Sebagai tambahan aja dari catatan Bhikkhu Nanamoli dalam buku "The Life of the Buddha":
"Ada beberapa kejadian dalam Pitaka di mana bhikkhus membunuh dirinya sendiri. Tindakan ini disebut "tanpa cela" oleh Sang Buddha
hanya bila memenuhi syarat berikut: Bhikkhu tersebut merupakan seorang Arahat, tanpa nafsu, kebencian, atau kebodohan, atau
akan menjadi Arahat sebelum meninggal dunia, dan tindakan bunuh diri itu dilakukan hanya untuk mengakhiri sakit yang tidak dapat disembuhkan. Di luar itu, mengambil nyawa seseorang, ataupun merekomendasikan kematian, melanggar Parajika yang berdampak dikeluarkan dari Sangha secara permanen" (p. 199 - diterjemahkan dan di-tambah-kan emphasis oleh saya sendiri).
Dari sini kelihatan kalau kasus ini benar2
kasus khusus yang berlaku pada kondisi yang sangat spesifik, dan tidak dibenarkan dalam konteks lain yang lebih luas. Misalnya untuk Arahat yang tidak dalam keadaan sakit yang tidak dapat disembuhkan, tindakan bunuh diri ini tidak dibenarkan. Dalam
SN 54.9, diceritakan sewaktu banyak bhikkhu membunuh diri setelah melakukan kontemplasi akan tubuh fisik dan timbul rasa "jijik" terhadap tubuh fisiknya, Sang Buddha kemudian melarang tindakan itu, dan sebagai gantinya menganjurkan para bhikkhu untuk mengantisipasinya dengan anapanasati.
Mettacittena,
Luis