News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Yg ngerti ayo bantu sy jelasin,please

Started by juli wu, 17 September 2012, 12:51:07 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

dhammadinna

#30
Quote from: juli wu on 17 September 2012, 12:51:07 PM
Untuk menghilangkan penderitaan lenyapkanlah : enam landasan kontak, kontak, perasaan, keinginan, kemelekatan, penjelmaan, kelahiran, penuaan dan kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan.

[...]

Apakah Mata awal dari penderitaan ya,yg buta juga menderita krn keinginan ,yg benar gaimana ya  :-?

Saya kurang setuju dengan kalimat yang di-bold di atas... dan sejauh ini saya lihat belum ada yang menyanggahnya secara langsung.

Keadaan buta/tuli/mati-rasa, tidak ada hubungannya dengan lenyapnya akar penderitaan. Jadi kurang tepat jika mengatakan bahwa: "untuk menghilangkan penderitaan, lenyapkanlah enam landasan kontak."

Quote
asal-mula penderitaan sbb:
mata dan bentuk
kesadaran-mata
kontak.
Perasaan
Keinginan

Memang sih kontak terjadi karena pertemuan 3 hal yaitu: indria (misalnya mata), objek indria (misalnya bentuk), dan kesadaran.

Kontak ini mengkondisikan munculnya perasaan.

Perasaan mengkondisikan munculnya keinginan.

Keinginan mengkondisikan kemelekatan.

Selanjutnya berlanjut ke penderitaan....


Walaupun di urutan tersebut, terlihat bahwa kontak adalah awal dari rantai ini, tapi untuk melenyapkan penderitaan bukan berarti dengan melenyapkan enam landasan indria (agar meniadakan kontak).

Dalam Empat Kebenaran Mulia, asal-mula penderitaan adalah keinginan/nafsu, yang mencari kenikmatan baru di sana-sini.

[spoiler]Keinginan= tanha, terdiri dari keinginan indria, keinginan akan penjelmaan, dan keinginan akan pemusnahan.[/spoiler]

Nah, karena asal-mula penderitaan adalah keinginan maka keinginanlah yang perlu dipadamkan.

"Dan apakah, para bhikkhu, lenyapnya dunia? Dengan bergantung pada mata dan bentuk, maka muncullah kesadaran-mata. Pertemuan dari ketiga ini adalah kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan [muncul].

Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya keinginan yang sama itu, maka lenyap pula kemelekatan; dengan lanyapnya kemelekatan, maka lenyap pula penjelmaan; dengan lenyapnya penjelmaan, maka lenyap pula kelahiran; dengan lenyapnya kelahiran, maka penuaandan-kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan juga lenyap. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan ini. Ini adalah lenyapnya penderitaan.



~ Samyutta Nikaya (Nidana Vagga). 44.4 (Dunia). Halaman: 620

Note: Selain mata & bentuk, juga berlaku telinga & suara, hidung & bau, badan & objek sentuhan, serta pikiran & objek pikiran.

_______________

Nah, kelihatan kan, rantainya putus di mana? putusnya di peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya keinginan yang sama itu (lihat yang warna hijau, yang digaris-bawahi).

Jadi, intinya, bukanlah tentang melenyapkan Enam Landasan Kontak, tapi Keinginan.

Bagaimana cara melenyapkan keinginan? kembali lagi ke Empat Kebenaran Mulia, yaitu Jalan Mulia Beruas Delapan.

dhammadinna

#31
Quote from: dhammadinna on 28 September 2012, 08:58:01 AM
[...]
Note: Selain mata & bentuk, juga berlaku telinga & suara, hidung & bau, badan & objek sentuhan, serta pikiran & objek pikiran.

Upss, ketinggalan satu: lidah & objek kecapan.

dhammadinna

#32
Quote from: dhammadinna on 28 September 2012, 08:58:01 AM
[...]
Bagaimana cara melenyapkan keinginan? kembali lagi ke Empat Kebenaran Mulia, yaitu Jalan Mulia Beruas Delapan.

Kebetulan tadi ketemu ini. Saya copas saja untuk melengkapi postingan saya sebelumnya (biar kumplit).

______________________

65 (5) Kota

[...]

"Misalnya, para bhikkhu, seseorang mengembara menembus hutan melihat jalan setapak tua, jalan tua yang dilalui oleh orang-orang di masa lalu. Ia mengikuti jalan itu dan melihat suatu kota tua, ibukota tua yang pernah dihuni oleh orang-orang di masa lalu, dengan taman-taman, hutan-hutan, kolam-kolam, dan benteng, suatu tempat yang indah. Kemudian orang itu memberitahukan kepada raja atau menteri kerajaan:

'Baginda, sewaktu aku mengembara menembus hutan, aku melihat jalan setapak tua, jalan tua yang dilalui oleh orang-orang di masa lalu. Aku mengikuti jalan itu dan melihat suatu kota tua, ibukota tua yang pernah dihuni oleh orang-orang di masa lalu, dengan taman-taman, hutan-hutan, kolam-kolam, dan benteng, suatu tempat yang indah. Perbaruilah kota itu, Baginda!' Kemudian raja atau menteri kerajaan memperbarui kota itu, dan beberapa waktu kemudian kota itu menjadi berhasil dan makmur, berpenduduk banyak, dipenuhi dengan orang-orang, mengalami pertumbuhan dan pengembangan.

"Demikian pula, para bhikkhu, Aku melihat jalan setapak tua, jalan tua yang dilalui oleh mereka Yang Tercerahkan di masa lalu.

Dan apakah jalan setapak tua itu, jalan tua itu? Tidak lain adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar.

Aku mengikuti jalan itu dan dengan melakukan hal ini, Aku secara langsung mengetahui penuaan-dan-kematian, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya. Aku secara langsung mengetahui kelahiran ... penjelmaan ... kemelekatan ... keinginan ... perasaan ... kontak ... enam landasan indria ... nama-dan-bentuk ... kesadaran ... bentukan-bentukan kehendak, asal-mulanya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya.

Setelah mengetahuinya secara langsung, Aku menjelaskannya kepada para bhikkhu, para bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan. Kehidupan suci ini, para bhikkhu, telah menjadi berhasil dan makmur, meluas, terkenal, menyebar, dibabarkan dengan sempurna di antara para deva dan manusia.


~ Samyutta Nikaya buku 2 (Nidana Vagga) 12:65