Apakah Arahanta masih bervegetarian?

Started by Nevada, 31 December 2008, 01:50:35 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

adi lim

at. Rekan-rekan

Bisa bantu sebutkan nama beberapa Bhiksu/i aliran Mahayana yang sudah mencapai Arahat ?
Thanks infonya.
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Nevada

[at] all

Kalau benar Biksu Mahayana yang sudah mencapai Pencerahan tidak lagi melekat pada jalan hidup bervegetarian, maka dapat disimpulkan ada 2 poin yang janggal dari pemahaman ini...

1) Bila biksu tersebut tidak lagi melekat pada makanan vegetarian, artinya ada kemungkinan biksu tersebut mau dan atau mengkonsumsi makanan non-vegetarian (daging). Dilihat dari sisi kebijaksanaan, biksu tersebut bertindak benar karena tidak lagi melekat pada konsep vegetarian. Namun di sisi lain, apakah tidak konyol melihat seorang biksu yang sudah mencapai Pencerahan ternyata malah melanggar perarturan kebiksuan itu sendiri?

2) Bila biksu itu ternyata tidak dipersalahkan atas tindakannya mengkonsumsi makanan non-vegetarian (daging), maka untuk apa ada peraturan kebiksuan di Mahayana yang mengharuskan komunitas biksu-biksuni untuk menjalani kehidupan bervegtarian? Justru lebih konyol lagi kalau peraturan kebiksuan itu akan gugur dan tak berlaku lagi ketika orang yang bersangkutan berhasil merealisasi Pencerahan.

Dari 2 poin ini, jadi apakah biksu-biksuni di Aliran Mahayana memang lebih memilih tetap menjalani hidup bervegetarian saja agar tidak berbuat hal yang kontradiksi?

Kalau begitu, peraturan kebiksuan di Mahayana yang mewajibkan untuk bervegetarian justru berpeluang besar untuk menjadi penghalang bagi biksu-biksuni dalam merealisasi Pencerahan? Bahkan membatasi gerak-gerik Sang Arahanta karena tekanan publik dan 'budaya' (peraturan kebiksuan)...

Apakah hal ini juga merupakan kontroversi...

Reenzia

#17
 [at] upasaka

apakah orang yg telah mencapai arahanta masih disebut sebagai bhikkhu? bukankah seharusnya dia juga tak melekat lagi pada status dan aturan yang berlaku didalamnya dan lebih bertindak sebagai arahanta?

sebagai arahanta, ia tak lagi terlekat pada aturan kebhikkuan, dan semua tindak tanduknya berdasarkan hal yang lebih tinggi dari pada hanya sekedar mengikuti aturan saja, melainkan benar-benar atas kesadaran sebagai seorang arahanta

Nevada

[at] Reenzia

Yang sedang saya diskusikan adalah seorang Biksu yang sudah merealisasi tingkat kesucian Arahat...  :)

Melihat dari komentar Anda, saya menyimpulkan Anda berpersepsi bahwa Biksu Mahayana itu tidak lagi tunduk pada peraturan kebiksuan. Dalam pandangan umum, artinya biksu itu bisa melanggar peraturan...

Namun pertanyaan-perntanyaan saya masih belum terjawab...

Mr. Wei

Quote from: williamhalim on 31 December 2008, 03:16:50 PM
Quote from: g.citra on 31 December 2008, 02:52:20 PM
QuoteIMO, bisa saja, seorang bhante mahayana yg sudah arahat melanjutkan kebiasaan2nya: makan vegetarian, meneruskan upacara2 demi umat, bercanda dengan umat, dll (kita tidak pernah tau dia sudah arahat / belum, bisa saja sudah arahat tapi penampilannya biasa saja, dan dia melakukan hal2 biasa demi alasan tertentu, mungkin saja)

[at] bro williamhalim...

Katanya kan arahat itu melakukan tindakan yg menghasilkan ahosi kamma... kalau bercanda apakah juga termasuk demikian?  ...  :)

Salam...

maksud sy: mungkin saja mereka (para bhante yg telah merealisasi kearahatan) melakukan tindakan yg biasa2 saja.... misalkan mereka masih melakukan kebiasaan bercanda dgn umat, tindakan ini 'kelihatannya' bercanda tapi motivasi batinnya kita kan gak tau.... jadinya akan sulit bagi kita menilai mana yg arahat mana yg tidak....

Terus terang, pada waktu menulis ini saya terbayang dgn sosok Ajahn Chah :)

::

Koq sama sih, saya juga keingat sama Ajahn Chah waktu baca topic ini :))

Reenzia

Quote from: upasaka on 01 January 2009, 02:53:23 PM
[at] Reenzia

Yang sedang saya diskusikan adalah seorang Biksu yang sudah merealisasi tingkat kesucian Arahat...  :)

Melihat dari komentar Anda, saya menyimpulkan Anda berpersepsi bahwa Biksu Mahayana itu tidak lagi tunduk pada peraturan kebiksuan. Dalam pandangan umum, artinya biksu itu bisa melanggar peraturan...

Namun pertanyaan-perntanyaan saya masih belum terjawab...

saia rasa seorang bikkhu yg telah merealisasi tingkat kesucian Arahat udah gk melihat lagi dari aliran mana ia berada
mrk pun udah memahami apa yang benar, vege atau non vege atau mungkin ada yg lainnya
terlepas dari itu, ia hanya bertindak berdasarkan kesadarannya
bhikku memang dapat melanggar aturan karena manusia mempunyai kehendak bebas walaupun peraturan itu memang ada, karena bikkhu kan blm tentu mencapai arahat, jadi wajar saja kalo masih ada bhikkhu yang melanggar

makanya saia bertanya, apakah seorang arahanta masih mementingkan status bhikkhu?
saia rasa mereka pun udah gk mementingkan mengenai status, sama juga dengan menentukan apakah arahanta harus menjadi seorang vege atau tidak

g.citra

QuoteDalam pandangan umum, artinya biksu itu bisa melanggar peraturan...

[at] Upasaka... :)

Menurut saya, pandangan umum hanyalah pandangan yang masih terikat oleh waktu, tempat dan keadaan (relatif)...
Sedangkan seseorang yang telah berhasil merealisasi kearahatan mereka tidak lagi terikat akan waktu, tempat dan keadaan...  :)

Jadi sebenarnya gak perlulah kita sampai berpikir terlalu jauh kearah sana, bukankah itu dapat menimbulkan keraguan-keraguan dalam diri kita dan dapat berkembang menjadi pandangan salah?   :)

Mudah-mudahan tulisan saya yang singkat ini dapat bermanfaat...  :)

Namo Buddhaya...  _/\_ ...

Kelana

Quote from: upasaka on 01 January 2009, 02:53:23 PM
[at] Reenzia

Yang sedang saya diskusikan adalah seorang Biksu yang sudah merealisasi tingkat kesucian Arahat...  :)

Melihat dari komentar Anda, saya menyimpulkan Anda berpersepsi bahwa Biksu Mahayana itu tidak lagi tunduk pada peraturan kebiksuan. Dalam pandangan umum, artinya biksu itu bisa melanggar peraturan...

Namun pertanyaan-perntanyaan saya masih belum terjawab...

Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada pertanyaan yang muncul. Seberapa besarkah kemungkinannya seorang bhiksu Mahayana merealisasikan dirinya menjadi arahat ketika di dalam pelatihannya justru ia "dituntut" untuk merealisasikan diri menjadi bodhisattva untuk menjadi Samyaksambuddha bukan menjadi arahat?

Bagaimana mungkin muncul pikiran untuk menjadi arahat di tengah harapannya, tujuannya, cita-citanya untuk menjadi bodhisattva dan menjadi Samyaksambuddha?

Semoga bisa memahami pertanyaannya.
_/\_
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

adi lim

Quote from: Kelana on 01 January 2009, 09:26:17 PM
Quote from: upasaka on 01 January 2009, 02:53:23 PM
[at] Reenzia

Yang sedang saya diskusikan adalah seorang Biksu yang sudah merealisasi tingkat kesucian Arahat...  :)

Melihat dari komentar Anda, saya menyimpulkan Anda berpersepsi bahwa Biksu Mahayana itu tidak lagi tunduk pada peraturan kebiksuan. Dalam pandangan umum, artinya biksu itu bisa melanggar peraturan...

Namun pertanyaan-perntanyaan saya masih belum terjawab...

Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada pertanyaan yang muncul. Seberapa besarkah kemungkinannya seorang bhiksu Mahayana merealisasikan dirinya menjadi arahat ketika di dalam pelatihannya justru ia "dituntut" untuk merealisasikan diri menjadi bodhisattva untuk menjadi Samyaksambuddha bukan menjadi arahat?

Bagaimana mungkin muncul pikiran untuk menjadi arahat di tengah harapannya, tujuannya, cita-citanya untuk menjadi bodhisattva dan menjadi Samyaksambuddha?

Semoga bisa memahami pertanyaannya.
_/\_

at. Kelana

Jika para Bhiksu Mahayana siap menjadi Bodhisattva berarti masih jauh menjadi orang suci, karena menjadi Bodhisattva masih bisa lahir dialam binatang !, sedangkan ajaran Sang Buddha mendorong setiap makhluk agar cepat merealisasikan kehidupan ini menjadi orang suci, minimal mencapai Sotapana.
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

dilbert

Bahkan Arahat Sammasambuddha saja masih makan daging, bukti-nya persembahan terakhir dikatakan adalah sejenis daging "BABI"...

Kurasa TS ini bertanya tentang Arahat SravakaBuddha (versi Mahayana), apakah masih makan daging atau tidak ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

andry

Samma Vayama

L.D.D

Quote from: g.citra on 01 January 2009, 04:00:19 PM
QuoteDalam pandangan umum, artinya biksu itu bisa melanggar peraturan...

[at] Upasaka... :)

Menurut saya, pandangan umum hanyalah pandangan yang masih terikat oleh waktu, tempat dan keadaan (relatif)...
Sedangkan seseorang yang telah berhasil merealisasi kearahatan mereka tidak lagi terikat akan waktu, tempat dan keadaan...  :)

Jadi sebenarnya gak perlulah kita sampai berpikir terlalu jauh kearah sana, bukankah itu dapat menimbulkan keraguan-keraguan dalam diri kita dan dapat berkembang menjadi pandangan salah?   :)

Mudah-mudahan tulisan saya yang singkat ini dapat bermanfaat...  :)

Namo Buddhaya...  _/\_ ...
yup
arahat --> Nibbana selesai.
Terwarisi oleh perbuatan sendiri, Lahir dari perbuatan mereka sendiri, berhubungan dengan perbuatan mereka sendiri, Tergantung pada perbuatan mereka sendiri, Perbuatan apapun yang akan mereka lakukan baik atau buruk perbuatan itulah yang akan mereka warisi.
Anumodana-sabbe satta bhavantu sukkhitatta

Jerry

Terlepas dr mereknya, kalau kita membahas ttg apakah seorang Arahat masih terikat peraturan, menurut saya itu cukup jelas, bahwa seorang Arahat pun masih terikat peraturan.. Dgn demikian, jika peraturan tsb adlh mengenai vegetarian, maka mungkin saja seorang Arahat tetap vegetarian..

Seperti peristiwa Arahat Anuruddha berkaitan dengan wanita yg menggodanya dan ditetapkannya 1 peraturan vinaya oleh Sang Buddha:

[spoiler]Dalam kehidupan Anuruddha sebagai seorang bhikkhu, ada sebuah kejadian yang membawa pada penetapan sebuah hukum disiplin oleh Sang Buddha. Pada suatu ketika Anuruddha sedang berkelana melalui kerajaan Kosala menuju Savatthi. Diwaktu malam ia mencapai sebuah desa namun tidak dapat menemukan tempat menginap yang disediakan khusus bagi pertapa dan bhikkhu yang berkelana. Ia pergi ke penginapan desa dan
meminta untuk menginap semalam, yang kemudian dikabulkan. Sementara malam itu banyak pengelana yang tiba di penginapan tempat Anuruddha tinggal sehingga penginapan tersebut menjadi
ramai. Ketika wanita pemilik penginapan mengetahui hal ini, ia memberitahu Anuruddha bahwa ia bisa menyiapkan tempat tidur di sebuah ruangan bagian dalam rumah, dimana ia bisa menghabiskan
malam dengan tenang. Anuruddha setuju dengan berdiam. Si pemilik penginapan, sayangnya, mengusulkan ini karena ia telah jatuh hati kepadanya. Sekarang ia memakai parfum, mengenakan perhiasan, dan mendekati Anuruddha, berkata: "Engkau, tuan yang terhormat, elok, anggun, dan menarik, dan demikian juga
aku. Akan sangat baik bila tuan yang terhormat mengambilku sebagai istri."

Namun Anuruddha tetap diam. Kemudian si pemilik penginapan menawarkan semua harta kekayaannya. Anuruddha tetap membisu. Kemudian ia melepas bagian atas pakaiannya dan menari di depan Anuruddha, setelah itu ia duduk dan berbaring di hadapannya. Akan tetapi Anuruddha memiliki inderanya terkendali
dengan baik dan tidak mempedulikannya. Melihat bahwa tidak satupun teknik rayuannya yang berhasil, wanita itu berkata: "Sungguh menakjubkan, tuan yang baik, sungguh luar biasa! Begitu banyak pria telah menawarkanku ratusan dan ribuan untuk memenangkan tanganku, namun pertapa ini yang telah kuminta sendiri tidak menginginkanku maupun kekayaanku."

Si wanita pun mengenakan kembali atasannya, menjatuhkan diri di kaki Anuruddha, dan memohon untuk mengampuni kelancangannya. Sekarang untuk pertama kalinya Anuruddha membuka
mulut untuk memaafkan, memberitahunya agar menjaga dirinya di masa yang akan datang. Kemudian wanita itu pun pergi. Pagi berikutnya ia menawarkan sarapan seakan-akan tidak ada yang
pernah terjadi. Anuruddha melanjutkan dengan memberikan kotbah Dhamma yang begitu menyentuh sehingga ia menjadi umat awam Sang Buddha yang taat.

Kemudian, Anuruddha melanjutkan perjalanannya, dan ketika mencapai vihara di Savatthi ia memberitahu para bhikkhu perihal petualangan tersebut. Sang Buddha memanggil dan menegurnya karena bermalam di kediaman wanita. Beliau kemudian menetapkan sebuah aturan yang melarangnya (Pacittiya 6).

Kisah ini menunjukkan dengan baik bagaimana pengendalian diri Y.M. Anuruddha telah menyelamatkannya dari menjadi budak nafsu indria. Kekuatan karakternya telah memberikan kesan mendalam kepada wanita itu hingga ia bertobat, mendengarnya, dan berlindung kepada Sang Buddha. Dengan demikian pengendalian
diri Anuruddha tidak hanya demi kebaikannya namun juga membawa manfaat bagi wanita itu. Ketika Sang Buddha menegurnya, beliau melakukannya karena orang dengan karakter yang lebih lemah dapat menyerah pada godaan dalam situasi demikian. Oleh karena itu, dikarenakan cinta kasihnya pada mereka, Sang
Buddha menetapkan aturan bahwa seorang bhikkhu tidak seharusnya membuka diri terhadap bahaya demikian. Seringkali dapat kita amati bahwa Sang Buddha berusaha mencegah orang dengan
karakter yang lemah agar tidak memandang tinggi kekuatannya
dan berusaha meniru teladan yang terlalu tinggi bagi mereka.

Dapat didonlot di perpus DC mengenai "Anuruddha" ;D promosi mode [on] :hammer:
[/spoiler]

Meski arahat tidak lg memiliki niat buruk, tapi sering kali pandangan orang awam atau sekalipun anggota sangha yg belum mencapai kesucian bisa saja salah dan salah menafsirkan.
Karenanya vinaya diperlukan utk menetapkan batas2 perbuatan dan menjaga keseimbangan antara Kebenaran Mutlak dan Kebenaran Konvensional. Secara di dunia ini masih ada yg namanya Kebenaran Konvensi sperti norma, adat-istiadat dll.
Dan arahat sekalipun perlu mematuhi vinaya di dalam menjalani sisa kammanya dalam hidup di dunia ini.

Selebihnya, yg kata om Kelana memang benar, kurang relevan membahas Arhat Mahayana bervegetarian atau tidak, karena aim dari Mahayana sendiri adl mencapai Samyak Sambodhi melalui jalur bodhisattva.

mettacittena
_/\_
appamadena sampadetha

Kelana

Quote from: adi lim on 01 January 2009, 09:43:34 PM

at. Kelana

Jika para Bhiksu Mahayana siap menjadi Bodhisattva berarti masih jauh menjadi orang suci, karena menjadi Bodhisattva masih bisa lahir dialam binatang !, sedangkan ajaran Sang Buddha mendorong setiap makhluk agar cepat merealisasikan kehidupan ini menjadi orang suci, minimal mencapai Sotapana.


Menjadi Bodhisattva berarti masih jauh menjadi orang suci??? Ini mungkin berlaku bagi kaum Theravadin, tetapi tidak berlaku bagi Mahayanis. Setahu saya (cmiiw) dalam Mahayana tujuan terluhur kaum Mahayanis adalah menjadi Bodhisattva dan kemudian menjadi Samyaksambuddha. Bodhisattva dalam konsep Mahayana adalah juga makhluk suci bahkan lebih suci dari arahat.

Nah, yang menjadi pertanyaan dasar saya adalah bagaimana mungkin seorang bhiksu Mahayana yang hidup, belajar, berlatih, dalam konsep Mahayana yang bertujuan terluhurnya menjadi Bodhisattva justru berpikiran untuk menjadi arahat??

Nah dengan menjawab pertanyaan saya ini, maka kita bisa melihat apakah pertanyaan dari Sdr. Upasaka mengenai "bagaimana bila seorang biksu dari Mahayana (tentunya bervegetarian) akhirnya merealisasi Pencerahan. Apakah masih menerapkan hidup bervegetarian atau tidak", bisa dijawab atau tidak.
GKBU

_/\_ suvatthi hotu


- finire -

dilbert

#29
Quote from: Kelana on 02 January 2009, 06:23:26 PM
Quote from: adi lim on 01 January 2009, 09:43:34 PM

at. Kelana

Jika para Bhiksu Mahayana siap menjadi Bodhisattva berarti masih jauh menjadi orang suci, karena menjadi Bodhisattva masih bisa lahir dialam binatang !, sedangkan ajaran Sang Buddha mendorong setiap makhluk agar cepat merealisasikan kehidupan ini menjadi orang suci, minimal mencapai Sotapana.


Menjadi Bodhisattva berarti masih jauh menjadi orang suci??? Ini mungkin berlaku bagi kaum Theravadin, tetapi tidak berlaku bagi Mahayanis. Setahu saya (cmiiw) dalam Mahayana tujuan terluhur kaum Mahayanis adalah menjadi Bodhisattva dan kemudian menjadi Samyaksambuddha. Bodhisattva dalam konsep Mahayana adalah juga makhluk suci bahkan lebih suci dari arahat.

Nah, yang menjadi pertanyaan dasar saya adalah bagaimana mungkin seorang bhiksu Mahayana yang hidup, belajar, berlatih, dalam konsep Mahayana yang bertujuan terluhurnya menjadi Bodhisattva justru berpikiran untuk menjadi arahat??

Nah dengan menjawab pertanyaan saya ini, maka kita bisa melihat apakah pertanyaan dari Sdr. Upasaka mengenai "bagaimana bila seorang biksu dari Mahayana (tentunya bervegetarian) akhirnya merealisasi Pencerahan. Apakah masih menerapkan hidup bervegetarian atau tidak", bisa dijawab atau tidak.


belum tentu bro kelana. dalam konsep 10 tingkat bodhisatva, dikatakan bahwa Sravaka buddha (baca : Arahat Theravada/Hinayana) itu setara dengan bodhisatva tingkat 7, sedangkan sammasambuddha/samyaksambuddha dikatakan dengan bodhisatva tingkat 10. Jadi ada bodhisatva yang masih tingkat 1 s/d 6 yang masih dibawah Sravaka Buddha (Bodhisatva tingkat 7)...

dan katanya lagi, para Sravaka Buddha (baca : Arahat Theravada/Hinayana) bisa memilih untuk tetap berdiam pada nibbana-nya atau melanjutkan ke tingkat bodhisatva yang lebih tinggi (menuju tingkat 10) atau menjadi sammasambuddha sebagaimana dikatakan di dalam saddharmapundarika dimana BUDDHA GOTAMA meramalkan pencapaian annutara sammasambuddha dari beberapa ARAHAT SAVAKA (Sravaka)
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan