Mungkin balance di sini maksudnya tidak terlalu memaksakan bahwa "gue ini introvert, inilah gue", sehingga bertemu dgn keadaan yg extrovert langsung menolak, walau sifat dasarnya memang cenderung suka menyendiri. menjadi introvert juga bisa belajar adaptasi apabila lingkungannya mengharapkan utk bisa extrovert, bukan melulu berharap org lain mengerti/menerima bahwa diri kita introvert; jadi maklumlah bila saya tdk mau berbaur, maklumlah bila saya tdk suka diajak kumpul2. yg ini nih malah jd arogan dgn introvert, lebih banyak tidak sukanya sama org2 (memelihara kebencian), menganggap diri lebih tinggi drpd si extrovert. tapi.. apa benar demikian? apa benar sang introvert ini pasti lebih baik drpd mereka2 yg extrovert? apa benar Sang Buddha mengajarkan menjauhi interaksi utk jd seorg introvert ekstrim yg angkuh (hanya berpusat pada diri sendiri)? bukankah kita juga sepatutnya mempertimbangkan orang lain.. yaitu dgn pikiran yg dilandasi metta, ketika berjumpa orang bisa senyum.. mau bertegur sapa, peduli.. (tanpa dibuat2). bukan berarti kita tidak jadi diri sendiri dgn berusaha agak balance.. mgkn introvert yg gak terbiasa ngobrol jadi kaku ketika terpaksa mencari bahan obrolan, tapi kalo pikiran sudah metta, pasti semuanya nanti akan natural, senang waktu berjumpa orang, akan tau dgn sendirinya perlu/tidaknya utk ngomong sesuatu.. kapan saat yg tepat utk diam, kapan saat terbaik utk tinggalkan yg lainnya.. waktunya utk sendiri.. inilah yg baru disebut introvert sejati, tanpa perlu terlalu memaksa beranggapan dirinya introvert, tdk mau menerima org lain.. Terimalah kenyataan kita tidak hidup sendiri.. tapi hidup bersama makhluk2 lain, hargailah keberadaan mereka.
Juga tdk berarti kita harus selalu melayani interaksi dgn setiap org even yg memang sepatutnya kita hindari demi kebaikan sendiri, bila hal tsb tdk bermanfaat. point-nya adlh kita bisa bijaksana, tau kapan & perlu/tidaknya utk berinteraksi.