"YANG LAIN"

Started by sukma, 31 December 2008, 04:45:11 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Nevada

[at] Sukma selaku Umat Buddha yang baik...

Artikel Anda menarik... Namun tetap saja belum mampu menyanggah Konsep Buddhisme mengenai anatta, bahkan tidak pula sampai mengguncangkannya dari sisi penalaran...  :)

Quote from: sukma on 03 January 2009, 01:23:04 PM
Adakah yang bisa mengatakan bahwa seorang Buddhisme bila berbicara tentang Tuhan maka orang itu bukanlah Buddhisme.?

Apakah yang Tidak Membicarakan Tuhan, lebih Buddhisme dari sdr/i nya yang juga adalah sesama Buddhisme.?  ^:)^

_/\_

Anda benar, namun tidak sepenuhnya tepat... Sebagai orang Buddhis, Anda bertentangan dengan konsep anatta...  _/\_

hatRed

 [at] sukma

mengenai 4 hal yg baru itu bisa diterima, yg saya heran adalah pernyataan Thomas sebelumnya yang menyatakan "tidak A" tetapi konklusinya "maka A" maka itu i anggap itu suatu yg lucu :)
i'm just a mammal with troubled soul



hatRed

Quote from: sukma on 03 January 2009, 01:23:04 PM
Adakah yang bisa mengatakan bahwa seorang Buddhisme bila berbicara tentang Tuhan maka orang itu bukanlah Buddhisme.?

Apakah yang Tidak Membicarakan Tuhan, lebih Buddhisme dari sdr/i nya yang juga adalah sesama Buddhisme.?  ^:)^

_/\_

[at] sukma

yg membedakan bukan pembicaraannya, tetapi Kebenarannya serta Tujuannya.

[at] upasaka

saya rasa sejak awal sukma mengajak kita tuk meninggalkan "konsep" terlebih dahulu dan mulai melakukan penelaahan dari awal.

btw : olimpc kan dah lwat om (see avatar)  :))
i'm just a mammal with troubled soul



Reenzia

#123
 [at] sis sukma

umat buddhist tak menganggap apapun tabu, tak layak dibicarakan, halal, atau diharamkan, aib, ataupun tak boleh untuk diungkapkan

secara pribadi, saia sendiri tak menganggap membicarakan Tuhan adalah hal yang tabu atau tak patut untuk dibicarakan, tak ada yg tabu untuk diungkapkan, tak ada yang tak patut untuk dibahas, saia rasa umat buddhist kebanyakan pun sependapat dengan saia

yang ada adalah manfaat didalam pengungkapan dan pembahasan itu sendiri
dan yang terjadi adalah pengungkapan, pembahasan dan pendiskusian mengenai Tuhan adalah sesuatu dirasa
yg kurang bermanfaat bagi umat buddhist kebanyakan, sehingga kurang ingin dibahas, karena masing-masing mereka pun telah menyadari dan memahami sendiri hal itu kurang bermanfaat, jadi kurang ingin dibahas, bukan karena menolak/menganggap tabu/menghindari membicarakan Tuhan

mengenai artikel diatas, benar bahwa logika tak bisa dibenarkan secara 100%
saia rasa anda pun harus membaca pembahasan diskusi kami dengan bro CM, dimana dia sendiri adalah ahli logika
tapi jika menggunakan 100% logika, itu pun adalah dualisme, cara pandang sepihak dan satu sisi saja
setidaknya dengan logika dan penalaran, itu mempunyai cara pikir atau jalur yg benar
pemahaman dhamma tak cukup ditelurusi dengan logika semata, pasti akan keluar jalur
karena logika tak dapat berdiri sendiri untuk memahami dhamma sepenuhnya
tapi lepas dari itu semua, logika dan rasionalitas berperan sangat penting untuk memahami dhamma

sedangkan argumentasi? itu tanpa logika dan rasionalitas...itu hanya pendapat
seandainya orang yg tak mengenal agama ditanya mengenai bagaimana terjadinya semesta
dan jika dia mempunyai cara pemikiran tanpa logika dan nalar, ia pasti dapat juga mengarang
argumentasi lain yg berbeda dari pemahaman agama samawi, dan seperti itulah cara agama, Tuhan dan umatnya lahir di dunia ini

orang dengan dasar logika akan berkembang melihat cara pandang kepercayaan
akan berkembang ke arah yg lebih luas menjadi orang yang rasional

sedangkan orang dengan dasar kepercayaan/faith melihat ke arah logika
akan berkembang ke arah yg lebih luas menjadi orang yang beriman

inilah perbedaan mendasar umat buddhist dan umat agama samawi, yaitu perbedaan mendasar cara pandang

bond

Quote from: sukma on 03 January 2009, 01:23:04 PM
Adakah yang bisa mengatakan bahwa seorang Buddhisme bila berbicara tentang Tuhan maka orang itu bukanlah Buddhisme.? Seorang Buddhisme mau ngomong tuhan atau tidak bukan masalah yg penting. Yang paling penting pengertianya. PENGERTIAN BENAR--Ini baru bisa dibilang seorang buddhis

Apakah yang Tidak Membicarakan Tuhan, lebih Buddhisme dari sdr/i nya yang juga adalah sesama Buddhisme.?  ^:)^ tentu tidak. Tidak ada yg tabu untuk membicarakan tuhan atau tidak dalam buddhisme. Hanya seseorang harus memiliki dasar pengertian benar dengan cara membuktikan bukan berteori saja

_/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

johan3000

Bro Sukma...

pada

1 .Prinsip tidak-kontradiksi.

Apakah sebuah Atom itu berhenti atau bergerak?

2 .Keterandalan Umum atas persepsi Inderawi.

Bagaimana mata dpt melihat sesuatu yg terlalu kecil atau
terlalu cepat, atau merupakan pantulan dari cermin...
dlm sebuah magic show ?

Mohon bantuannya... thanks!

GBU (God Bless U..... max 1 posting/hari)
Nagasena : salah satu dari delapan penyebab matangnya kebijaksanaan dgn seringnya bertanya

Nevada

Sekedar informasi...  :)

- Buddhisme : aliran / agama Buddha
- Buddhis : orang / umat Buddha

[at] hatRed

Abis maskotnya lucu seh...  :P Trus gambar icon ini bisa 'berbicara'...  ;D

hatRed

:o

bisa "berbicara"....

maksudnya gmana om?
i'm just a mammal with troubled soul



Nevada

[at] hatRed

Misalnya :
warna maskot ini merah, jadi sesuai dengan saya yang sedang memakai baju berwarna merah...  :P

ryu

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

hendrako

Tulisan di awal thread nuansa Levinasnya kental sekali.

Descartes , "cogito, ergo sum.", "Aku berpikir, jadi/maka aku ada."
Levinas , "Respondeo, ergo sum.", "Aku bertanggung jawab, jadi/maka aku ada."

Komentar singkat,
Kedua pemikiran di atas bersumber pada "AKU", Levinas setali tiga uang dengan R. Descartes, malah justru lebih menguatkan keber-ada-an "AKU" dengan konsepnya tentang "YANG LAIN".

Hal ini bertolak belakang dengan ajaran Buddha Gotama, terutama Anatta, tiada AKU/Diri.
(Silakan membaca buku terbaru terbitan DC, tulisan YM. Mahasi Sayadaw, softcopy dapat didownload di situs Dhammacitta ini)

Apabila tiada "AKU" , apalagi dengan "YANG LAIN".
"Yang Lain" timbul/di-ada-kan, karena memegang konsep "AKU" ada.

yaa... gitu deh

Jerry

Makanya berkebalikan dr tesis 'cogito ergo sum', saat 'aku' ini tidak berpikir.. ya tidak ada 'aku'.. buddhism banget tuh heheh ;D

Setuju, pertama dgn adanya konsep 'aku' ya kemudian muncul konsep 'yang lain' dalam upaya menjawab misteri yg ada..
yg bermain itu kan 'aku' ;)
appamadena sampadetha

sukma

benar kata hatRed ;
saya rasa sejak awal sukma mengajak kita tuk meninggalkan "konsep" terlebih dahulu dan mulai melakukan penelaahan dari awal.


Sobat-sobat DC,

Sepertinya saya mau mengajak kita semua nya pulang kampoeng nya Sang Buddha Gautama di India untuk berbicara tentang Tuhan dari India, tapi kalian harus sabar mau mebacanya dengan serius.

Mencari Titik Temu Sistematis ; Filsafat India dan Filsafat Barat.

Bhattacharya, yang bernama lengkap "Krisna Chandra Bhattacharya" hidup 1875-1949. Beliau adalah sorang Filsuf India yang cukup terkenal pada awal abad ke 20, dan berasal dari dearah Benggali, India. Karya-karyanya ditulis dalam bahasa Inggris, antara lain "Studies in Philosophy", "The False and the Subjectivity", 'Concept of the Absolute and its Alternative Forms", "Studies in Vendata".etc. Kepribadiannya yang jenius, kesederhanaan hidup dan keutuhan pribadinya memikat banyak muridnya.

Filsafat India pada abad ke 19 sangat sering di sebut sebagai Filsafat INDIA Modern yang di ciri khas dengan "Renaisans India". Ciri khas seperti ini terkesan luhur dan mengagumkan, tetapi justru dipersoalkan, karena tidak sesuai dengan realitas historis pada masa itu di India. Sejak kedatangan bangsa Portugis di bawah Vasco da Gama pada tahun 1498 sampai dengan puncak imperialisme Inggris di abad ke 19, kontak budaya India dengan budaya Barat dan cara berpikir Barat membawa akibat pada Ketaklukan Budaya India. Konflik dan pembenturan Filsafat ini tampak dengan jelas ketika kaum cendikiawan India memelajari Filsafat Barat, khususnya Filsafat Kant, dengan maksud untuk menerapkan secara radikal kebudayaan Barat dan cara berpikirnya ke bumi India.

Prinsip hidup Barat, yaitu prinsip 'Akal Budi", meskipun prinsip ini tampil di alam budaya asing di tengah Tradisi Hindu, memerlihatkan satu kekuatan yang destruktif terhadap tradisi Hindu yang sudah berabad-abad berurat akar di India. Untuk menghadapi bahaya pengrusakan budaya sendiri oleh dampak negativ kebudayaan Barat, tampilah para pembaru di kalangan kaum cendikiawan, seperti Ram Mohan Roy dan Nehru, mereka berusaha untuk membuat sintesis antara kebudayaan India dan kebudayaan Barat. Pembaruan yang mereka jalankan mengarah ke dua hal, yaitu di satu pihak penghidupan kembali filsafat Klasik India seperti Vedanta dan di lain pihak penerapan Filsafat Barat yang menurut keyakinan mereka membuat nilai-nilai humanitis-universal. Orang mendapat kesan seolah-olah usaha pembaruan itu dapat terlaksana dengan mudah, tetapi ternyata pada akhir abad ke 19 usaha pembaruan itu terasa sulit, karena ada jurang yang tak terjembatani antara masa rakyat dan kaum cendikiawan. Masa rakyat masih hidup terikat erat dengan tradisi budaya dan keagamaan mereka, sementara kaum cendikiawan sudah terpengaruhi dan terbuai oleh kebudayaan dan cara berpikir Barat.

Maka munculah pertanyaan mendasar ; "Apakah memang benar bahwa filsafat Barat dan budayanya menawarkan unsur-unsur Humanistis-Universal" yang menjadi milik bersama.? De facto. India dan dunia Barat sama sekali berbeda dalam ruang dan waktu sehubungan dengan proses terjadinya budaya mereka. Adalah meragukan bahwa di India orang memandang budaya Barat sebagai yang memiliki Nilai Humanistis - Universal. Karena itu, orang lalu menimbangkan apakah ada titik temu sistematis yang menjadi tempat perjumpaan antara kebudayaan tradisional  Hinduisme dan Filsafat Klasik India di satu pihak dan di pihak lain dunia modern yang diwakili oleh kebudayaan Barat dan filsafatnya.

Pad akhir abad ke 19 dan awak abad ke 20 timbulah harapan bahwa filsafat modern yang dipandang sebagai "yang khsa milik India", dalam arti bahwa filsafat India memiliki satu kekhasan yang berbeda secara hakiki dari filsafat Barat. Kekhasan filsafat India itu lalu ditemukan dalam istilah dan pengertian "Spiritualitas", yang merupakan inti sari atau unsur hakiki Filsafat India. Bagi orang India, spiritualitas berarti baik pengetahuan maupun perwujudan diri.

Dalam konteks istilah pengertian "Spiritualitas" itu, filsafat India modern mencoba  menemukan satu jalan alternattif yang dapat menghubungkan budaya tradisional India dengan Filsafat Barat yang diterima di INDIA. Jalan alternatif inilah -mungkin jalan alternatif ini dijumpai dalam masa postmodernisme- yang disebut sebagai satu titik temu sistematis. Di sana dapat di kenal lagi kekhasan filsafat India yang tercermin dalam filsafat Klasik India, kususnya Vedanta, dan dari pengenalan kembali filsafat India pada waktu yang sama orang dapat mengolah dan menemukan elemen-elemen inklusif dari filsafat Barat, khususnya prinsip 'Akal-budi" dan "Ilmu Pengetahuan".

Krisna justru merupakan salah satu tokoh yang memerlihatkan semangat dan usaha untuk menemukan jalan alternatif itu dalam refleksi filosofinya. Filsafat nya di satu pihak berpusat pada pengolahan terhadap Tradisi Vedanta, dan lain pihak pada pengolahan terhadap filsafat Barat dalam pertemuan dengan Filsafat India Klasik, khususnya Tradisi Vedanta.

Mencari Realitas Mutlak dalam Tradisi Neo-Vedanta.

Vedanta adalah satu sistem filsafat yang berbicara tentang "Brahman-Atman". Brahman adalah Realitas Absolut (Mutlak) yang bersifat kekal dan satu, smentara Atman adalah Brahman itu sendiri dalam rupa manusia.....dilanjutkan nanti....

sukma

Filsafat Vedanta merupakan hasil refleksi dan sebuah penafsiran terhadap tulisan-tulisan Upanishad dan terhadap bahan-bahan dari tradisi lisan pada abad ke 8 samapai ke 6 sebelum masehi. Pendiri aliran filsafat ini adalah Badarayana, dan dalam perkembangan selanjutnya munculah beberapa aliran Vedanta yang memiliki corak yang berbeda (Dvaita-Vedanta ; Advaita-Vedanta ; Visistadvaita-Vedanta). Semantara itu, Neo Vedanta adalah satu aliran filsafat Vedanta yang berkembang di abad ke 20 . Aliran ini tidak menyangkal ajaran dasar Vedanta, tetapi menambah gagasan bahwa Realitas Brahman sebagai Realitas Mutlak hanya dapat di mengerti secara lebih baik melalui usaha pencarian yang terus-menerus. Manusia mencoba melukiskan Brahman sebagai Realitas Mutlak bukan untuk mencapainya, tetapi untuk memahaminya secara lebih Baik.

Realitas Brahman sebagai Realitas Mutlak itulah yang justru menjadi perhatian utama Krisna. Realitas Brahman sebagai realitas mutlak di lukiskan Krisna dalam tiga konsep utama,yaitu sebagai ;

YANG TAK DITENTUKAN, sebagai SUBYEK  dan sebagai ALTERNATIF


Realiatas Mutlak (Brahman) sebagai YANG TIDAK DITENTUKAN ;

selanjutnya.... 

sukma

Realitas Mutlak (Brahman) sebagai Yang Tidak Ditentukan ;

Sejalan dengan ajaran Upanishad, Krisna mengartikan Realitas Mutlak sebagai Realitas yang Tidak Ditentukan. Satu rumusan terkenal yang memerlihatkan karakter itu secara negatif adalah "neti,neti" (bukan itu, bukan itu) . Secara harfiah Realitas Mutlak itu adalah "bukan itu, bukan itu". Ia tidak dapat di defenisikan. Setiap kali manusia berusaha untuk menentukan dan merumuskannya, maka apa yang ditentukan dan dirumuskan Tidak Identik dengan nya. Realitas Mutlak selalu luput dari peneropongan manusia. Pernyataan logis yang mengandaikan bahwa Dia dapat dipikirkan, sama sekali tidak mengena. Dia hanya dikenal dan di-Wahyu-kan.

Karakter semacam itu tentu saja membawa problem terhadap Logika. Bagaimana orang dapat mendefinisikan Realitas Yang Tak Ditentukan ? Untuk menjawab persoalan ini, Krisna menjelaskan bahwa orang mendekati Realitas Absolut dengan "Akal-Budi" yang dengan cara "pengikaran atau negasi" membuat Realitas itu mudah dimengerti. Akal-Budi di-identifikasikan dengan "Pengingkaran". Negasi adalah bentuk yang hidup-hidup dalam proses berpikir, dan dalam penilaian  dan penyimpulan diasalkan dari negasi. Dalam beberapa prosedur logis tertentu munculah beberapa type negasi yang menuntun manusia untuk memahami Realitas Yang Tak Ditentukan, misalnya negasi tingal sebagai negasi tanpa hubungannya dengan sesuatu yang lain (ungkapannya berbunyi ; "Realitas Yang Tak Ditentukan tinggal sebagai Realitas Yang Tak Ditentukan), atau satu afirmasi ada sejauh dia didefenisikan melalui negasi (ungkapannya berbunyi ; Realitas yang ditentukan hanya ada sejauh dia dinegasikan oleh Realitas Yang Tak Ditentukan)

Logika menurut Krisna hanya menyibukan diri dengan Obyek Ilmu Pengetahuan dan dengan semua kemungkinan yang dapat dipikirkan. Dalam hubungannya dengan Realitas Mutlak, logika hanya bertujuan untuk membuat Realitas Mutlak mudah dimengerti, tetapi bukan untuk menentukan apa itu Realitas Mutlak. Karena itu, ada diferensiasi abstrak yang menyeluruh antara apa yang dapat dikatakan dalam logika dan apa yang tidak dapat dikatakan di balik apa yang dapat dikatakan. Diferensiasi ini ditunjuk dengan jelas dalam satu prinsip yang melawan logika tradsional Barat ( dialetika, logika formal, dan logika empiris). Prinsip itu berbunyi ; "Hal Yang Tak Terbatas dan yang terbatas adalah satu dan bukan satu" . Realitas Mutlak menurut Krisna memilki logikanya sendiri yang dikenal melalui simbolisme. Setiap Pernyataan tentang Tuhan sebagi Realitas Mutlak, seperti Teologi Christian baik Teologi afirmatif maupun Teologi negatif hanya melambangkan Realitas Mutlak sebagai diri. Diri dilambangkan dengan "AKU" tetapi mentransendensi aku empiris. Teologi menurutnya secara ekpresif menunjuk kepada negasi terhadap "AKU" (Teologi negatif) atau kepada pengakuan terhadap 'Aku" (Teologi Afirmatif) . Teologi hanya punya arti simbolis tanpa menetapkan atau menentukan secara pasti apa yang dilambangkan.

Realitas Mutlak sebagai Subyek ;