Forum Dhammacitta

Topik Buddhisme => Diskusi Umum => Topic started by: fabian c on 18 September 2009, 02:19:47 AM

Title: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: fabian c on 18 September 2009, 02:19:47 AM
Tak percaya? Percayalah! Cara ini terbukti manjur digunakan untuk mencari pembenaran terhadap ayat-ayat kitab suci yang tidak baik sehingga semua kitab suci menjadi baik dengan tafsir yang bertujuan mencari pembenaran ini. Kata kuncinya: jangan mengartikan secara harfiah...
Dengan penafsiran kata-kata yang buruk atau tak masuk akal akan bisa dicari PEMBENARANnya, dan sebaliknya.
Misalnya: bila ada kata-kata,

"membunuh pencuri adalah baik". Tafsirnya: bukankah bila dibunuh maka pencuri itu akan berhenti mencuri dan tak akan menambah karma buruk? kita membantu dia sehingga tak lagi berbuat karma buruk.
"mencuri adalah baik" Tafsirnya: Bukankah kalau sesuatu harus hilang maka ia akan tetap hilang? kita hanya merupakan jalan sehingga hal itu terwujud, jadi yang salah adalah karmanya sendiri.
"Meminum minuman keras adalah baik" Tafsirnya: bukankah minum minuman keras baik bila hal itu dilakukan untuk kesehatan? Sebagai obat?
"Berbohong terhadap orang tertentu dibenarkan" Tafsirnya: bukankah ada orang-orang tertentu yang tak siap menerima kebenaran? bagaimana bila diberitahukan yang benar ia marah-marah? Bukankah dengan berbohong maka kita mencegah ia marah-marah (karma buruk)? Oleh karena itu maka kita berbuat baik karena berhasil mencegah ia berbuat karma buruk kan?

Dan berjuta tafsir yang bisa kita ciptakan sendiri untuk berbagai pembenaran.
Selamat bertafsir-ria bagi yang menyukai.
Bagaimana dengan kita sebagai pengikut Sang Buddha Gotama? Sebagai pengikut Sang Buddha sebaiknya kita tidak menafsirkan, tapi menggunakan apa yang tertulis di Tipitaka sebagai "bare truth" (kebenaran apa adanya) tanpa ditafsir atau dicari pembenarannya.
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: ryu on 18 September 2009, 06:18:29 AM
di dalam buddhist tidak ada ya badan tertnggi yang bisa jadi acuan tafsir PALING BOLEH DIPAKAI ? ;D
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: Sumedho on 18 September 2009, 08:55:16 AM
maksudnya dhammacitta gitu?  :hammer: *joke*
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: dilbert on 18 September 2009, 12:36:39 PM
hehehe... ilmu tafsir memang PAMUNGKAS...
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: johan3000 on 18 September 2009, 02:55:03 PM
"membunuh pencuri adalah baik". Tafsirnya: bukankah bila dibunuh maka pencuri itu akan berhenti mencuri dan tak akan menambah karma buruk? kita membantu dia sehingga tak lagi berbuat karma buruk.

begitu juga dgn kesempatan berbuat karma baik dikemudian hari.

bila semua berkecukupan, kenapa ada yg ingin mencuri ?

contoh : merampas handphone di lampu merah menjadi tidak populer, karna harga HP yg baru cuma 275ribu.

apakah begitu ?
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: johan3000 on 18 September 2009, 02:58:51 PM
Terlalu banyak tafsiran,

berarti yg menulis manual book

kurang TO THE POINT... =))


mas : gw kedinginan lho..........
(nah tafsirannya apa tuhhh ?)

ohhh, jangan kwatir kebetulan abang bawa OBOR!
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: waliagung on 18 September 2009, 07:48:13 PM
dalam buddhis bukan tafsir tapi kebenaran mutlak yg walaupun tidak semua mengrti.,.,.,
ilmunya kaga salah(tafsir) sebab dalam dhamma yg sesungguhnya seperti itu secara garis besarnya,BAIK BELUM TENTU BAIK demikian juga SALAH BELUM TENTU SALAH,sebab yg saya tau DHAMMA BUDDHA melebihi dari kata /arti BAIK dan BURUK,SALAH dan BENAR,..........,SEMOGA ANDA MENGERTI.,,,,,,,,
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: sobat-dharma on 18 September 2009, 07:49:49 PM
Adakah yang membaca sebuah teks tanpa menafsir sama sekali??? Bahkan membaca makna secara harafiah pun juga mengandalkan tafsiran. Dalam hal ini, penafsiran tidak mesti tidak diharamkan, selama ketika persoalan membaca teks. Hanya kaum fundamentalis yang mengaku ketika membaca sebuah teks keagamaan tidak perlu mengandalkan penafsiran, sebab mereka mengklaim dapat memahami makna 'sebenarnya' sebuah teks secara terawang. Justru ketika sesorang merasa dirinya 'tidak menafsir' ia mengabaikan fakta paling krusial: bahwa pemahaman yang didapatkan justru hanya dapat diperoleh dari penafsiran, bahkan padangan  bahwa 'aku tidak sedang menafsir' adalah tafsiran belaka.

Dalam hal ini, seseorang perlu mengingat bahwa penafsiran adalah proses kerja mental yang wajar ketika indera kita menerima informasi dari luar. Misalnya, ketika seseorang membaca sebuah teks, otomatis ia pasti menafsirkan tentang makna di dalam teks tersebut menurut suatu kerangka berpikir tertentu. Penafsiran adalah mutlak diperlukan untuk memahami teks, oleh karena itu tanpa penafsiran tidak ada yang namanya pemahaman. Dengan demikian, p*n*sbian akan penafsiran sama dengan menafikan bahwa untuk memahami sebuah teks manusia menggunakan persepsi inderawinya dan akal pikirannya untuk memahaminya.

Terlebih lagi sebuah teks yang ditulis di masa lampau, yang kadangkala disalin dan diterjemahkan berkali-kali,  serta memiliki latar belakang budaya dan pola pemikiran yang sangat senjang dibandingkan budaya dan pola pemikiran di mana pembacanya hidup, mutlak sekali dibutuhkan penafsiran. Penafsiran yang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek historis dan kultural di mana teks ditulis dapat membantu seseorang memahami sebuah teks dengan sesuai seperti yang dimaksud oleh penulisnya. Jika seseorang memaksakan diri untuk membaca suatu teks tanpa penafsiran yang memperhatikan aspek kultural dan historis ia akan terjebak dalam anakronisme, yaitu kecenderungan memaksakan perspektif yang dimiliki pembaca (yang memiliki latar belakang budaya dan jamannya sendiri) tanpa memperhatikan latar belakang historis dan budaya di mana teks tersebut ditulis. Akibatnya adalah kesalahpahaman akan isi teks yang bisa-bisa dianggap sebagai "bare truth".

Selain itu, penerima akan adanya penafsiran yang berbeda-beda berarti pengakuan adanya keragaman dan pluralisme, sehingga menyebabkan seseorang terbiasa dengan perbedaan pendapat dan pandangan. Para teroris berlatar-belakang agama, misalnya, dikenal sebagai fundamentalis yang otoriter karena memaksakan tafsir kitab suci agar seragam sesuai dengan yang disebutnya sebagai "bare truth" yang tunggal dan absolut. Mereka menolak adanya yang disebut penafsiran pada diri mereka sendiri dan menyindir pihak yang berpandangan berbeda dengan mereka sebagai "tafsiran belaka." Karena itu, menjadi sah membungkam tafsiran-tafsiran lain dengan menggunakan dalih sebagai pembawa kebenaran absolut.

Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: waliagung on 18 September 2009, 08:05:07 PM
setuju 100%.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: johan3000 on 18 September 2009, 08:48:42 PM
Seorang yg baru belajar bahasa English,

di minta bantu menjaga pengawasan pantai
karna operator tsb lagi sakit perut mendadak
mau kebelakang.


tiba2 radio berbunyai.............

T : help, help, help,...... we are singggggggggginnnnnnng

P : Oh What song do you like to SING ?

T : no our bot is SINKING

(https://forum.dhammacitta.org/proxy.php?request=http%3A%2F%2Fwww.newsgd.com%2Fnews%2Fpicstories%2F200606210014_61317.jpg&hash=a32de5ac22acdfce14a915d944250dc92e5ea9bf)
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: Kelana on 18 September 2009, 09:20:17 PM
Menafsirkan adalah mengartikan, menangkap maksud atas sebuah kata (kalimat , dsb) tidak menurut apa adanya, melainkan diterangkan juga apa yang tersirat (dengan mengutarakan pendapat sendiri). - KBBI

Ketika seseorang membaca teks ia tidak langsung menafsirkan teks itu, tetapi ia memahami teks tersebut berdasarkan makna kata sesuai dengan kesepakatan umum sesuai dengan kaidah bahasa. Ketika dalam memahami makna kata sesuai dengan kesepakatan umum ini terjadi kontradiksi, ketidakjelasan, maka muncullah penafsiran.
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: fabian c on 18 September 2009, 10:08:14 PM
Quote from: sobat-dharma on 18 September 2009, 07:49:49 PM
Adakah yang membaca sebuah teks tanpa menafsir sama sekali??? Bahkan membaca makna secara harafiah pun juga mengandalkan tafsiran. Dalam hal ini, penafsiran tidak mesti tidak diharamkan, selama ketika persoalan membaca teks. Hanya kaum fundamentalis yang mengaku ketika membaca sebuah teks keagamaan tidak perlu mengandalkan penafsiran, sebab mereka mengklaim dapat memahami makna 'sebenarnya' sebuah teks secara terawang. Justru ketika sesorang merasa dirinya 'tidak menafsir' ia mengabaikan fakta paling krusial: bahwa pemahaman yang didapatkan justru hanya dapat diperoleh dari penafsiran, bahkan padangan  bahwa 'aku tidak sedang menafsir' adalah tafsiran belaka.

Dalam hal ini, seseorang perlu mengingat bahwa penafsiran adalah proses kerja mental yang wajar ketika indera kita menerima informasi dari luar. Misalnya, ketika seseorang membaca sebuah teks, otomatis ia pasti menafsirkan tentang makna di dalam teks tersebut menurut suatu kerangka berpikir tertentu. Penafsiran adalah mutlak diperlukan untuk memahami teks, oleh karena itu tanpa penafsiran tidak ada yang namanya pemahaman. Dengan demikian, p*n*sbian akan penafsiran sama dengan menafikan bahwa untuk memahami sebuah teks manusia menggunakan persepsi inderawinya dan akal pikirannya untuk memahaminya.

Terlebih lagi sebuah teks yang ditulis di masa lampau, yang kadangkala disalin dan diterjemahkan berkali-kali,  serta memiliki latar belakang budaya dan pola pemikiran yang sangat senjang dibandingkan budaya dan pola pemikiran di mana pembacanya hidup, mutlak sekali dibutuhkan penafsiran. Penafsiran yang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek historis dan kultural di mana teks ditulis dapat membantu seseorang memahami sebuah teks dengan sesuai seperti yang dimaksud oleh penulisnya. Jika seseorang memaksakan diri untuk membaca suatu teks tanpa penafsiran yang memperhatikan aspek kultural dan historis ia akan terjebak dalam anakronisme, yaitu kecenderungan memaksakan perspektif yang dimiliki pembaca (yang memiliki latar belakang budaya dan jamannya sendiri) tanpa memperhatikan latar belakang historis dan budaya di mana teks tersebut ditulis. Akibatnya adalah kesalahpahaman akan isi teks yang bisa-bisa dianggap sebagai "bare truth".

Selain itu, penerima akan adanya penafsiran yang berbeda-beda berarti pengakuan adanya keragaman dan pluralisme, sehingga menyebabkan seseorang terbiasa dengan perbedaan pendapat dan pandangan. Para teroris berlatar-belakang agama, misalnya, dikenal sebagai fundamentalis yang otoriter karena memaksakan tafsir kitab suci agar seragam sesuai dengan yang disebutnya sebagai "bare truth" yang tunggal dan absolut. Mereka menolak adanya yang disebut penafsiran pada diri mereka sendiri dan menyindir pihak yang berpandangan berbeda dengan mereka sebagai "tafsiran belaka." Karena itu, menjadi sah membungkam tafsiran-tafsiran lain dengan menggunakan dalih sebagai pembawa kebenaran absolut.



Saudara Sobat Dharma yang baik,
Inilah seninya belajar spiritual, ajaran spiritual yang baik memberikan petunjuk yang jelas, lugas dan mudah dimengerti, tidak mengambang atau menggunakan kata-kata bersayap yang menyebabkan setiap pembacanya mengartikan secara berbeda.
Bila yang tertulis buruk memang demikianlah ajaran tersebut, bila yang tertulis baik memang demikianlah ajaran tersebut, bila ditafsirkan maka ajaran yang buruk bisa menjadi baik atau sebaliknya.
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: marcedes on 19 September 2009, 12:10:13 AM
QuoteBila yang tertulis buruk memang demikianlah ajaran tersebut, bila yang tertulis baik memang demikianlah ajaran tersebut, bila ditafsirkan maka ajaran yang buruk bisa menjadi baik atau sebaliknya.
_/\_  _/\_  _/\_  _/\_  _/\_  _/\_  _/\_  _/\_  _/\_  _/\_  _/\_  _/\_  _/\_  _/\_  _/\_  _/\_  _/\_  _/\_
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: wen78 on 19 September 2009, 02:39:26 AM
Quote from: fabian c on 18 September 2009, 02:19:47 AM
Bagaimana dengan kita sebagai pengikut Sang Buddha Gotama? Sebagai pengikut Sang Buddha sebaiknya kita tidak menafsirkan, tapi menggunakan apa yang tertulis di Tipitaka sebagai "bare truth" (kebenaran apa adanya) tanpa ditafsir atau dicari pembenarannya.

apakah ini sebuah penafsiran atau bukan sebuah penafsiran?   ;D


Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: Sumedho on 21 September 2009, 05:46:48 AM
Quote from: Kelana on 18 September 2009, 09:20:17 PM
Menafsirkan adalah mengartikan, menangkap maksud atas sebuah kata (kalimat , dsb) tidak menurut apa adanya, melainkan diterangkan juga apa yang tersirat (dengan mengutarakan pendapat sendiri). - KBBI

Ketika seseorang membaca teks ia tidak langsung menafsirkan teks itu, tetapi ia memahami teks tersebut berdasarkan makna kata sesuai dengan kesepakatan umum sesuai dengan kaidah bahasa. Ketika dalam memahami makna kata sesuai dengan kesepakatan umum ini terjadi kontradiksi, ketidakjelasan, maka muncullah penafsiran.
kalau pake contoh lain, ada mimpi lalu tafsir mimpi. mimpi satu hal, tafsir mimpi hal yang lainnya. demikian pula sebuah kalimat, bisa kita pahami kalimat itu dan bisa juga kita buat tafsirannya untuk mengisi gap yg ada
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: hendrako on 21 September 2009, 08:12:27 AM
Quote from: ryu on 18 September 2009, 06:18:29 AM
di dalam buddhist tidak ada ya badan tertnggi yang bisa jadi acuan tafsir PALING BOLEH DIPAKAI ? ;D

Acuan tafsir yang paling boleh dipakai....... mungkin >>> "Kalama Sutta".
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: ryu on 21 September 2009, 08:49:58 AM
jadi inget jaman Togel :))
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: sobat-dharma on 21 September 2009, 09:51:33 PM
Quote from: fabian c on 18 September 2009, 10:08:14 PM
Saudara Sobat Dharma yang baik,
Inilah seninya belajar spiritual, ajaran spiritual yang baik memberikan petunjuk yang jelas, lugas dan mudah dimengerti, tidak mengambang atau menggunakan kata-kata bersayap yang menyebabkan setiap pembacanya mengartikan secara berbeda.
Bila yang tertulis buruk memang demikianlah ajaran tersebut, bila yang tertulis baik memang demikianlah ajaran tersebut, bila ditafsirkan maka ajaran yang buruk bisa menjadi baik atau sebaliknya.

Bro fabian,
ada perbedaan antara belajar spiritual dengan mempelajari ajaran melalui sebuah teks. Jika berbicara tentang teks, mustahil seseorang bisa menghindari tafsir (interpretasi). Sebaliknya dalam berlatih meditasi, vipassana misalnya, interpretasi justru harus terus diamati dan diperhatikan, bukan dituruti. Tapi kalau kita bicara tentang pengetahuan yang diperoleh dari teks, interpretasi tidak bisa dielakkan.



Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: sobat-dharma on 21 September 2009, 10:33:08 PM
Quote from: Kelana on 18 September 2009, 09:20:17 PM
Menafsirkan adalah mengartikan, menangkap maksud atas sebuah kata (kalimat , dsb) tidak menurut apa adanya, melainkan diterangkan juga apa yang tersirat (dengan mengutarakan pendapat sendiri). - KBBI

Ketika seseorang membaca teks ia tidak langsung menafsirkan teks itu, tetapi ia memahami teks tersebut berdasarkan makna kata sesuai dengan kesepakatan umum sesuai dengan kaidah bahasa. Ketika dalam memahami makna kata sesuai dengan kesepakatan umum ini terjadi kontradiksi, ketidakjelasan, maka muncullah penafsiran.

Memang dalam Bahasa Indonesia, kata "tafsir" bisa sangat sewenang-wenang. Namun, sebenarnya seringkali kita menggunakan secara tersirat untuk menggantikan kata "interpretation" atau "interpretasi" yang pengertiannya bukan semata-mata pemaknaan yang tersirat dengan melibatkan unsur pribadi. Jika berbicara tentang "tafsir teks" sebenarnya interpretasi yang saya maksudkan, bukan sekadar pengertian kata "tafsir" sebagaimana dalam versi KBBI. Interpretasi dalam hal ini adalah suatu tindakan merubah sesuatu tanda menjadi bermakna sehingga dipahami.

Interpretasi sendiri sifatnya berlapis-lapis . Dalam ilmu bahasa, percakapan antara dua belah pihak dengan menggunakan suatu simbol dalam penyampaian makna juga dikatakan menggunakan "interpretasi." Semua hal yang bersifat simbolik dan melibatkan tanda-tanda yang mewakili sesuatu yang hendak disampaikannya selalu membutuhkan proses interpretasi dalam membongkar makna yang terkandung di dalam pesan. Sebuah teks misalnya, tidak lain hanya kumpulan simbol-simbol (tulisan) yang diuntai  dalam sebuah rangkaian tertentu oleh pembuat pesan sehingga ditafsirkan oleh penerima pesan sebagai suatu makna tertentu. Dalam hal ini, sebenarnya tidak ada jaminan bahwa si penerima pesan selalu berhasil menangkap maskud pembuat pesan sebagaimana seharusnya, karena dalam proses komunikasi selalu terdapat yang namanya "noise" (gangguan). Noise bisa berasal dari pengirim pesan, dari penerima pesan maupun pihak di luar keduanya.

Dalam kasus pemahaman sebuah teks, misalnya, bisa jadi noise datang dari penulis teks yang menggunakan kata-kata yang ambigu dalam menyampaikan pesan sehingga akhirnya kata-kata tersebut menjadi bersayap dan multitafsir. Sedangkan noise yang datang dari penerima pesan, bisa terjadi antara lain jika si penerima pesan ternyata mempunyai keyakinan atau harapan tertentu terhadap pesan yang disampaikan sehingga ia memaksakan suatu makna tertentu (dalam hal ini, apa yang dikatakan melibatkan faktor pribadi dalam penafsiran). Namun, selain itu noise bisa juga karena faktor budaya atau masa yang berbeda sehinga menyebabkan si penerima pesan bisa dalam memahami makna yang disampaikan oleh si pengirim pesan. Di luar itu masih banyak lagi hal-hal yang bisa membelokkan suatu pesan yang hendak disampaikan dari makna "sebenarnya" yang hendak disampaikan oleh pembawa pesan. Contohnya, apabila pesan disampaikan secara berantai atau mengalami proses penerjemahan ke bahasa lain, maka tingkat kesalahan selama masa transmisi pesan semakin besar kemungkinan.  Atau adanya faktor di tengah-tengah yang merusak suatu pesan sehingga sulit dibaca lagi, misalnya teks kuno yang sobek atau hilang sebagian.

Dalam hal ini, interpretasi sendiri bukanlah masalah, namun yang jadi masalah adalah noise yang terjadi. Kita hanya bisa meminimalkan noise untuk mengurangi kesalahan dalam interpretasi guna mendapatkan pengertian yang sebenarnya dari si pembuat pesan. Namun sungguh mustahil jika kita berpikir bisa menerima pesan apa adanya dari si pembuat pesan tanpa harus melalui rangkaian penyampaian pesan yang saya sebutkan di atas, terutama untuk pemahaman terhadap teks. Penerimaan makna tanpa rangkaian penyampaian pesan hanya mungkin dilakukan oleh dua orang yang mempunyai kekuatan khusus, telepati misalnya  ;D, atau transmisi dalam tradisi zen "dari pikiran ke pikiran", yang keduanya pasti tidak menggunakan teks tertulis. Dalam memahami teks tertulis, sungguh sulit dilalui tanpa ada interpretasi sama sekali.

Di luar pengertian interpretasi yang telah saya terangkan di atas, dikenal interpretasi lain yang lebih kompleks, misalnya interpretasi dengan menggunakan alat statistik. Data-data diolah dengan suatu cara tertentu sehingga menghasilkan pemaparan sistematis yang kemudian harus diinterpretasikan maknanya sehingga bisa dipahami. Selain itu interpretasi dalam ilmu psikologi juga termasuk yang kompleks. Dari berbagai data tentang seorang individu yang sifatnya terbatas, psikolog kemudian berusaha menerangkan tentang karakter kepribadiannya dll. Dalam kasus seperti ini, persoalannya seringkali hanya masalah kredibilitas dalam interpretasi yang dilakukan karena tingkat kemungkinan kesalahannya menjadi lebih besar daripada yang pertama saya sebutkan.

Singkatnya, dari uraian saya yang panjang lebar ini, saya hanya hendak mengatakan bahwa interpretasi adalah proses yang alami dan wajar, bukan sesuatu yang harus dibuang atau dihindari, apalagi dianggap sebagai sumber masalah.

Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: sobat-dharma on 21 September 2009, 10:39:45 PM
Quote from: Sumedho on 21 September 2009, 05:46:48 AM
kalau pake contoh lain, ada mimpi lalu tafsir mimpi. mimpi satu hal, tafsir mimpi hal yang lainnya. demikian pula sebuah kalimat, bisa kita pahami kalimat itu dan bisa juga kita buat tafsirannya untuk mengisi gap yg ada

Mimpi sulit dipahami, hingga ditafsirkan  ;D Kita mengenal berbagai metode "tafsir mimpi" dari yang "ilmiah" sampai yang "tidak ilmiah"... Karena memang mimpi perlu ditafsirkan dulu sebelum bisa dipahami dengan baik

Kalau sebuah kalimat, kita jadi paham karena kita telah melakukan proses penafsiran/penginterpretasian terhadap simbol/penanda-petanda (kata-kata) yang digunakan untuk merangkainya. Hanya saja kita sudah sedemikian biasanya menggunakan tanda-tanda bahasa tersebut sehingga kita tidak merasakan proses penafsirannya yang sedemikian cepatnya. (untuk lebih jelasnya soal ini lihat postingku yang di atas)
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: Nevada on 22 September 2009, 12:38:02 AM
Tidak perlu memperluas bahasan diskusi tentang penafsiran seluruh isi kitab agama. Thread ini mengangkat topik tentang penafsiran yang diterapkan pada doktrin Buddhisme. :)

Kebaikan apakah yang dapat ditafsirkan dari satu kasus pembunuhan?

Saya tidak menyatakan bahwa pembunuhan itu 100% buruk; apalagi 100% baik. Dalam satu kasus pembunuhan, mungkin saja dilandasi oleh keinginan baik (misalnya menyelamatkan orang lain). Tapi tetap saja perbuatan menghilangkan nyawa seseorang adalah tindakan amoral.

Para Bijaksana menyatakan bahwa pembunuhan adalah perbuatan yang tidak selaras dengan Dhamma. Namun jika ada pernyataan yang menyetujui pembunuhan sebagai jalan untuk menyelamatkan makhluk hidup lain, dan ini selaras dengan Dhamma; maka ini adalah penafsiran yang sangat buruk.

Buddhisme mengajarkan pemahaman benar agar semua orang mengetahui setiap konsekuensi dari perbuatannya. Bila pembunuhan untuk menyelamatkan makhluk hidup lain dinyatakan sebagai perbuatan mulia, lalu di mana letak konsistensi dari Dhamma itu sendiri?

Setelah pembunuhan itu dinyatakan sebagai perbuatan mulia, maka secara implisit Hukum Kamma pun runtuh, disiplin moralitas pun luntur, dan muncullah konsep cinta-kasih yang baru; yakni cinta-kasih yang mengorbankan darah.

Inilah salah satu contoh yang disinggung dalam topik ini. Saya harap bagi teman-teman yang memang punya kebiasaan menafsir doktrin-doktrin dalam Buddhisme bisa lebih jujur terhadap 'hati nurani'-nya sendiri.
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: ryu on 22 September 2009, 07:48:04 AM
Aye menafsirkan bahwa alam neraka dewa dll itu hanya kiasan dan bisa ditafsirkan alam itu ada di alam manusia semua ;D
Title: Re: Tak ingin kalah dalam debat kusir? Pakailah ilmu tafsir.
Post by: dilbert on 22 September 2009, 04:13:19 PM
Quote from: ryu on 21 September 2009, 08:49:58 AM
jadi inget jaman Togel :))

TOGEL tetap ada... namanya saja TOTO GELAP... kalau dulu mah sudah TOTO TERANG... karena jualnya TERANG TERANG-an... wkkkkk...