Rileks (PASSADDHI) adalah salah satu faktor dalam 7 Faktor Pencerahan

Started by Utphala Dhamma, 18 November 2010, 09:41:07 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Utphala Dhamma

Sang Buddha mengatakan bahwa ketujuh faktor-faktor batin ini bila terkembang dalam batin akan mengkondisikan pandangan terang. Mereka adalah:

1. SATI (perhatian/kesadaran/kewaspadaan)
2. DHAMMAVICAYO (penyelidikan terhadap dhamma/realita/fenomena),
3. VIRIYA (ketekunan),
4. PITI (kegiuran batin),
5. PASSADDHI (kondisi rileks/santai/tidak tegang; kondisi batin & jasmani yang rileks),
6. SAMADHI (konsentrasi), &
7. UPEKKHA (keseimbangan batin).

Note:
Ada 2 jenis PASSADDHI (kondisi rileks/santai/tidak tegang):

1. Kaya Passaddhi  (Jasmani yang rileks)
2. Citta Passaddhi (Batin yang rileks)

Dalam Samyutta Nikaya dikatakan bahwa meditasi seperti memasak masakan. Unsur-unsurnya harus seimbang, pas racikannya, tidak baik bila ada yang berlebih, disesuaikan dengan kondisi batin saat itu. Begitulah 7 Faktor-faktor Pencerahan dikembangkan dan diseimbangkan, di mana Sati selalu bertindak sebagai faktor batin yang memimpin.

Semoga semua makhluk terbebas dari segala bentuk penderitaan. _/\_

char101

Untuk penjelasan yang lengkap dari 37 faktor yang menuju boddhi (bodhipakkhiya):

Bodhipakkhiya Dipani
The Manual of The Factors Leading to Enlightenment, Introduction

by Mahathera Ledi Sayadaw, Aggamahapandita, D.Litt.

http://www.dhammaweb.net/html/manual6a.html

Boddhipakkhiya dipani penjelasan terlengkap untuk 37 faktor bodhi yang saya tahu.

Utphala Dhamma

 [at] Char101:

Terimakasih bro Char.
Anumodana, sungguh bermanfaat _/\_.

Semoga ada yang berbaik hati menterjemahkannya dan diposting di forum ini agar bisa dibaca banyak member.. :). Mungkin bro Indra atau yang lain? Anumodana _/\_

Indra


Utphala Dhamma


kullatiro

QuoteThis neyya class of individuals can again be sub-divided into many other classes according to the period of practice which each individual finds necessary before he can attain the Paths and the Fruits, and which further is dependent on the parami (perfections) which each of them has previously acquired, and the kilesa (defilements) which each has surmounted. These classes of individuals include, on the one hand, those for whom the necessary period of practice is seven days, and on the other, those for whom the necessary period of practice may extend to thirty or sixty years.

Further classes also arise, as for example, in the case of individuals whose necessary peroid of practice is seven days, the stage of an arahat may be attained if effort is made in the first or second period of life,[3] which no more than the lower stages of the Paths and the Fruits can be attained if effort be made only in the third period of life.

[spoiler]
Then, again, putting forth effort for seven days means exerting as much as is in one's power to do so. If the effort is not of the highest order, the peroid of necessary effort becomes lengthened according to the laxity of the effort, and seven days may become seven years or longer. If the effort during this life is not sufficiently intense as to enable one to attain the Paths and the Fruits, then release from worldly ills cannot be obtained during the present Buddha Sasana, while release during future Buddha Sasanas can be obtained only if the individual encounters them. No release can be obtained if no Buddha Sasana is encountered.

It is only in the case of individuals who have secured niyata vyakarana (sure prediction made by a Buddha), is an encounter with a Buddha Sasana and release from worldly ills certain. An individual who has not attained niyata vyakarana cannot be certain either of encountering a Buddha Sasana or achieving release from worldly ills, even though he has accumulated sufficient parami to make both these achievements possible.

These are considerations in respect of those individuals who possess the capabilities of attaining the Paths and the Fruits by putting forth effort for seven days, but who have not obtained niyata vyakarana.

Similar considerations apply to the cases of those individuals who have the potentiality of attaining the Paths and the Fruits by putting forth effort for fifteen days, or for longer periods.

A padaparama is an individual who, though he encounters a Buddha Sasana, and though he puts forth the utmost possible effort in both the study and practice of the Dhamma, cannot attain the Paths and the Fruits within this lifetime. All that he can do is to accumulate habits and potentials.[4]

Such a person cannot obtain release from worldly ills during this life-time. If he dies while practising samatha (calm) or vipassana (insight) and attains rebirth either as a human being or a deva in his next existence, he can attain release from worldly ills in that existence within the present Buddha Sasana. [/spoiler]

sangat menarik periode tujuh hari ini, di ungkit lagi kita membaca paritta tertentu ada yang menggunakan hitungan 7 kali dan ternyata sanghadana di cerita sasa jataka juga menggunakan periode tujuh hari berturut turut.


Indra

VII. Tujuh Sambojjhanga
by Mahathera Ledi Sayadaw, Aggamahapandita, D.Litt.

Catusaccadhamme sutthu bujjhatitti sambodhi. Sambodhiya ango sambojjhango. (Dapat dengan jelas melihat Empat Kebenaran Mulia. Karena itu disebut Sambodhi. Faktor dari Magganana. Karena itu disebut Sambojjhanga.)

Burung-burung pertama kali dilahirkan dari rahim induknya dalam bentuk telur-telur. Kemudian dilahirkan untuk ke dua kalinya dengan memecahkan telur-telur itu. Selanjutnya, ketika burung-burung itu menjadi lengkap dengan bulu dan sayap, mereka terbebas dari sangkarnya, ketika mereka mampu terbang ke manapun yang mereka inginkan. Dengan cara yang sama, dalam hal para individu yogavacara, pertama-tama mereka terlepas dari kekacauan pikiran yang telah menyertai mereka sepanjang samsara yang tidak terbatas ketika mereka telah berhasil menegakkan kayagata-sati atau menyelesaikan tugas samatha. Ke dua, ketika mereka mencapai pandangan terang vipassana ke dalam rupa, nama-khandha, dan sebagainya, mereka terbabsa dari bentuk-bentuk kasar kebodohan. Akhirnya, ketika ketujuh bojjhanga berkembang dan matang, mereka menjadi lengkap dalam lokuttara-magga-nana, dan mencapai magga-nana yang dikenal sebagai sambodhi, dan demikianlah mereka terbebas dari kondisi duniawi. Mereka terbebas dari kondisi puthujjana dan mencapai kondisi ariya – lokuttara atau Nibbana.

Terdapat tujuh sambojjhanga:

1.   sati-sambojjhanga
2.   dhammavicaya-sambojjhanga
3.   viriya-sambojjhanga
4.   piti-sambojjhanga
5.   passaddhi-sambojjhanga
6.   Samadhi-sambojjhanga
7.   upekkha-sambojjhanga

Sati-cetasika (faktor batin) yang disebut satipatthana, satindriya, satibala, samma-sati-magganga, adalah sati-sambojjhanga.

Panna-cetasika yang disebut vimamsiddhipada, pannindriya, panna-bala, sammaditthi-magganga, semuanya adalah dhammavicaya-sambojjhanga. Atau, kelima panna-visuddhi [123] yang dimulai dari ditthi-visuddhi, ketiga anupassana-nana, kesepuluh vipassana-nana disebut dhammavicaya-sambojjhanga. Seperti halnya biji kapas digiling, disaring, dan seterusnya, untuk menghasilkan kain katun, demikian pula proses berulang-ulang mengamati kelima khandha melalui fungsi-fungsi vipassana-nana disebut dhammavicaya.

Viriya-cetasika yang disebut sammapaddhana, viriyiddhipada, viriyindriya, viriya-bala, dan samma-vayama-magganga, disebut viriya-sambojjhanga.

Kegembiraan dan kebahagiaan yang muncul ketika proses melihat dan mengetahui meningkat setelah ditegakkannya satipatthana, seperti kayagata-sati, disebut piti-sambojjhanga.

Proses menjadi tenang dan damai baik dalam jasmani maupun batin ketika kekacauan pikiran, perenungan, pikiran-pikiran berkurang, disebut passaddhi-sambojjhanga. Ini adalah cetasika dari kaya-passaddhi dan citta-passaddhi.

Samadhi-dhamma yang disebut samadhindriya, samadhi-bala, dan samadhi-magganga, disebut Samadhi-sambojjhanga. Atau, parikamma-samadhi, upacara-samadhi, appana-samadhi, atau delapan sammapatti, yang berhubungan dengan usaha samatha dan citta-visuddhi, dan sunnata-samadhi, animitta-samadhi, appanihita-samadhi, yang berhubungan dengan panna-visuddhi, disebut Samadhi-sambojjhanga. Samadhi yang menyertai vipassana-nana, atau magga-nana dan phala-nana, disebut dengan sebutan-sebutan sebagai sunnata-samadhi, animitta-samadhi, dan appanihita-samadhi.

Ketika usaha dalam kammatthana masih belum metodis atau sistematis, banyak usaha harus dikerahkan baik dalam jasmani maupun pikiran, tetapi ketika usaha itu telah menjadi metodis dan sistematis, maka seseorang terbebaskan dari usaha demikian. Kebebasan ini disebut tatramajjhatatta-cetasika (faktor batin keseimbangan). Ini adalah upekha-sambojjhanga.

Ketika seorang yogavacara telah memiliki ketujuh karakteristik sambodhi ini secara seimbang, ia menikmati kegembiraan dan kenikmatan seorang samana dalam Sasana – kegembiraan dan kenikmatan yang tidak tertandingi dan tidak dapat dibandingkan dengan kegembiraan duniawi – bagaikan seorang raja dunia, [124] raja keempat benua dan yang memiliki tujuh pusaka, menikmati kenyamanan dan kenikmatan yang unik dan tidak tertandingi.

Demikianlah dikatakan dalam Dhammapada:

Sunnagaram pavitthassa
santaci'Ltassa bhikkhuno
amanusi rati hoti
samma dhammam vipassato.
                                              --Syair 373.

Yato yato sammasati
khandhanam udayabbayam,
labhati pitipamojjam
amatam tam vijanatam.

                                              --Syair 374.

[Bhikkhu yang memasuki kediaman yang terasing dan memiliki pikiran yang tenang, mengalami kegembiraan yang melampaui manusia biasa, karena ia dengan jelas melihat dhamma.

Pembentukan dan kehancuran dari bagian manapun dari tubuh yang direnungkan oleh seorang yogu, ia mengalami kegembiraan dan kebahagiaan karena dengannya ia dapat melihat kondisi Keabadian (Nibbana).]

Jika kenikmatan dan kegembiraan yang dialami dalam vipassana-sukha, yang lengkap dengan tujuh karakteristik sambodhi, dibagi ke dalam 256 bagian, satu bagian dari kegembiraan dan kenikmatan itu melebihi kegembiraan dan kenikmatan duniawi dari para raja di antara manusia, dewa, dan Brahma – begitu besarnya kegebiraan dan kenikmatan yang diperoleh dalam sambodhi. Karena itu Sang Buddha mengatakan:

'Sabba rasam dhammaraso jinati[125]' (Rasa Dhamma melampaui segala rasa.)

Terdapat kisah-kisah yang mana diceritakan bahwa penyakit-penyakit berat telah disembuhkan hanya dengan mendengarkan [126] pembacaan ketujuh karakteristik sambodhi ini. Tetapi, penyakit-penyakit ini dapat disembuhkan hanya jika pendengarnya memahami sepenuhnya maknanya, dan saddha (keyakinan) yang kuat dan jernih muncul.

Ketika ketujuh karakteristikk atau sambodhi ini diperoleh dengan seimbang, yogavacara itu dapat dipastikan tidak memiliki kekurangan dalam hal kayagata-satinya. Ia dapat dipastikan tidak memiliki kekurangan dalam hal persepsi anicca atau anatta, dan dalam hal usaha batin dan jasmaninya. Karena pikirannya tenang sehubungan dengan ketiga faktor ini, maka ia mengalami kegembiraan dalam hal pengetahuan bahwa ia sekarang dapa melihat cahaya Nibbana yang belum pernah muncul padanya sebelumnya dalam samsara yang tidak terhingga sebelumnya, bahkan dalam mimpinya. Karena kegembiraan dan ketenangan pikiran itu, perhatiannya pada obyek-obyek kammatthana menjadi sangat tenang dan kokoh dan upekkha (keseimbangan) yang bebas dari kekhawatiran dan usaha untuk menegakkan perhatian, persepsi anicca dan anatta, dan perlunya mengerahkan usaha, muncul.

Semua pernyataan di atas adalah sehubungan dengan tingkatan yang mana sambojjhanga saling bersesuaian satu sama lain dan fungsi-fungsinya berturut-turut menjadi sangat jelas. Sehubungan dengan sambojjhanga biasa, sejak saat kayagata-sati ditegakkan, dhamma seperti sati disebut sebagai sambojjhanga.

Ketika Sang Buddha mengatakan bahwa ketujuh sambojjhanga ini harus dilatih, seperti dalam: 'Satisambojjhangam bhaveti, viveka nissitam, viraga nissitam, nirodha nissitam, vossaggaparinamim... upekkha sambojjhangam bhaveti, viveka nissitam, viraga nissitam, nirodha nissitam, vossaggaparinamim', [127] ini maksudnya adalah bahwa dalam perjalanan biasa, proses menegakkan kayagata-sati (seperti nafas masuk dan nafas keluar)  berarti menegakkan ketujuh sambojjhanga. Untuk perbedaan dan penegakkan bojjhanga tertentu, baca Komentar Bojjhanga Vibhanga. [128]

Makna dari kalimat Pali di atas adalah: 'Seseorang harus melatih sati-sambojjhanga yang bergantung pada ketiadaan segala jenis aktivitas dan kekhawatiran, nafsu dan keserakahan, atau pelayan penderitaan pada lingkaran kelahiran kembali, dan bergantung pada pelepasan keempat lapisan upadhi. [129]

Viveka nisita, viraga nissita, nirodha nissita, berarti 'tidak bersandar pada bhava-sampatti [130] dan bhoga-sampatti, [131] berusaha untuk menghancurkan alam besar sakkaya-ditthi yang tersembunyi dalam kehidupan ini,dan dengan demikian terbebas dari ketergantungan pada lingkaran kelahiran kembali.' Vivatta nissita berarti membebaskan diri sendiri hari demi hari dari kemelekatan pada nafsu indria, makna-makna bojjhanga, sambojjhanga, dan sambodhi anga adalah identik.

Catatan kaki:

123. Baca catatan kaki pada Bab V. ibid.
124. Raja Dunia. Baca "The Light of the Dhamma", Vol. VII, No. 1, p.28.
125. Dhammapada syair 354.
126. Baca "The Light of the Dhamma", Vol. VII, No. 1, p.9.
127. Abhidhamma Pitaka, Vibhanga Pali, 10 Bojjanga Vibhanga, p.238 6th Syn.Edn.
128. Sammohavinodani Atthakatha, 1. Suttanta-bhajaniya-vannana p.296, 6th Syn. Edn.
129. Terdapat empat jenis Upadhi. Yaitu:
   1. Kamupadhi: kemelekatan pada kenikmatan indria
   2. Kilesupadhi: kemelekatan pada nafsu-nafsu yang mengotori pikiran;
3. Abhisankarupadhi: kemelekatan pada tindakan melakukan perbuatan baik, dan   sebagainya
   4. Khandupadhi: kemelekatan pada kelima kelompok unsure kehidupan.
130. Pencapaian alam kehidupan yang bahagia
131. Pencapaian kekayaan.



char101

Quote from: daimond on 19 November 2010, 07:12:53 PM
sangat menarik periode tujuh hari ini, di ungkit lagi kita membaca paritta tertentu ada yang menggunakan hitungan 7 kali dan ternyata sanghadana di cerita sasa jataka juga menggunakan periode tujuh hari berturut turut.

Periode 7 hari ini dijelaskan Sang Buddha di (Maha)-Satipatthana Sutta di mana mulai 7 hari sampai 7 tahun seseorang yang mempraktekkan satipatthana dapat mencapai bodhi.

Btw, yang penting dari penjelasan jenis-jenis manusia tersebut adalah, zaman sekarang ini cuma ada 2 pilihan kalau ingin mencapai bodhi: menjadi bhikkhu atau mengumpulkan perbuatan baik agar bisa terlahir kembali di zaman Buddha Metteya. Usaha yang setengah-setengah tidak cukup untuk menghasilkan bodhi. Oleh karena itu mungkin (menurut saya) zaman sekarang lebih baik mengutamakan berlatih samatha biar bisa mencapai jhana dibanding vipassana, atau kalau mau berlatih vipassana harus benar2 berlatih sepenuhnya sejak bangun hingga tidur, memiliki sila yang sempurna, serta tidak melekat pada harta benda.