//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Aku berlindung....?  (Read 13419 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Aku berlindung....?
« Reply #15 on: 21 November 2007, 04:23:35 PM »
Quote
A refuge supreme

They go to many a refuge,
   to mountains and forests,
   to park and tree shrines:
people threatened with danger.
That's not the secure refuge,
   not the supreme refuge,
that's not the refuge,
having gone to which,
   you gain release
   from all suffering & stress.

But when, having gone
to the Buddha, Dhamma,
& Sangha for refuge,
you see with right discernment
the four noble truths  — 
stress,
   the cause of stress,
the transcending of stress,
& the noble eightfold path,
   the way to the stilling of stress:
that's the secure refuge,
that, the supreme refuge,
that is the refuge,
having gone to which,
   you gain release
   from all suffering & stress.

— Dhp 188-192

Kalau kita melihat potongan diatas, terlihat kalau kita berlindung ke gunung, hutan atau pun taman (loh ?). Makna dari berlindung itu kita yang aktif, sedangkan si tempat berlindung itu pasif.

Mungkin konteks kata 'berlindung' itu saja yang punya banyak makna jadi memang berpotensi membawa pemaknaan yang berbeda. Sepertinya maknanya bukan berlindung tetapi 'berlindung'  :) Mungkin makna kata berlindung/take refuge pada masa dahulu semua tahu sama tahu, tetapi pada masa sekarang kurang pas.
There is no place like 127.0.0.1

Offline Sukma Kemenyan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.840
  • Reputasi: 109
Re: Aku berlindung....?
« Reply #16 on: 21 November 2007, 09:30:39 PM »
 ;D ;D
Berlindung/Bernaung.... duh bingung... gw pake tulisan "Refuge" aja ya...

Kalao gw pikir2x... Tisarana mnurut "Tafsiran" ngawur gw... sebenernya cuma satu..

Bijimana bisa ?

Refuge kepada/terhadap Buddha
Emang buddha bisa apa ?
yg tersisa dari Buddha (Gautama) saat ini hanya Relic,
yg juga bisa hilang ditelan zaman/masa

Lalu... refuge ngapaen ?
Refuge terhadap Ajaran Buddha (Dharma)

Inilah yg kekal dari Buddha,
um... ga kekal2x amit... tergantung dari refuge kita...
Whats that ? Pengetahuan Buddha Dhamma

Lanjut...
Saat ini Buddha udah ndak ada...
Dari mana kita tau "Pengetahuan" Buddha Dhamma ?
Yup... betul... dari Sangha (Komunitas Spiritual Buddhism)...
dan Sangha itu juga ga kekal, tergantung dari Refuge kita...

So...
kalao udah berlindung (dan) melindungi dua diatas...
perlukah Refuge ke Dhamma itu sendiri ?
dua refuge diatas terhadap "pengetahuan"
dan Dhamma itu sendiri adalah "pengetahuan" sekaligus Nature/Mutlak

---

dari smoa 3 macem yg diatas...
gw ngambil kesimpulan Refuge itu titik beratnya ke Dhamma
Sebuah pengetahuan bagaimana membebaskan diri dari Lahir/Hidup/Sakit/Tua/Mati

duh :hammer: koq sembari ngetik gw malah mikir teori chaos
kalao kita ga "refuge" ke Dhamma... apa yg terjadi yach ?
Pengetahuan Buddha Dhamma bisa lenyap...
namun... bisakah Dhamma Lenyap/Chaos ? :hammer:
« Last Edit: 21 November 2007, 09:36:26 PM by Kemenyan »

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Aku berlindung....?
« Reply #17 on: 21 November 2007, 10:45:24 PM »
Hmmm.... sebetulnya sudah jelas kesimpulannya yang dari tulisan S. Dhammika, nih yang dari Good Question Good Answer :

QUESTION: What are the Three Refuges?
ANSWER: A refuge is a place where people go when they are distressed or when
they need safety or security. There are many types of refuge. When people are
unhappy, they take refuge with their friends. The Buddha said:
‘To take refuge in the Buddha,
the Dhamma and the Sangha and
to see with real understanding
the Four Noble Truths,
suffering, the cause of suffering,
the transcending of suffering and
the Noble Eightfold Path that leads
to the transcending of suffering,
This indeed is a safe refuge,
this is the refuge supreme.
This is the refuge whereby one is
freed from all suffering.’ Dp. 189-192
Taking refuge in the Buddha is a confident acceptance of the fact one can become
fully enlightened and perfected just as the Buddha was. Taking Refuge in the
Dhamma means understanding the Four Noble Truths and basing one's life on the
Noble Eightfold Path. Taking Refuge in the Sangha means looking for support,
inspiration and guidance from all who walk the Noble Eightfold Path. Doing this, one
becomes a Buddhist and thus takes the first step on the path towards Nirvana.
QUESTION: What changes have taken place in your life since you first took the
three refuges?
ANSWER: Like countless millions of others over the last 2500 years, I have found
that the Buddha's teachings have made sense out of a difficult world. They have
given meaning to what was meaningless life. They have given me a humane and
compassionate ethics with which to lead my life and they have shown me how I can
attain a state of purity and perfection in the next life. A poet in ancient India once
wrote of the Buddha:
‘To go to him for refuge, to sing his praise, to do him honor and to abide in his
Dhamma is to act with understanding.’
I agree with these words completely.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Aku berlindung....?
« Reply #18 on: 21 November 2007, 10:51:07 PM »
Bernaung kepada Buddha : penerimaan penuh terhadap kenyataan bahwa seseorang dapat mencapai pencerahan sempurna, seperti yang di alami sang Buddha.

Bernaung kepada Dhamma : Berarti memahami 4 kebenaran ariya dan melandasi hidupnya dengan jalan ariya beruas delapan.

Bernaung kepada Sangha : berarti mencari dukungan, Inspirasi, dan bimbingan dari sesama yang menjalankan jalan ariya beruas delapan.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Aku berlindung....?
« Reply #19 on: 22 November 2007, 11:10:36 AM »
http://www.dhammacitta.org/forum/index.php?topic=605.0

menurutku: kata-katanya mungkin berbeda, tp maknanya sama dengan maksudnya Ven. S. Dhammika.
yang mana yang cocok aja buat kita. :)
 _/\_


By : Zen
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Wiryanto

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 12
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
Re: Aku berlindung....?
« Reply #20 on: 23 November 2007, 10:19:04 AM »
Atas ijin penulisnya, saya forward satu pendapat dari milis MB, Pak Hudoyo, seorang yang pernah menjalani kebhikhuan. Sekarang praktisi MMD (meditasi vipasana).

wiryanto

======
HUDOYO:

Dulu, ketika saya baru masuk Agama Buddha (1966-1968) dan mempelajari ajaran Sang Guru secara intelektual, setiap hari saya mengucapkan "Buddham saranam gacchami ... dst". Bagi saya, di situ "berlindung" berarti "mengingat". Kalau saya mengingat Buddha, Dhamma & Sangha, saya bisa terhindar dari pikiran, perkataan & perbuatan akusala (tidak baik). Begitu pengertian saya pada waktu itu.

Pada tahun 1968, saya menjalani retret vipassana pertama kali dalam hidup saya di bawah bimbingan alm. Bhikkhu Girirakkhito (Mahathera) di Vihara Nagasena, Pacet. Retret itu berlangsung selama dua minggu penuh. Di situ saya belajar mengamati pikiran-pikiran saya secara pasif, tanpa memilih & menolak. Pikiran-pikiran baik (kusala) tidak dilekati, dan pikiran-pikiran buruk (akusala) tidak ditolak. Cukup diamati saja secara pasif, sehingga kedua-duanya (kusala & akusala) runtuh, tidak menjelma menjadi karma baru. Jadi bagi saya, vipassana berarti "berhenti membuat karma baru."

Sejak saat itu sampai sekarang, sebagai pemeditasi vipassana, Tisarana (berlindung kepada Buddha, Dhamma & Sangha) tidak lebih daripada sekadar ritual belaka, yang tidak berarti apa-apa bagi batin saya sendiri. Tetapi itu tidak berarti bahwa saya menolak membaca Tisarana sama sekali; saya tetap membaca Tisarana apabila saya berada bersama umat Buddha yang lain, demi memberikan teladan bagi mereka yang masih berkutat dengan pikirannya.

Bahkan kemarin, ketika membimbing MMD Akhir Pekan di Vihara Siripada, Tangerang, seperti biasanya, saya memimpin para peserta MMD yang beragama Buddha untuk mengawali retret (pada 16 Nov 2007) dengan melakukan ritual kecil: Namaskara, membaca Vandana, Tisarana & Atthasila; kemudian mengakhiri retret (pada 18 Nov 2007) dengan kembali melakukan ritual: Namaskara, membaca Vandana, Tisarana & Pancasila.

Namun, saya menekankan pada para peserta bahwa selama retret berlangsung (3 hari 2 malam) itu tidak ada lagi ritual apa pun: keluar masuk Dhammasala (ruang kebaktian di vihara tersebut), tempat meditasi duduk dilakukan, peserta retret TIDAK PERLU bernamaskara kepada patung Buddha, apalagi membaca paritta, dsb. Di dalam kesadaran vipassana, melakukan ritual (apa pun) berarti sama dengan melekat kepada ritual (silabata-paramasa); ritual memang suatu perbuatan baik (kusala), tetapi tidak sesuai dengan maksud & tujuan vipassana itu sendiri, yakni "mengakhiri semua karma baru (termasuk membuat karma yang baik)." (Itulah sebabnya di ruang meditasi vipassana versi Goenka tidak ada simbol-simbol agama Buddha sama sekali, termasuk tidak ada patung Buddha.)

***

Nah, kepada teman-teman Buddhis, marilah kita merenungi batin kita masing-masing: Apakah saya mempelajari ajaran Sang Guru hanya secara intelektual belaka? Ataukah saya sudah mengembangkan kesadaran vipassana, yang sesungguhnya adalah intisari ajaran Sang Guru sendiri?

"Seperti rasa asin meresapi air di seluruh samudra, para bhikkhu, begitu pula 'pembebasan' meresapi seluruh ajaran-Ku." (Buddha Gotama)

Salam,
Hudoyo

wiry [at] nto
Science without religion is lame,
religion without science is blind.

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Aku berlindung....?
« Reply #21 on: 23 November 2007, 10:34:19 AM »
Atas ijin penulisnya, saya forward satu pendapat dari milis MB, Pak Hudoyo, seorang yang pernah menjalani kebhikhuan. Sekarang praktisi MMD (meditasi vipasana).

wiryanto

======
HUDOYO:

Dulu, ketika saya baru masuk Agama Buddha (1966-1968) dan mempelajari ajaran Sang Guru secara intelektual, setiap hari saya mengucapkan "Buddham saranam gacchami ... dst". Bagi saya, di situ "berlindung" berarti "mengingat". Kalau saya mengingat Buddha, Dhamma & Sangha, saya bisa terhindar dari pikiran, perkataan & perbuatan akusala (tidak baik). Begitu pengertian saya pada waktu itu.

Pada tahun 1968, saya menjalani retret vipassana pertama kali dalam hidup saya di bawah bimbingan alm. Bhikkhu Girirakkhito (Mahathera) di Vihara Nagasena, Pacet. Retret itu berlangsung selama dua minggu penuh. Di situ saya belajar mengamati pikiran-pikiran saya secara pasif, tanpa memilih & menolak. Pikiran-pikiran baik (kusala) tidak dilekati, dan pikiran-pikiran buruk (akusala) tidak ditolak. Cukup diamati saja secara pasif, sehingga kedua-duanya (kusala & akusala) runtuh, tidak menjelma menjadi karma baru. Jadi bagi saya, vipassana berarti "berhenti membuat karma baru."

Sejak saat itu sampai sekarang, sebagai pemeditasi vipassana, Tisarana (berlindung kepada Buddha, Dhamma & Sangha) tidak lebih daripada sekadar ritual belaka, yang tidak berarti apa-apa bagi batin saya sendiri. Tetapi itu tidak berarti bahwa saya menolak membaca Tisarana sama sekali; saya tetap membaca Tisarana apabila saya berada bersama umat Buddha yang lain, demi memberikan teladan bagi mereka yang masih berkutat dengan pikirannya.

Bahkan kemarin, ketika membimbing MMD Akhir Pekan di Vihara Siripada, Tangerang, seperti biasanya, saya memimpin para peserta MMD yang beragama Buddha untuk mengawali retret (pada 16 Nov 2007) dengan melakukan ritual kecil: Namaskara, membaca Vandana, Tisarana & Atthasila; kemudian mengakhiri retret (pada 18 Nov 2007) dengan kembali melakukan ritual: Namaskara, membaca Vandana, Tisarana & Pancasila.

Namun, saya menekankan pada para peserta bahwa selama retret berlangsung (3 hari 2 malam) itu tidak ada lagi ritual apa pun: keluar masuk Dhammasala (ruang kebaktian di vihara tersebut), tempat meditasi duduk dilakukan, peserta retret TIDAK PERLU bernamaskara kepada patung Buddha, apalagi membaca paritta, dsb. Di dalam kesadaran vipassana, melakukan ritual (apa pun) berarti sama dengan melekat kepada ritual (silabata-paramasa); ritual memang suatu perbuatan baik (kusala), tetapi tidak sesuai dengan maksud & tujuan vipassana itu sendiri, yakni "mengakhiri semua karma baru (termasuk membuat karma yang baik)." (Itulah sebabnya di ruang meditasi vipassana versi Goenka tidak ada simbol-simbol agama Buddha sama sekali, termasuk tidak ada patung Buddha.)

***

Nah, kepada teman-teman Buddhis, marilah kita merenungi batin kita masing-masing: Apakah saya mempelajari ajaran Sang Guru hanya secara intelektual belaka? Ataukah saya sudah mengembangkan kesadaran vipassana, yang sesungguhnya adalah intisari ajaran Sang Guru sendiri?

"Seperti rasa asin meresapi air di seluruh samudra, para bhikkhu, begitu pula 'pembebasan' meresapi seluruh ajaran-Ku." (Buddha Gotama)

Salam,
Hudoyo



wah, kalo metodenya langsung lompat ke tingkat akhir kayak gitu, ga semua orang bisa...
kecuali anda punya timbunan karma baik luar biasa,
atau mungkin 'yang telah mencapai tingkat kesucian tertentu'...

setahu saya belajar Buddhism sangat bertahap [step by step].

karena kita umumnya punya 2 macam timbunan karma, baik dan buruk.
pertama-tama, yang buruk itu harus dibersihkan terlebih dahulu.
lalu sisanya karma bajik, yang akan memudahkan kita untuk praktek meditasi.
lalu dengan praktik meditasi samatha-vipasanna, kita memurnikan batin.

jika masih punya timbunan karma buruk besar [umumnya pemula],
langsung ke praktek meditasi, anda akan mengalami banyak gangguan,
dan kemungkinan besar anda tidak memperoleh kemajuan berarti.

karena itu Sang Buddha bersabda:
Jangan berbuat kejahatan
Banyaklah berbuat kebajikan
Sucikan hati dan pikiran
Inilah ajaran para Buddha.


By : Zen
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Aku berlindung....?
« Reply #22 on: 23 November 2007, 10:39:02 AM »
Yah ajaran sang Buddha seperti rakit yang membawa kita kepada pencerahan, dan ketika sudah terbebas maka tidak perlu lagi lah membawa2 rakit itu terus.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Aku berlindung....?
« Reply #23 on: 23 November 2007, 10:56:01 AM »
Yah ajaran sang Buddha seperti rakit yang membawa kita kepada pencerahan, dan ketika sudah terbebas maka tidak perlu lagi lah membawa2 rakit itu terus.
betul bro ryu. :)
tapi jikalau belum terbebas, udah dibuang rakitnya...
siap2 berenang sekuat tenaga anda sampai ke seberang...  ;D


By : Zen
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline kosdi

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 102
  • Reputasi: 2
Re: Aku berlindung....?
« Reply #24 on: 23 November 2007, 12:10:28 PM »
berdasarkan kata2 bro HUDOYO itu dimana dia hanya belajar secara "intelektual" dengan kata2 ini
Quote
Sejak saat itu sampai sekarang, sebagai pemeditasi vipassana, Tisarana (berlindung kepada Buddha, Dhamma & Sangha) tidak lebih daripada sekadar ritual belaka, yang tidak berarti apa-apa bagi batin saya sendiri. Tetapi itu tidak berarti bahwa saya menolak membaca Tisarana sama sekali; saya tetap membaca Tisarana apabila saya berada bersama umat Buddha yang lain, demi memberikan teladan bagi mereka yang masih berkutat dengan pikirannya.

rasanya koq ada yang janggal yah dengan kata2 disini.
apa gunanya membaca tisarana, vandana dll?
percaya deh, tidak ada gunanya apabila cuma DIBACA!
juga meditasi, baik samantha ato vipasana tidak ada gunanya apabila cuma dilakukan pada saat meditasi saja.
tetapi yang berguna itu apa bila melakukan meditasi dan dapat menggunakan hasil dari latihan meditasi itu dalam kehidupan sehari2 dimana kita dapat mengamati bentuk2 pikiran dalam kegiatan sehari-hari.
contoh pada saat marah, sadarlah saat itu sedang marah dan berusaha untuk tidak melanjutkan kemarahan itu! itu baru hasil latihan meditasi yang BERGUNA!
juga apa bila kita membaca vandana, tetapi cuma diBACA, tidak di serap kedalam hati dan tidak berusaha  melaksanakan nya emang ada GUNANYA?

kewajiban kita adalah mempraktekan ajaran sang buddha bukannya cuma liat dan dilupakan
« Last Edit: 23 November 2007, 12:12:24 PM by kosdi »

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Aku berlindung....?
« Reply #25 on: 23 November 2007, 12:49:47 PM »
Setoedjoe bro kosdi. Maka karena itu, pak hud bilang kalau membaca tisarana itu adalah ritual saja. Mempraktekkan itu yg merupakan esensi dari tisarana tersebut.
There is no place like 127.0.0.1

Offline Wiryanto

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 12
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
Re: Aku berlindung....?
« Reply #26 on: 23 November 2007, 05:32:56 PM »
Yah ajaran sang Buddha seperti rakit yang membawa kita kepada pencerahan, dan ketika sudah terbebas maka tidak perlu lagi lah membawa2 rakit itu terus.

Bro ryu, maksudnya apa pengertian ajaran budha sebagai rakit dengan doktrin aku berlindung?

wiryanto
*btw, anda  belum kasih ijin soal forward posting anda ke milis lain. Boleh?*
wiry [at] nto
Science without religion is lame,
religion without science is blind.

Offline Wiryanto

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 12
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
Re: Aku berlindung....?
« Reply #27 on: 23 November 2007, 06:57:54 PM »
Atas ijin penulisnya, saya forwardkan pendapat bhante dhammadhiro tentang doktrin aku berlindung kepada tisarana. Ada dua posting, yang pertama lebih ke pandangan pribadi. Yang kedua menurut abhidhamma.

wiryanto

-----Original Message-----
From: milis_buddha [at] yahoogroups.com [mailto:milis_buddha [at] yahoogroups.com] On Behalf Of Suprayitno Dhammadhiro
Sent: Thursday, November 22, 2007 1:13 AM
To: milis_buddha [at] yahoogroups.com
Subject: RE: [MB] Aku berlindung kepada.....?


            Terjemahan ‘berlindung’ untuk kata ‘saran.a’ adalah terjemahan ‘jadi’. Terjemahan jadi semacam ini memang bisa menimbulkan pro dan kontra. Sebenarnya memeng kata ‘berlindung’ perlu mendapat catatan kaki untuk menjelaskan lebih rinci batasan makna katanya.

Kata ‘saran.a’ berasal dari akar kata ‘sar’ artinya ‘mengingat’, ‘mengenang’. Sar + yu (atau pada esensinya adalah ana) = saran.a (n berubah menjadi n. karena ada r di depannya). Dari kata ‘mengingat’, ‘mengenang’ inilah, pemakai bahasa kemudian merombak menjadi ‘melekatkan’ ‘mendekatkan’ diri pada Tiratana. Mengapa harus mengingat, mengenang, melekatkan diri, mendekatkan diri pada Tiratana? Karena pengucap secara sadar mengetahui bahwa Tiratana memiliki keistimewaan yang tidak ia miliki yang perlu ia dengar, perlu ia contoh, perlu ia ikuti demi manfaat yang sebaik-baiknya bagi hidupnya. Karena secara sadar merasa harus mengingat, mengenang, melekatkan diri, mendekatkan diri pada Tiratana, ia disebut ‘bergantung’ pada Tiratana. Kata ‘bergantung’ inilah kemudian berubah menjadi ‘bernaung’, ‘berlindung’, dsb.

            Namun, sebenarnya, dari segi kronologisnya, kata ‘berlindung’ ini adalah terjemahan dari kata Inggris ‘to protect/protecting’. Literature buddhis berbahasa Indonesia kebayakan adalah terjemahan dari Inggris. Kata ini orang Barat yang munculkan lalu orang Indonesia menerjemahkan ke bahasanya ‘berlindung’. dua puluh tahun yang lalu, saya sudah banyak mendengar diskusi dengan topik yang persis sama. dengan tiada hentinya pembahasan tentang 'saran.a' dari dulu hingga ini, patut disadari bersama bahwa terjemahan ini rasa-rasanya ada 'kekurang-pasan' di dalamnya.



            Dalam artikel atau buku resmi, kadang saya berkeinginan agar para penulis menerjemahkan ‘saran.a’ adalah ‘objek yang dikenang’. Namun, ini saya rasa sulit terjadi karena kata ‘berlindung’ sudah kadung mendarah daging dalam pengertian masyarakat umum dan juga apabila ditelusuri asal-usulnya, masih ada kaitannya, dengan catatan ‘perlu lampiran penjelasan’. Kita bisa memikirkan bersama, bagaimana sebaiknya keta semestinya bersepakat atas terjemahan kata 'saran.a' dalam bahasa Indonesia.



            Saya amat mendukung media komunikasi di milis seperti ini. Amat berguna ke khalayak umum. Mudah-mudahan diskusi yang didasari oleh rasa dan pikiran saling menghormati dan demi kemajuan batin sendiri dan batin lawan bicara ini dapat lestari dan berkembang terus.

Anumodana untuk segenap pelajar Dhamma, pelaksana Dhamma.


   
Salam Mettâ

Bhikkhu Dhammadhiro

wiry [at] nto
Science without religion is lame,
religion without science is blind.

Offline Wiryanto

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 12
  • Reputasi: 1
  • Gender: Male
Re: Aku berlindung....?
« Reply #28 on: 23 November 2007, 06:59:53 PM »
Ini tulisan beliau yang kedua. Menarik juga kalau dipikir, kalimat sederhana yang diucapkan pemula untuk entry ke agama buddha, penafsirannya harus dicari sampai ke abhidhamma.

Salam,
wiryanto

-----Original Message-----
From: milis_buddha [at] yahoogroups.com [mailto:milis_buddha [at] yahoogroups.com] On Behalf Of Suprayitno Dhammadhiro
Sent: Thursday, November 22, 2007 4:07 AM
To: milis_buddha [at] yahoogroups.com
Subject: RE: [MB] Aku berlindung kepada.....?


Para peng-akses
milis_buddha [at] yahoogroups.com yang budiman,


Setelah mem-post pandangan saya mengenai kata "saran.a" di beberapa saat yang lalu, saya mencari pengertian kata tersebut lebih lanjut.

Ternyata saya menemukan pengertian 'saran.a' dalam Pustaka Abhidhammapadiipikaa yang uraiannya ada di bawah ini.

Dan dengan posting uraian saya yang kedua di bawah ini, pandangan yang saya sampaikan di post sebelumnya mohon dikaji ulang lagi.

Demikian untuk diketahui dan terimakasih atas perhatiannya.

Kata ‘saran.a’ berasal dari akar kata ‘sar’. Akar kata ‘sar’ ada beberapa arti.

Saran.a = sar gaticintaahimsaasu + yu. (Abhidhaanavan.n.anaa, 207)

Sar + yu (atau pada esensinya adalah ana) = saran.a (n berubah menjadi n. karena pengaruh r di depannya).

‘Sar’ berarti ‘tempat memikirkan’; ‘alat pemberantas’ untuk mengacu ke pengertian ‘rumah’; ‘tempat berdiam’.

Telaahan:
‘subhaasubhakammaani saranti cintenti etthaati’; ‘sarati vaa suuriyasantaapaadikanti saran.am’.

(Terjemahan: ‘rumah adalah tempat di mana pendiam memikirkan pekerjaan yang baik ataupun pekerjaan tidak baik sehingga disebut ‘saran.a’ ’ atau ‘disebut ‘saran.a’ karena rumah sebagai tempat memberantas [melindungi dari] terik matahari, dsb.

Saran.a juga untuk menyebut Nibbaana dalam pengertian sebagai alat pemberantas; tempat bernaung.

Telaahan:

‘Yena cattaaro maggaa odhiso kilese saranti him.santi tam. saran.am.’, ‘ariyaanam.
vasitagehattaa vaa saran.am’.

(Terjemahan: ‘Nibbaana disebut ‘saran.a’ karena nibbaana memberantas kilesa dengan empat Magga berturut-turut.’ Atau ‘nibbaana disebut ‘saran.a’ karena sebagai rumah tinggal para ariya.’)

Di Sam.yuttanikaaya At.t.hakathaa disebutkan: “bhayasaran.at.t.hena saran.am., bhayanaasananti attho”

(Terjemahan: “Nibbaana disebut saran.a karena pengertian sebagai pemberantas ketakutan atau pemusnah ketakutan.”)

Kecuali itu, dalam Pustaka Abhidhaanappadiipikaa juga terdapat untaian kata-kata:

“saran.am. tu vadhe gehe rakkhitasminca rakkhane.”

(Terjemahan: “Sedangkan, kata ‘saran.a’ mengandung arti ‘pembunuhan’, ‘tempat berdiam’, ‘alat berlindung’, dan ‘perlindungan’.”

Kesimpulannya, menurut Pustaka Abhidhammanpadiipikaa, kata ‘saran.a’ bisa secara tepat diterjemahakan ‘tempat berlindung’ dalam bahasa Indonesia.

Anumodana untuk segenap pelajar Dhamma, pelaksana Dhamma.

Salam
Mettâ

Bhikkhu Dhammadhiro

wiry [at] nto
Science without religion is lame,
religion without science is blind.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Aku berlindung....?
« Reply #29 on: 23 November 2007, 07:17:23 PM »
Yah ajaran sang Buddha seperti rakit yang membawa kita kepada pencerahan, dan ketika sudah terbebas maka tidak perlu lagi lah membawa2 rakit itu terus.

Bro ryu, maksudnya apa pengertian ajaran budha sebagai rakit dengan doktrin aku berlindung?

wiryanto
*btw, anda  belum kasih ijin soal forward posting anda ke milis lain. Boleh?*

silahkan saja kok, tidak masalah anda forward postingan saya.

maksud rakit disini yaitu alat untuk mencapai tujuan akhir, kita berlindung pada trisarana ya untuk mengukuhkan keyakinan kita kepada sang buddha, ajarannya dan juga pada sangha yang menjalaninya sebagai contoh/rakit bahwa ada jalan untuk mencapai nibbana, dan semua bisa mencapainya dengan cara yang di ajarkan sang Buddha, kemudian ketika kita mencapai pantai sebrang toh kita tidak usah melekat atau terikat pada trisarana itu lagi.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

 

anything