cara elegan ya..namanya juga Dhammacitta gitu loch..cara kotor juga dianggap bersih..
hihihi...menurut persepsimu juga koq,itu adalah pernyataan kebenaran,mungkin saja tidak benar toh?haha..
Terima kasih juga atas tuduhan bahwa DC, cara kotor dianggap bersih
diskusi model ini yg tidak sehat, dimulai dari niat tidak baik, nanti bakal debat tidak berujung.
Melihat saja ya?Tanpa diri itu sendiri adalah nibbana,apakah perlu pendalaman lagi?atau karena pernyataan "melihat" bukan "memahami" itu?
Regards,
Riky Liau
kalau begini, kita harus melihat apa definisi nibbana itu.
Nibbana adalah tanpa diri -> ini pernyataan tepat dimana sabbe dhamma anatta, tapi bukan berarti melihat dan memahami anatta itu adalah merealisasikan nibbana.
Nibbana != (tidak sama dengan) merealisasikan/melihat/memahami anatta itu
Nibbana = Padamnya kemelekatan/tanha
Proses merealisasikan Nibbana itu dimulai ketika "pintu terbuka" atau masuk ke dalam prosesnya itu ketika "memasuki arus" dimana dia melihat bahwa tidak ada diri.
Bro Tuhan yang baik, memang demikianlah seharusnya. Pernyataan pak Hudoyo disebabkan bahwa beliau beranggapan bahwa ada aku/diri yang kemudian lenyap/hancur dengan pencapaian Arahatta Magga-phala. Menurut Tipitaka ini adalah pandangan salah ucheda-ditthi/nihilisme, yaitu diri/aku yang ada kemudian menjadi lenyap.
Sebelum mencapai kesucian ada aku = ada atta
Setelah mencapai kesucian tak ada aku = anatta
Jadi pendapat pak Hud atta/aku/diri sebelumnya ada, lalu mencapai kesucian atta menjadi lenyap. Jadi atta dihancurkan pada saat mencapai kesucian. ini adalah uccheda ditthi (nihilisme).
Menurut Buddhis sebelum mencapai kesucian tak ada aku/diri, setelah mencapai kesucian juga tetap tak ada aku/diri, selamanya dan dimanapun tak ada aku/diri.... inilah yang disebut anatta.
Pak Hud memiliki anggapan yang berasal dari Jiddu Krishnamurti yang mengajarkan semua sifat negatif disebabkan oleh sang Aku.
Sang Buddha tak pernah mengajarkan ada aku atau diri yang menjadi penyebab sifat sifat negatif seperti marah, benci, tamak, iri, sombong dll, dalam diri kita . Sang Buddha mengatakan bahwa penyebabnya adalah
lobha, dosa dan moha. dan kemelekatan/tanha.
Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman eksperiensial.
Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai kepercayaan/iman belaka.
anda yakin Hudoyo Hupodio mengatakan seperti diatas?
jika "Yang lain hanya bisa memahami anatta sebagai kepercayaan/iman belaka." diartikan orang biasa hanya mampu memahami anatta adalah sebuah kepercayaan/iman belaka, maka "Hanya seorang arahat memahami anatta sebagai pengalaman eksperiensial." diartikan hanya arahat memahami anatta adalah sebuah pengalaman eksperiensial.
bisa tolong dijelaskan apakah artinya adalah seperti yg saya pahami seperti diatas?
Benar pak Hud menulis demikian. Setelah saya memberikan rujukan Okkanta Samyutta, pak Hud mengakui bahwa pernyataannya salah dan menjelaskan maksud dari kata2xnya yg seharusnya puthujana bukan arahant.
Sumedho: <<Orang yg sudah melihat/mengalami itu adalah seorang pemasuk arus.>>
Thanissaro: "One who KNOWS and SEES that these phenomena are this way is called a stream-enterer, ... ." (Okkanta Samyutta)
Saya tidak mau berteori tentang batin Sotapanna s.d. Anagami. Tetapi, saya duga karena seorang Sotapanna masih mempunyai nafsu keinginan dan kebencian (sekalipun menurut teorinya tidak mungkin melanggar Sila lagi), pasti dalam batinnya ada aku/atta, terlepas dari apa pun yg dikatakan oleh kitab suci.
Yang ingin saya tekankan dengan pernyataan saya itu ialah bahwa di dalam batin orang biasa (puthujjana), seperti Anda, Gunadipo, Fabian, Markosprawira dll dan saya, 'anatta' itu tidak lebih daripada sekadar kepercayaan/iman.
Itulah sebabnya Bhante Pannavaro menekankan, janganlah melawan kotoran batin dengan konsep anatta.
Hudoyo
Saya tetap memilih jalan yang ditunjukkan Sang Buddha dalam banyak Sutta2, salah satunya Anatthalakkhana/Pancavaggi sutta (http://dhammacitta.org/dcpedia/SN_22_59_Pancavaggi_Sutta_Thanissaro) dimana melawan kotoran batin dengan konsep anatta. Juga dalam Ditthi Samyutta.
Dari diskusi ini jelas sekali bahwa pak Hud memiliki konsep sendiri yang tak menurut dia tak perlu sama dengan kitab suci, konsepnya tak sesuai dengan Tipitaka.
Saya setuju dengan yang dikatakan Bhante Pannavaro, melawan kekotoran batin jangan dengan konsep anatta dan saya tambahkan: juga jangan dengan konsep dukkha, atau konsep anicca, sebenarnya
melawan kekotoran batin jangan dengan konsep, kecuali dengan cara melihat dan menyadari segala sesuatu apa adanya, tanpa terseret. Dengan demikian maka otomatis anatta akan kita alami, dukkha akan kita alami dan anicca juga akan kita alami dan kita akan memahami kaitan ketiga karakteristik ini.
Pak Hud menuduh bahwa saya tidak mengalami anicca, dukkha anatta adalah spekulasi disebabkan ketidak tahuan, perlu saya terangkan sebagai contoh melihat anicca, ini dialami oleh banyak meditator bukan hanya saya, bahkan ini dialami oleh meditator yang mengikuti retret meditasi Vipassana hanya sepuluh hari yang diadakan Yasati, mungkin mereka sendiri tidak tahu bahwa mereka mulai melihat anicca dalam bentuk yang masih kasar, yaitu melihat gerakan yang terputus-putus yang tak pernah mereka alami dalam keadaan biasa (bila tidak sedang bermeditasi).
Bila konsentrasinya semakin kuat ia bukan hanya melihat gerakan putus-putus, tapi ia melihat rangkaian proses putus-putus menjadi jelas dan lengkap yaitu proses muncul dan lenyapnya gerakan (gerakan adalah fenomena). Ini hanya salah satu contoh pengalaman yang saya himpun ketika saya sebagai penerjemah, beberapa kali menerjemahkan pengalaman meditator yang ikut meditasi Vipassana intensif sepuluh hari.
Ironinya ada seorang guru meditasi yang mengikuti retret meditasi Vipassana sepuluh hari yang diadakan oleh Yasati tidak mengalami hal ini, karena "gelasnya penuh dengan berbagai konsep" dan berbagai konsep tersebut menghalangi kemajuannya sendiri. Guru meditasi yang mengerti hanya sebatas konsep bisa menyesatkan banyak orang.
Seseorang yang mengajarkan meditasi dan mengatakan bahwa tilakkhana hanyalah konsep dan hanya dialami oleh seorang yang mencapai tingkat kesucian Arahat, kemungkinan yang diajarkan bukan Vipassana, karena ia sendiri memahami tilakkhana hanya sebatas konsep, bukan pengalaman langsung.