//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - hemayanti

Pages: 1 ... 5 6 7 8 9 10 11 [12] 13 14 15 16 17 18 19 ... 297
166
Arsitektur Buddhis / Re: Arsitektur
« on: 01 August 2013, 07:37:50 PM »
Gampar yang di post cumi lebih cocok di sebut monumen.

Arc de triomphe de l'Étoile atau biasa dikenal sebagai Arc de Triomphe (Bahasa Indonesia:Gapura Kemenangan) adalah monumen berbentuk Pelengkung kemenangan di Paris yang berdiri di tengah area Place de l'Étoile, di ujung barat wilayah Champs-Élysées. Bangunan ini dibangun atas perintah Napoleon Bonaparte dengan tujuan untuk menghormati jasa tentara kebesarannya.

Arc de Triomphe merupakan salah satu monumen paling terkenal di kota Paris yang menjadi latar belakang ansambel perkotaan di Paris. Terletak di bukit Chaillot yang tepat berada di tengah konfigurasi persimpangan jalan raya berbentuk bintang lima.

dari wikipedia:
Gapura adalah suatu struktur yang merupakan pintu masuk atau gerbang ke suatu kawasan atau kawasan. Gapura sering dijumpai di pura dan tempat suci Hindu, karena gapura merupakan unsur penting dalam arsitektur Hindu.
Gapura juga sering diartikan sebagai pintu gerbang. Dalam bidang arsitektur gapura sering disebut dengan entrance, namun entrance itu sendiri tidak bisa diartikan sebagai gapura. Simbol yang dimaksudkan disini bisa juga diartikan sebuah ikon suatu wilayah atau area. Secara hirarki sebuah gapura bisa disebut sebagai ikon karena gapura itu sendiri lebih sering menjadi komponen pertama yang dilihat ketika kita memasuki suatu wilayah.


Tugu adalah sebuah tiang besar dan tinggi yang terbuat dari batu, bata, dsb. Tugu peringatan biasanya dibuat untuk memperingati suatu peristiwa bersejarah.

Monumen adalah jenis bangunan yang dibuat untuk memperingati seseorang atau peristiwa yang dianggap penting oleh suatu kelompok sosial sebagai bagian dari peringatan kejadian pada masa lalu. Seringkali monumen berfungsi sebagai suatu upaya untuk memperindah penampilan suatu kota atau lokasi tertentu.

167
Sutta Vinaya / Re: AN.iii.128 : Andha Sutta
« on: 01 August 2013, 07:22:54 PM »
[...]
Sedangkan sutta AN ini menyatakan seseorang hanya berteman dengan orang yang bermata dua karena orang yang bermata dua ini selain bisa memberikan keuntungan duniawi, juga bisa memberikan keuntungan spiritual bagi mereka yang berteman dengannya dibandingan dua jenis lainnya (yang hanya memberikan keuntungan spiritual saja atau tidak sama sekali). IMO, seandainya ada jenis orang keempat, yaitu yang bermata satu juga tetapi "mata"-nya adalah kekayaan spiritual, akan lebih baik dijadikan teman daripada jenis orang bermata satu yang "mata"-nya adalah kekayaan duniawi.

Btw, kisah petani kelaparan yang diberi makan Sang Buddha itu kan dari komentar Dhammapada.... ;D
mungkin maksudnya duniawi om?

168
Arsitektur Buddhis / Re: Arsitektur - manfaat GAPURA...
« on: 01 August 2013, 05:49:55 PM »


ehh itu arc de triomphe gapura di PARIS....dibangun jaman Napoleon...

di Indonesia juga banyak gapura.. tapa apa manfaat nya ?
mohon masukan.... apa fungsi gapura ?  :'(
menurut cumi, gapura yang d atas itu fungsinya apa?

169
Pojok Seni / Re: Foto2 Sangha
« on: 31 July 2013, 06:56:57 PM »
yup... ini saya yang jepret waktu acara waisak di borobudur
keren om..
yang di kamar fotografi juga oke. :jempol:

170
Pojok Seni / Re: Foto2 Sangha
« on: 31 July 2013, 04:08:26 PM »
^
om yang jepret?

171
Perkenalan / Re: Hallo Semuanya... Salam kenal Semua.
« on: 31 July 2013, 12:28:32 PM »
 _/\_ welcome to DC om ming...
slamat belajar.

172
Theravada / Re: Cara kerja Pattidana
« on: 29 July 2013, 08:54:45 PM »
Mengapa makhluk dari Neraka tidak dapat turut bermudita?

oh iya baru ingat. ;D
tidak semua jenis peta dapat menerima pelimpahan jasa.

semoga ini bisa memperjelas. :)
Quote
Bagaimana 'Sang Objek' Mengerti Pelimpahan Jasa?
Tanya:
Saya ingin menanyakan tentang pelimpahan jasa. Jika kita melakukan perbuatan baik, kemudian melimpahkan jasa dengan membaca paritta dalam hati dan menyebut nama si almarhum, bagaimana si almarhum bisa tahu bahwa kita melakukan pelimpahan jasa untuknya? Juga bagaimana jika ia semasa hidupnya tidak megerti tentang paritta yang saya bacakan itu atau tentang pelimpahan jasa itu sendiri?

Ersy, Jakarta Barat

 

Jawaban dari Samaggi Phala (Y.M. Uttamo Thera) dan Dhamma Study Group Bogor (Sdr. Selamat Rodjali):

Namo Buddhaya,

Apabila almarhum terlahir di alam paradatupajivika peta, maka ia akan bisa menerima pelimpahan jasa yang dikirimkan. Penerimaan ini tidak tergantung dengan bahasa yang kita gunakan maupun cara mengespresikan, baik diucapkan di dalam hati maupun diucapkan keras-keras. Karena dalam 'komunikasi' semacam ini, mahluk tersebut lebih mementingkan 'gelombang pikiran' yang berisikan niat baik kita daripada cara maupun bahasa yang digunakan untuk mengekspresikan pikiran tersebut.

Almarhum belum tentu mengetahui perbuatan kita. Ini sepenuhnya tergantung Almarhum, di alam apa dia tumimbal lahir dan di mana serta sebagai mahluk apa. Bila almarhum tumimbal lahir sebagai binatang, mahluk neraka, nijjhamatanhika peta, manusia yang tidak ingat kehidupan lampaunya, mahluk asannasatta, arupa brahma, maka ia tidak akan tahu bahwa pelimpahan jasa itu ditujukan untuknya.

Prinsip pelimpahan jasa sebenarnya prinsip batin. Mirip seperti seorang dewasa melihat seorang anak kecil menyeberangkan seorang nenek-nenek (anggaplah ketiganya berbahasa yang berbeda). Orang dewasa itu terinspirasi perbuatan baik anak itu sehingga muncul mudita citta (pikiran simpati atas kebaikan mahluk lain). Mudita citta orang dewasa ini akan mengkondisikan kebahagiaan baginya. Di dalam perumpamaan ini, bisa saja ada kasus di mana orang dewasa yang melihat tindakan anak kecil itu tidak muncul mudita cittanya. Untuk kasus ini, orang dewasa itu tidak mendapatkan manfaat apapun.

Ada kasus lain, di mana orang dewasa itu mungkin saja malah menunjukkan sikap sinis karena tak mengerti tindakan anak kecil itu. Untuk kasus ini, justru pikiran buruk (akusala citta) yang muncul. Akusala citta ini malah mengkondisikan penderitaan baginya. Dari ketiga kasus di atas, perbuatan anak kecil itu tetap perbuatan baik (kusala kamma) yang akan membawa akibat baik tersendiri baginya, tak peduli orang dewasa itu mendapatkan manfaat ataukah tidak. Jadi bagi umat Buddha, pelimpahan jasa seyogyanya tetap dilakukan, karena minimal akan membawa manfaat bagi dirinya sendiri. Dan jenis pelimpahan jasa yang dilakukan akan lebih efektif jika merupakan pengulangan perbuatan baik yang pernah atau sering dilakukan oleh almarhum ketika masih hidup. [/size]

sumber

penjelasan dari  Sdr. Selamat Rodjali, sama seperti yang sudah dijelaskan oleh om Adi.

173
Theravada / Re: Besok hari Uposatha
« on: 29 July 2013, 08:38:24 PM »
Dimulai dari kapan dan berakhir kapan atthasila bila hari Uposatha tanggal 22?
mungkin ada baiknya kalau om jalan2 ke sini dulu.
Sambil di baca-baca. :)

174
Theravada / Re: Besok hari Uposatha
« on: 29 July 2013, 01:25:17 PM »
Begini sis, patokan sampe bisa melihat telapak tangan nya sendiri itu saat untuk "SARAPAN" bukan saatnya MELAKSANAKAN atthasila.

pertanyaan nya :
Jadi yang ditanyakan bro Xan To adalah kapan melaksanakan Atthasila.  ;D
oh, begitu yah.
jadi kapan melaksanakan Atthasila mom?

dulu juga pernah tanya ke seorang bhikkhu, sewaktu pembahasan tentang sila.
saya tanya sebaiknya kapan kita mulai bertekad, apakah bisa dimalam hari sebelum tidur?
jadi setelah bertekad itu udah langsung menjalankan (8 sila)
dan dikasi jawaban, sebaiknya besok pagi ketika kita udah bisa melihat garis tangan kita atau bisa melihat hijau daun.
terus sy tanya lagi, bagaimana kalo misalnya kita bangunnya telat, jam 9 misalnya. apa masih boleh?
katanya masih boleh.


menurut pendapat saya pribadi, kapanpun ketika kita ingin melaksanakan 8 sila, laksanakan saja, tidak ada waktu khusus yang harus dipenuhi untuk menyatakan tekad. :)
tapi kalo udah makan sore, baru bertekad mo 8 sila ahh... itu lain kasusnya. ;D

175
Hobi dan Kegiatan Ektrakulikuler / Re: Yang Hobby Papercraft
« on: 29 July 2013, 08:10:56 AM »
nyetor dulu... :)
Spoiler: ShowHide

176
Theravada / Re: Besok hari Uposatha
« on: 29 July 2013, 07:42:12 AM »
Itu jawaban saya untuk thread lama, yang pernah membahas masalah sama, mohon jangan rancu, yang ditanyakan waktu mulai melaksanakan dengan waktu mulai makan ?

seperti yang ditanyakan :
maksudnya mom?

177
Theravada / Re: Cara kerja Pattidana
« on: 28 July 2013, 09:36:06 PM »
lanjutan: ShowHide
Setelah selesai makan secukupnya, Sang Buddha menceritakan pada raja Bimbisara Cerita Peta di Luar Dinding untuk menunjukkan penghargaan Beliau :

1. ‘Mereka berdiri di luar dinding
dan di persimpangan serta pertigaan-jalan;
mereka pergi ke rumah mereka sendiri
dan berdiri di tiang-tiang pintu.

2. Walaupun makanan dan minuman yang melimpah –
makanan yang keras dan lunak- disajikan,
tak seorang pun mengingat makhluk-makhluk itu
sebagai akibat dari perbuatan-perbuatan mereka.

3. Jadi mereka yang memiliki belas kasihan
memberikan bagi sanak saudara mereka
makanan serta minuman yang paling murni, yang pilihan,
pada waktu yang tepat dan sesuai (sambil mengatakan),
"Biarlah ini untuk sanak saudara kami!
Semoga sanak saudara kami berbahagia!"

4. Dan sanak-saudara-peta yang telah berkumpul
dan berkerumun di sana itu dengan penuh hormat
akan menunjukkan penghargaan mereka
untuk makanan dan minuman yang melimpah itu
(sambil mengatakan),

5. "Umur panjang bagi sanak saudara kami.
Karena lewat merekalah kami telah memperoleh (semua ini),
karena penghormatan telah diberikan kepada kami,
dan mereka yang memberi tidaklah mungkin tanpa buah!"

6. Karena tidak ada pengolahan di sana,
tidak juga dikenal di sini kegiatan beternak;
tidak juga ada hal-hal seperti perdagangan
dan jual-beli emas - para peta,
mereka yang telah meninggal,
berada di sana ditopang oleh apa yang diberikan dari sini.

7. Bagaikan air hujan dari dataran tinggi
akan mengalir turun ke dataran rendah
demikian pula apa yang diberikan dari sini
akan bermanfaat bagi para peta.

8. Bagaikan aliran-aliran air yang meluap
akan memenuhi lautan,
demikian pula apa yang diberikan dari sini
akan bermanfaat bagi para peta.

9. "Dahulu dia memberi kepadaku, dahulu dia bekerja untukku,
dahulu dia sanak saudara, sahabat dan teman bagiku" –
(demikian) dengan mengingat apa yang dahulu mereka lakukan,
orang seharusnya memberikan dana bagi para peta.

10. Tidak ada ratap-tangis, kesedihan dan kesusahan lain apapun
yang dapat memberikan manfaat bagi para peta
walaupun sanak saudara mereka tetap melakukan hal-hal itu.

11. Namun dana yang telah dilakukan
dan dengan kokoh ditanamkan pada Sangha ini
akan berbuah dengan segera,
dan memberikan manfaat jangka panjang bagi mereka.

12. Nah, ini, tugas sanak saudara telah ditunjukkan
dan penghormatan tertinggi telah diberikan kepada para peta;
kekuatan telah diberikan kepada para bhikkhu
dan tidak sia-sialah perbuatan berjasa yang dikejar olehmu.'

Penjelasan syair 1.

Di sini di luar dinding (tiro kuddesu): di sini sebelah luar dinding.

Mereka berdiri (titthanti): ungkapan ini menekankan posisi berdiri mereka yang dibedakan dengan (postur-postur lain) seperti misalnya duduk dll.

Artinya, mereka berdiri demikian di luar, di balik pagar yang mengelilingi rumah.

Di persimpangan serta pertigaan-jalan: sandhisinghatakesu ca=sandhisu ca singhatakesu ca (ketetapan bentuk majemuk);

tempat di mana empat jalan bertemu, pertemuan-rumah, pertemuan-dinding dan pertemuan-lampu yang disebut 'persimpangan', sedangkan pertigaan-jalan adalah tempat di mana tiga jalan bertemu.

Berdiri di tiang-tiang pintu (dvarabahasu tithanti): berdiri bersandar pada tiang-tiang gerbang kota dan pintu rumah.

Mereka pergi ke rumah mereka sendiri (agantvana sakam gharam): 'rumah mereka sendiri' bisa saja rumah sanak saudara dahulu atau rumah mereka sendiri di mana mereka berdiam sebagai pemilik.

Karena menganggap dua tempat ini sebagai milik mereka sendiri, maka Sang Buddha mengatakan, 'mereka pergi ke rumah mereka sendiri.'

Sang Buddha mengatakan syair (yang bermula dengan: )

'Mereka berdiri di luar dinding' untuk menunjukkan kepada raja, karena raja dapat melihat sendiri banyak makhluk peta yang amat buruk-rupa, cacat dan mengerikan, yang mengalami buah dari kedengkian dan keegoisan.

Mereka berdiri di luar dinding dll. dan telah datang ke tempat tinggal raja Bimbisara karena telah menganggapnya sebagai rumah mereka sendiri, karena rumah itu milik seorang sanak saudara di masa lampau walaupun mereka sendiri tidak tinggal di sana di masa lampau.

Beliau kemudian mengucapkan syair kedua (yang bermula dengan: )

'Walaupun makanan dan minuman yang melimpah' untuk menunjukkan jahatnya perbuatan yang telah mereka lakukan.

Penjelasan syair 2.

Di sini melimpah (pahute) :

banyak, berlebihan, artinya, sebanyak yang dibutuhkan.

Boleh saja menggantikan suku kata pa dengan suku kata ba, [dengan demikian mengubah bahu menjadi pahu pada teks] seperti misalnya 'Walaupun memiliki banyak, dia tidak menopang….' (pahu santo na bharati).* Beberapa terbaca 'melimpah' (bahuke) tetapi ini merupakan bacaan yang ceroboh.

Makanan dan minuman : annapanamhi=anne ca pane ca (ketetapan bentuk majemuk dalam bentuk tata bahasa alternatif).

Makanan yang keras dan lunak: khajjabhojje=khajje ca bhojje ca (ketetapan bentuk majemuk);

lewat (empat) hal ini, Sang Buddha menunjukkan empat jenis makanan: apa yang dimakan, diminum, dikunyah dan ditelan.

Disajikan (upatthite): dimulai (upagamma) untuk diatur (thite), yang artinya diberikan, dipersiapkan.

Tak seorangpun mengingat makhluk-makhluk itu (na tesam koci sarati sattanam):

tak seorang pun, termasuk ibu, ayah, putra, cucu laki, yang mengingat makhluk-makhluk yang telah lahir kembali di alam peta itu.

Mengapa demikian?

Itulah akibat dari perbuatan-perbuatan mereka.

Karena perbuatan mereka sendiri yang kikir, yang berdasarkan ketidak-mampuan memberi dan penyelewengan dana dll. - perbuatan mereka inilah yang membuat sanak saudara tidak mengingat mereka.

Sang Buddha menunjukkan bahwa walaupun ada banyak makanan dan minuman dll., namun karena tindakan jahat mereka itu maka tidak sedikit pun terbersit di pikiran para sanak saudara untuk mengingat para peta yang menunggu dengan penuh harap untuk (memperoleh persembahan dari) sanak saudara mereka.

Sesudah itu Sang Buddha mengucapkan syair ketiga (yang bermula dengan: )

'(Maka mereka yang memiliki belas kasihan) memberikan bagi sanak saudara mereka.'

Beliau memuji dana yang diberikan atas nama sanak saudara yang telah lahir kembali di alam-peta.

* Sn 98.

Penjelasan syair 3.

Di sini jadi (evam) merupakan istilah perbandingan.

Hal ini dapat ditafsirkan dengan dua cara:

walaupun mereka tidak mengingat makhluk-makhluk itu sebagai buah perbuatan makhluk-makhluk itu, beberapa masih memberi untuk sanak saudara mereka, jadi mereka memiliki belas kasihan;

dan mereka yang memiliki belas kasihan memberikan bagi sanak saudara makanan dan minuman yang paling murni, pilihan, tepat waktu dan cocok, seperti yang jadi diberikan dengan cara itu oleh engkau, wahai raja agung.

Di sini memberi (dadanti): mempersembahkan, menyerahkan.

Bagi sanak saudara mereka (ñatinam) : bagi mereka yang berhubungan dengan pihak keluarga ayah atau ibu.

Yang (ye): putra yang manapun dll.

Yang : honti =bhavanti (bentuk tata bahasa alternatif).

Memiliki belas kasihan (anukampaka): menginginkan kesejahteraan mereka, yaitu orang-orang yang mencari kesejahteraan mereka.

Yang paling murni (sucim): bersih, menarik, dan sesuai dengan Dhamma.

Yang pilihan (panitam): yang terbaik.

Pada waktu yang tepat (kalena) : pada waktu makan yang cocok bagi mereka yang pantas mendapatkan dana itu atau pada waktu sanak saudara mereka telah datang dan berdiri di luar dinding.

Sesuai (kappiyam): cocok, pantas, bernilai untuk dimakan para ariya.

Makanan dan minuman : panabhojanam=panañ ca bhojanañ ca (keteetapan bentuk majemuk); lewat refrensi ini.

Beliau di sini berbicara tentang semua persembahan jasa.

Kemudian untuk menunjukkan cara memberikan persembahan-persembahan bagi para peta, Beliau mengatakan,

'Biarlah ini untuk sanak saudara kami!

Semoga sanak saudara kami berbahagia!'

Demikianlah penafsiran untuk separuh bagian pertama pada syair ketiga:

'Jadi mereka yang memiliki belas kasihan memberikan bagi sanak saudara mereka, sambil mengatakan,

"Biarlah ini untuk sanak saudara kami!

Semoga sanak saudara kami berbahagia!"

Dengan cara ini Sang Buddha memberikan petunjuk mengenai cara untuk memberikan dana itu.

Di sini ini (idam) menunjukkan persembahan jasa.

Vo (tidak diterjemahkan) hanyalah suatu partikel seperti dalam (bacaan misalnya) 'Satu dari para ariya yang…' (ye hi vo ariya).*

Biarlah (ini) untuk sanak saudara kami! (ñatinam hotu): biarlah (ini) untuk sanak saudara kami yang telah terlahir di alam peta!

Beberapa menuliskan sanak saudara kami : no ñatinam=amhakam ñatinam (bentuk tata bahasa alternatif).

Semoga sanak saudara kami berbahagia! (sukhita hontu ñatayo) : semoga sanak saudara kami yang telah terlahir di alam peta itu berbahagia, mencapai kebahagiaan karena mengalami buah (pemberian) ini!

Walaupun dikatakan, 'Biarlah ini untuk sanak saudara kami!', bukan berarti bahwa suatu perbuatan yang dilakukan seseorang akan memberikan buah bagi yang lain, melainkan bahwa apa-apa yang sedang diberikan atas nama mereka dengan cara ini akan menjadi kondisi bagi kerabat-peta itu (untuk melalukan perbuatan yang baik.

Jadi, perbuatan baik inilah yang menghasilkan buahnya bagi mereka pada saat itu juga, sesuai dengan hal-hal itu.

Untuk menunjukkan ini, Sang Buddha mengucapkan syair yang bermula dengan: 'Dan (sanak saudara peta yang telah berkumpul dan berkerumun) di sana'.

* M i 17.

Penjelasan syair 4.

Di sini itu (te): sanak saudara peta itu.

Di sana (tattha): di sana di mana dana diberikan.

Yang telah berkumpul (samagantva) : yang telah berkumpul di sana untuk menunjukkan penghargaan mereka lewat pemikiran 'Sanak saudara kami ini akan mempersembahkan dana demi kami.'

Untuk makanan dan minuman yang melimpah itu (pahute annapanamhi) : untuk makanan dan minuman yang melimpah itu, untuk dana yang hendak diberikan atas nama mereka.

Dengan penuh hormat akan menunjukkan penghargaan mereka (sakkaccam anumodare) : karena memiliki keyakinan akan buah dari tindakan, tanpa meninggalkan rasa hormat mereka dan tanpa adanya kekacauan pikiran mereka bersukacita, mereka menunjukkan penghargaan mereka dan menjadi penuh sukacita dan kebahagiaan karena berpikir,

'Semoga dana ini bisa untuk kebahagiaan dan kesejahteraan kami!'

178
Theravada / Re: Cara kerja Pattidana
« on: 28 July 2013, 09:34:14 PM »
Ini kisah tentang Raja Bimbisara.
Semoga bisa memberikan sedikit gambaran.

Spoiler: ShowHide
I.5 PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA DI LUAR DINDING [Tirokuddapetavatthuvannana]

'Mereka berdiri di luar dinding.'

Sang Guru yang sedang berdiam di Rajagaha menceritakan hal ini berkenaan dengan sejumlah besar peta.

Beginilah ceritanya secara rinci.

Sembilan puluh dua kalpa yang lalu ada sebuah kota bernama Kasipuri.

Di situ bertahta seorang raja bernama Jayasena.

Ratunya bernama Sirima.

Dari kandungannya lahirlah Bodhisatta Phussa yang pada saatnya kemudian mencapai pencerahan spiritual sempurna (menjadi Buddha).

Raja Jayasena menjadi sangat melekat terhadap putranya.

Dia berpikir, 'Ternyata putraku telah Meninggalkan Keduniawian Yang Agung dan sudah menjadi Buddha.

Sang Buddha adalah milikku sendiri, Dhamma adalah milikku sendiri, Sangha adalah milikku sendiri.'

Sepanjang waktu dia melayani Beliau, tanpa memberikan kesempatan kepada siapapun.

Ketiga saudara laki Sang Buddha, adik-adiknya dari ibu yang lain, berpikir,

'Para Buddha memang muncul demi manfaat bagi seluruh dunia, bukan demi satu orang saja.

Namun ayah kita tidak memberikan kesempatan kepada siapapun.

Bagaimana caranya kita dapat melayani Sangha?'

Suatu pemikiran kemudian muncul,

'Mari kita merancang suatu sarana!'

Maka mereka membuat seolah-olah ada keributan di batas negeri.

Ketika raja mendengar tentang 'keributan di batas negeri' ini, dia mengirimkan tiga putranya itu ke perbatasan.

Ketiga putranya itu pun pergi untuk menenangkan situasi di sana.

Ketika mereka kembali, raja amat senang dan ingin memberikan hadiah.

Katanya, 'Ambillah apapun yang kau inginkan.'

'Kami ingin melayani Sang Buddha, ' kata mereka.

'Engkau boleh mengambil apapun selain Beliau,' jawab raja.

'Kami tidak menginginkan yang lain,' jawab mereka.

'Kalau begitu, ambillah Beliau tetapi tentukan batas waktnya.'

Mereka mengajukan tujuh tahun, namun raja tidak mengizinkan.

Mereka memohon enam, lalu lima, empat, tiga, dua tahun, satu tahun;

tujuh bulan, enam, lima, empat bulan, dan tiga bulan.

Akhirnya raja mengatakan, 'Ambillah Beliau!'

Maka mereka mendatangi Sang Buddha dan berkata,

'Yang Mulia, kami ingin melayani Yang Mulia selama tiga bulan.

Kami mohon Yang Mulia menerima kami selama tiga bulan, di musim hujan ini.'

Sang Buddha memberikan persetujuannya dengan berdiam diri.

Ketiga orang itu lalu mengirimkan surat kepada wakilnya di daerah itu (di mana Sang Buddha akan berdiam), yang menyatakan,

'Yang Mulia harus dilayani oleh kita selama tiga bulan.

Pertama-tama, bangunlah satu vihara dan kemudian lengkapilah segala yang dibutuhkan untuk melayani Beliau.'

Berita dikirim kembali setelah semua siap.

Dengan mengenakan pakaian kuning, bersama dengan dua ribu lima ratus pelayan pria, ketiga putra raja itu mengiringi Sang Buddha serta komunitas para bhikkhu ke daerah itu, melayani mereka dengan penuh hormat, dan menyerahkan vihara untuk mereka gunakan selama musim hujan itu.

Bendahara kerajaan, putra seorang umat awam yang sudah menikah, memiliki keyakinan dan bakti yang amat besar.

Dengan cermat dia memberikan apapun yang dapat didanakan kepada komunitas para bhikkhu dengan Sang Buddha sebagai pemimpinnya.

Penguasa daerah itu menerima segala dana yang dikirimkan, dan bersama dengan sebelas ribu penduduk pria dari daerah itu mengatur pemberian dana dengan amat berhati-hati.

Namun di antara mereka ada beberapa yang memiliki pikiran yang korup.

Mereka menyelewengkan pemberian dana itu, makan persembahan-jasa itu sendiri dan membakar ruang makan.

Setelah para putra raja merayakan upacara Pavarana, mereka memberikan penghormatan kepada Sang Buddha dan kemudian kembali menghadap raja, dengan Sang Buddha berjalan terlebih dahulu.

Setelah Sang Buddha pergi ke sana, Beliau pun mangkat, mencapai Parinibbana.

Pada saatnya, para putra raja, wakil mereka di daerah itu, dan bendahara mereka meninggal dunia dan lahir kembali secara spontan di surga bersama dengan kelompok (para pembantu), sedangkan orang-orang yang berpikiran korup itu lahir kembali di neraka.

Sembilan puluh dua kalpa berlalu sementara dua kelompok orang-orang itu lahir di satu surga ke surga lain dan di satu neraka ke neraka lain.

Kemudian selama kalpa yang menjanjikan keberuntungan ini, yaitu pada zaman Buddha Kassapa, orang-orang yang memiliki pikiran korup itu lahir di antara para peta.

Pada saat itu, bila orang-orang memberikan dana atas nama sanak saudara yang menjadi peta, mereka memberikannya dengan mengatakan,

'Biarlah dana ini untuk sanak saudara kami!'

(Dan dengan itu) mereka mencapai kemuliaan.

Ketika para peta melihat hal ini, mereka menghampiri Buddha Kassapa dan bertanya,

'Bhante, bagaimana kami bisa (juga) mencapai kemuliaan seperti itu?'

Sang Buddha mengatakan,

'Kalian tidak akan mencapainya sekarang.

Tetapi di masa depan akan ada Orang Yang Mencapai Pencerahan Sempurna bernama Gotama.

Pada zaman Buddha Gotama ini akan ada seorang raja bernama Bimbisara yang merupakan sanak saudaramu sembilan puluh dua kalpa yang lalu.

Dia akan memberikan dana kepada Sang Buddha dan mempersembahkannya padamu.

Pada saat itu kalian akan mencapai (kemuliaan seperti itu)'.

Dikatakan bahwa ketika Buddha Kassapa berkata demikian, para peta tersebut mereka seolah-olah mereka sudah akan mencapainya keesokan harinya.

Kemudian ketika satu masa jeda-Buddha telah berlalu dan Sang Buddha Gotama telah muncul di dunia, ketiga putra raja tersebut, bersama dengan seribu orang, juga jatuh dari devaloka dan lahir kembali di suatu suku brahmana di kerajaan Magadha.

Pada waktunya, mereka meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menjadi tiga petapa berambut-kumal di Gayasisa.

Wakil mereka di daerah itu menjadi raja Bimbisara sedangkan bendahara mereka, putra perumah tangga itu, menjadi pedagang kaya Visakha yang beristrikan Dhammadina, putri seorang pedagang kaya.

Orang-orang lainnya lahir kembali sebagai para pengawal raja.

Setelah Sang Buddha Gotama muncul di dunia dan melewatkan tujuh minggu (setelah pencerahan spiritual), pada waktunya Beliau tiba di Benares.

Di situ Sang Buddha mulai memutar Roda Dhamma dan mengajar pertama-tama pada Kelompok Lima Petapa, lalu tiga petapa berambut-kumal dengan seribu pengikutnya, dan kemudian pergi ke Rajagaha.

Di sana Sang Buddha membuat raja Bimbisara memperoleh buah-sotapatti ketika mengunjungi Beliau pada hari itu juga, bersama dengan sebelas kelompok perumah tangga brahmana yang merupakan penduduk Anga-Magadha.

Sang Buddha menerima undangan raja untuk makan di hari berikutnya, dan keesokan harinya Beliau memasuki Rajagaha, beserta Sakka, Raja para Dewa, yang menjelma menjadi seorang pemuda brahmana.

Sakka berjalan di depan sambil memuji Beliau dengan syair-syair yang bermula dengan :


'Yang terjinakkan dengan yang terjinakkan;
yang terbebas dengan yang terbebas;
Yang Mulia, cemerlang bagaikan permata emas,
memasuki Rajagaha bersama para petapa
yang dulunya berambut-kumal.'

Di kediaman raja, Sang Buddha menerima dana makanan yang melimpah.

Pada saat itu, para peta berdiri di sekeliling rumah sambil berpikir,

'Sekarang raja akan mempersembahkan dana ini untuk kami'.

Tetapi ketika memberikan dana makanan itu, raja hanya memikirkan tentang tempat untuk vihara Sang Buddha.

Raja sibuk bertanya-tanya di dalam hati,

'Di mana seharusnya Sang Buddha berdiam?',

sehingga dia tidak mempersembahkan dana itu bagi siapapun.

Karena tidak memperoleh dana dengan cara ini, harapan para peta menjadi sirna.

Malam itu mereka menjerit-jerit dalam kesedihan yang amat mencekam dan mengerikan di sekitar tempat tinggal raja.

Raja Bimbisara menjadi gelisah, amat takut dan gemetaran.

Ketika fajar menyingsing dia memberitahu Sang Buddha,

'Saya mendengar suara mengerikan (tadi malam)!

Apa yang akan terjadi pada saya, Bhante?'

Sang Buddha menjawab,

'Janganlah takut, raja agung.

Tidak ada hal buruk yang akan menimpamu - engkau akan baik-baik saja.

Yang terjadi adalah bahwa sanak saudaramu di masa lampau telah lahir kembali di antara para peta.

Mereka telah berkelana selama satu masa jeda-Buddha dengan harapan bahwa engkau akan memberikan dana kepada seorang Buddha dan kemudian mempersembahkan dana itu bagi mereka.

Tetapi ketika memberikan dana kemarin, engkau tidak mempersembahkannya bagi mereka.

Maka mereka merasa putus asa dan meratap dengan kesedihan yang amat mengerikan.'

'Yang Mulia, apakah mereka akan dapat menerimanya jika (dana) diberikan sekarang?'

(tanya raja itu).

'Ya, raja agung.'

'Kalau demikian, sudilah kiranya Yang Mulia menerima (undangan) saya untuk hari ini, dan saya akan mempersembahkan dana itu bagi mereka.'

Sang Buddha menyetujui dengan berdiam diri.

Raja pun kembali ke tempat tinggalnya untuk menyiapkan makanan yang melimpah.

Setelah siap, kemudian dia memberitahu Sang Buddha.

Sang Buddha pergi ke ruang makan istana bersama dengan komunitas para bhikkhu dan duduk di tempat yang telah disediakan.

Para peta itu berpikir, 'Hari ini kita akan memperoleh sesuatu.'

Mereka pergi dan berdiri di luar dinding dll.

Dengan kesaktiannya Sang Buddha membuat para peta dapat terlihat oleh raja.

Ketika memberikan dana air, raja mempersembahkannya sambil berkata,

'Biarlah ini untuk sanak saudaraku!'

Pada saat itu juga kolam-kolam teratai bermunculan bagi para peta itu, penuh dengan teratai dan lili air berwarna biru.

Para peta mandi dan minum di dalam kolam-kolam itu.

Dan karena kesedihan, keletihan dan kehausan mereka hilang, warna mereka pun berubah menjadi keemasan.

Raja memberikan bubur-beras, makanan keras serta lunak, dan mempersembahkan semuanya.

Pada saat itu juga bubur-beras surgawi dan makanan-makanan keras serta lunak pun bermunculan.

Ketika memakannya, kemampuan batin para peta menjadi segar.

Raja kemudian memberikan pakaian dan tempat tinggal dan mempersembahkan semua itu.

Maka pakaian dan istana-istana surgawi yang penuh dengan berbagai macam perabot dan tempat duduk dan kain penutupnya dll. muncul bagi para peta itu.

Segala kemuliaan mereka ini ditampakkan bagi raja karena Sang Buddha telah menetapkan bahwa memang seharusnya demikian.

Ketika raja melihat hal ini, dia merasa amat bersukacita.


179
Bantuan Teknis, kritik dan saran. / Re: Pembaruan forum
« on: 28 July 2013, 08:53:33 PM »
ko medho, kenapa kalo kita copy link dc, suka muncul tulisan di bawah linknya "database error".
biasanya sih muncul kayak gambar2 atau apa gitu.
walau sebenarnya tidak terlalu masalah, karna begitu linknya di klik, tetap membawa ke tujuan yang dimaksud.  ;D

180
Theravada / Re: Besok hari Uposatha
« on: 28 July 2013, 08:47:06 PM »
hapir lupa, untuk ada replynya mom... ;D

 _/\_ besok hari uposatha..
29 juli 2013
semoga masih ada yang liat.

Pages: 1 ... 5 6 7 8 9 10 11 [12] 13 14 15 16 17 18 19 ... 297
anything