Hinayana atau Mahayana?

Started by nyanadhana, 14 March 2008, 04:25:00 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

nyanadhana

Definisi Hinayana harafiahnya Jalan Kecil :P ditujukan untuk bhikkhu yang konservatif yang mempelajari Sutta sebagai satu-satunya yang bisa dipercaya dan berasal dari mulut Buddha, melatih meditasi dan akhirnya mencapai Pencerahan dan ketika ia Parinibbana,ia tidak akan lahir kembali.
Bagi Mahayana,ini tentu disayangkan.kenapa tidak mengambil sumpah Bodhisattva untuk terus-terusan lahir kedalam dunia dan menolong sengsara? nah pengertian seperti ini lah muncul dualitas Hinayana dan Mahayana. kata hinayana ditunjuk oleh Mahayana untuk menyebutkan bhikkhu yang punya aspirasi hanya ingin capai Nibbana.
ini menurut metode pencapaian. maka Hinayana dikatakan egois karena hanya mementingkan dirinya sendiri. perkembangan Hinayana sampai sekarang ini oleh bhikkhu nya sendiri menamakan Theravada(ajaran para Thera).
Sesungguhnya nama bukanlah hal terpenting karena hanya sebuah cap.realisasikan Buddhadhamma dalam kehidupan sehari-hari lebih penting karena tiap manusia memiliki aspirasi KeBuddhaan yang berbeda-beda dan tidak bisa dipaksakan.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Sumedho

wah... bro nyanadhana kita tarik bro chingik jg nih utk bahas ini, hayo kita diskusikan nih tentang definisi hinayana
There is no place like 127.0.0.1

nyanadhana

silahkan,saya akan coba memberikan jawaban yang terbaik :)
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

El Sol

makane aye gk bisa terima jawapan Chingik begitu saja..karena Mahayanist yg laen tidak sependapat dengan Chingik..

apakah Chingik yg salah belajar? ato...Majority Mahayanist yg salah belajar?

Tan

Namo Buddhaya,

Saya sepakat dengan Bro. Chingik. Memang kita tidak dapat menyamakan Theravada sebagai Hinayana. Theravada juga mengajarkan jalan Bodhisatta melalui pelaksanaan Dasa Parami. Selain itu konsep Kearahatan yang diajarkan oleh Theravada juga jauh dari konsep keegoisan.
Saya kira Hinayana adalah orang yang menekankan pencapaian Kearahatan demi "melarikan diri" dari samsara semata. Tentu saja ini bukanlah konsep Kearahatan sejati, karena Buddha Sakyamuni sendiri adalah Arahat. Konsep arahat adalah orang yang sudah merealisasi nibanna.
Perealisasian nibanna ini juga berarti pematahan tanha sebagai musabab dukkha. Tentu saja orang yang egois masih mempunyai tanha dan ia tidak dapat merealisasi arahatta magga. Dengan demikian, Theravada tidak mengajarkan keegoisan; sehingga Theravada tidak sama dengan Hinayana.
Hinayana saat ini sebagai suatu gerakan sudah tidak ada. Theravada mengajarkan metta, karuna, mudita, dan upekkha. Jika demikian, ia tentu memikirkan kemaslahatan orang banyak dan menjauhkan diri bagi sifat egois.
Hinayana adalah orang yang berpandangan salah, yakni hanya "menginginkan" (keinginan sendiri adalah wujud tanha) bagi dirinya sendiri. Jika belenggu keakuan (atta) sudah dipatahkan, mana mungkin orang menjadi egois?
Berdasarkan sejarah, Hinayana sendiri terbagi menjadi beberapa sekte yang sekarang sudah punah. Sebelum perpecahan menjadi Theravada dan Mahayana, Theravada telah berkembang di Srilanka sehingga terpisah dengan perkembangan Buddhisme mainstream di Jambudvipa (India).
Demikian sekedar tanggapan saya. Mohon maaf bila ada yang salah.

nyanadhana

Hi bro Tan,
begini term Hinayana dalam konsep anda adalah orang yang melarikan diri,yang hina.Well itu memang salah satu konsep tapi kalau kita ingin menarik benang merah sejarah. Hinayana merupakan sebutan dari kelompok Mahayana bahwa semua diluar ajaran Mahayana adalah Hinayana.(crosscheck dengan historical buddhism). Term hinayana yang anda maksud adalah pencapaian diri sendiri untuk mencapai ke Buddhaan bukan? dan kedengaran akan egois sekali tapi setelah mencapai Buddha apakah egois itu masih ada? Term seperti ini memunculkan dualitas ini yang terbaik dan ini yang terburuk. sesungguhnya dalam Buddhism kita belajar untuk tidak terjebak dalam pemikiran seperti itu.
Mahayana memiliki sisi positif dan kualitas yang benar-benar saya acungkan jempol namun terkadang,umat awam suka salah persepsi yang akhirnya menghina-hina aliran buddhist diluar dia sebagai hinayana.
Theravada adalah aliran yang survive dari sebutan Hinayana dimasa lalu(silahkan crosscheck....silahkan)
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

El Sol

CHINGIK..

WhERE ARE YOU???~~~

:))

andrew

Namo Buddhaya...


sepertinya cara kita mengelompokan tradisi Buddhis , selama ini ada yang rancu...


kita umumnya menganggap aliran selatan = hinayana = theravada ...

cara pengelompokan ini sangat rancu karena aliran utara dan selatan... di kelompokan berdasarkan geografis

hinayana , mahayana dikelompokan beradasarkan aspirasi

sedangkan Theravada  lebih tepat di kelompokan berdasarkan garis silsilah,
pengelompokan garis silsilah bisa dilakukan seperti,

Zen --> garis silsilah dari Bodhidarma
Kadam ---> garis silsilah dari Atisha
Kagyu ---> garis silsilah dari Milarepa
Theravada ---> garis silsilah dari bhiku  Mahinda dan bhikuni sanghamita ( Putra putri raja asokha )

tradisi selatan = hinayana = theravada... pada kenyataannya tidak tepat anggapan seperti ini...

karena jawa , sumatra tentunya termasuk tradisi selatan...
kita tau di borobudur adalah mahayana vajrayana
kita tau serlingpa dharmakirti dari sumatera adalah mahayana...

jadi tidak bisa dibilang bahwa selatan adalah hinayana

theravada = hinayana juga tidak tepat
karena theravada juga ada cita cita menjadi bodhisatva


tradisi utara adalah mahayana juga tidak tepat, karena kita tau juga tibet disebut tradisi utara, tapi pada kenyataannya , para guru tibet  juga mengatakan bahwa di tibet ada hinayana ada mahayana ada vajrayana

yang jelas tidak bisa dicampur adukan antara pengelompokan secara geografis, secara aspirasi dan secara silsilah

cara pengelompokan ini harus dipisahkan supaya tidak menimbulkan kerancuan

_/\_


nyanadhana

Sekedar Referensi.
saya mempunyai buku2 Mahayana yang sering merujuk Hinayana baik langsung maupun bahasa halusnya Buddhisme Utara dan Selatan. kebatilan batin seperti ini tentu saja harus dipertanyakan kenapa selalu menggunakan kata seperti ini baik dalam menulis buku atau berceramah. Umat yang kritis harusnya bertanya kembali. Bro tan,saya senang pemikiran anda mengenai Hinayana adalah orang yang 'menginginkan' untuk dirinya sendiri.tapi ini mengundang tanda tanya,kepada siapa ini ditujukan.
kepada umat awam,kepada bhikkhu atau siapa blm lah jelas.Oleh karena itu,kita sebagai praktisi Buddhisme sebaiknya menghindari penggunaan kata Hinayana atau Mahayana agar kita tidak bertentangan satu sama lain.Kebenaran itu tinggal digali dari diri sendiri.dari dunia sekitar,dan dari setiap ucapan ,tubuh,perbuatan.
Saya sering mendapat suara sumbang Buddhadhamma ada dimana-mana tapi cuma sekedar tulis seperti ini tanpa dia tahu artinya apa.Well,banyak belajar,redam emosi ketika berdebat,gunakan pikiran sehat untuk berdebat.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

nyanadhana

Hai andrew,sungguh bagus tulisan kamu,semoga ada juga iorang yang berpikir hal yang sama. namun inilah kita,tidak bisa keluar dari dualitas,selalu menscope segala sesuatu sehingga ga bisa melihat bahwa ini juga bagus,itu juga bagus,kita selalu mencari pertentangan Mahayana dan Hinayana,ini lazim bro,didapat dari ceramah-ceramah atau cemooh praktisi yang menganggap mereka "Mahayanist" paling benar namun mereka lupa inti Mahayana adalah mengembangkan cinta kasih,cinta kasih tidak membedakan ini itu,tidak ada Mahayana dan Hinayana,mari berbalik pada ajaran semula Buddhadhamma
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

nyanadhana

Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one's own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

chingik

#26
Sejarah perpecahan antar sekte dalam tubuh agama Buddha sudah dianggap sebagai wacana yang tidak ada relevansinya dengan praktik spiritualitas dan ajaran cinta kasihnya yang universal. Namun hingga kini, penyebutan atau pelabelan antar tradisi ini telah memberi garis pemisah yang secara implisit tidak dapat saling mencapai suatu keharmonisan yang sahaja. Bagaimanapun ini merupakan satu tantangan dalam tugas menjalin persatuan dan kesatuan dalam tubuh agama Buddha. Salah satu dikotomi yang masih perlu dijernihkan adalah sebutan kaum Mahayana kepada tradisi Theravada sebagai Hinayana.   

Merujuk pada Saddharmapundarika Sutra, karena Buddha demi membimbing para makhluk yang memiliki watak yang berbeda-beda, maka mengklasifikasikan sistem pengajarannya ke dalam tiga kategori menurut kecenderungan watak para makhluk. Jika menggunakan bahasa sehari-hari (biar lebih familiar) kita ibaratkan Buddha membuka 3 fakultas. Yakni Sravakayana, Pratyekayana dan Bodhisatvayana. Sravakayana dan Pratyekayana adalah fakultas yang isi mata kuliahnya identik dengan kitab suci Pali (Theravada) yang kita lihat sekarang ini.
Sedangkan Bodhisatvayana adalah fakultas yang isi mata kuliahnya selain meliputi mata kuliah dua fakultas terdahulu, juga mencakup mata kuliah yang isinya identik dengan kitab suci tradisi Mahayana.
Dalam fakultas Sravakayana dan Pratyekayana, goal dari pembelajaran ini adalah membebaskan diri dari dukkha demi mencapai kebahagiaan nibbana, dengan gelar akademiknya adalah Arahat dan Pratyekabuddha. Kelompok yang mewakili fakultas Sravakayana ini adalah para siswa sravaka seperti Sariputra, Ananda, Mahakassapa, Purana, Upali, Subhuti, 3 kassapa bersaudara, Mahakaccayana, dll.
Dalam Saddharmapundarika Sutra, Buddha tidak mengatakan bahwa kelompok ini adalah Hinayana. Jika kita telusuri secara mendalam, sesungguhnya yang Buddha maksudkan sebagai Hinayana adalah para siswa yang tinggi hati, sombong dan ketika belum mencapai akhir dari sang jalan namun mengaku telah mencapainya (salah satu tokoh yang dianggap mewakili watak seperti ini adalah Devadatta. Devadatta merasa telah mencapai kesucian tertinggi bahkan menganggap dirinya setara dengan Buddha hingga merasa berhak menggantikan kedudukan Buddha).
   
Dalam Saddharmapundarika Sutra, kita dapat melihat 5000 siswa yang meninggalkan pesamuan, mereka enggan mendengar wejangan Buddha, karena ada suatu sikap rasa telah mencapai kesetaraan dengan Buddha, baik dari sisi vertical maupun horisontal  Kelompok seperti inilah yang sesungguhnya merupakan Hinayana. Sedangkan siswa Sravaka lainnya baik yang telah mencapai kesucian Arahat maupun belum,  tetap bertahan dan setia mendengarkan wejangan Buddha, mana mungkin kelompok ini disebut Hinayana?? Bahkan oleh Buddha, mereka dipuji dan diramal akan mencapai Sammasambuddha pada masa kalpa tak terhitung yang akan datang (mengenai ramalan Buddha ini tentu menjadi topik tersendiri yg tidak perlu kitab bahas disini). Mereka ini lah  yang disebut sebagai siswa Sravakayana. Jadi sebenarnya ada perbedaan mencolok di sini antara Hinayana dan Sravakayana. Saya rasa jika ingin mensikapi bagian dari mana Theravada ini, maka ada baiknya mengkaji lebih mendalam tentang perbedaan Hinayana dan Sravakayana, agar para skolar Mahayana tidak terjebak dalam dikotomi ini.

Memang ada suatu kesalah pahaman yang cukup kontras dalam cara pandang kaum Mahayana terhadap Theravada sebagai Hinayana. 
Tetapi bila kita mau mengkajinya secara komprehensif, kita  masih dapat menemukan inti permasalahannya yang dapat membuat pikiran kita semakin terbuka, kita tetap harus bersikap objektif, jangan terpancing oleh pendapat kelompok tertentu walaupun suara mereka mencakup mayoritas. Ini juga diakibatkan oleh cara mencerna yang terlalu harafiah dalam kajian Sutra oleh para skolar Mahayana sendiri. Salah satu kasus yang kadang bisa menjebak adalah cara pemaknaan seperti ini. Misalnya, ketika Buddha mengatakan bahwa sesungguhnya Beliau tidak bertujuan mengajarkan baik Sravakayana, Pratyekayana maupun Bodhisatvayana, melainkan hanya ingin membuat semua makhluk masuk ke dalam pengetahuan Buddha secara setara ( satu kendaraan tunggal), yakni Sammasambuddha. Karena Buddha mengemukakan tentang tujuan wejangannya ini, dan berhubung Sariputra sebagai siswa Arahat dan mengetahui bahwa ternyata ada tujuan yang absolut yakni Sammasambuddha, maka Sariputra pun memposisikan dirinya sebagai siswa yang 'rendah', dan dengan sikap rendah diri,beliau pun mengatakan selama ini telah mengambil jalur Hinayana (Ucapan Sariputra ini tentu hanya terdapat pada kitab Mahayana, dan tentang benar tidaknya, kita kesampingkan dulu pada pembahasaan topik lainnya). Dari ucapan Sariputra ini, maka bila para skolar kurang arif, akan terjebak bahwa apa yang dipelajari para siswa Sravaka adalah Hinayana. Padahal Sariputra hanya merendahkan diri, tidak berarti beliau mempraktikkan ajaran Hinayana. Sesungguhnya yang dipraktikkan Sariputra selama ini adalah ajaran Sravakayana yang memang ajaran sejati Buddha, ajaran baku dari Buddha. Jika kita teliti lebih jauh, Sutra Mahayana bagaimanapun tetap menempatkan kedudukan Arahat dalam kehormatannya yang tinggi. Mari kita lihat salah satu kutipan berikut ini:
Saddharmapundarika Sutra bab I:
"Demikianlah yang telah saya dengar. Pada suatu ketika, Buddha bersemayam di kota Rajagraha, di atas puncak Grdhakuta bersama serombongan Mahabhiksu 12000 orang, yang semuanya merupakan Arahat, yang semua jenis kebocoran batinnya (asrava) telah habis, tiada lagi noda batin, yang telah mencapai apa yang bermanfaat bagi dirinya, yang telah mengikis habis semua jenis ikatan duniawi. Batinnya telah mencapai kebebasan (keleluasaan), mereka adalah Ajanta Kaundinya, MahaKasyapa, Uruvela Kasyapa, Gaya Kasyapa, Nadi Kasyapa, Sariputra.....[dst].
Tidak hanya Sutra ini, dalam Maharatkuta Sutra, Shuranggama Sutra, Mahasukhavativyuha Sutra, dan banyak lagi yang dalam setiap pembukaan sutra selalu memberi apresiasi pada siswa Arahat.

Bila tradisi Theravada disebut sebagai Hinayana, ini tentu menjadi sesuatu yang rancu dalam Mahayana sendiri, mengapa? Karena apresiasi yang diberikan kepada siswa Arahat dapt terlihat jelas dalam sutra Mahayana seperti pada kutipan di atas. Maka mana mungkin dapat menyebutnya hinayana? 

Mencari jejak Sravakayana setelah Kemangkatan Buddha
   
Jika ingin menelusuri term Hinayana dalam Sutra Mahayana, maka tidak boleh tidak, term Sravakayana merupakan kunci yang tidak bisa diabaikan, bahkan merupakan kunci pokok permasalahan timbulnya kesalah pahaman para skolar Mahayana mengidentifikasi term Hinayana itu sendiri.
Pada masa awalnya, yang disebut dengan Sravakayana adalah merujuk pada para siswa yang mendengarkan langsung wejangan dharma dari Buddha, dan lebih spesifiknya yang didalami oleh siswa sravaka adalah konsep tentang 4 kebenaran mulia. 
Dalam komunitas siswa sravaka, sedikit banyak tentu terdapat siswa yang akhirnya berjalan pada jalurnya sendiri sendiri, tidak mentaati sila, menginterpretasikan makna dharma secara tidak benar, dll. 6 kelompok bhikkhu dan  Devadatta merupakan salah satu contoh konkret akan kondisi seperti ini. Namun pada masa kehidupan Buddha, komunitas seperti ini tidaklah sulit dikenali, bahkan terlihat sangat kontras bahwa terdapat 2 kelompok.  Pada sisi lain, siswa sravaka yang setia pada bimbingan Buddha, mengikuti setiap jejak kaki Buddha kemanapun Sang Buddha melangkah. Walaupun telah mencapai kesucian Arahat, siswa-siswa ini tetap setia mendampingi Buddha dalam tugas memberi bimbingan dharma. Buddha tidak pernah sekalipun mengatakan siswa sravaka yang seperti ini sebagai Hinayana. Padahal jalur yang mereka tempuh adalah jalan Kearahatan. Ini perlu ditegaskan di sini. Lalu mengapa oleh kaum Mahayana, Jalan Kearahatan pada masa belakangan diidentikan dengan Hinayana, bukannya Sravakayana??
Ini ada kaitan dengan definisi  Sravaka (P: savaka) sebagai "pendengar", yakni siswa yang mendengar langsung wejangan dharma dari Buddha. Setelah kemangkatan Buddha, sebutan siswa Sravaka secara perlahan-lahan mulai sirna. Karena Buddha telah mangkat, di mana lagi bisa mendengarkan wejangan dharma dari Buddha? Maka sebutan sravaka secara alami akan menguap begitu saja. Kemudian, perpecahan antar kelompok dalam tubuh Buddhasasana membuat pengklasifikasian  menjadi semakin rumit. Masing-masing kelompok mulai saling berlomba melabel diri sebagai wakil yang paling pantas disebut kelompok murni. Namun di sini kita tidak dapat menjudge kelompok manakah yang paling berhak mewakili kebenaran hakiki ajaran Buddha.   Konsili kedua dan ketiga memberi sinyal bahwa pergerakan Buddhasasana telah mencapai pada tahap ketidak harmonisan dan perbedaan pandangan. Dari pihak ordo Thera, terpecah menjadi beberapa sekte. Dari piha ordo Mahasanghika pun juga terpecah juga menjadi beberapa sekte. Belum lagi antara ordo Thera dan Mahasanghika pun saling bertentangan. Dari sinilah kita dapat menguak mengapa akhirnya kelompok Mahasanghika menyebut kelompok Thera sebagai Hinayana. Padahal ini tidak relevan dengan isi Sutra Mahayana sendiri dalam pendefinisian Hinayana. Jika skolar Mahayana mau melupakan perselisihan ini, sebenarnya kelompok Thera tidak perlu lagi dipanggil sebagai Hinayana, karena identitas kelompok Thera ini dalam Sutra Mahayana adalah Sravakayana, salah satu sistem yang diakui keabsahannya dan diapresiasi oleh Sang Buddha. Dalam kelompok Thera memang terdapat Hinayana, namun dalam kelompok Mahasanghika pun tidak dapat ditampik ada Hinayana.
Sayangnya, perselisihan ini secara berangsu-angsur menjadi sebuah pembakuan dalam sistem Mahayana belakangan, maka mereka sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak sengaja mengatakan bahwa setiap ajaran tentang 4 kebenaran mulia maka dia identik dengan ajaran Hinayana, dan karena Theravada menitik beratkan pada 4 kebenaran mulia, maka mereka secara spontan mengatakan : oh...ini ajaran Hinayana.  Padahal mereka sendiri sudah lupa ada istilah yang disebut Sravakayana. Menurut hemat saya, jika merujuk pada Sutra Mahayana, Theravada bukanlah Hinayana, melainkan Sravakayana yang diapresiasi juga oleh Buddha.

morpheus

kenapa musti ada label hinayana, mahayana atau savakayana?
saya gak yakin buddha menciptakan label2 ini...
begitu muncul label, saat itu pula muncul pemisahan...
masa buddha yg segitu jenius gak paham ini?  :-?
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

El Sol


Tan

Quote from: nyanadhana on 18 March 2008, 04:54:45 PM
Hai andrew,sungguh bagus tulisan kamu,semoga ada juga iorang yang berpikir hal yang sama. namun inilah kita,tidak bisa keluar dari dualitas,selalu menscope segala sesuatu sehingga ga bisa melihat bahwa ini juga bagus,itu juga bagus,kita selalu mencari pertentangan Mahayana dan Hinayana,ini lazim bro,didapat dari ceramah-ceramah atau cemooh praktisi yang menganggap mereka "Mahayanist" paling benar namun mereka lupa inti Mahayana adalah mengembangkan cinta kasih,cinta kasih tidak membedakan ini itu,tidak ada Mahayana dan Hinayana,mari berbalik pada ajaran semula Buddhadhamma

Sdr. Nyana,

Mahayanis yang sejati tidak pernah mencemooh aliran lain. Sebenarnya seluruh  aliran agama Buddha apun yang sanggup survive hingga sekarang berakar dari apa yang disebut Primitive Buddhism atau Early Buddhism. Ini ada pada karya David J. Kalupahana atau buku Three of Enlightenment.
Cemooh mencemooh sebenarnya lahir dari pemikiran yang dualitas. Padahal sebenarnya agama Buddha adalah agama batin yang mengajarkan revolusi pemikiran umat manusia.

Demikian sekedar tanggapan dari saya.

Metta,

Tan