Bro William yang baik,
Apakah Master Zen Thich Nhat Hanh itu sendiri menyanyi dan menari? Menyanyi dan menari cenderung membuyarkan konsentrasi pikiran karena itu tidak diperbolehkan bagi bhiksu Zen.
Tapi kalau ada bhiksu ybs bisa tetap fokus walau menari dan menyanyi ya tidak ada yang melarang. Bisa atau tidaknya dia tetap fokus/konsentrasi yang tahu dirinya sendiri.
Vinaya adalah aturan yg mesti ditaati oleh Bhikkhu.
Jika Vinaya melarang menyanyi dan menari, tapi Bhikkhu tetap melakukannya namun diembel2i... tetap disadari/konsentrasi, bukankah ada 2 akibat yg ditimbulkan:
A. Vinaya harus diubah menjadi:
1) Tidak membunuh kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
2) Tidak melakukan kejahatan seksual kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
3) Tidak mencuri atau merampok kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
4) Tidak berbohong atau tidak berkata tidak benar kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
5) Tidak minum minuman yang memabukkan kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
Vinaya tambahan:
1) Tidak tidur di tempat tidur yang mewah dan besar kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
2) Tidak memakai perhiasan atau bunga (di kepala) kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
3) Tidak bernyanyi dan menari seperti pemain opera kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
4) Tidak menyimpan emas dan perak (uang pada zaman itu) kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
5) Tidak makan di luar jam makan kecuali dilakukan dengan fokus/konsentrasi
B. Tidak usah pake2 Vinaya-an, jadi jelas, masing2 Bhikkhu menerapkan standar sila bagi diri masing2. Ini lebih fair.
Kasusnya mungkin sama seperti TERIAKAN Master Zen Linji. Berteriak cenderung membuyarkan pikiran yang berteriak. Tapi kalau Master Zen Linji sudah bisa tetap fokus pikirannya walau berteriak, ya tidak ada yang bisa melarangnya. Di sinilah letak fleksibilitas Zen. Intinya apapun boleh asal tetap bisa konsentrasi pikiran dari waktu ke waktu. Yang tahu itu buyar atau fokus ya diri sendiri.
Maaf Bro, menurut saya yg dibold itu micha ditthi
Jadi di sini diperlukan kejujuran diri kita sendiri. Sebab boleh saja kita membohongi semua orang di dunia mengenai kemajuan meditasi kita, namun diri kita sendiri tak dapat kita bohongi.
Intinya segala sesuatu yang membuyarkan konsentrasi pikiran tidak dianjurkan, misalnya seperti sila kelima ' tidak minum minuman memabukkan' di masa kini bisa diperluas menjadi 'rokok, ganja, morfin, ekstasi' dll.
Saya beri contoh lain: kisah dua orang Master Zen di Jepang. Yang satu minum sake/arak khas Jepang dan yang lain tidak. Padahal minuman keras jelas 'dilarang' dalam Pancasila Buddhist yang dipatuhi praktisi Zen sekalipun apalagi bhiksu/master Zen . Master/Guru Zen yang tidak minum arak menegur yang minum arak. Jawaban Guru Zen yang minum arak adalah: "Yang tidak minum arak BUKAN manusia.". Lalu Guru Zen yang tidak minum arak menjawab: "Oh ya, kalau bukan manusia lalu apa?". Guru Zen yang minum arak menjawab singkat: "Buddha".
Jadi, Anda bisa lihat sendiri, begitu fleksibel-nya sila/vinaya Zen sehingga tak aneh bila kemudian Zen sendiri terpecah-pecah menjadi entah berapa banyak aliran di masa kini. Termasuk yang MUNGKIN bhiksu-nya memainkan musik yang menjadi isu di sini.
'Fleksibelitas' hanya berlaku untuk yg telah tercerahkan, krn pikiran yg tercerahkan beda dgn pikiran kotor kita. Mungkin dimata kita tingkah laku mereka 'fleksibel', namun itu menurut mata kita yg dualisme.
Bila orang2 yg belum tercerahkan, dan ikut2an gaya 'fleksibel' orh yg tercerahkan, sy cenderung menganggap tindakan tsb sbg suatu kecerobohan (kecerobohan pemahaman dan kecerobohan praktik) dan mau gampang aja. Bisa nyasar kemana-mana....
Pada akhirnya yg diambil fleksibelnya aja.
Saya tidak menyalahkan atau membenarkan main musik. Semuanya kembali berpulang ke masing-masing individu praktisi Zen itu sendiri. Seberapa jauh pengaruh 'minum arak' 'main musik' terhadap ELING/ MINDFULNESS itu sendiri? Hanya diri 'mereka' sendiri yang tahu.
Bbrp artikel thread lain yg relevan dgn topik ini:
brahmajala sutta :
1.13. ‘“
Sementara beberapa petapa dan Brahmana … masih menikmati pertunjukan seperti tarian, nyanyian, musik, penampilan, pembacaan, musik-tangan, simbal dan tambur, pertunjukan sihir15, akrobatik dan sulap,16 pertandingan gajah, kerbau, sapi, kambing, domba, ayam, burung puyuh, perkelahian dengan tongkat, tinju, gulat, perkelahian pura-pura, parade, pertunjukan manuver dan militer,
Petapa Gotama menjauhi menikmati penampilan demikian.”’>>>>>Pendapat iseng saya:
Bisa dianggap, para Bhikkhu yg menikmati (bahkan melakukan) nyanyi dan tari2an bisa dianggap petapa atau Brahmana, bukan murid Sang Buddha Gotama<<<<<
ambatha sutta :"Ia
menahan diri untuk tidak merusak benih-benih dan tumbuh-tumbuhan. Ia makan sehari sekali, tidak makan setelah tengah hari. Ia menahan diri dari menonton pertunjukan-pertunjukan, tari-tarian, nyanyian dan musik. Ia menahan diri dari penggunaan alat-alat kosmetik, karangan-karangan bunga, wangi-wangian dan perhiasan-perhiasan. Ia menahan diri dari penggunaan tempat-tidur yang besar dan mewah. Ia menahan diri dari menerima emas dan perak. Ia menahan diri dari menerima gandum (padi) yang belum dimasak. Ia menahan diri dari menerima daging yang belum dimasak. Ia menahan diri menerima wanita dan perempuan-perempuan muda. Ia menahan diri dari menerima budak belian lelaki dan budak belian perempuan. Ia menahan diri dari menerima biri-biri atau kambing. Ia menahan diri dari menerima babi dan unggas. Ia menahan diri dari menerima tanah-tanah pertanian. Ia menahan diri dari berlaku sebagai duta atau pesuruh. Ia menahan diri dari membeli dan menjual. Ia menahan diri dari menipu dengan timbangan, mata uang maupun ukuran-ukuran. Ia menahan diri dari perbuatan menyogok, menipu dan penggelapan. Ia menahan diri dari perbuatan melukai, membunuh, memperbudak, merampok, menodong dan menganiaya. Inilah, Ambattha, sila yang dimilikinya."
mari kita liht cara pandang B. Buddhadasa :
Dari buku “the Truth of Nature” by Bhikkhu BuddhadasaBuddha bersabda,
"Ada perbedaan yang sangat besar dalam cara pandang antara pandangan para ariya dan pandangan umat biasa." Karena itu,
dalam pandangan para ariya, dan juga sesuai dengan peraturan para ariya, bernyanyi sama saja dengan menangis; menari adalah ciri khas orang gila; dan tertawa terbahak bahak adalah kelakuan anak anak ingusan. Orang orang pada umumnya menyanyi, tertawa, dan menikmati semua itu tanpa menyadari kapan dirinya akan lelah. Di dalam pandangan para ariya, menyanyi terlihat sama dengan menangis. Jika kita mengamati seorang yang menyanyi dan berteriak sekeras kerasnya, dia tidak hanya kelihatan seperti orang yang sedang menangis, tetapi selain itu, apa yang dilakukannya berasal dari kondisi kondisi emosional. yang sebenarnya sama dengan menangis.
Menari adalah kelakuan orang gila! Jika kita perhatikan sedikit lebih mendalam, kita akan menyadari bahwa ketika kita bangun dari tempat duduk untuk menari, kita paling tidak sudah menjadi sepuluh persen gila. Jika tidak, kita pasti tidak akan mau menari. Karena secara umum menari dipandang sebagai sebuah bentuk kesenangan, kita tidak menganggapnya sebagai kelakuan orang gila. Ada beberapa orang yang suka tertawa; tertawa memang menyenangkan. Mereka tertawa terbahak bahak, bahkan di saat saat yang tidak tepat. Tetapi bagi para ariya, dan di dalam peraturan mereka, tertawa adalah kelakuan anak kecil. Oleh sebab itu, jika kita mampu tidak tertawa, ini tentu baik. Tidak tertawa sama sekali bahkan lebih baik lagi.
Contoh contoh di atas menunjukkan bagaimana latihan displin (sila) para ariya berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Secara umum, menyanyi, berdansa, dan tertawa sepertinya tidak membawa akibat dan bukan sesuatu yang istimewa.
Namun bagi para ariya kegiatan kegiatan tersebut dianggap tidak berguna dan tidak terkendali. Demikianlah pandangan seseorang yang pikirannya sudah berkembang pesat.Buddha tidak mengatakan, jangan lakukan hal-hal itu ketika kita menginginkannya, tetapi mengajarkan kita untuk memahami bahwa ada perbuatan yang terpuji dan perbuatan rendah, dan ada hal hal yang tidak layak untuk dilakukan. Karena belum menjadi seorang ariya, kita mungkin ingin melakukan perbuatan-perbuatan yang rendah. Ketika kita melakukannya, kita akan sadar bahwa hal itu terkadang memang tampak menyenangkan, tetapi pada akhirnya kita akan kelelahan. Selanjutnya, kita dapat meningkatkan diri kita ke tingkat yang lebih tinggi dan berlatih disiplin para ariya.
Sebagian orang tidak suka mendengar tentang "disiplin". Mereka khawatir bahwa mengendalikan diri menyebabkan "penderitaan." Tetapi, mengendalikan diri untuk tidak mengikuti perasaan adalah sebuah praktik dan latihan penting dalam agama Buddha...... dstnya...
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=18087.45----
Dapat sama-sama kita lihat bahwa Sila (bahkan bagi para Ariya) ternyata lbh penting dibanding umat awam. Kenapa? Krn Sila mereka sudah otomatis dari kesadaran, dgn kata lain
Jika kita sadar/fokus, sila otomatis terjaga. Bukan sebaliknya...::