma, selain daripada rupa...
setelah melewati rasa sakit jasmani yang tidak tertahankan, seorang meditator akan sampai pada Vipassanupakilesa
maksud saya menulis topik ini, untuk menyebarkan dhamma agar semua orang bisa mencicipi Vipassanupakilesa, pseudo-Nibbana, pencerahan semu, sebelum orang tersebut mencapai magga-ñana.
agar tidak pernah takut& ragu untuk menembus rasa sakit jasmani tersebut, yang tidak tertahankan,
pernyataan ini dimuat dalam buku ajahn maha boowa, mahasi sayadaw...
"pain is the key to Nibbana"-pernyataan ini perlu ditembus& dibuktikan secara langsung
namaskara ^:)^
Sepertiny dengan maksud demikian lalu membuat topik dengan pertanyaan demikian tidak efektif. Alangkah baiknya jika bro bisa membuka maksudnya lebih awal atau bahkan di postingan pertama supaya lebih cepat goool :)
Soal "pain is the key to nibbana", sebenarnya ada sisi lainnya juga karena bukan hanya pain saja yg ada dalam Vedana. Dalam Vedana Samyutta disinggung bahwa Sukha is the key to nibbana juga. Mengapa demikian? Karena bukan rasa sakitnya yg harus dimengerti tapi bagian yg di bold dibawah ini, bukan rasa sakitnya saja.
Quote from: Samyutta Nikaya 36.2: Sukha Sutta
"Para bhikkhu, terdapat tiga perasaan ini. Apakah tiga ini? Perasaan menyenangkan, perasaan menyakitkan, perasaan bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan. Ini adalah tiga perasaan itu" [205]
Apakah menyenangkan ataupun menyakitkan Bersama dengan perasaan bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan, Baik internal maupun eksternal,
Jenis perasaan apa pun yang ada: Setelah mengetahui, "Ini adalah perasaan, Tidak bertahan lama, mengalami kehancuran," Setelah menyentuh dan menyentuh lagi perasaan-perasaan itu, melihat lenyapnya perasaan-perasaan itu, Demikianlah seseorang kehilangan nafsu terhadap perasaan-perasaan itu.228
btw
Quote
maksud saya menulis topik ini, untuk menyebarkan dhamma agar semua orang bisa mencicipi Vipassanupakilesa, pseudo-Nibbana, pencerahan semu, sebelum orang tersebut mencapai magga-ñana.
mengapa bro, kalau vipassanaupakilesa itu disebut pseudo-Nibbana? apakah itu pseudo-Nibbana? Nibbana palsu? Nibbana tiruan? Mirip Nibbana?
bonus: Mahasi sayadaw sendiri banyak membuat komentar2 dari Sutta, menjelaskan berdasarkan sutta ini, sutta itu. Jadi apakah mahasi sayadaw bukan meditator vipassana? Apakah mahasi sayadaw belum menembus anicca dukkha anatta? Dan pemahamannya merupakan TEORI belaka?
Quote from: koengsukmana on 11 February 2011, 09:42:37 PM
bro sumedho, saya belum tercerahkan.
apakah anda sudah tercerahkan? ariya puggala?
bila sudah, saya mohon dengan tulus...tolong ajarkan saya _/\_ ^:)^ maaf, bila kata2 saya tidak berkenan di hati bro sumedho...
bila belum, kita seperti perumpamaan beberapa orang buta yang memegang gajah dari arah berbeda, ada yang pegang kepala, telinga, ekor dll
metta cittena :)
Tidak perlu seorang ariya puggala untuk mencerahkan seseorang.
jika kualitas orang tsb masih cetek, buddha pun ga sanggup mencerahkannya
namun jika kualitasnya 'sudah saatnya', maka sebutir batupun sudah cukup untuk mencerahkan orang tsb..
Satu lagi, kita semua saling asah-asih-asuh disini, ariya atau tidak, sama saja...
Masuk ke sini dengan trik merendah dan mulai mengadu domba adalah tindakan yg jauh dari kebijaksanaan...
::
Quote from: Sumedho on 12 February 2011, 06:38:39 AM
Sepertiny dengan maksud demikian lalu membuat topik dengan pertanyaan demikian tidak efektif. Alangkah baiknya jika bro bisa membuka maksudnya lebih awal atau bahkan di postingan pertama supaya lebih cepat goool :)
Soal "pain is the key to nibbana", sebenarnya ada sisi lainnya juga karena bukan hanya pain saja yg ada dalam Vedana. Dalam Vedana Samyutta disinggung bahwa Sukha is the key to nibbana juga. Mengapa demikian? Karena bukan rasa sakitnya yg harus dimengerti tapi bagian yg di bold dibawah ini, bukan rasa sakitnya saja.
btwmengapa bro, kalau vipassanaupakilesa itu disebut pseudo-Nibbana? apakah itu pseudo-Nibbana? Nibbana palsu? Nibbana tiruan? Mirip Nibbana?
bonus: Mahasi sayadaw sendiri banyak membuat komentar2 dari Sutta, menjelaskan berdasarkan sutta ini, sutta itu. Jadi apakah mahasi sayadaw bukan meditator vipassana? Apakah mahasi sayadaw belum menembus anicca dukkha anatta? Dan pemahamannya merupakan TEORI belaka?
Bro Tuhan yang baik, maaf ikut urun pendapat, Menurut yang saya baca dalam Sukha Samyutta tersebut tidak disebutkan sukha adalah key to Nibbana. Sutta itu nampaknya hanya menyatakan bahwa
ada tiga macam perasaan dan perasaan itu muncul dan lenyap kembali.Disini menjelaskan kaitan yang saya sebutkan tersebut, bahwa orang yang melihat dukkha juga melihat tiga karakteristik lainnya. Coba perhatikan Sukha Samyutta yang bro kutip sendiri menyatakan bahwa perasaan itu muncul dan lenyap, bersifat
anicca. Jadi sukha maupun dukkha dalam Sutta tersebut dimengerti sebagai suatu bentuk fenomena batin yang muncul dan lenyap kembali.
Quote"Jenis perasaan apa pun yang ada: Setelah mengetahui, "Ini adalah perasaan, Tidak bertahan lama, mengalami kehancuran," Setelah menyentuh dan menyentuh lagi perasaan-perasaan itu, melihat lenyapnya perasaan-perasaan itu, Demikianlah seseorang kehilangan nafsu terhadap perasaan-perasaan itu.228"
Jadi
Sukha Sutta ini sebenarnya adalah panduan berlatih Vedananupassana (Perhatian pada perasaan).
Setahu saya tak ada yang menyatakan sukha is the key to Nibbana dalam tradisi Theravada. Kecuali aliran Buddhis yang lainnya.
Mengenai Mahasi Sayadaw, menurut saya beliau juga harus dimengerti sebagai komentator, seperti komentator lainnya, terlepas dari mereka mengalami atau tidak. Achariya Buddhagosa juga komentator. Bila kita membaca hasil karya Achariya Budddhagosa seperti Visuddhi Magga misalnya, kita akan mengerti bahwa beliau juga membuat buku itu berdasarkan sutta ini atau sutta itu, atau menurut guru ini atau guru itu.
Kita tahu bahwa menurut komentar Visuddhi Magga bahwa Achariya Buddhagosa adalah seorang Sotapanna.
Mahasi Sayadaw sendiri diyakini telah mencapai tingkat kesucian Arahat.
kan di postingan aye sebelumnya dah jelas bahwa jika kita berkata pain is the key to nibbana, sukkha / sebagai lawannya jg bisa dikatakan key to nibbana juga. maka itu ada dalam sukha sutta itu. perasaan apapun *termasuk yg tidak menyenangkan/sakit, menyenangkan/sukkha, netral* harus dipahami bahwa hal itu akan berubah.
Saya cuma mencoba menyinggung bahwa jgn dilihat dari yg tidak menyenangkan saja, hal yg menyenangkan juga bisa menjadi bahan renungan, gitu loh. Supaya tidak dikira harus menyiksa diri dan menolak/takut utk mengenal bahwa sukkha itu juga akan berubah
Soal lihat dukkha lalu anicca dan anatta, itu kan teorinya. Tapi kalau tanpa pandangan benar, tentu bisa saja orang melihat dukkha atau anicca tapi masih belum sampe anatta. maka itu kan dipostingan sebelumnya dah bilang kalau aye berpendapat berbeda, menurut aye bisa saja demikian, banyak koq yg belon sampe sono seperti yg diajarkan guru Buddha. *ngulang lagi deh*
Quote from: Sumedho on 14 February 2011, 06:19:54 AM
kan di postingan aye sebelumnya dah jelas bahwa jika kita berkata pain is the key to nibbana, sukkha / sebagai lawannya jg bisa dikatakan key to nibbana juga. maka itu ada dalam sukha sutta itu. perasaan apapun *termasuk yg tidak menyenangkan/sakit, menyenangkan/sukkha, netral* harus dipahami bahwa hal itu akan berubah.
Saya cuma mencoba menyinggung bahwa jgn dilihat dari yg tidak menyenangkan saja, hal yg menyenangkan juga bisa menjadi bahan renungan, gitu loh. Supaya tidak dikira harus menyiksa diri dan menolak/takut utk mengenal bahwa sukkha itu juga akan berubah
Soal lihat dukkha lalu anicca dan anatta, itu kan teorinya. Tapi kalau tanpa pandangan benar, tentu bisa saja orang melihat dukkha atau anicca tapi masih belum sampe anatta. maka itu kan dipostingan sebelumnya dah bilang kalau aye berpendapat berbeda, menurut aye bisa saja demikian, banyak koq yg belon sampe sono seperti yg diajarkan guru Buddha. *ngulang lagi deh*
Maaf saya tidak sependapat bro, karena Sang Buddha mengajarkan dukkha, awal dukkha, lenyapnya dukkha dan jalan untuk melenyapkannya.
Tak bisa kita mengatakan "okay sebagai lawannya bisa juga kita mengatakan sukha, awal sukha, lenyapnya sukha dan jalan untuk melenyapkan sukha".
Sukha hanya dimengerti sebagai suatu bentuk yang juga berubah, tetapi bukan the key to Nibbana, karena Nibbana itu sendiri adalah juga sukha.
Sang Buddha berusaha selama jumlah kelahiran yang tak terhitung untuk mencari jalan terlepas dari dukkha, bukan terlepas dari sukha.
Lenyapnya dukkha, itulah sukha Nibbana. (Nibbana paramam sukham)
Bro Tuhan yang baik, sebenarnya setiap orang yang melihat dukkha pasti melihat anicca, tapi mereka tak menyadarinya. Juga melihat anatta, tapi tak menyadarinya.
Nanti
bila pengetahuan Vipassana telah berkembang lebih jauh, maka ia akan menyadari, Ooh itu toh yang dimaksud anicca..? Ooh itu toh yang dimaksud anatta...?
Mettacittena,
yah soal lawannya kan sudah ada dalam sukkha sutta juga. -.-! Jangan rule "lawan-nya" itu dipakai semaunya pada semua konteks jg donk ;D kalo gitu semua jg bisa kaco jadinya pulak :hammer:
soal
Quote
Bro Tuhan yang baik, sebenarnya setiap orang yang melihat dukkha pasti melihat anicca, tapi mereka tak menyadarinya. Juga melihat anatta, tapi tak menyadarinya.
Nanti bila pengetahuan Vipassana telah berkembang lebih jauh, maka ia akan menyadari, Ooh itu toh yang dimaksud anicca..? Ooh itu toh yang dimaksud anatta...?
*de javu*
tidak semua orang mengenal ajaran Sang Buddha, jadi tanpa mengetahui tentang anatta, dia tidak akan tahu tentang itu dan bisa saja perbandangan yg bukan demikian. unless pada kasus pacekka buddha atau samma sambuddha. *lupa udah repeat keberapa*
Quote from: Sumedho on 14 February 2011, 10:33:41 AM
yah soal lawannya kan sudah ada dalam sukkha sutta juga. -.-! Jangan rule "lawan-nya" itu dipakai semaunya pada semua konteks jg donk ;D kalo gitu semua jg bisa kaco jadinya pulak :hammer:
Saya setuju bro, Sutta jangan lah diartikan secara serampangan. Sukkha sutta jelas mengatakan ada tiga jenis perasaan, yaitu: menyenangkan, tidak menyenangkan dan netral. Seseorang yang berlatih memperhatikan perasaan perlu mengetahui tiga macam perasaan ini. Dan juga mengetahui karakteristiknya.
Dalam beberapa Sutta Sang Buddha sering mengatakan bahwa Sang Buddha mengajarkan dukkha (stress) dan akhir dari dukkha (Nibbana). bukan sukkha dan akhir dari sukkha.
Jadi bila ketiganya (sukkha, dukkha dan neutral) dijadikan sebagai objek perhatian maka itu termasuk vedananupassana.
Dalam Sutta-Sutta sering terjadi para Bhikkhu yang mencapai tingkat kesucian setelah memperhatikan rasa sakit yang timbul, tapi saya rasa tak pernah ada dikatakan mencapai kesucian dengan memperhatikan rasa menyenangkan yang timbul.
Quotesoal *de javu*
tidak semua orang mengenal ajaran Sang Buddha, jadi tanpa mengetahui tentang anatta, dia tidak akan tahu tentang itu dan bisa saja perbandangan yg bukan demikian. unless pada kasus pacekka buddha atau samma sambuddha. *lupa udah repeat keberapa*
Kenyataannya tidaklah demikian bro, seseorang yang tak mengetahui tentang anatta sama-sekali dan tak pernah diajarkan mengenai anatta suatu ketika akan mengetahui dan mengalami sendiri anatta bila ia berlatih Vipassana terus-menerus, hingga mencapai tingkat tertentu.
Untuk menambah pengertian mengenai Vedananupassana ini mungkin link berikut dapat membantu:
http://www.bps.lk/olib/wh/wh303-p.html#31Cessation (http://www.bps.lk/olib/wh/wh303-p.html#31Cessation)
Mettacittena,
-.-!
yang memang kita memiliki perbedaan pendapat. Menurut saya melihat sukkha dan ketidakkekalannya sih bisa. Demikian soal anattanya, bagi saya tahu dukkha saja banyak, tapi tidak bisa suci. tapi yah karena itu lah kita berbeda pendapat bukan?
-.-!
Setahu saya dalam Satipatthana Sutta, dalam perenungan perasaan, yang diamati adalah 3 macam: menyenangkan, tidak menyenangkan, dan netral. Dalam hal ini, ketidak-kekalan perasaan tersebut (timbul & tenggelamnya 3 perasaan) itu yang disebut dukkha, bukan hanya perasaan tidak menyenangkan saja.
[spoiler]... di sini, seorang bhikkhu yang sedang merasakan perasaan menyenangkan mengetahui bahwa ia sedang merasakan perasaan menyenangkan; merasakan perasaan menyakitkan, ia mengetahui bahwa ia sedang merasakan perasaan menyakitkan; merasakan perasaan yang bukan menyenangkan juga bukan menyakitkan, ia mengetahui bahwa ia sedang merasakan perasaan yang bukan menyenangkan juga bukan menyakitkan...
... ia berdiam merenungkan munculnya fenomena dalam perasaan, lenyapnya fenomena, serta muncul dan lenyapnya fenomena dalam perasaan ... [/spoiler]
Sebenarnya sukha itu kalo diamat2i ternyata mengandung dukha juga. Karena perasaan sukha itu tidak bisa bertahan lama.
Jadi mau mengamati sukha atau dukha ataupun netral, menurut saya sama saja hasilnya. Semuanya akan bermuara pada anica dan anatta.