Kisah Tentang Ke[tidak-]indahan Tubuh

Started by K.K., 23 August 2012, 01:18:41 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Hendra Susanto


FZ


Mr.Jhonz

buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

DragonHung

Kalau jaman sekarang ada yang menyewa pelacur untuk suaminya demi menjalankan uposatha sila seperti cerita diatas, bagaimana yah komentar orang2 disekitarnya? 
Mungkin dibilang, "udah kelewat fanatik melaksanakan ajaran agamanya"
Banyak berharap, banyak kecewa
Sedikit berharap, sedikit kecewa
Tidak berharap, tidak kecewa
Hanya memperhatikan saat ini, maka tiada ratapan dan khayalan

adi lim

#19
Quote from: DragonHung on 25 August 2012, 04:26:04 PM
Kalau jaman sekarang ada yang menyewa pelacur untuk suaminyamenjalankan uposatha sila seperti cerita diatas, bagaimana yah komentar orang2 disekitarnya? 
Mungkin dibilang, "udah kelewat fanatik melaksanakan ajaran agamanya

Istri yang berprilaku benar ... :))


Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

K.K.

Quote from: DragonHung on 25 August 2012, 04:26:04 PM
Kalau jaman sekarang ada yang menyewa pelacur untuk suaminya demi menjalankan uposatha sila seperti cerita diatas, bagaimana yah komentar orang2 disekitarnya? 
Mungkin dibilang, "udah kelewat fanatik melaksanakan ajaran agamanya"
Sepertinya memang buat jaman dulu pun sudah agak aneh kok, tapi memang demikianlah tekadnya. (Uttarā Nandamātā adalah upasika yang terunggul dalam menjalankan Uposathasila.)

hemayanti

Quote from: Kainyn_Kutho on 27 August 2012, 08:59:49 AM
Sepertinya memang buat jaman dulu pun sudah agak aneh kok, tapi memang demikianlah tekadnya. (Uttarā Nandamātā adalah upasika yang terunggul dalam menjalankan Uposathasila.)
nanti postingan ke 5600 mo ganti nama jadi Uttarā Nandamātā. :D
kalo masih bertahan disini. ;D
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

K.K.

Quote from: hemayanti on 27 August 2012, 12:00:31 PM
nanti postingan ke 5600 mo ganti nama jadi Uttarā Nandamātā. :D
kalo masih bertahan disini. ;D
Emangnya mesti 5600 baru boleh ganti yah? (Lupa aturannya gimana.)

Semoga di salah satu Samma Sambuddha berikut, khotbah tentang Samma Ayacamana* akan menyebutkan [hemayanti] sebagai nama teladan tersebut.

*Ini harapan benar tentang tekad untuk berkualitas seperti para siswa/siswi unggulan ("semoga saya akan menjadi seperti..."). Untuk masa Buddha Gotama ini, Upasika yang jadi panutan adalah khujjuttarā dan veḷukaṇḍakiyā Nandamātā (Uttarā).

hemayanti

Quote from: Kainyn_Kutho on 27 August 2012, 02:40:52 PM
Emangnya mesti 5600 baru boleh ganti yah? (Lupa aturannya gimana.)

Semoga di salah satu Samma Sambuddha berikut, khotbah tentang Samma Ayacamana* akan menyebutkan [hemayanti] sebagai nama teladan tersebut.

*Ini harapan benar tentang tekad untuk berkualitas seperti para siswa/siswi unggulan ("semoga saya akan menjadi seperti..."). Untuk masa Buddha Gotama ini, Upasika yang jadi panutan adalah khujjuttarā dan veḷukaṇḍakiyā Nandamātā (Uttarā).
ndak mesti kok om kainyn. ;D
cuma sayanya saja yang mau begitu. hihihihihi...
_/\_ Sadhu... Sadhu... Sadhu...

kalo dengar nama khujjuttarā, saya teringat pembantunya ratu siapa itu? samawati yah kalo g salah, yang bungkuk.
kalo g salah. ;D
atau yang dimaksud khujjuttarā yang lain ya?
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

K.K.

#24
Quote from: hemayanti on 27 August 2012, 03:27:00 PM
ndak mesti kok om kainyn. ;D
cuma sayanya saja yang mau begitu. hihihihihi...
_/\_ Sadhu... Sadhu... Sadhu...

kalo dengar nama khujjuttarā, saya teringat pembantunya ratu siapa itu? samawati yah kalo g salah, yang bungkuk.
kalo g salah. ;D
atau yang dimaksud khujjuttarā yang lain ya?
Iya, betul khujjuttarā yang mengajarkan Sāmāvatī. Ini satu upasika yang memang sangat mahir dalam mengajar. Ia bungkuk karena dulu pernah meledek 'pengemis' bungkuk dengan cara jalan bungkuk mengikuti postur 'pengemis' bungkuk itu yang ternyata adalah seorang Pacceka Buddha. Sisa dari akibat kamma buruknya masih ada sehingga dalam kehidupan sebagai khujjuttarā, ia bertubuh bungkuk.

hemayanti

Khujjuttarā dan Veḷukaṇḍakiyā Nandamātā (Uttarā).
namanya mirip yah. :)
dimana ya saya bisa bca cerita lengkap tentang kedua orang ini om kainyn? :)
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

will_i_am

kalau kisah Khujjuttarā apakah mungkin terdapat di Ittivuttaka??
hiduplah hanya pada hari ini, jangan mengkhawatirkan masa depan ataupun terpuruk dalam masa lalu.
berbahagialah akan apa yang anda miliki, jangan mengejar keinginan akan memiliki
_/\_

adi lim

Quote from: hemayanti on 27 August 2012, 07:07:41 PM
Khujjuttarā dan Veḷukaṇḍakiyā Nandamātā (Uttarā).
namanya mirip yah. :)
dimana ya saya bisa bca cerita lengkap tentang kedua orang ini om kainyn? :)

sepertinya di RAPB buku ke 3 siswa2 sang Buddha (semoga betul)
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

hemayanti

Quote from: adi lim on 27 August 2012, 08:41:52 PM
sepertinya di RAPB buku ke 3 siswa2 sang Buddha (semoga betul)
wah, ketahuan belum membaca RAPB sampe habis. :-[
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

K.K.

Quote from: hemayanti on 27 August 2012, 07:07:41 PM
Khujjuttarā dan Veḷukaṇḍakiyā Nandamātā (Uttarā).
namanya mirip yah. :)
dimana ya saya bisa bca cerita lengkap tentang kedua orang ini om kainyn? :)
Riwayat Agung Para Buddha buku 3, mulai halaman 3224.