Kalau kita membaca kitab suci, mungkin Tipitaka, Al-quran, Injil atau kitab suci yang lainnya, kita akan melihat bahwa mereka yang melakukan kebajikan akan terlahir di Surga. Di Surga kita akan mendapatkan istana yang terbuat dari emas, semua kemewahan tersedia. Bagi yang pria, ribuan bidadari akan siap mendampingi. Setidaknya, itulah gambaran yang diberikan oleh kitab suci. Akan tetapi, sangat sedikit bahkan selama ini saya sulit menemukan statement yang mengatakan bahwa kalau wanita bajik yang terlahir di surga akan ditemani oleh ribuan bidadara, karena lelaki ditemani oleh ribuan bidadari. Dengan fakta ini, jelas surga pun masih tidak lepas dari diskriminasi, namun kalau wanita bajik yang telahir di surga ditemani oleh ribuan bidadara, berapa lama wanita itu akan sanggup bertahan di surga? Sungguh terjadi dilemma, mau disetarakan secara etika manusia, wanita tidak akan sanggup bertahan tetapi kalau tidak disetarakan, surga pun tidak lepas dari diskriminasi. 
Ini adalah pendapat saya, kalau saya adalah wanita, jelas saya tidak mau terlahir di surga. Lebih baik, saya segera merealisasi Nibbāna.
Bagaimana pendapat teman-teman? Ayo didiskusikan.
			
			
			
				bhante, apakah ada rujukan yg mengatakan bagaimana pria terlahir sebagai wanita atau kebalikannya? dalam hubungan dengan topik ini yah bisa jadi wanita terlahir jadi dewa?
			
			
			
				hmmm kalo menurut pendapat saya, 
biasanya banyak kaum laki2 (manusia) berbuat kebajikan dgn pengharapan untuk ditemani oleh banyak wanita2 cantik, sdgkan wanita jarang yang berharap demikian. sehingga akibat kelahiran kembali di alam dewa, maka terjadi sessuai pengharapan masing2 sesuai kamma baik yang telah dilakukan pada kehdpan sebelumnya.
			
			
			
				Tanya; emang di tipitakka menyebutkan jika terlahir di alam dewa akan ditemani oleh bidadari?
			
			
			
				pernah baca, tapi lupa di mana. Katanya di alam surga tidak ada hubungan kelamin, kalo demikian, apa bedanya lahir sebagai dewa atau dewi di alam surga ? bisa saja, pria dilahirkan sebagai wanita di alam surga, dan wanita dilahirkan sebagai pria di alam surga, tergantung pada tekad masing masing.
 _/\_
			
			
			
				Quote from: dhammasiri on 05 July 2010, 11:09:07 AM
Kalau kita membaca kitab suci, mungkin Tipitaka, Al-quran, Injil atau kitab suci yang lainnya, kita akan melihat bahwa mereka yang melakukan kebajikan akan terlahir di Surga. Di Surga kita akan mendapatkan istana yang terbuat dari emas, semua kemewahan tersedia. Bagi yang pria, ribuan bidadari akan siap mendampingi. Setidaknya, itulah gambaran yang diberikan oleh kitab suci. Akan tetapi, sangat sedikit bahkan selama ini saya sulit menemukan statement yang mengatakan bahwa kalau wanita bajik yang terlahir di surga akan ditemani oleh ribuan bidadara, karena lelaki ditemani oleh ribuan bidadari. Dengan fakta ini, jelas surga pun masih tidak lepas dari diskriminasi, namun kalau wanita bajik yang telahir di surga ditemani oleh ribuan bidadara, berapa lama wanita itu akan sanggup bertahan di surga? Sungguh terjadi dilemma, mau disetarakan secara etika manusia, wanita tidak akan sanggup bertahan tetapi kalau tidak disetarakan, surga pun tidak lepas dari diskriminasi. 
Ini adalah pendapat saya, kalau saya adalah wanita, jelas saya tidak mau terlahir di surga. Lebih baik, saya segera merealisasi Nibbāna.
Bagaimana pendapat teman-teman? Ayo didiskusikan.
Sam, kalau Anda menyajikan pikiran seperti ini; ini artinya Anda sedang melakukan "pemilihan agama" atas dasar suka atau tidak suka. 
Konsep "ditemani bidadari (malaikat) di surga" adalah konsep di kepercayaan lain. Di kepercayaan lain, konsep itu adalah kebahagiaan tertinggi. Jika Sam malah lebih tertarik dengan konsep Nibbana (yang tidak ada di kepercayaan lain); maka ini sudah menjurus pada 
conflict of interest. :)
			
 
			
			
				Quote from: dhammasiri on 05 July 2010, 11:09:07 AM
Kalau kita membaca kitab suci, mungkin Tipitaka, Al-quran, Injil atau kitab suci yang lainnya, kita akan melihat bahwa mereka yang melakukan kebajikan akan terlahir di Surga. Di Surga kita akan mendapatkan istana yang terbuat dari emas, semua kemewahan tersedia. Bagi yang pria, ribuan bidadari akan siap mendampingi. Setidaknya, itulah gambaran yang diberikan oleh kitab suci. Akan tetapi, sangat sedikit bahkan selama ini saya sulit menemukan statement yang mengatakan bahwa kalau wanita bajik yang terlahir di surga akan ditemani oleh ribuan bidadara, karena lelaki ditemani oleh ribuan bidadari. Dengan fakta ini, jelas surga pun masih tidak lepas dari diskriminasi, namun kalau wanita bajik yang telahir di surga ditemani oleh ribuan bidadara, berapa lama wanita itu akan sanggup bertahan di surga? Sungguh terjadi dilemma, mau disetarakan secara etika manusia, wanita tidak akan sanggup bertahan tetapi kalau tidak disetarakan, surga pun tidak lepas dari diskriminasi. 
Ini adalah pendapat saya, kalau saya adalah wanita, jelas saya tidak mau terlahir di surga. Lebih baik, saya segera merealisasi Nibbāna.
Bagaimana pendapat teman-teman? Ayo didiskusikan.
Saya rasa hal ini berkaitan dengan budaya patriachi yang terbawa dalam pembentukkan agama-agama, itu saja.
			
 
			
			
				Kalau jujur, gw merasa hal itu menarik bg gw sbgai cwox. Ntahlah kalo wanita?
Tp bila ia gak suka, ia bs melatih mencapai jhana pertama setidaknya k alam brahma atau tusita guna mendngar dharma bodhisatva maitreya.
			
			
			
				Quote from: upasaka on 05 July 2010, 11:49:29 AM
Quote from: dhammasiri on 05 July 2010, 11:09:07 AM
Kalau kita membaca kitab suci, mungkin Tipitaka, Al-quran, Injil atau kitab suci yang lainnya, kita akan melihat bahwa mereka yang melakukan kebajikan akan terlahir di Surga. Di Surga kita akan mendapatkan istana yang terbuat dari emas, semua kemewahan tersedia. Bagi yang pria, ribuan bidadari akan siap mendampingi. Setidaknya, itulah gambaran yang diberikan oleh kitab suci. Akan tetapi, sangat sedikit bahkan selama ini saya sulit menemukan statement yang mengatakan bahwa kalau wanita bajik yang terlahir di surga akan ditemani oleh ribuan bidadara, karena lelaki ditemani oleh ribuan bidadari. Dengan fakta ini, jelas surga pun masih tidak lepas dari diskriminasi, namun kalau wanita bajik yang telahir di surga ditemani oleh ribuan bidadara, berapa lama wanita itu akan sanggup bertahan di surga? Sungguh terjadi dilemma, mau disetarakan secara etika manusia, wanita tidak akan sanggup bertahan tetapi kalau tidak disetarakan, surga pun tidak lepas dari diskriminasi. 
Ini adalah pendapat saya, kalau saya adalah wanita, jelas saya tidak mau terlahir di surga. Lebih baik, saya segera merealisasi Nibbāna.
Bagaimana pendapat teman-teman? Ayo didiskusikan.
Sam, kalau Anda menyajikan pikiran seperti ini; ini artinya Anda sedang melakukan "pemilihan agama" atas dasar suka atau tidak suka. 
Konsep "ditemani bidadari (malaikat) di surga" adalah konsep di kepercayaan lain. Di kepercayaan lain, konsep itu adalah kebahagiaan tertinggi. Jika Sam malah lebih tertarik dengan konsep Nibbana (yang tidak ada di kepercayaan lain); maka ini sudah menjurus pada conflict of interest. :)
bukannya di buddhis ada :
500 bidadari berkaki merah muda (ftp://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12959.msg236814.html)
			
 
			
			
				Quote from: No Pain No Gain on 05 July 2010, 11:22:52 AM
hmmm kalo menurut pendapat saya, 
biasanya banyak kaum laki2 (manusia) berbuat kebajikan dgn pengharapan untuk ditemani oleh banyak wanita2 cantik, sdgkan wanita jarang yang berharap demikian. sehingga akibat kelahiran kembali di alam dewa, maka terjadi sessuai pengharapan masing2 sesuai kamma baik yang telah dilakukan pada kehdpan sebelumnya.
Saya setuju dengan pendapat di atas.
Ga perlu jauh2 ke sorga, kita lihat di dunia ini kalau pria banyak duit & berkuasa, banyak yang keinginannya adalah memiliki wanita/istri yang banyak.
Sebaliknya kalau ada wanita banyak duit & berkuasa, sangat sedikit sekali yang keinginannya adalah memiliki pria yang banyak. Intinya kebahagiaan wanita dan pria memang berbeda. Mungkin saja sorganya wanita adalah shopping gratis semua baju/tas/sepatu/aksesoris merk terkenal. 
			
 
			
			
				Quote from: Kainyn_Kutho on 05 July 2010, 02:42:55 PM
Quote from: No Pain No Gain on 05 July 2010, 11:22:52 AM
hmmm kalo menurut pendapat saya, 
biasanya banyak kaum laki2 (manusia) berbuat kebajikan dgn pengharapan untuk ditemani oleh banyak wanita2 cantik, sdgkan wanita jarang yang berharap demikian. sehingga akibat kelahiran kembali di alam dewa, maka terjadi sessuai pengharapan masing2 sesuai kamma baik yang telah dilakukan pada kehdpan sebelumnya.
Saya setuju dengan pendapat di atas.
Ga perlu jauh2 ke sorga, kita lihat di dunia ini kalau pria banyak duit & berkuasa, banyak yang keinginannya adalah memiliki wanita/istri yang banyak.
Sebaliknya kalau ada wanita banyak duit & berkuasa, sangat sedikit sekali yang keinginannya adalah memiliki pria yang banyak. Intinya kebahagiaan wanita dan pria memang berbeda. Mungkin saja sorganya wanita adalah shopping gratis semua baju/tas/sepatu/aksesoris merk terkenal. 
gratis gak seru, diskonan baru mantep :))
			
 
			
			
				Boleh pesen surga ya?
Tolong saya pesan surga yang ada air mancur coklat, kolam Milo pake es batu, makannya black forest dan tiramisu terus tiap hari tapi tidak bosan-bosan.
Dan semuanya 0 kalori biar ga ndut.
			
			
			
				Quote from: Hendra Susanto on 05 July 2010, 02:50:43 PM
gratis gak seru, diskonan baru mantep :))
Mungkin juga. Biasa wanita 'kan "reaksi"-nya sama kata "diskon". :D
			
 
			
			
				Quote from: ryu on 05 July 2010, 01:52:08 PM
bukannya di buddhis ada :
500 bidadari berkaki merah muda (ftp://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12959.msg236814.html)
Tapi Tipitaka tidak menyatakan "setelah meninggal bisa mendapatkan bidadari", kan? 
Ada bidadari dan 
mendapatkan bidadari itu berbeda loh... 
			
 
			
			
				Quote from: upasaka on 05 July 2010, 04:20:25 PM
Quote from: ryu on 05 July 2010, 01:52:08 PM
bukannya di buddhis ada :
500 bidadari berkaki merah muda (ftp://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,12959.msg236814.html)
Tapi Tipitaka tidak menyatakan "setelah meninggal bisa mendapatkan bidadari", kan? Ada bidadari dan mendapatkan bidadari itu berbeda loh... 
yang saya tangkap seh mksd samaneri bukan gitu..tapi di kebanyakan kisah yang ada, kok gak ada bidadari yang dikelilingi bidadara (mungkin poliandri kali yah) ? cmiiw
			
 
			
			
				Quote from: Hendra Susanto on 05 July 2010, 02:50:43 PM
Quote from: Kainyn_Kutho on 05 July 2010, 02:42:55 PM
Quote from: No Pain No Gain on 05 July 2010, 11:22:52 AM
hmmm kalo menurut pendapat saya, 
biasanya banyak kaum laki2 (manusia) berbuat kebajikan dgn pengharapan untuk ditemani oleh banyak wanita2 cantik, sdgkan wanita jarang yang berharap demikian. sehingga akibat kelahiran kembali di alam dewa, maka terjadi sessuai pengharapan masing2 sesuai kamma baik yang telah dilakukan pada kehdpan sebelumnya.
Saya setuju dengan pendapat di atas.
Ga perlu jauh2 ke sorga, kita lihat di dunia ini kalau pria banyak duit & berkuasa, banyak yang keinginannya adalah memiliki wanita/istri yang banyak.
Sebaliknya kalau ada wanita banyak duit & berkuasa, sangat sedikit sekali yang keinginannya adalah memiliki pria yang banyak. Intinya kebahagiaan wanita dan pria memang berbeda. Mungkin saja sorganya wanita adalah shopping gratis semua baju/tas/sepatu/aksesoris merk terkenal. 
gratis gak seru, diskonan baru mantep :))
diskonan + unlimited budget .. hmmmmm ..  ^-^
			
 
			
			
				Quote from: No Pain No Gain on 05 July 2010, 04:42:41 PM
yang saya tangkap seh mksd samaneri bukan gitu..tapi di kebanyakan kisah yang ada, kok gak ada bidadari yang dikelilingi bidadara (mungkin poliandri kali yah) ? cmiiw
Betul. Itu yang hendak disampaikan oleh Samanera Dhammasiri... 
			
 
			
			
				kwkwk dr penjabarannya keliatan bgt yah apa yg sebenarnya diinginkan org2 pda umumnya
[dlm konteks duniawi] =))
mkanya dipake buat menarik perhatian, biar banyak 'pengunjung'nya =))
mirip strategi marketing jdinya =))
			
			
			
				Quote from: dhammasiri on 05 July 2010, 11:09:07 AM
Ini adalah pendapat saya, kalau saya adalah wanita, jelas saya tidak mau terlahir di surga. Lebih baik, saya segera merealisasi Nibbāna.
Bagaimana pendapat teman-teman? Ayo didiskusikan.
saya teringat kata2 luang por jumnean di dhamma talk jumat lalu .. Beliau mengatakan bahwa meskipun telah mencapai jhanna 8 pun, "percuma" karena belum mencapai nibbana .. dan apabila belum mencapai tingkat kesucian (yg ada "garansi" berapa kali terlahir lagi sudah nibbana), maka akan "tersangkut" berkalpa2 tanpa bisa mencapai nibbana karena sulitnya terlepas dari kebahagiaan di alam brahma ..
			
 
			
			
				Quote from: tania on 05 July 2010, 07:06:40 PM
Quote from: dhammasiri on 05 July 2010, 11:09:07 AM
Ini adalah pendapat saya, kalau saya adalah wanita, jelas saya tidak mau terlahir di surga. Lebih baik, saya segera merealisasi Nibbāna.
Bagaimana pendapat teman-teman? Ayo didiskusikan.
saya teringat kata2 luang por jumnean di dhamma talk jumat lalu .. Beliau mengatakan bahwa meskipun telah mencapai jhanna 8 pun, "percuma" karena belum mencapai nibbana .. dan apabila belum mencapai tingkat kesucian (yg ada "garansi" berapa kali terlahir lagi sudah nibbana), maka akan "tersangkut" berkalpa2 tanpa bisa mencapai nibbana karena sulitnya terlepas dari kebahagiaan di alam brahma ..
ajaran Buddha tidak ada yang namanya 'percuma' ! kalau percuma = sia-sia
tidaklah gampang bisa mencapai Jhana 1 ! apalagi Jhana 8 ^-^
janganlah mengukur dengan hasil pencapaian tapi pahamilah apa yang telah kita lakukan.
kamsia
			
 
			
			
				Quote from: tania on 05 July 2010, 07:06:40 PM
Quote from: dhammasiri on 05 July 2010, 11:09:07 AM
Ini adalah pendapat saya, kalau saya adalah wanita, jelas saya tidak mau terlahir di surga. Lebih baik, saya segera merealisasi Nibbāna.
Bagaimana pendapat teman-teman? Ayo didiskusikan.
saya teringat kata2 luang por jumnean di dhamma talk jumat lalu .. Beliau mengatakan bahwa meskipun telah mencapai jhanna 8 pun, "percuma" karena belum mencapai nibbana .. dan apabila belum mencapai tingkat kesucian (yg ada "garansi" berapa kali terlahir lagi sudah nibbana), maka akan "tersangkut" berkalpa2 tanpa bisa mencapai nibbana karena sulitnya terlepas dari kebahagiaan di alam brahma ..
setahu sy , anagami jg sudah mencpai kesucian? mgapa tania blg blum mencpai(yg ada garansinya itu trmasuk sotapanna, sakadagami, anagami)???
kamsia ehe ehe he he
			
 
			
			
				Quote from: Johsun on 05 July 2010, 08:51:18 PM
Quote from: tania on 05 July 2010, 07:06:40 PM
Quote from: dhammasiri on 05 July 2010, 11:09:07 AM
Ini adalah pendapat saya, kalau saya adalah wanita, jelas saya tidak mau terlahir di surga. Lebih baik, saya segera merealisasi Nibbāna.
Bagaimana pendapat teman-teman? Ayo didiskusikan.
saya teringat kata2 luang por jumnean di dhamma talk jumat lalu .. Beliau mengatakan bahwa meskipun telah mencapai jhanna 8 pun, "percuma" karena belum mencapai nibbana .. dan apabila belum mencapai tingkat kesucian (yg ada "garansi" berapa kali terlahir lagi sudah nibbana), maka akan "tersangkut" berkalpa2 tanpa bisa mencapai nibbana karena sulitnya terlepas dari kebahagiaan di alam brahma ..
setahu sy , anagami jg sudah mencpai kesucian? mgapa tania blg blum mencpai(yg ada garansinya itu trmasuk sotapanna, sakadagami, anagami)???
kamsia ehe ehe he he
asalamulaitono
tu arti nya dah ada jaminan pasti akan menjadi seorang arahat (suci belum tentu telah arahat)
4 tingkatan kesucian : sotapanna, sakadagami, anagami dan arahat.
3 tingkat kesucian selain arahat masih akan mengalami tumimbal lahir (masih berada di alam samsara) sampe beberapa kali lagi (tergantung tingkat kesucian yg dicapai) baru seseorang akan mencapai arahat (tidak akan terlahir lagi di alam apa pun)
walaikumtono
			
 
			
			
				Quote from: dhanuttono on 05 July 2010, 09:05:18 PM
Quote from: Johsun on 05 July 2010, 08:51:18 PM
Quote from: tania on 05 July 2010, 07:06:40 PM
Quote from: dhammasiri on 05 July 2010, 11:09:07 AM
Ini adalah pendapat saya, kalau saya adalah wanita, jelas saya tidak mau terlahir di surga. Lebih baik, saya segera merealisasi Nibbāna.
Bagaimana pendapat teman-teman? Ayo didiskusikan.
saya teringat kata2 luang por jumnean di dhamma talk jumat lalu .. Beliau mengatakan bahwa meskipun telah mencapai jhanna 8 pun, "percuma" karena belum mencapai nibbana .. dan apabila belum mencapai tingkat kesucian (yg ada "garansi" berapa kali terlahir lagi sudah nibbana), maka akan "tersangkut" berkalpa2 tanpa bisa mencapai nibbana karena sulitnya terlepas dari kebahagiaan di alam brahma ..
setahu sy , anagami jg sudah mencpai kesucian? mgapa tania blg blum mencpai(yg ada garansinya itu trmasuk sotapanna, sakadagami, anagami)???
kamsia ehe ehe he he
asalamulaitono
tu arti nya dah ada jaminan pasti akan menjadi seorang arahat (suci belum tentu telah arahat)
4 tingkatan kesucian : sotapanna, sakadagami, anagami dan arahat.
3 tingkat kesucian selain arahat masih akan mengalami tumimbal lahir (masih berada di alam samsara) sampe beberapa kali lagi (tergantung tingkat kesucian yg dicapai) baru seseorang akan mencapai arahat (tidak akan terlahir lagi di alam apa pun)
walaikumtono
tingkat kesucian selain arahat akan terlahir lagi, namun dalam tingkat kesucian tertentu (saya lupa apa) sudah "menutup" pintu alam samsara .. jadi hanya mungkin lahir di 26 alam (selain alam2 samsara), kalau tidak salah paling "rendah" levelnya alam manusia ..
"percuma" maksud saya diatas merujuk pada lamanya waktu yg diperlukan untuk ke nibbana, karena meskipun terlahir kembali maksimal 4 kali kehidupan, namun jika alam yg ditinggali membutuhkan waktu berkalpa2, terasa terlalu lama dan sulit untuk sampai pada nibbana ..  _/\_
			
 
			
			
				Quote from: Sumedho on 05 July 2010, 11:17:34 AM
bhante, apakah ada rujukan yg mengatakan bagaimana pria terlahir sebagai wanita atau kebalikannya? dalam hubungan dengan topik ini yah bisa jadi wanita terlahir jadi dewa?
Cerita Theri Isidasi dalam Therigāthā mengisahkan bagaimana pada salah satu kehidupan lampaunya, theri ini adalah seorang laki. Berkaitan dengan wanita terlahir jadi dewa bisa dilihat dari cerita dewi Mahamaya, ibunda Pangeran Siddhatta. Ia dilahirkan menjadi seorang dewa (bukan dewi) di alam Tavatimsa.
			
 
			
			
				Surga  dalam pengertiannya sebagai Sugati
Sugati berarti 'good going' atau ' good destiniy'. Sugati merupakan sebutan untuk alam-alam yang bahagia 'diatas' manusia. Sugati sering juga disebut sebagai saggaṃ lokaṃ.  Hal inilah yang secara umum dikenal sebagai alam surga. Alama surga ini sebagai hasil melakukan puñña, bukan kusala. Alam surga bukanlah tujuan akhir umat Buddha. Tujuan akhirnya adalah Nibbāna.
Surga: bidadari dan bidadara
Kita harus mencari dulu kutipan dan sumber yang valid tentang anggapan bahwa terlahir di alam surga bagi pria nantinya akan ditemani  bidadari cantik dan sebaliknya, di dalam Tipiṭaka atau Aṭṭhakathā jika kita ingin melihat masalah ini dari Buddhist perspective. Apalagi, tadi samanera masih menyebutnya sebagai "mungkin di dalam Tipiṭaka". Kata bidadari dalam bahasa Pāli adalah devi "a female deva". Saya tidak menemukan adanya padanan kata bidadara dalam bahasa Pāli. Saya mengira hanyalah kata deva sebagai padanan kata terdekat untuk kata bidadara.  
Bagaimana kalau ternyata mereka menemani satu sama lain. Deva ditemani devi yang sering dipahami sebagai bidadari dan devi ditemani deva yang dalam thread ini mungkin yang dimaksud sebagai bidadara. Dan bagaimana pula kalau ternyata ada deva yang tidak ditemani banyak bidadari dan justru malah ada banyak devi yang ditemani bidadara. Siapa tahu? 
Selanjutnya saat membahas alam surga di dalam agama Buddha, kita harus sadar betul bahwa ada 26 alam surga yang diklasifikasikan sebagai alam deva dan brahma. Lihat saja misalnya kutipan di dalam Vibhaṅga Aṭthakathā halaman 521 menyebutkan bahwa ada 26 alam surga dan 1 alam manusia sehingga ada 27 alam (sattavīsati). Selanjutnya dikatakan bahwa 26 alam surga dibagi dalam 6 kelompok (chabbīsati devalokā) yaitu 6 kāmāvacara,  ada 9 alam brahma, 5 alam suddhāvāsa, 4 alam Arūpa, satu Asaññasatta dan satu alam vehapphala (Iti cha kāmāvacarā, nava brahmalokā, pañca suddhāvāsā, cattāro arūpā asaññasattavehapphalehi saddhiṃ chabbīsati devalokā; manussalokena saddhiṃ sattavīsati). Dengan demikian, kalaupun ada deva yang ditemani bidadari, devi yang tidak ditemani bidadara dan atau devi yang ditemani bidadara, hal ini terjadi di alam deva kāma loka. Sehingga, pembahasan surga ini juga harus spesifikan pada surga yang mana? Karena menurut saya tidak ada bidadari dan bidadara untuk teman bersenang-senang di alam-alam yang tinggi (alam 9 brahma, 5 suddhāvāsa, 4 Arūpa, Asaññasatta dan Vehapphala)
Selanjutnya, karena belum ada orang yang kembali dari surga dan menceritakan kepada kita kebenarannya, saya lebih melihat keberadaan alam surga sebagai motivasi untuk berbuat baik dan melakukan puñña saja. Motivasi seperti ini diperuntukkan bagi orang-orang yang batinnya belum siap melakukan kusala. Mereka masih cenderung melakukan sesuatu berdasarkan iming-iming kenikmatan dan kebahagiaan duniawi, termasuk kebahagiaan terlahir dengan banyak bidadari di alam surga tadi. Bagi orang yang mengerti hakikat hidup ini, saya pikir tidak lagi mempedulikan surga itu ada apa tidak, namun peduli dengan pelenyapan lobha, dosa dan moha di dalam pikirannya. 
 _/\_
			
			
			
				Quote from: dhammasiri on 05 July 2010, 11:09:07 AM
Kalau kita membaca kitab suci, mungkin Tipitaka, Al-quran, Injil atau kitab suci yang lainnya, kita akan melihat bahwa mereka yang melakukan kebajikan akan terlahir di Surga. Di Surga kita akan mendapatkan istana yang terbuat dari emas, semua kemewahan tersedia. Bagi yang pria, ribuan bidadari akan siap mendampingi. Setidaknya, itulah gambaran yang diberikan oleh kitab suci. Akan tetapi, sangat sedikit bahkan selama ini saya sulit menemukan statement yang mengatakan bahwa kalau wanita bajik yang terlahir di surga akan ditemani oleh ribuan bidadara, karena lelaki ditemani oleh ribuan bidadari. Dengan fakta ini, jelas surga pun masih tidak lepas dari diskriminasi, namun kalau wanita bajik yang telahir di surga ditemani oleh ribuan bidadara, berapa lama wanita itu akan sanggup bertahan di surga? Sungguh terjadi dilemma, mau disetarakan secara etika manusia, wanita tidak akan sanggup bertahan tetapi kalau tidak disetarakan, surga pun tidak lepas dari diskriminasi. 
Ini adalah pendapat saya, kalau saya adalah wanita, jelas saya tidak mau terlahir di surga. Lebih baik, saya segera merealisasi Nibbāna.
Bagaimana pendapat teman-teman? Ayo didiskusikan.
Sebenarnya banyak cerita2 Buddhis yang mengisahkan bagaimana seorang wanita yang terlahir di alam dewa sebagai bidadari dikelilingi oleh banyak bidadari, namun tidak ditemukan seorang bidadari dikelilingi oleh banyak bidadara. 
			
 
			
			
				QuoteSebenarnya banyak cerita2 Buddhis yang mengisahkan bagaimana seorang wanita yang terlahir di alam dewa sebagai bidadari dikelilingi oleh banyak bidadari, namun tidak ditemukan seorang bidadari dikelilingi oleh banyak bidadara.
1. Dimana saja ya?
2. Apakah hal ini karena seperti yang disebutkan oleh teman di atas tadi  bahwa hal ini karena adanya pengaruh "budaya patriarki"? Dan apakah karena penulisan literature-literature agama, termasuk Tipiṭaka banyak dilakukan oleh "laki-laki"?
			
 
			
			
				Quote from: NOYA on 05 July 2010, 09:45:07 PM
Surga  dalam pengertiannya sebagai Sugati
Sugati berarti 'good going' atau ' good destiniy'. Sugati merupakan sebutan untuk alam-alam yang bahagia 'diatas' manusia. Sugati sering juga disebut sebagai saggaṃ lokaṃ.  Hal inilah yang secara umum dikenal sebagai alam surga. Alama surga ini sebagai hasil melakukan puñña, bukan kusala. Alam surga bukanlah tujuan akhir umat Buddha. Tujuan akhirnya adalah Nibbāna.
Surga: bidadari dan bidadara
Kita harus mencari dulu kutipan dan sumber yang valid tentang anggapan bahwa terlahir di alam surga bagi pria nantinya akan ditemani  bidadari cantik dan sebaliknya, di dalam Tipiṭaka atau Aṭṭhakathā jika kita ingin melihat masalah ini dari Buddhist perspective. Apalagi, tadi samanera masih menyebutnya sebagai "mungkin di dalam Tipiṭaka". Kata bidadari dalam bahasa Pāli adalah devi "a female deva". Saya tidak menemukan adanya padanan kata bidadara dalam bahasa Pāli. Saya mengira hanyalah kata deva sebagai padanan kata terdekat untuk kata bidadara.  
Bagaimana kalau ternyata mereka menemani satu sama lain. Deva ditemani devi yang sering dipahami sebagai bidadari dan devi ditemani deva yang dalam thread ini mungkin yang dimaksud sebagai bidadara. Dan bagaimana pula kalau ternyata ada deva yang tidak ditemani banyak bidadari dan justru malah ada banyak devi yang ditemani bidadara. Siapa tahu? 
Selanjutnya saat membahas alam surga di dalam agama Buddha, kita harus sadar betul bahwa ada 26 alam surga yang diklasifikasikan sebagai alam deva dan brahma. Lihat saja misalnya kutipan di dalam Vibhaṅga Aṭthakathā halaman 521 menyebutkan bahwa ada 26 alam surga dan 1 alam manusia sehingga ada 27 alam (sattavīsati). Selanjutnya dikatakan bahwa 26 alam surga dibagi dalam 6 kelompok (chabbīsati devalokā) yaitu 6 kāmāvacara,  ada 9 alam brahma, 5 alam suddhāvāsa, 4 alam Arūpa, satu Asaññasatta dan satu alam vehapphala (Iti cha kāmāvacarā, nava brahmalokā, pañca suddhāvāsā, cattāro arūpā asaññasattavehapphalehi saddhiṃ chabbīsati devalokā; manussalokena saddhiṃ sattavīsati). Dengan demikian, kalaupun ada deva yang ditemani bidadari, devi yang tidak ditemani bidadara dan atau devi yang ditemani bidadara, hal ini terjadi di alam deva kāma loka. Sehingga, pembahasan surga ini juga harus spesifikan pada surga yang mana? Karena menurut saya tidak ada bidadari dan bidadara untuk teman bersenang-senang di alam-alam yang tinggi (alam 9 brahma, 5 suddhāvāsa, 4 Arūpa, Asaññasatta dan Vehapphala)
Selanjutnya, karena belum ada orang yang kembali dari surga dan menceritakan kepada kita kebenarannya, saya lebih melihat keberadaan alam surga sebagai motivasi untuk berbuat baik dan melakukan puñña saja. Motivasi seperti ini diperuntukkan bagi orang-orang yang batinnya belum siap melakukan kusala. Mereka masih cenderung melakukan sesuatu berdasarkan iming-iming kenikmatan dan kebahagiaan duniawi, termasuk kebahagiaan terlahir dengan banyak bidadari di alam surga tadi. Bagi orang yang mengerti hakikat hidup ini, saya pikir tidak lagi mempedulikan surga itu ada apa tidak, namun peduli dengan pelenyapan lobha, dosa dan moha di dalam pikirannya. 
 _/\_
arti kata punna apa tuh ya beda dngan kusala?
			
 
			
			
				Umumnya para wanita yg taat semasa sang Buddha, terlahir sebgai Devi dan ditemani oleh ratusan  peri yg melayaninya..dan devi ini umumnya menjadi pendamping Raja Sakka Indra..dikatakan memang Istri2 Raja Sakka sangat banyak di surga alam tigapuluh tiga, Tavatimsa...
			
			
			
				Quote from: NOYA on 05 July 2010, 10:22:50 PM
QuoteSebenarnya banyak cerita2 Buddhis yang mengisahkan bagaimana seorang wanita yang terlahir di alam dewa sebagai bidadari dikelilingi oleh banyak bidadari, namun tidak ditemukan seorang bidadari dikelilingi oleh banyak bidadara.
1. Dimana saja ya?
Ada beberapa cerita yang setidaknya saya temukan, seperti:
- Dāsivimānavaṇṇanā dari Kitab komentar Vimanavatthu - seorang pembantu, karena kebajikannya, terlahir sebagai istri dewa Sakka dan dikelilingi oleh seratus ribu bidadari (accharāsatasahassa). 
- Viharavimānavaṇṇanā dari kitab komentar Vimanavatthu juga  menceritakan seorang wanita yang membangun vihara terlahir di alam dewa tavatimsa sebagai bidadari yang dikelilingi 1000 bidadari lainnya.
- Ambavimānavaṇṇanā dari kitab komentar Vimanavatthu - menceritakan cerita yang mirip. Kali ini seorang wanita membangun vihara yang dikeliligi pohon mangga. Setelah meninggal ia terlahir sebagai dewi yang dikelilingi dewi2 lainnya.
Quote
2. Apakah hal ini karena seperti yang disebutkan oleh teman di atas tadi  bahwa hal ini karena adanya pengaruh "budaya patriarki"? Dan apakah karena penulisan literature-literature agama, termasuk Tipiṭaka banyak dilakukan oleh "laki-laki"?
Hmmm..... tidak berani berspekulasi.
			
 
			
			
				Quotearti kata punna apa tuh ya beda dngan kusala? 
Puñña berbeda dengan kusala
Sebelum berbicara lebih lanjut perlu ditandaskan dulu bahwa perbedaannya adalah hanya pada kadar loba, dosa dan moha yang menyertainya saja. Pada dasarnya keduanya adalah perbuatan baik. 
Puñña berarti 'merit' atau perbuatan jasa. Apabila kita melakukan perbuatan baik yang masih disertai pamrih, masih ada kadar lobha, dosa dan mohanya walaupun sedikit, itu masih dikategorikan sebagai puñña dan bukan kusala. Perbuatan baik yang dilakukan dengan tujuan masuk surga adalah juga termasuk puñña. Lihat saja penjelasan di dalam Dhammapada Yamaka Vagga syair 18 yang menyatakan bahwa puñña membuat seseorang terlahir di alam surga 
(Idha nandati pecca nandati, katapuñño ubhayattha nandati, puñaṃ me kata''nti nandati, bhiyyo nandati suggatiṃ gato).Kusala berarti; clever, expert, good, right, skilfull, meritorious, profitable dan wholesome . Kusala ini berarti perbuatan yang telah terbebas dari lobha, dosa dan moha serta mendekatkan pada perealisasian Nibbāna. (Sannath Nanakara. Encyclopaedia of Buddhism.  Vol VI. Sri Lanka: The Government of Sri  Lanka. 1996. Hal. 258.) Pengertian kusala yang di dalam Tipiṭaka misalnya didapat di dalam Aṅgutara Nikaya I. 263. Di dalam Aṅgutarra Nikāya ini dijelaskan bahwa praktik kusala yang bercirikan alobha, adosa dan amoha mengantarkan pada perealisasian Nibbāna. 
Di dalam Aṅguttara disebutkan sebagai berikut: 
 Alobho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, adoso nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, amoho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya. Yaṃ, bhikkhave, alobhapakataṃ kammaṃ alobhajaṃ alobhanidānaṃ alobhasamudayaṃ, taṃ kammaṃ kusalam taṃ kammaṃ anavajjaṃ taṃ kammaṃ sukhavipākaṃ, taṃ kammaṃ kammanirodhāya saṃvattati, na taṃ kammaṃ kammasamudayāya saṃvattati. Yaṃ, bhikkhave, adosapakataṃ................. Yaṃ, bhikkhave, amohapakataṃ.............. taṃ kammaṃ kusalam taṃ kammaṃ anavajjaṃ taṃ kammaṃ sukhavipākaṃ, taṃ kammaṃ kammanirodhāya saṃvattati, na taṃ kammaṃ kammasamudayāya saṃvattati. Imāni kho, bhikkhave, tīṇi nidānāni kammānaṃ samudayāyā''ti. Dengan demikian menurut saya, setiap puñña bukan merupakan kusala. Kusala lebih tinggi dari puñña. 
 _/\_
			
 
			
			
				Quote from: NOYA on 06 July 2010, 09:38:13 AM
Quotearti kata punna apa tuh ya beda dngan kusala? 
Puñña berbeda dengan kusala
Sebelum berbicara lebih lanjut perlu ditandaskan dulu bahwa perbedaannya adalah hanya pada kadar loba, dosa dan moha yang menyertainya saja. Pada dasarnya keduanya adalah perbuatan baik. 
Puñña berarti 'merit' atau perbuatan jasa. Apabila kita melakukan perbuatan baik yang masih disertai pamrih, masih ada kadar lobha, dosa dan mohanya walaupun sedikit, itu masih dikategorikan sebagai puñña dan bukan kusala. Perbuatan baik yang dilakukan dengan tujuan masuk surga adalah juga termasuk puñña. Lihat saja penjelasan di dalam Dhammapada Yamaka Vagga syair 18 yang menyatakan bahwa puñña membuat seseorang terlahir di alam surga (Idha nandati pecca nandati, katapuñño ubhayattha nandati, puñaṃ me kata''nti nandati, bhiyyo nandati suggatiṃ gato).
Kusala berarti; clever, expert, good, right, skilfull, meritorious, profitable dan wholesome . Kusala ini berarti perbuatan yang telah terbebas dari lobha, dosa dan moha serta mendekatkan pada perealisasian Nibbāna. (Sannath Nanakara. Encyclopaedia of Buddhism.  Vol VI. Sri Lanka: The Government of Sri  Lanka. 1996. Hal. 258.) Pengertian kusala yang di dalam Tipiṭaka misalnya didapat di dalam Aṅgutara Nikaya I. 263. Di dalam Aṅgutarra Nikāya ini dijelaskan bahwa praktik kusala yang bercirikan alobha, adosa dan amoha mengantarkan pada perealisasian Nibbāna. 
Di dalam Aṅguttara disebutkan sebagai berikut:  Alobho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, adoso nidānaṃ kammānaṃ samudayāya, amoho nidānaṃ kammānaṃ samudayāya. Yaṃ, bhikkhave, alobhapakataṃ kammaṃ alobhajaṃ alobhanidānaṃ alobhasamudayaṃ, taṃ kammaṃ kusalam taṃ kammaṃ anavajjaṃ taṃ kammaṃ sukhavipākaṃ, taṃ kammaṃ kammanirodhāya saṃvattati, na taṃ kammaṃ kammasamudayāya saṃvattati. Yaṃ, bhikkhave, adosapakataṃ................. Yaṃ, bhikkhave, amohapakataṃ.............. taṃ kammaṃ kusalam taṃ kammaṃ anavajjaṃ taṃ kammaṃ sukhavipākaṃ, taṃ kammaṃ kammanirodhāya saṃvattati, na taṃ kammaṃ kammasamudayāya saṃvattati. Imāni kho, bhikkhave, tīṇi nidānāni kammānaṃ samudayāyā''ti. 
Dengan demikian menurut saya, setiap puñña bukan merupakan kusala. Kusala lebih tinggi dari puñña. 
 _/\_
Berkaitan dengan kalimat yang dibold di atas, apakah benar bahwa semua kusala pasti merupakan perbuatan yang terbebas dari lobha, dosa dan moha?  Coba lihat kalimat di bawah ini:
''Atha kho tesaṃ, bhikkhave, sattānaṃ evaṃ bhavissati – 'mayaṃ kho akusalānaṃ dhammānaṃ samādānahetu evarūpaṃ āyataṃ ñātikkhayaṃ pattā. Yaṃnūna mayaṃ kusalaṃ kareyyāma. Kiṃ kusalaṃ kareyyāma? Yaṃnūna mayaṃ pāṇātipātā virameyyāma, idaṃ kusalaṃ dhammaṃ samādāya vatteyyāmā'ti. Te pāṇātipātā viramissanti, idaṃ kusalaṃ dhammaṃ samādāya vattissanti. Te kusalānaṃ dhammānaṃ samādānahetu āyunāpi vaḍḍhissanti, vaṇṇenapi vaḍḍhissanti. Tesaṃ āyunāpi vaḍḍhamānānaṃ vaṇṇenapi vaḍḍhamānānaṃ dasavassāyukānaṃ manussānaṃ vīsativassāyukā puttā bhavissanti. 
Atha kho tesaṃ, bhikkhave, sattānaṃ evaṃ bhavissati – 'mayaṃ kho kusalānaṃ dhammānaṃ samādānahetu āyunāpi vaḍḍhāma, vaṇṇenapi vaḍḍhāma. Yaṃnūna mayaṃ bhiyyosomattāya kusalaṃ kareyyāma. Kiṃ kusalaṃ kareyyāma? Yaṃnūna mayaṃ adinnādānā virameyyāma... kāmesumicchācārā virameyyāma... musāvādā virameyyāma... pisuṇāya vācāya virameyyāma... pharusāya vācāya virameyyāma... samphappalāpā virameyyāma... abhijjhaṃ pajaheyyāma... byāpādaṃ pajaheyyāma... micchādiṭṭhiṃ pajaheyyāma... tayo dhamme pajaheyyāma – adhammarāgaṃ visamalobhaṃ micchādhammaṃ... yaṃnūna mayaṃ matteyyā assāma petteyyā sāmaññā brahmaññā kule jeṭṭhāpacāyino, idaṃ kusalaṃ dhammaṃ samādāya vatteyyāmā'ti. Te matteyyā bhavissanti petteyyā sāmaññā brahmaññā kule jeṭṭhāpacāyino, idaṃ kusalaṃ dhammaṃ samādāya vattissanti.
Tampaknya perbuatan kusala di atas masih diliputi lobha (meskipun halus) sehingga sebagai akibatnya mereka berumur panjang. Ada pendapat?
			
 
			
			
				 [at] noya, seingat saya, kusala dan akusala masih belum terlepas dari LDM, kalau udah terbebas dari LDM, mungkin bukan kusala lagi namanya, tapi kiriya, cmiiw ...
			
			
			
				di surga ada internet ga?
kalo ga bisa main net, akan sangat membosankan.
kalo ana det kita kan bisa ganti istana kita dengan tema yang kita suka.   :))
			
			
			
				Quote from: Peacemind on 05 July 2010, 09:44:49 PM
Quote from: Sumedho on 05 July 2010, 11:17:34 AM
bhante, apakah ada rujukan yg mengatakan bagaimana pria terlahir sebagai wanita atau kebalikannya? dalam hubungan dengan topik ini yah bisa jadi wanita terlahir jadi dewa?
Cerita Theri Isidasi dalam Therigāthā mengisahkan bagaimana pada salah satu kehidupan lampaunya, theri ini adalah seorang laki. Berkaitan dengan wanita terlahir jadi dewa bisa dilihat dari cerita dewi Mahamaya, ibunda Pangeran Siddhatta. Ia dilahirkan menjadi seorang dewa (bukan dewi) di alam Tavatimsa.
Ralat .... Samanera  _/\_ ;D
Ibunda Pangeran Siddhatta ... dewi Mahamaya
terlahir sebagai Deva .... di Surga Tusita  :)
			
 
			
			
				Quote from: Virya on 07 July 2010, 02:06:00 AM
Quote from: Peacemind on 05 July 2010, 09:44:49 PM
Quote from: Sumedho on 05 July 2010, 11:17:34 AM
bhante, apakah ada rujukan yg mengatakan bagaimana pria terlahir sebagai wanita atau kebalikannya? dalam hubungan dengan topik ini yah bisa jadi wanita terlahir jadi dewa?
Cerita Theri Isidasi dalam Therigāthā mengisahkan bagaimana pada salah satu kehidupan lampaunya, theri ini adalah seorang laki. Berkaitan dengan wanita terlahir jadi dewa bisa dilihat dari cerita dewi Mahamaya, ibunda Pangeran Siddhatta. Ia dilahirkan menjadi seorang dewa (bukan dewi) di alam Tavatimsa.
Ralat .... Samanera  _/\_ ;D
Ibunda Pangeran Siddhatta ... dewi Mahamaya
terlahir sebagai Deva .... di Surga Tusita  :)
Yap betul. Trims, telah mengoreksinya. 
			
 
			
			
				QuoteKusala ini berarti perbuatan yang telah terbebas dari lobha, dosa dan moha serta mendekatkan pada perealisasian Nibbāna.
Hehehe....I admit my fault dech. Kayaknya saya gak boleh menggunakan kata 
 terlepas  karena belum sepenuhnya terlepas dari tiga kekotoran  ini. Saya seharusnya menggunakan kata "LEBIH SEDIKIT" lobha, dosa dan mohanya dibandingkan dengan puñña. Dan setelah saya baca artikelnya lagi, yang dinamakan telah terbebas dari lobha, dosa dan moha itu adalah Nibbānanya. Jadi kusala adalah perbuatan yang MENJURUS pada terkikisnya lobha, dosa dan moha dan perealisasian Nibbāna. 
Dan satu hal yang penting yaitu, puñña bukan berarti tidak berguna sama sekali. Puñña ternyata adalah preliminary praktik untuk pengembangan kusala. 
QuoteTampaknya perbuatan kusala di atas masih diliputi lobha (meskipun halus) sehingga sebagai akibatnya mereka berumur panjang. Ada pendapat? 
Iya, setuju dengan argumentasi seperti tersebut dia tas. Apalagi kalau melihat uraian macam-macam perbuatan kusala di dalam Abhidhammatasangaha.
Quote[at] noya, seingat saya, kusala dan akusala masih belum terlepas dari LDM, kalau udah terbebas dari LDM, mungkin bukan kusala lagi namanya, tapi kiriya, cmiiw ...
Iya sih, kalau kusala dalam konteks pembahasan tentang macam-macam citta, dimana menurut Theravāda  Abhidhamma ada 89/121 citta yang terbagi dalam Kamavacara Citta: 54,  Rupavacara-Citta: 15, Arupavacara-Citta: 12 dan Lokuttara-Citta: 8 atau 40, maka ada kusala citta yang masih bersekutu (sahetuka) dengan lobha, dosa, dan moha. Ini semakin memperkuat bahwa saya salah dan seharusnya saya  menggunakan statement bahwa Kusala "LEBIH SEDIKIT" lobha, dosa dan mohanya daripada puñña.
Jika ada yang mau memberi penjelasan lebih baik tentang puñña dan kusala, all are welcome.
 _/\_
			
 
			
			
				Stlh baca sekilas memang punna digunakan untk ditujukan kpd tindakan yg mengharapkan imbalan seperti surgawi..sdangkan kusala ditujukan untk ke arah nibbana, mgkin istilah lainnya memupuk parami dlm jalur bodhisatta..
Dikatakan, punna merupakan tindakan landasan selanjutnya untk terjdinya sebuah tindakan kusala..cmiiw..