S A M A T H A B H A V A N A
Menuju : K e t e n a n g a n
Objek : 40 Objek Meditasi
Pelaksanaan : Memegang objek dengan kuat terus menerus
Rintangan : Paliboda dan Nivarana
Pencapaian : Jhana-jhana (ada 8 jhana) – Kekuatan konsentrasi pikiran
Jhana Pertama dengan faktor : Vitakka, Vicara, Piti, Sukha, Ekaggatha Jhana Pertama
Jhana Kedua dengan faktor : ------------------- Piti, Sukha, Ekaggatha
Jhana Ketiga dengan faktor : ------------------------- Sukha, Ekaggatha
Jhana Keempat dengan faktor : --------------------------------- Ekaggatha
Jhana Kelima dengan faktor : Akasanancayatana
Jhana Keenam dengan faktor : Vinyanancayatana
Jhana Ketujuh dengan faktor : Akincanyayatana
Jhana Kedelapan dengan faktor : Nevasanyanasanyayatana (Kadang-kadang disebut juga Jhana ke-9)
Sang Buddha dari Jhana ke-8 atau ke-9 beliau turun kembali ke Jhana Pertama, dan dari sana beliau mulai melakukan Vipassana Bhavana lalu mencapai Nibbana.
Dari Jhana keempat orang dapat mengembangkan Abhinya (Kekuatan batin), ada 6 macam :
1. Iddhividhanyana : Kekuatan gaib atau kesaktian, yaitu:
a. Adhitthana_iddhi (dapat menggandakan diri)
b. Nikubbana_iddhi (dapat merubah diri)
c. Manomaya_iddhi (dapat mencipta sesuatu)
d. Nyanavipphara_iddhi (dapat menembus ajaran)
e. Samadhivipphara_iddhi (dapat menembus dinding, pagar, gunung, masuk ke bumi, berjalan diatas air, terbang, melawan api, menyentuh bulan / matahari, masuk ke alam Brahma)
2. Dibbasotanyana (telinga dewa)
3. Dibbacakkhunyana (mata dewa)
4. Cetopariyanyana (membaca pikiran orang)
5. Pubbenivasasanussatinyana (mengingat kelahiran yang lain)
6. Asavakkhayanyana {ini adalah lokuttara abhinya hasil dari Vipassana}
Faktor Jhana: Vitakka = penompang pikiran ; Vicara = gema pikiran ; Piti = kegiuran ;
Sukha = kebahagiaan ; Ekaggata = pikiran terpusat ; Upekkha = keseimbangan
Paliboda : Asava (tempat tinggal), Kula (anak buah), Labha (rejeki), Gana (murid-murid + teman-teman), Kamma (pekerjaan), Addhana (perjalanan), Nati (keluarga), Abadha (penyakit), Gontha (pelajaran) , Iddhi (kekuatan gaib).
Nivarana : Kamachanda (nafsu-nafsu keinginan), Byapada (kemauan jahat), Thinamida (kemalasan dan kelelahan), Uddacca_kukkucca (gelisah dan cemas), Vicikicca (keragu-raguan).
V I P A S S A N A B H A V A N A
Menuju : P a n d a n g a n T e r a n g
Objek : Jasmani, Perasaan, Pikiran, Bentuk-bentuk ingatan (dhamma)
Pelaksanaan : Menyadari proses-proses kehidupan dan melepaskannya
Rintangan : Paliboda, Nivarana dan Vipassana Kilesa (Kekotoran Vipassana)
Pencapaian : Nyana-nyana (16) = pengetahuan mengenai proses-proses kehidupan :
1. Nama_Rupa Pariccheda Nyana (pengetahuan membedakan jasmani dan batin)
2. Paccaya Pariggaha Nyana (pengetahuan mengenai sebab dan akibat)
3. Sammasana Nyana (pengetahuan mengenai tiga corak umum)
4. Udayabbaya Nyana (pengetahuan mengenai timbul dan lenyapnya proses-proses)
5. Bhanga Nyana (pengetahuan mengenai peleburan)
6. Bhaya Nyana (pengetahuan mengenai ketakutan)
7. Adinava Nyana (pengetahuan mengenai kabur dan membosankan)
8. Nibbida Nyana (pengetahuan mengenai kejenuhan dan kejelekan)
9. Muncitukamyata Nyana (pengetahuan mengenai tegang, gelisah dan putus asa)
10. Patisankha Nyana (pengetahuan mengenai perasaan seperti tersiksa, ingin berhenti)
11. Sankharupekkha Nyana (pengetahuan mengenai keseimbangan)
12. Anuloma Nyana (pengetahuan mengenai Tilakkhana makin jelas)
13. Gotrabhu Nyana (pengetahuan mengenai diam, tenang, damai)
14. Magga Nyana (pengetahuan mengenai jalan)
15. Phala Nyana (pengetahuan mengenai Hasil / Pahala)
16. Paccavekkhana Nyana (pengetahuan mengenai pertimbangan / perenungan kembali)
Asavakkhayanyana (pengetahuan penghancuran noda-noda batin) --> ke N I B B A N A
Vipassana Kilesa biasanya timbul pada Nyana ke-3 dan ke-4.
10 Vipassana Kilesa : Obhasa (sinar), Piti (kegiuran), Passadi (tenang), Sukha (kebahagiaan), Saddha (keyakinan), Paggaha (terlalu semangat), Upatthana (ingatan yang tajam), Nyana (ilmu pengetahuan), Upekkha (keseimbangan), Nikhanti (kepuasan)
_/\_
thanks you saudara Bond...
membaca tulisan tulisan di atas memberikan banyak masukan baru....trims _/\_
Sama2 bro asunn. _/\_
Thanks bro atas pengetahuannya, sangat bermanfaat bagi saya dan kita2 disini _/\_
tuk anapannasati (samatha / satipanna),
samatha nya bukan "pegang objek" nafas...
bukan kendaliin nafas...
tapi objeknya "Sati (awareness)" pada nafas..
just aware... sadar doang kalao kita bernafas...
kesadaran akan nafas ditunggu di ujung hidung...
gak ikut masuk... en gak ikut keluar...
en negh nafas... bakalan mancing "panna"
Formula => Sati + Panna -> Samadhi (nimita?) -> Jhana
keknya lebih asik kalo
Sati + Samadhi (jhana) = Panna
cmiiw
_/\_thank you atas info nya
btw kurang ngerti juga bahasa pali nya.... panna itu apa ya... dah lupa pelajaran2 yg pake bahasa pali dulu di sekolah
T_T baru 17 tahun aja dah pelupa... menyedihkan
Quote from: Manusia on 15 January 2008, 01:38:10 PM
btw kurang ngerti juga bahasa pali nya.... panna itu apa ya... dah lupa pelajaran2 yg pake bahasa pali dulu di sekolah
T_T baru 17 tahun aja dah pelupa... menyedihkan
^-^ ^-^ ^-^
akhirnya ada teman senasib...
engak ngerti bahasa pali....
tapi saya dah tau "panna" artinya kebijaksanaan :)
Panna itu kebijaksanaan bro. Paliboda =gangguan,nivarana=rintangan batin.
apa beda panna dan nnana (nyana?) ?
nanna kalo nga salah "pencerahan", jadi ada anatta nanna misalnya, pencerahan tentang anatta.
nanna termasuk bagian dari panna?
maybe nana itu seperti motor bebek, panna itu kendaraan ?
??? afaik istilah nana itu biasa dipakai dalam metodologi terstruktur meditasi vipassana metoda mahasi sayadaw.. entah dipakai dimana lagi
kalo ga salah nanna itu pengetahuan, kalau vipassana ada 16 nanna yang muncul, yang pertama adalah pengetahuan membedakan nama dan rupa
Ada yg tau ngak nanna yg muncul dalam vipasana berurutan atau ngacak tergantung kondisi watak si meditator?
imo sih nga berurutan, bahkan ada yg sudah dapet nana itu sebelum vipassana misalnya.
kan itu hanya rumusan terstruktur dan step by step
Vipassana Kilesa biasanya timbul pada Nyana ke-3 dan ke-4.
10 Vipassana Kilesa : Obhasa (sinar), Piti (kegiuran), Passadi (tenang), Sukha (kebahagiaan), Saddha (keyakinan), Paggaha (terlalu semangat), Upatthana (ingatan yang tajam), Nyana (ilmu pengetahuan), Upekkha (keseimbangan), Nikhanti (kepuasan)
Upatthana lebih cocok ditranslate sebagai Kemampuan di dalam melaksanakan perhatian murni tanpa kehilangan objek
Ingatan tajam bukan berartimelihat masa lalu,namun konsentrasi pikiran memegang objek , Terima kasih
eh... lihat jawaban nagasena tentang panna & nyana.
Quote
"Kalau begitu, apakah dengan pengetahuan dan kebijaksanaan itu ada kemungkinan ia tidak tahu tentang suatu hal?"
"Ia akan tetap berada dalam ketidak-tahuan tentang hal-hal yang belum dipelajarinya. Akan tetapi mengenai hal yang telah dicapai oleh kebijaksanaan —yaitu pencerapan tentang ketidak-kekalan, ketidak-puasan, dan ketidak-adanya-diri, ia tidak akan tidak tahu".
menurut saya sih, nyana pencerahan adalah tentang ketidak-kekalan, ketidak-puasan, ketidak-adanya-diri. ketiga2nya adalah serempak atau boleh dibilang satu.
[at]bond
Selama ini saya pikir samatha lah yg bisa menembus pencerahan...
Kenapa sang Buddha tetap membabarkan tentang samatha jika dia mencapai pembebasan melalui vipassana bhavana?
"Sang Buddha dari Jhana ke-8 atau ke-9 beliau turun kembali ke Jhana Pertama, dan dari sana beliau mulai melakukan Vipassana Bhavana lalu mencapai Nibbana."
Apakah samatha itu adalah cara mendapatkan kekuatan2?
Apakah SB menganjurkan muridnya mengambil jalan samatha dulu kemudian balik ke vipasana?
Kenapa banyak yg mengambil jalur samatha(bahkan menurut saya kebanyakkan yg diajarkan samatha(maaf jika salah)kecuali yg diajarkan oleh pak hudoyo) sedangkan SB sendiri mendapatkan pencerahan melalui vipasana?
Bukankah Samatha lebih "membingungkan" dan bisa membuat org terkagum,terkesan dengan apa yg "diperolehnya" sehingga lupa tujuan "sebenarnya"?
_/\_
Salam,
Riky
Ada yang mengumpamakan Samatha sebagai melatih tubuh, dan Vipassana sebagai mendaki gunung, dengan puncak sebagai tujuannya.
Ada yang berargumentasi apabila tubuh telah dilatih dengan baik, maka mencapai puncak gunung akan lebih mudah daripada mendaki tanpa persiapan.
Ada juga yang berargumentasi bahwa yang penting adalah mendaki gunung. Dan mendaki gunung tetap bisa dilakukan tanpa melatih tubuh terlebih dahulu. Dan melatih tubuh saja tanpa mendaki gunung sama saja bohong.
Dan masing-masing pihak telah berdebat selama berabad-abad, mana yang seharusnya dilakukan.
Ada yang mengingatkan bahayanya terikat pada melatih tubuh dahulu, ada yang mengingatkan bahayanya mendaki tanpa persiapan, dll, dll, dll. Tetapi banyak juga yang lupa bahwa sesungguhnya yang penting adalah puncak, atau melepas, atau berhenti, atau melihat sebagaimana adanya, yang penting adalah akhirnya, bukan prosesnya.
Quote from: Riky_dave on 08 June 2008, 02:12:09 PM
[at]bond
Selama ini saya pikir samatha lah yg bisa menembus pencerahan...
Kenapa sang Buddha tetap membabarkan tentang samatha jika dia mencapai pembebasan melalui vipassana bhavana?
"Sang Buddha dari Jhana ke-8 atau ke-9 beliau turun kembali ke Jhana Pertama, dan dari sana beliau mulai melakukan Vipassana Bhavana lalu mencapai Nibbana."
Apakah samatha itu adalah cara mendapatkan kekuatan2?
Apakah SB menganjurkan muridnya mengambil jalan samatha dulu kemudian balik ke vipasana?
Kenapa banyak yg mengambil jalur samatha(bahkan menurut saya kebanyakkan yg diajarkan samatha(maaf jika salah)kecuali yg diajarkan oleh pak hudoyo) sedangkan SB sendiri mendapatkan pencerahan melalui vipasana?
Bukankah Samatha lebih "membingungkan" dan bisa membuat org terkagum,terkesan dengan apa yg "diperolehnya" sehingga lupa tujuan "sebenarnya"?
_/\_
Salam,
Riky
Riky,
Di dalam Yuganaddha-sutta, YM Ananda menjelaskan bahwa kearahatan bisa dicapai melalui salah satu dari 4 jalan:
(1) samatha dulu, lalu dilanjutkan dengan vipassana > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana;
(2) vipassana dulu, lalu dilanjutkan dengan samatha > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana;
(3) melakukan samatha dan vipassana bergandengan > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana;
(4) seorang bhikkhu mengendalikan batinnya yang gelisah karena berbagai hal - pada suatu titik, batinnya mereda, mantap, menyatu dan memusat > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana.
Riky, perhatikan ... jalan #1, #2, dan #3 terdiri dari
'samatha' dan 'vipassana' dalam berbagai kombinasi.
Tapi jalan #4
tidak menyebut-nyebut 'samatha' maupun 'vipassana' sama sekali ... dengan kata lain,
ada jalan lain di luar 'samatha' dan 'vipassana'.
Nah, apakah jalan #4 itu? ... Temukan sendiri dalam meditasimu ... jangan hiraukan masalah 'samatha' vs 'vipassana' yang sering diperdebatkan orang.
Bagi saya pribadi, jalan #4 itu adalah
kesadaran pasif tanpa usaha (viriya) dan tanpa konsentrasi, yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam
Bahiya-sutta &
Malunkyaputta-sutta.
Salam,
hudoyo
Oke,pak...
_/\_
Salam,
Riky
Quote from: hudoyo on 09 June 2008, 11:50:02 AM
Di dalam Yuganaddha-sutta, YM Ananda menjelaskan bahwa kearahatan bisa dicapai melalui salah satu dari 4 jalan:
(1) samatha dulu, lalu dilanjutkan dengan vipassana > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana;
(2) vipassana dulu, lalu dilanjutkan dengan samatha > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana;
(3) melakukan samatha dan vipassana bergandengan > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana;
(4) seorang bhikkhu mengendalikan batinnya yang gelisah karena berbagai hal - pada suatu titik, batinnya mereda, mantap, menyatu dan memusat > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana.
Riky, perhatikan ... jalan #1, #2, dan #3 terdiri dari 'samatha' dan 'vipassana' dalam berbagai kombinasi.
Tapi jalan #4 tidak menyebut-nyebut 'samatha' maupun 'vipassana' sama sekali ... dengan kata lain, ada jalan lain di luar 'samatha' dan 'vipassana'.
Nah, apakah jalan #4 itu? ... Temukan sendiri dalam meditasimu ... jangan hiraukan masalah 'samatha' vs 'vipassana' yang sering diperdebatkan orang.
Bagi saya pribadi, jalan #4 itu adalah kesadaran pasif tanpa usaha (viriya) dan tanpa konsentrasi, yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta.
Salam,
hudoyo
mengendalikan ini bukannya usaha pak hudoyo ?
Itu kebenaran umum om Tula.... :)
Selagi "aku" belum padam semuanya hanyalah "konsep" belaka...
Salam,
Riky
Quote from: tula on 01 July 2008, 01:23:54 PM
Quote from: hudoyo on 09 June 2008, 11:50:02 AM
Di dalam Yuganaddha-sutta, YM Ananda menjelaskan bahwa kearahatan bisa dicapai melalui salah satu dari 4 jalan:
[...]
(4) seorang bhikkhu mengendalikan batinnya yang gelisah karena berbagai hal - pada suatu titik, batinnya mereda, mantap, menyatu dan memusat > muncul Sang Jalan > dikembangkan > nibbana.
Tapi jalan #4 tidak menyebut-nyebut 'samatha' maupun 'vipassana' sama sekali ... dengan kata lain, ada jalan lain di luar 'samatha' dan 'vipassana'.
Nah, apakah jalan #4 itu? ... Temukan sendiri dalam meditasimu ... jangan hiraukan masalah 'samatha' vs 'vipassana' yang sering diperdebatkan orang.
Bagi saya pribadi, jalan #4 itu adalah kesadaran pasif tanpa usaha (viriya) dan tanpa konsentrasi, yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta.
mengendalikan ini bukannya usaha pak hudoyo ?
Anda jeli, Rekan Tula ... :) ... Betul, 'mengendalikan' itu usaha ... Tapi yang bilang 'mengendalikan' itu bukan saya, melainkan para bhikkhu yang menghafalkan sutta itu pada zaman Tipitaka selama 300 tahun diturunkan dari mulut ke mulut. ... Tidak semua penghafal Tipitaka itu arahat....
Saya justru menulis: "jalan #4 itu adalah
kesadaran pasif tanpa usaha (viriya) dan tanpa konsentrasi, yang diajarkan oleh Sang Buddha dalam
Bahiya-sutta &
Malunkyaputta-sutta."
Bisa saja aslinya yang dari Sang Buddha berbunyi demikian: "(4) seorang bhikkhu
menyadari batinnya yang gelisah karena berbagai hal - pada suatu titik batinnya mereda, mantap, menyatu dan memusat
tanpa disengaja, tanpa diupayakan > muncul Sang Jalan >
berkembang dengan sendirinya > nibbana." ... Tidak jauh kok melencengnya, sekalipun bisa sangat membingungkan bagi pemula vipassana. .. Apa yang semula PASIF menjadi AKTIF. ... :)
Kalau Anda baca Mahasatipatthana-sutta, malah lebih "menyimpang" lagi ... saya lihat itu bukan vipassana melainkan sekadar kontemplasi (perenungan), penggunaan pikiran. ... Oleh karena itu saya tidak menggunakan sutta itu.
Salam,
hudoyo
Quote from: hudoyo on 01 July 2008, 09:52:23 PM
Anda jeli, Rekan Tula ... :) ... Betul, 'mengendalikan' itu usaha ... Tapi yang bilang 'mengendalikan' itu bukan saya, melainkan para bhikkhu yang menghafalkan sutta itu pada zaman Tipitaka selama 300 tahun diturunkan dari mulut ke mulut. ... Tidak semua penghafal Tipitaka itu arahat....
_/\_
aku kutipkan sutta tadi dan aku tidak menemukan:
"Tapi yang bilang 'mengendalikan' itu bukan saya, melainkan para bhikkhu yang menghafalkan sutta itu pada zaman Tipitaka selama 300 tahun diturunkan dari mulut ke mulut. ... Tidak semua penghafal Tipitaka itu arahat...."4. "Puna caparaŋ, āvuso, bhikkhuno dhammuddhaccaviggahitaŋ mānasaŋ hoti. Hoti so, āvuso, samayo yaŋ taŋ cittaŋ ajjhattameva santiţţhati sannisīdati ekodi hoti samādhiyati.
Tassa maggo sañjāyati. So taŋ maggaŋ āsevati bhāveti bahulīkaroti.
Tassa taŋ maggaŋ āsevato bhāvayato bahulīkaroto saŋyojanāni pahīyanti, anusayā byantīhonti.
4. Kemudian saudara, pikiran para Bhikkhu menjadi terkendali dari kegelisahan terhadap segala sesuatu. Dia o saudara, pada suatu saat dari sebelah dalam, batinnya menjadi kokoh berdiri, tenang, menunggal dan terpusat.
Padanya Jalan telah tercapai, ia akrab pada Jalan tersebut, mengembangkan dan banyak melakukannya.
Barangsiapa akrab pada Jalan itu, mengembangkan dan banyak melakukannya akan menanggalkan belenggu dan melenyapkan noda laten.
semoga brmanfaat
Quote from: Andi Sangkala on 26 September 2008, 09:56:22 PM
Quote from: hudoyo on 01 July 2008, 09:52:23 PM
Anda jeli, Rekan Tula ... :) ... Betul, 'mengendalikan' itu usaha ... Tapi yang bilang 'mengendalikan' itu bukan saya, melainkan para bhikkhu yang menghafalkan sutta itu pada zaman Tipitaka selama 300 tahun diturunkan dari mulut ke mulut. ... Tidak semua penghafal Tipitaka itu arahat....
_/\_
aku kutipkan sutta tadi dan aku tidak menemukan: "Tapi yang bilang 'mengendalikan' itu bukan saya, melainkan para bhikkhu yang menghafalkan sutta itu pada zaman Tipitaka selama 300 tahun diturunkan dari mulut ke mulut. ... Tidak semua penghafal Tipitaka itu arahat...."
4. "Puna caparaŋ, āvuso, bhikkhuno dhammuddhaccaviggahitaŋ mānasaŋ hoti. Hoti so, āvuso, samayo yaŋ taŋ cittaŋ ajjhattameva santiţţhati sannisīdati ekodi hoti samādhiyati.
Tassa maggo sañjāyati. So taŋ maggaŋ āsevati bhāveti bahulīkaroti.
Tassa taŋ maggaŋ āsevato bhāvayato bahulīkaroto saŋyojanāni pahīyanti, anusayā byantīhonti.
4. Kemudian saudara, pikiran para Bhikkhu menjadi terkendali dari kegelisahan terhadap segala sesuatu. Dia o saudara, pada suatu saat dari sebelah dalam, batinnya menjadi kokoh berdiri, tenang, menunggal dan terpusat.
Padanya Jalan telah tercapai, ia akrab pada Jalan tersebut, mengembangkan dan banyak melakukannya.
Barangsiapa akrab pada Jalan itu, mengembangkan dan banyak melakukannya akan menanggalkan belenggu dan melenyapkan noda laten.
semoga brmanfaat
Menggunakan kitab suci untuk "membuktikan" keabsahan kitab suci yang sama adalah suatu argumen yang berputar.
Daripada mengambil dari kitab yang laen yang belom tentu benar dan menjadi lebih ngaco kakakakakak
Quote from: ryu on 29 September 2008, 08:15:31 AM
Daripada mengambil dari kitab yang laen yang belom tentu benar dan menjadi lebih ngaco kakakakakak
:))
semua kitab belum tentu benar, kecuali kitab yang diimani, pasti dianggap benar mutlak.
^:)^ ^:)^
Quote from: hudoyo on 29 September 2008, 09:09:40 AM
semua kitab belum tentu benar, kecuali kitab yang diimani, pasti dianggap benar mutlak.
ibarat melihat peta jakarta, sudah tahu tujuan jakarta ya pasti lihat peta jakarta karena tercantum dipeta jakarta. Kalau lihat peta bali kaga nyambung lah :))
Quote from: hudoyo on 29 September 2008, 09:09:40 AM
semua kitab belum tentu benar, kecuali kitab yang diimani, pasti dianggap benar mutlak.
gimana temen2 ? statement pak hudoyo ini menarik sekali lo :)
apakah anda2 mengimani kitab2 yg anda babarkan itu ?
ataukah sekedar mencari tau kebenaran dari pembabaran kitab itu .. sampai sejau kemampuan batin, logika, dll (yang kalian pakai utk menguji kitab2 tersebut)
ps : saya merasa thread ini menuju kearah yg sangat baik .. smua memberikan pendapat dan saling melengkapi dan memberi masukan saling melengkapi .... terima kasih smua nya :)
Pa Tula, saya rasa sudah jelas, kita mengetahui nibana itu dari mana? Apa kita setelah mengetahui nibana dari tipitaka terus mencari cara atau tuntunan dari kitab lain? Atau dari perkataan orang yang tidak bertanggung jawab?
rujukan tepat mengenai kitab
Mahaparinibbana sutta, yaitu:
"4.8. 'Seandainya seorang bhikkhu mengatakan: "Teman-teman, aku mendengar dan menerima ini dari mulut Sang Bhagava sendiri: inilah Dhamma, inilah disiplin, inilah Ajaran Sang Guru", maka, para bhikkhu, kalian tidak boleh menerima atau menolak kata-katanya. Kemudian, tanpa menerima atau menolak, kata-kata dan ungkapannya harus dengan teliti dicatat dan dibandingkan dengan Sutta-sutta dan dipelajari di bawah cahaya disiplin. (Dhamma dan vinaya) Jika kata-katanya, saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti tidak selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: "Pasti ini bukan kata-kata Sang Buddha, hal ini telah keliru dipahami oleh bhikkhu ini", dan kata-katanya itu harus ditolak. Tetapi jika saat dibandingkan dan dipelajari, terbukti selaras dengan Sutta atau disiplin, berarti kesimpulannya adalah: "Pasti ini adalah kata-kata Sang Buddha, hal ini telah dengan benar dipahami oleh bhikkhu ini."
pahami dengan benar makna dari kata-kata Sang Buddha ini