Kumpulan kisah-kisah Dhamma ( kutip dari buku dan majalah )

Started by Yumi, 16 April 2008, 04:04:28 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Yumi

Secara pribadi, saya melihat bahwa cita-cita seorang Buddhis adalah menjadi manusia yang sangat berbahagia. Mengapa demikian? Hanya karena dia adalah orang yang dalam perjalanannya menuju ke-Buddha-an. Pendek kata, dia bahagia karena dia sedang ingin menjadi SANGAT dan berbahagia secara sempurna!

   Anda lihat, semua Buddhis seharusnya seseorang yang sungguh-sungguh berbahagia karena mereka telah menemukan, dan melatih ajaran Buddha. Seorang Buddhis yang baik melihat dengan jelas penderitaannya dan sebab-sebab hal tersebut (Kebenaraan Mulia Pertama dan Kedua). Sebenarnya, dia melihat ini dengan sangat jelas karena dia sedang dalam perjalanannya menuju pada Kebahagiaan Sejati (Kebenaran Mulia Ketiga) dengan melatih Dharma (Kebenaran Mulia Keempat).

   Jadi anda lihat, seorang Buddhis yang baik adalah seorang bahagia. Jangan menjadi seorang Buddhis "setengah-berpihak" yang terpaku pada Kebenaran Mulia Pertama dan Kedua, yang berakhir dengan meratap, hanya menyetujui bahwa hidup penuh dengan penderitaan karena ketamakan, kebencian dan kebodohan, tanpa belajar bagaimana keluar! Berbahagialah. Dan bawalah kebahagiaan kepada yang lainnya!

Source: The Daily Enlightenment 1 (Reflections for Practising Buddhists), Happy Buddhist, p.168

Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Adhitthana

Artikel yg sangat bagus...........  :jempol:

apalagi yg judul Hanya perasaan, sepertinya akrab dikehidupan kita se-hari2


Thz.... Yumi 
_/\_
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Yumi

Saya tidak ingin datang ke dunia ini hanya untuk mengotorinya. Segala sesuatu mempunyai "tempat"nya masing-masing dan segala sesuatu itu harus tepat berada ditempatnya masing-masing.

      Banyak ibu-ibu takut anaknya mengajak teman-temannya main ke rumah karena mungkin saja mereka "menyentuh-menyentuh" segalanya. Benda-benda menjadi "salah-tempat" ketika dipindahkan dari tempat asalnya. Pada kenyataannya, benda-benda tersebut mengalami "penyusutan"—minuman ringan menodai sofa, bingkai foto keluarga terdapat bercak jari di mana-mana, stik game si adik hilang, koleksi buku kakak dibuat untuk memukul anjing, sisa-sisa makanan kecil berantakan di lantai...anda tau kan maksud saya. Akhirnya ibu yg membereskannya untuk kita! Kenapa kita tidak belajar untuk mengembalikannya ke tempat semula setelah mengambilnya? (Sila ke-2—hormati barang milik orang lain.) Juga, untuk tidak menginjak semut-semut di trotoar. (Sila ke-1—hormati kehidupan.) Tidak menggoda teman wanita dari sahabatmu dengan mengatakan dirimu lebih baik darinya padahal tidak. (Sila ke-4 dan ke-3—hormati kebenaran dan hubungan.) Tidak mabuk pada saat mengemudikan kendaraan. (Sila ke-5—hormati kesadaran-penuh.) Kamu mengerti...

      Kita dapat memilih datang ke dunia ini dan membuat perbedaan atau kita justru tidak. Suatu kehidupan yang tidak membuat perbedaan agaknya tidak bermakna; dan perbedaan yang dapat kita buat apakah agar lebih baik atau lebih buruk bagi dunia. Tiap saat saya masuk ke dalam dunia yang bukan "milikku", seperti rumah atau kantor seseorang, bahkan restoran, atau jalanan, saya berusaha penuh perhatian untuk tidak mengotorinya dalam cara apapun. Yang di mana saya lihat sebagai bagian dari dasar moralitas. Jangan membuat kotor dalam bentuk apapun di manapun dalam dunia ini ataupun dunia selanjutnya.

      Langkah selanjutnya untuk tidak membuat sampah adalah dengan membersihkan sampah pribadi. Sampah pribadi saya adalah koleksi kebiasaan buruk dari keserakahan, kebencian dan kebodohan saya, yang secara spiritual melukai diri saya sendiri dan orang lain.

      Langkah besar selanjutnya adalah menolong orang lain untuk menyadari sampah pribadi mereka dan sampah yang telah mereka perbuat di dunia ini, menolong mereka untuk mempelajari bagaimana membersihkannya. Inilah Bodhisatva yang ideal.

      Saya pikir Buddha sebagai seorang pembersih utama. Ia membersihkannya sangat sempurna—kenyataannya, Beliau "tercerahkan". Beliau datang ke dunia ini pada waktu manusia benar-benar "mengotori" pikiran dan batinnya. Ketika lusinan sistem kepercayaan dan filosofi bertebaran, dan hanya sedikit yg mengetahui tujuan hidup yg paling berharga.

      Jika kita ingin membersihkan sampah kita dan menolong sesama melakukan hal yang sama, maka tidak akan ada sampah yang tertinggal di dunia ini. Dunia ini akan menjadi Tanah Suci.


Source: The Daily Enlightenment 1 (Reflections for Practising Buddhists), Mess, p.129
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Yumi

Apa kamu berlari pada kekasih atau sahabat terbaikmu saat suatu hal buruk yang tidak menyenangkan sedang menimpamu? Siapa yang biasanya otomatis kamu datangi saat kamu memerlukan sebuah tempat naungan yang aman?

      Bukankah kamu sudah menerima Tiga Naungan dalam Tiga Permata? Apakah kamu mengingat kembali Buddha dan ajaran-Nya di dalam pikiran sebelum berlari mencari seseorang? Naungan dalam Tiga Permata benar-benar lebih merupakan "hubungan" internal di hati. Kamu tidak selalu harus pergi ke vihara terdekat untuk meminta nasihat dari seorang guru bijak.

      Jika kamu sedikit banyak sudah menyadari akan Buddha dan ajaran-Nya, kamu merupakan "Sangha perawat" spiritual paling segera yang memberi pengobatan bagi dirimu sendiri. Hubungilah dirimu sendiri dan penyembuh-diri sebaik yang kamu bisa. Naungan sejati selalu ada di dalam. Di momen kamu sungguh-sungguh memasuki naungan di dalam dirimu, kamu akan menemukan sebuah rumah Welas Asih yang tidak ternilai dan Kebijaksanaan yang menuju pada pembebasan.


Source: The Daily Enlightenment 1 (Reflections for Practising Buddhists), Refuge, p.88
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Pitu Kecil

Smile Forever :)

Johsun

CMIIW.FMIIW.

Yumi

Keindahan itu masuk akal, dan indah, hanya jika ia dirasakan dalam hati. Dan hati yang indah adalah hati yang melihat keindahan pada semua hal di sekelilingnya. Ia bahkan melihat keindahan dalam apa yang dunia lihat sebagai kejelekan.

      Hati yang indah adalah hati yang dipenuhi dengan Welas Asih karena tidak ada yang lebih indah dari pada hati yang mulia. Buddha dan Bodhisattva itu indah karena mereka memiliki hati yang mulia. Ini adalah rahasia keindahan sejati.

Source: The Daily Enlightenment 1 (Reflections for Practising Buddhists), Beauty, p.40
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Yumi

Kadang, dorongan dapat datang dari berbagai cara. Penting untuk mengingat bahwa puja (melafal disertai intonasi dengan khidmat) sebenarnya adalah untuk mengilhami dan mendorong, bukannya secara berulang-ulang membosankan. Jika puja dilakukan tiap hari dengan sepenuh hati, ia dapat meningkatkan batin secara menakjubkan. Puja di pagi hari dapat menjadi pengingat spiritual untuk menjalani suatu hari dengan perhatian penuh, dan puja di petang hari dapat menjadi saat perenungan atas apa yang telah dilakukan dan tidak dilakukan dalam sehari itu. Pada saat seseorang merasa bahwa melakukan puja adalah sebuah tindakan sepintas lalu yang kosong, seseorang perlu memeriksa dirinya sendiri. Berikut sebuah contoh dari syair puja yang menginspirasi:

      Pelimpahan Jasa dan Penyerahan-Diri:

      Semoga dengan jasa kebajikan yang ku peroleh dari tindakan ini
      membantu meringankan penderitaan semua makhluk.
      Di dalam tiga hal kepribadianku menuju keberadaanku, kepemilikanku,
      dan kebajikanku menjadi satu,
      Ku dedikasikan diriku,
      untuk kepentingan semua makhluk.

      Hanya bagaikan bumi dan elemen-elemen lainnya
      mampu melayani dalam berbagai penjuru
      bagi makhluk dengan jumlah tak terhitung yang menetap di dalam ruang tanpa batas,
      Semoga saya dapat menjaga semua makhluk
      yang terkondisi pada saat itu,
      selama semuanya belum mencapai kedamaian.

      Jika kamu membaca sekilas syair puja di atas "dengan cepat"... ulangilah membacanya... dengan keyakinan dan perhatian penuh kali ini. Mengilhami dan mendorong bukan?

Source: The Daily Enlightenment 1 (Reflections for Practising Buddhists), Puja, p.27
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Yumi

Apa yang menyentakku lebih bermakna dibandingkan kisah cinta pada film, "Titanic", adalah betapa bervariasinya karakter yang direaksikan saat menghadapi ancaman kematian yang akan segera terjadi:

1.   Perancang kapal kelihatan menyesal dengan khidmat, memikirkan kesalahannya, saat dia membiarkan yang lainnya sibuk menyerbu sekoci penolong.
2.   Kapten kapal kelihatan melekat, kecewa oleh hilangnya reputasi dan kemungkinan pensiun jaya yg bahagia... dia teguh memegang kemudi, tidak menyelamatkan diri melainkan menunggu kematian. Terlalu banggakah?
3.   Pria yang jahat bertindak semena-mena, mencoba menyuap dan menipu untuk terlepas dari kematian.
4.   Seorang opsir tidak dapat menahan tekanan akibat memelihara ketertiban. Setelah menembak seorang penumpang yang memaksanya memberi tempat pada sekoci penolong, dia menembak dirinya sendiri di dalam penyesalan!
5.   Ada yang hanya melompat ke dalam laut untuk berenang setelah sekoci-sekoci penolong sudah dikeluarkan ke laut.
6.   Ada yang berdoa dengan gelisah untuk pertolongan.
7.   Penumpang istimewa melawan yang lainnya untuk mendapatkan dirinya berada di dalam sekoci penolong.
8.   Ada para kekasih yang tidak rela berpisah satu dengan yang lain.
9.   Dan tentu saja, ada musisi-musisi tenang yang meninggal secara bersejarah saat pasca permainan musik mereka untuk menenangkan kerumunan yang panik!
      
      Jadi pertanyaannya adalah—jika kamu yang berada di Titanic pada malam itu, menurutmu bagaimana dirimu akan bereaksi? Apakah menurutmu itu tepat? Apa yang tepat?

      Titanic adalah sebuah bencana penting yang nyata—Merupakan satu-satunya kapal yang secara bangga diumumkan dalam sejarah manusia tidak dapat tenggelam—namun tenggelam dalam pelayaran pertama. Bagaimana hubungan hal ini dengan diri kita? Banyak dari kita yang merasa kita adalah para Titanic—kita merasa hidup kekal setiap saat. Kita merasa tidak terkalahkan oleh usia tua, penyakit dan kematian, tidak terkalahkan oleh hukum ketidakkekalan. Beberapa khayalan yang begitu hebat. Ketidakkekalan tidak perlu dibicarakan, tapi dirasakan dalam tulang. Ancaman kematian yang akan segera terjadi adalah salah satu dorongan terbaik yang tersedia bagi kita untuk mencapai keadaan tanpa kematian dari Nirvana. Pada hari di mana kita lahir, kita semuanya Titanic yang sedang tenggelam—kita mulai bergerak maju ke arah kematian. Bagian triknya adalah kita tidak tahu berapa banyak "kapal kehidupan" kita masih di atas air. Sudahkah kamu merencanakan pembebasanmu? Bagaimana kamu akan membebaskan dirimu? Ada pepatah india kuno:

      Hal yang paling menakjubkan di dalam dunia adalah
      kita semua hidup seakan kita masih akan hidup esok hari.

      Pada "esok hari" yang tertentu, kita tidak akan hidup dan takutnya adalah bahwa "esok hari" tersebut bisa saja hari ini! Semoga kita semua belajar menghargai kehidupan kita dan menginsyafi pentingnya melampaui kehidupan dan kematian—hari ini. Ya, insyafi hal tersebut hari ini! Karena esok hari mungkin tidak akan datang.

      Ya, ya—kamu telah mendengar pesan di atas ribuan kali. Jadi apakah ini hanya akan menjadi pesan belaka lainnya? Kamu putuskan. Kamu bisa mulai menempuhnya dengan serius hari ini, atau esok hari!

Source: The Daily Enlightenment 1 (Reflections for Practising Buddhists), Death and The Titanic, pp. 23-24
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Yumi

Saya memutuskan untuk mengerjakan semuanya sedikit demi sedikit. Maksud saya menempuh jalan spiritualku. Tidak, jangan salah paham, bukan bermalasan atau berprokrastinasi. Saya dengan ini memutuskan melatih semua ini setiap hari:

1.   Meditasi sedikit (Selama lima belas menit sampai satu jam)
2.   Melafal sedikit (Sebagai puja pagi dan malam hari di dalam bus pada saat pergi dan pulang kerja)
3.   Merenungkan sedikit (Menyadari satu pelajaran penting satu hari, kira-kira demikian!)
4.   Menolong sedikit (Memastikan hariku membawa kebahagiaan setidaknya untuk satu orang.)
5.   Belajar sedikit (Mempelajari buku-buku Dharma sebelum pergi tidur dan di waktu senggangku.)

      Ya, sedikit demi sedikit, di sini dan di sana, saya akan bekerja menuju Pencerahan. Saya akan memenuhi kehidupan tiap hari saya dengan Dharma dan selalu berperhatian penuh. Waspada, waspada! Jangan pernah kelelahan secara spiritual! Tidak ada yang demikian dahsyat! Kelinci tidak memenangkan perlombaan dengan lompatan cepat yang tergesa. Kura-kura yang menang itu lambat namun waspada, dan ia tetap rendah hati dan realistis.

Source: The Daily Enlightenment 1 (Reflections for Practising Buddhists), Little By Little, p. 113
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Yumi

Jangan kira kamu punya pembenaran yang sah terhadap kelakuan buruk saat kamu lagi murung. Jangan kira kamu bisa tinggal bilang sesuatu yang tidak menyenangkan, diikuti dengan, "Maaf, aku enggak bermaksud gitu. Suasana hatiku lagi jelek hari ini." Kamu tidak bisa hanya tidak peduli seperti itu. Apa kamu berharap orang lain tinggal mengerti dan memaafkanmu—lagi dan lagi, saat kamu melakukannya lagi dan lagi? Kita bisa mengendalikan suasana hati kita—kita adalah majikan diri kita.

      Kendalikan pikiranmu
      atau
      Dikendalikan oleh pikiran.

      Tidak sebuah kata marah tergelincir dari mulut Buddha bahkan saat rombongan kepada siapa Beliau sedang berbicara mengutuk dan menyumpahinya. Nope—tidak ada suasana hati jelek bagi Dia yang setiap saat berperhatian penuh, majikan atas pikirannya.

Source: The Daily Enlightenment 1 (Reflections for Practising Buddhists), Bad Mood, p. 116
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Yumi

The sky is blue.
The grass is green.

The sky never said it is blue.
Neither did the grass say it is green.

So is the sky blue, and the grass green?
Neither did the sky say it is sky, nor the grass that it is grass.

So what is the sky or grass really?
The sky and grass just IS.
Is-ness.

Di saat anda mendefinisikannya, anda keliru—
Itu konseptualisasi.
Kebenaran untuk diselami—bukan dikonseptualisasi.

Source: The Daily Enlightenment 1 (Reflections for Practising Buddhists), Is-Ness, p. 110
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Yumi

Alkisah ada seorang guru yang memiliki beberapa orang murid. Salah satu di antara muridnya ada yang gagu. Suatu hari sang guru menyuruh  muridnya yang gagu tadi untuk turun gunung. Sang guru berkata, "Besok, turun gunung dan sebarkanlah ajaran kebenaran yang telah kubabarkan kepada semua orang." Muridnya yang gagu itu merasa rendah diri dan segera menulis di atas kertas, "Maafkan saya guru, bagaimana mungkin saya dapat menyebarkan ajaran guru, saya ini kan gagu. Mengapa guru tidak meminta murid lain saja yang lebih mampu membabarkan ajaran guru dengan lebih baik?"

Sang guru tersenyum dan meminta muridnya tadi merasakan sebiji anggur yang diberikan olehnya. "Anggur ini manis sekali," tulis muridnya. Sang guru kembali memberikan sebiji anggur yang lain. "Anggur ini masam sekali," tulis muridnya. Kemudian gurunya melakukan hal yang sama pada seekor beo. Biarpun diberi anggur yang manis atau masam, beo itu tetap saja mengoceh, "masam... masam..."

Sang guru menjelaskan pada muridnya, "Kebenaran bukanlah untuk dihafal, bukan pula cuma untuk dipelajari, tapi yang terutama adalah untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari."

Cacat tubuh yang kita miliki janganlah menjadi rintangan dalam mengembangkan batin kita. Kita jangan seperti sebuah sendok yang penuh dengan madu, tapi tidak pernah mengetahui manisnya madu itu. Kita jangan seperti beo yang pintar mengoceh, tapi tidak mengerti apa yang diocehkannya. Engkau memang tidak mampu berbicara dengan baik, tapi bukankah engkau bisa menyebarkan kebenaran dengan cara-cara lain, misalnya menulis buku? Lebih penting lagi, bukankah perilakumu yang sesuai dengan kebenaran akan menjadi panutan bagi yang lain?" Itulah cara mengajar terbaik: teladankan kebenaran dalam perilakumu, bukan cuma dalam ucapan.

Sumber: SMILE (Sinar Mas Internal Magazine), 7th edition, June 2008, p.26
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Yumi


         Suatu ketika seorang bhikkhu muda menerima dana makanan pada salah satu tempat berteduh yang khusus dibuat untuk para bhikkhu di dalam kota. Setelah makan ia merasa ingin minum. Ia pergi ke suatu rumah dan meminta air minum, seorang gadis keluar untuk memberinya air minum. Begitu melihat bhikkhu muda tersebut, gadis itu jatuh cinta kepadanya. Ia mengundang bhikkhu muda itu untuk datang ke rumahnya bila merasa haus dengan harapan agar dapat membujuk bhikkhu muda tersebut.
       
         Setelah beberapa waktu, ia mengundang bhikkhu muda tersebut ke rumahnya untuk menerima dana makanan. Pada hari itu, ia berkata kepada bhikkhu muda itu bahwa ia mempunyai segala sesuatu yang ia inginkan dalam rumah, tetapi tidak ada lelaki yang merawatnya, dan sebagainya. Mendengar kata-kata ini, bhikkhu muda menangkap isyarat tersebut dan ia segera merasa makin terikat pada gadis yang menarik itu. Ia menjadi sangat tidak puas dengan kehidupannya sebagai seorang bhikkhu dan menjadi kurus. Para bhikkhu lain melaporkan hal itu kepada Sang Buddha.

        Sang Buddha mengundang bhikkhu muda tersebut, dan berkata padanya, "Anak-Ku, dengarkan Aku. Gadis muda ini akan menyebabkan keruntuhanmu seperti yang telah dia lakukan padamu dalam kehidupanmu yang lampau.

        Dalam salah satu kehidupanmu yang lampau kamu adalah seorang pemanah yang sangat trampil dan ia adalah istrimu. Pada suatu kesempatan, ketika kamu berdua sedang dalam perjalanan, kamu bertemu dengan sekelompok orang jalanan. Istrimu jatuh cinta dengan pemimpin kelompok itu. Ketika kamu dan pemimpin kelompok itu sedang terlibat dalam satu perkelahian, kamu berteriak pada istrimu agar memberikan pedangmu. Tetapi istrimu memberikan pedang itu pada pemimpin kelompok yang segera membunuhmu. Jadi, ia adalah penyebab kematianmu. Sekarang juga, ia akan menjadi penyebab kehancuranmu jika kamu mengikutinya dan meninggalkan pasamuan bhikkhu demi kepentingannya".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 349 dan 350 berikut:

Orang yang pikirannya kacau, penuh dengan nafsu, dan hanya melihat pada hal-hal yang menyenangkan saja, maka nafsu keinginannya akan terus bertambah. Sesungguhnya orang seperti itu hanya akan memperkuat ikatan belenggunya sendiri.

Orang yang bergembira dalam menenangkan pikiran, tekun merenungkan hal-hal yang menjijikkan (sebagai obyek perenungan dalam semadi) dan selalu sadar, maka ia akan mengakhiri nafsu-nafsu keinginannya dan menghancurkan belenggu Mara.


        Bhikkhu muda mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.***

[Dhammapada Atthakatha XXIV, 16-17]

Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Yumi

        Suatu saat seorang perumah tangga merasa sangat sedih atas kematian putranya. Dia sering pergi ke makam dan menangis di sana. Suatu pagi, Sang Buddha melihat perumah tangga kaya tersebut dalam penglihatan Beliau. Oleh karena itu, Sang Buddha bersama seorang bhikkhu pergi menuju ke rumah perumah tangga kaya tersebut.

        Di sana, Sang Buddha bertanya kepada lelaki tersebut mengapa dia merasa sangat tidak bahagia. Lelaki tersebut menjelaskan kepada Sang Buddha tentang kematian putranya, dan tentang kesedihan serta duka cita penderitaannya.

        Kepadanya Sang Buddha berkata, Murid-Ku, kematian tidak hanya terjadi di satu tempat. Semua makhluk yang dilahirkan pasti akan mengalami kematian pada suatu hari, sesungguhnya kehidupan berakhir dengan kematian. Kamu harus menyadari kenyataan bahwa kehidupan berakhir dengan kematian. Janganlah kau anggap hanya terlalu sedih ataupun terlalu goncang. Duka cita dan ketakutan timbul dari kesayangan".

        Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 212 berikut:

Dari yang disayangi timbul kesedihan, dari yang disayangi timbul ketakutan;
bagi orang yang telah bebas dari yang disayangi, tiada lagi kesedihan maupun ketakutan.


        Perumah tangga kaya mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.***

[Dhammapada Atthakatha XVI, 4]
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~