aku mao tanya...
apakah kita ini 'ada' apakah sang Buddha mengajarkan bahwa kita ini 'ada' ato apakah kita ini sebenarnya tidak berinti?
anatta ?
I think, therefore i exist
Ada kok... bisa disentuh, bisa dilihat...
tapi selalu berubah karena di dalamnya, komposisi semua unsur pembentuknya yaitu Nama dan Rupa selalu berubah2
QuoteI think, therefore i exist
Tepatnya : "I think, therefore I am". Itu adalah ucapan Descartes.
Meskipun demikian, pernyataan ini memiliki kesalahan bila ditinjau dari sudut Madhyamaka maupun pemahaman tentang self-awareness (rangrig) dari paradigma Dzogchen.
Penjelasan tentang ini sangat kompleks dan mendalam dan rasanya tidak tepat untuk dikemukakan disini.
Saya kemukakan ini agar sdr.Ryu dan rekan-rekan lain tetap waspada dalam menggunakan slogan tersebut, karena kalau ketemu orang berpaham Atta yang pintar maka bisa dipergunakan sebagai alat untuk mengatakan bahwa ada "Aku" yang truly exist, atau dari golongan Cittamatra yg mengatakan segala sesuatunya berasal dari Mind yang dependent dan inherently exist.
Dari filosofi barat, pernyataan Descartes ini pun digugat oleh Immanuel Kant dalam bukunya Critique of Pure Reason.
Just FYI. No offense pls.
"I think therefore I am" juga mengandung kesalahan diliat dari konsep pancakhanda.
ada hal2 lain selain though yg mengilusikan semuanya sebagai "I".
Quoteapakah kita ini 'ada' apakah sang Buddha mengajarkan bahwa kita ini 'ada' ato apakah kita ini sebenarnya tidak berinti?
ada & tidak berinti...
tapi kalau setelah parinibbana gimana ya?
ada yang masih bingung ama parinibbana.... ;D
sama seperti anak TK mo mahamin Aljabar anak kuliahan......
Kalimat I think therefore I am juga sudah kontradiksi dari awal kalau "I Think" baru "I am", dari awal sudah di state kalau sudah ada "I", mengasumsikan dari awal kalau sudah ada.
Itu bukan ucapan descartes, tp ucapan suhu medho tuh :P
paradox jebakan betmen :P
Quote from: Sumedho on 05 December 2007, 12:00:38 PM
Kalimat I think therefore I am juga sudah kontradiksi dari awal kalau "I Think" baru "I am", dari awal sudah di state kalau sudah ada "I", mengasumsikan dari awal kalau sudah ada.
Kalu gitu dibalik, "I am, therefore I think!"
salam,
sebenarnye gini..
kemaren gw debat langsung sama 2 temen gw..mereka ambil psychology...tapi mereka Islam...
dan mereka mempertanyakan Dhamma..dan gw jadi bingung sendiri waktu explain tentang...
apakah Batin dan jasmani itu exist dalam agama Buddha? ato..apakah batin dan jasmani itu tidak berinti? karena gw sering secara tidak sengaja mencampurkan kedua teori itu...
Quoteapakah Batin dan jasmani itu exist dalam agama Buddha?
bukannya diajarkan adanya nama dan rupa ?
Quoteato..apakah batin dan jasmani itu tidak berinti?
batin berinti ? jasmani berinti ?
Quote from: El Sol on 05 December 2007, 07:46:28 PM
sebenarnye gini..
kemaren gw debat langsung sama 2 temen gw..mereka ambil psychology...tapi mereka Islam...
dan mereka mempertanyakan Dhamma..dan gw jadi bingung sendiri waktu explain tentang...
apakah Batin dan jasmani itu exist dalam agama Buddha? ato..apakah batin dan jasmani itu tidak berinti? karena gw sering secara tidak sengaja mencampurkan kedua teori itu...
Pertama, soal exist.
Harus didudukkan dulu istilah 'exist' nya itu Sol.
Kalau exist dalam arti "dapat dirasakan", maka batin dan jasmani adalah exist.
contoh:
~ jasmani, jelas! dapat dilihat, dapat diraba, dll
~ bathin: dimaki: anjing!, marah kan? berarti bathin exist.
Namun, istilah exist ini sungguh luas, tergantung pembicaraan pada konteks apa.
kedua, inti.
Apakah bathin dan Jasmani tidak berinti? Dalam ajaran Buddha jelas Bathin dan Jasmani tidak berinti.
Tanya balik saja: "tolong deh tunjukkan mana inti jasmani, mana inti bathin?".
Nggak ada yg bisa unjukkin, pasti.
Tanya jawab antara Raja Milinda dan Bhikkhu Nagasena dibawah ini, mungkin mirip dengan diskusi El Sol dengan teman muslim-nya:
===================
Jiwa
Raja Milinda pergi menemui Bhikkhu Nagasena dan setelah saling mengucapkan salam persahabatan, raja duduk dengan hormat di satu sisi. Milinda mulai bertanya:
1. "Bagaimana Yang Mulia disebut dan siapakah nama Anda?"
"Baginda, saya disebut Nagasena tetapi itu hanyalah rujukan dalam penggunaan sehari-hari, karena sebenarnya tidak ada individu permanen yang dapat ditemukan".
Kemudian Milinda memanggil orang-orang Yunani Bactria dan para bhikkhu untuk menjadi saksi: "Nagasena ini berkata bahwa tidak ada individu permanen yang tersirat dalam namanya. Apakah mungkin hal seperti itu diterima?"
Kemudian ia berbalik kepada Nagasena dan berkata, "Jika, Yang Mulia Nagasena, hal tersebut benar, lalu siapakah yang memberi Anda jubah, makan dan tempat tinggal? Siapa yang menjalani kehidupan dengan benar ini? Atau juga, siapa yang membunuh makhluk hidup, mencuri, berzinah, berbohong dan mabuk-mabukan? Jika apa yang anda katakan itu benar maka tidak akan ada perbuatan yang baik atau perbuatan yang tercela, tidak akan ada pelaku kejahatan atau pelaku kebaikan, dan tidak ada hasil kamma. Jika, Yang Mulia, seseorang membunuh Anda maka tidak akan ada pembunuh, dan itu juga berarti bahwa tidak ada mahaguru atau guru dalam Sangha Anda. Anda berkata bahwa Anda disebut Nagasena; sekarang, apakah Nagasena itu? Apakah rambutnya?"
"Saya tidak mengatakan demikian, Raja Yang Agung".
"Kalau begitu, apakah kukunya, giginya, kulitnya atau bagian tubuhnya yang lain?"
"Tentu saja tidak".
"Atau apakah tubuhnya, atau perasaannya, atau pencerapannya, atau bentuk-bentuk pikirannya, atau kesadarannya? Ataukah semua tadi digabungkan? Ataukah sesuatu di luar semua itu tadi yang disebut Nagasena?"
Dan masih saja Nagasena menjawab: "Bukan semuanya itu".
"Kalau begitu Nagasena, kalau boleh saya berkata, saya tidak dapat menemukan Nagasena itu. Nagasena hanyalah omong kosong. Tetapi siapakah yang kami lihat di depan mata ini? Kebohonganlah yang telah dikatakan Yang Mulia".
"Baginda, tuan telah dibesarkan dalam kemewahan sejak dilahirkan. Bagaimanakah tadi Baginda datang kemari, berjalan kaki atau naik kereta?"
"Naik kereta, Yang Mulia".
"Kalau begitu, tolong jelaskan, apakah kereta itu. Apakah porosnya? Apakah rodanya, atau sasisnya, atau kendalinya, atau kuknya yang disebut kereta? Atau gabungan semuanya itu, atau sesuatu di luar semua itu?"
"Bukan semua itu, Yang Mulia".
"Kalau begitu, Baginda, kereta ini hanyalah omong kosong. Baginda berkata dusta ketika berkata datang kemari naik kereta. Baginda adalah raja yang besar di India. Siapa yang Baginda takuti sehingga Baginda berdusta?"
Dan Nagasena kemudian memanggil orang-orang Yunani Bactria dan para bhikkhu untuk menjadi saksi: "Raja Milinda ini telah berkata bahwa beliau datang kemari naik kereta, tetapi ketika ditanya 'Apakah kereta itu?' Beliau tidak dapat menunjukkannya. Dapatkah hal ini diterima?"
Kemudian secara serempak ke-500 orang Yunani Bactria itu bersama-sama berteriak kepada raja, "Jawablah bila Baginda bisa!"
"Yang Mulia, saya telah berkata benar. Karena mempunyai semua bagian itulah maka ia disebut kereta". "Bagus sekali. Baginda akhirnya sudah dapat menangkap artinya dengan benar. Demikian juga karena ke-32 jenis zat organ materi dalam tubuh manusia dan 5 unsur makhluklah saya disebut Nagasena. Seperti yang telah dikatakan oleh Bhikkhuni Vajira di hadapan Sang Buddha Yang Agung, 'Seperti halnya ada berbagai bagian itu maka kata "kereta" digunakan, demikian juga bila ada unsur-unsur makhluk maka kata "makhluk" digunakan'".
"Sangat indah Nagasena, sungguh luar biasa mengagumkannya penyelesaian teka-teki ini olehmu, meskipun sulit. Seandainya Sang Buddha berada di sinipun Beliau pasti akan menyetujui jawabanmu".
dari buku: Perdebatan Raja Milinda (Ringkasan Milinda Panha)=================
::
sangat setuju dengan bro willi,
dear El Sol : jika akan berdebat dengan paham lain, minta mereka gambarkan dahulu dari sudut pandang mereka..... soalnya kalo sudut pandang awal aja udah beda, ya ga akan pernah ketemu......
sama ky 2 org buta yang diskusi tentang gajah yg mereka pegang......
mau tanya ni... maksud nya berinti itu apa ya???
:D masi cupu gue hahaha
Quote from: mei_lee on 06 December 2007, 08:22:32 PM
mau tanya ni... maksud nya berinti itu apa ya???
:D masi cupu gue hahaha
ada banyak pandangan yg percaya bahwa mahkluk hidup memiliki inti yg menjadi dasar kehidupannya. inti tsb kekal dan inti tsb-lah yg dikatakan diri kita. bahasa umumnya sering disebut 'roh' atau 'jiwa'. ada yg percaya bahwa setelah mati, roh/jiwa tsb keluar dari tubuh.
pandangan tsb adalah pandangan yg salah (menurut buddhist). sebenarnya kita ini tidaklah berinti (tidak memiliki sesuatu yg kekal ataupun roh yg keluar pada saat mati).
pada saat tumimbal lahir pun tidak ada roh yg berpindah.
kebetulan nih ada yg ingin saya tanyakan tentang debat ini...
Quote from: willibordus on 06 December 2007, 08:00:14 AM
Kemudian ia berbalik kepada Nagasena dan berkata, "Jika, Yang Mulia Nagasena, hal tersebut benar, lalu siapakah yang memberi Anda jubah, makan dan tempat tinggal? Siapa yang menjalani kehidupan dengan benar ini? Atau juga, siapa yang membunuh makhluk hidup, mencuri, berzinah, berbohong dan mabuk-mabukan? Jika apa yang anda katakan itu benar maka tidak akan ada perbuatan yang baik atau perbuatan yang tercela, tidak akan ada pelaku kejahatan atau pelaku kebaikan, dan tidak ada hasil kamma. Jika, Yang Mulia, seseorang membunuh Anda maka tidak akan ada pembunuh, dan itu juga berarti bahwa tidak ada mahaguru atau guru dalam Sangha Anda. Anda berkata bahwa Anda disebut Nagasena; sekarang, apakah Nagasena itu? Apakah rambutnya?"
dari buku: Perdebatan Raja Milinda (Ringkasan Milinda Panha)
yg saya bold itu kok ga dijawab Nagasena ya?
trus jawabannya apa? siapa yg menjalani kehidupan dg benar ini?
Quote from: tesla on 06 December 2007, 09:52:17 PM
kebetulan nih ada yg ingin saya tanyakan tentang debat ini...
Quote from: willibordus on 06 December 2007, 08:00:14 AM
Kemudian ia berbalik kepada Nagasena dan berkata, "Jika, Yang Mulia Nagasena, hal tersebut benar, lalu siapakah yang memberi Anda jubah, makan dan tempat tinggal? Siapa yang menjalani kehidupan dengan benar ini? Atau juga, siapa yang membunuh makhluk hidup, mencuri, berzinah, berbohong dan mabuk-mabukan? Jika apa yang anda katakan itu benar maka tidak akan ada perbuatan yang baik atau perbuatan yang tercela, tidak akan ada pelaku kejahatan atau pelaku kebaikan, dan tidak ada hasil kamma. Jika, Yang Mulia, seseorang membunuh Anda maka tidak akan ada pembunuh, dan itu juga berarti bahwa tidak ada mahaguru atau guru dalam Sangha Anda. Anda berkata bahwa Anda disebut Nagasena; sekarang, apakah Nagasena itu? Apakah rambutnya?"
dari buku: Perdebatan Raja Milinda (Ringkasan Milinda Panha)
yg saya bold itu kok ga dijawab Nagasena ya?
trus jawabannya apa? siapa yg menjalani kehidupan dg benar ini?
Pertanyaan itu dijawab oleh Nagasena, sbb:
//cut....
Raja: Anda berkata bahwa Anda disebut Nagasena; sekarang, apakah Nagasena itu? Apakah rambutnya?"
Nagasena: "Saya tidak mengatakan demikian, Raja Yang Agung".
Raja: "Kalau begitu, apakah kukunya, giginya, kulitnya atau bagian tubuhnya yang lain?"
Nagasena: "Tentu saja tidak".
dstnya..... cut//
Pada tanya jawab yg bertopik 'JIWA' ini, semula Sang Raja masih berpandangan ATTA, sama seperti kebanyakan orang, Raja masih berpandangan bahwa ada Jiwa (inti dan kekal) dalam tubuh si Nagasena.
Setelah dijelaskan oleh Nagasena dengan perumpamaan 'kereta', barulah Sang Raja menjadi paham dan mengerti tentang ANATTA; yaitu bahwa jiwa yg inti dan kekal itu sebenarnya tidak ada.
Apa yg kita sebut SAYA itu hanyalah 'gabungan materi dan bathin yg selalu berubah dan kondisional, tidak ada inti kekal yg kita sebut jiwa'
Pemahaman ini sangat penting dalam Buddhisme, harus selalu direnungkan dari saat ke saat untuk bisa mengikis ego.
::
Quote from: El Sol on 05 December 2007, 03:14:23 AM
aku mao tanya...
apakah kita ini 'ada' apakah sang Buddha mengajarkan bahwa kita ini 'ada' ato apakah kita ini sebenarnya tidak berinti?
Manusia (dalam hal ini yang dibicarakan adalah manusia) terdiri dari lima bagian (panca skhandha) yaitu Rupa (bentuk), perasaaan, pencerapan, persepsi dan kesadaran.
Ajaran Buddha mengatakan bahwa pada dasarnya "tidak ada inti" yang tetap, karena "manusia" itu "ada /eksis" disebabkan interaksi panca skhandha.
Jika rupa hilang / rusak maka manusia itu mati, jika kesadaran tidak ada maka manusia itu juga mati, jika perasaan tidak ada, boleh dikatakan tidak menjadi manusia.
Jadi semua "fenomena" itu ada karena interaksi kondisi kondisi, yang mana di dalam hal ini dalam aspek pembentuk manusia adalah NAMA dan RUPA.
Jika dikatakan kita itu "TIDAK ADA" maka sebenarnya kita "ADA" (nyata-nyata-nya ada)... jika dikatakan bahwa kita itu "TETAP ADA" (maksudnya inti tidak hilang dan terus menerus sama setiap saat bahkan setelah meninggal... JUGA TIDAK BENAR...
Maksud sebenarnya adalah agar kita tidak "melekat" pada salah satu konsep "TETAP ADA" ataupun "TIDAK ADA"... karena yang benar benar adalah semua fenomena terjadi karena interaksi kondisi. Jika kondisi tepat, maka fenomena muncul. jika kondisi sudah tidak memungkinkan maka fenomena hilang dan bisa muncul kembali jika kondisi sudah tepat.
untuk analogi :
Untuk kaum ekstrim ANATTA (bahwa pada dasarnya tidak ada ATTA sehingga setelah kita meninggal maka semua lenyap).
- Jika SAKIT, biarkan SAKIT karena pada dasarnya itu tidak ada... tetapi pada dasarnya kita bisa merasakan SAKIT. Bahkan jika kita MATI, biarkan saja, karena setelah meninggal semuanya akan lenyap.
Untuk kaum ekstrim ATTA (bahwa jiwa / inti itu tetap ada dan tetap sama dari setiap waktu).
- Jika kita MATI, maka jiwa kita ini akan tetap eksis dan melanjutkan kehidupan yang lalu).
Quote from: dilbert on 07 December 2007, 08:27:52 AM
untuk analogi :
Untuk kaum ekstrim ANATTA (bahwa pada dasarnya tidak ada ATTA sehingga setelah kita meninggal maka semua lenyap).
- Jika SAKIT, biarkan SAKIT karena pada dasarnya itu tidak ada... tetapi pada dasarnya kita bisa merasakan SAKIT. Bahkan jika kita MATI, biarkan saja, karena setelah meninggal semuanya akan lenyap.
Untuk kaum ekstrim ATTA (bahwa jiwa / inti itu tetap ada dan tetap sama dari setiap waktu).
- Jika kita MATI, maka jiwa kita ini akan tetap eksis dan melanjutkan kehidupan yang lalu).
Baru saya tahu ada anatta extrim, mungkin maksudnya adalah antara,
eternalis (sassata dithi) -> yang menganggap adanya atta atau roh kekal
dan
nihilis (uccheda ditthi) -> menganggap tidak ada kehidupan setelah kehidupan ini.
Quote from: willibordus on 07 December 2007, 08:07:43 AM
Quote from: tesla on 06 December 2007, 09:52:17 PM
Kemudian ia berbalik kepada Nagasena dan berkata, "Jika, Yang Mulia Nagasena, hal tersebut benar, lalu siapakah yang memberi Anda jubah, makan dan tempat tinggal? Siapa yang menjalani kehidupan dengan benar ini? Atau juga, siapa yang membunuh makhluk hidup, mencuri, berzinah, berbohong dan mabuk-mabukan? Jika apa yang anda katakan itu benar maka tidak akan ada perbuatan yang baik atau perbuatan yang tercela, tidak akan ada pelaku kejahatan atau pelaku kebaikan, dan tidak ada hasil kamma. Jika, Yang Mulia, seseorang membunuh Anda maka tidak akan ada pembunuh, dan itu juga berarti bahwa tidak ada mahaguru atau guru dalam Sangha Anda.
Apa yg kita sebut SAYA itu hanyalah 'gabungan materi dan bathin yg selalu berubah dan kondisional, tidak ada inti kekal yg kita sebut jiwa'
Pemahaman ini sangat penting dalam Buddhisme, harus selalu direnungkan dari saat ke saat untuk bisa mengikis ego.
::
sampe sekarang saya masih ga ngerti jawaban dari pertanyaan,
'siapa yg menjalankan kehidupan yg benar/suci ini?'apakah gabungan rupa & nama ini? bukankah semua berubah sesuai dg kondisi yg mendukung? bagaimana rupa & nama ini dapat memutuskan utk menjalani kehidupan suci? atau apakah sebenarnya rupa & nama ini menjalani kehidupan suci karena mereka telah sampai pada kondisi yg mendukung untuk menjalani kehidupan suci?
haduh2... makin baca kebawah kok makin puyeng ya... makin gak ngerti.. >,< jd smua ini gak ada inti gt ya?? berarti sama ja dunk ya keg gak ada yang kekal??? lantas seusai dengan pertanyaan diatas, kalo mank gt brti kita gak isa keluar dr lingkaran kehidupan ini dunk ya?? truz sang buddha sendiri kemana dunk??
Quote from: mei_lee on 08 December 2007, 12:30:30 AM
haduh2... makin baca kebawah kok makin puyeng ya... makin gak ngerti.. >,< jd smua ini gak ada inti gt ya?? berarti sama ja dunk ya keg gak ada yang kekal??? lantas seusai dengan pertanyaan diatas, kalo mank gt brti kita gak isa keluar dr lingkaran kehidupan ini dunk ya?? truz sang buddha sendiri kemana dunk??
betul mei, kita adalah gabungan dari beberapa unsur. dalam buddhist dikenal dg istilah rupa dan nama.
rupa = fisik/jasmani
nama = kesadaran
semua itu tidaklah berinti & tentu saja tidak kekal.
rupa sudah pasti, kita bertambah tua seiring berjalannya waktu.
begitu pula halnya dg nama... nama terdiri dari citta & cetasika, citta = mind state, cetasika = mental factor (CMIIW).
menurut ajaran Buddha, citta & cetasika ini timbul & tenggelam dg kecepatan sangat tinggi shg kita merasa seolah-olah ia itu kekal padahal tidak.
seperti melihat aliran air kran... air yg mengalir skr adalah berbeda dg yg tadi.
Quote from: mei_lee on 08 December 2007, 12:30:30 AM
haduh2... makin baca kebawah kok makin puyeng ya... makin gak ngerti.. >,< jd smua ini gak ada inti gt ya?? berarti sama ja dunk ya keg gak ada yang kekal??? lantas seusai dengan pertanyaan diatas, kalo mank gt brti kita gak isa keluar dr lingkaran kehidupan ini dunk ya?? truz sang buddha sendiri kemana dunk??
wkwkkwkwkkw
sama ...
wa juga ikut bingung
??? ??? ???
Sebenarnya Jawaban Nagasena sudah jelas.
Kata "jiwa" atau "saya" hanya menjelaskan subjek dalam artian harfiah untuk dimengerti secara umum pada orang pada umumnya. Anata adalah konsep yg sesungguhnya terjadi.
Contoh: semua yg terjadi adalah muncul dan lenyap terus menerus(anicca--->anatta). Maka dikatakan tidak kekal pada prosesnya tetapi kekal adanya karena proses itu berlangsung terus secara tidak kekal. pendekatan dilbert sangatlah tepat.
Itulah artinya kekal adalah tidak kekal, kekal adalah tidak kekal..
Memang Anatta ini sulit ditembus. Ini bisa ditembus melalui vipasana.
Sabbe satta bhavantu sukhitata
brarti sama aja keg menjelaskan konsep ketuhanan itu dunk ya???
Quote from: mei_lee on 19 December 2007, 11:33:30 PM
brarti sama aja keg menjelaskan konsep ketuhanan itu dunk ya???
Untuk diri sy pribadi,
sy sudah men-delete segala konsep tentang Tuhan dan Ketuhanan dalam pemahaman saya. Karena dalam Buddhisme tidak disinggung tentang tuhan. Kita mendapatkan istilah tuhan / ketuhanan karena hidup dilingkungan ajaran Samawi, konsep ini akan membingungkan jika kita mau belajar Buddhisme.
Jadi, saya berusaha memandang segala sesuatu hal tentang kehidupan ini dengan konsep: anatta, anicca, nibbana dsbnya...
Kalo tetap 'memasang; konsep tuhan dipadukan dengan nibbana dsbnya, maka akan menyulitkan pembelajaran saya sendiri...
_/\_
::