News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Ketenangan Sebagai Suatu Masalah

Started by Deva19, 19 March 2010, 04:36:59 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Deva19

Quote from: febian
Tapi saya rasa memang umumnya manusia yang masih memiliki kegelapan batin (kita) akan cenderung memberikan pendapat berdasarkan rasa "suka tidak suka", persamaan golongan, persamaan keyakinan dsbnya. Itu manusiawi sekali. Saya rasa kemanapun bro 19 pergi akan menemukan hal-hal seperti ini, bukan berarti mereka jahat, tetapi ini disebabkan oleh karena kadang-kadang pada waktu kita memberikan pendapat masih dipengaruhi konsep-konsep duniawi juga, mungkin kecuali Arahat yang telah terbebas sama sekali dari kekotoran batin.

ya, saya setuju dengan ini.

oleh karena itu, umat agama manapun, secara umum akan memiliki sikap seperti itu. oleh karenanya kemudian saya sadar, bahwa kebenaran tidak dapat disampaikan ke publik dengan "teknik logika" yang menuntut orang harus berpikir keras dan akhirnya menimbulkan ketidak sukaan. tapi publik lebih mudah diyakinkan dengan gaya retorika.  teknik logika, hanya cocok untuk dialog one to one/ face to face.

Deva19

Quote from: febian
Saya setuju dengan bro 19, setahu saya seseorang yang telah mencapai Jhana ke 4 hanya memiliki kemampuan batin yang sangat terbatas, untuk memiliki kesaktian seperti yang kita baca dari buku-buku, seorang meditator Samatha masih memerlukan keahlian melatih keseluruhan Jhana pada kasina dan memiliki keahlian ( 14 vasi). Bila ia hanya memiliki Jhana ke-4 dalam Anapanasati mustahil ia bisa terbang, menyelam ke dalam bumi menutup sinar matahari membuat matahari gelap dlsbnya, karena menurut Visuddhi Magga, kesaktian seperti itu bisa dicapai bila sang meditator memiliki ke-8 Jhana dengan objek kasina dan memiliki 14 keahlian (14 vasi) berkenaan Jhana dan kasina.

saya tertarik dengan apa yang dimaksud melarih keseluruhan "jhana pada kasinna" dan apa itu 14 vasi. bisakah anda memberikan link yang membahas hal itu?

saya tertarik, karena selama ini saya tidak mengenal makna dari istilah-istilah tersebut, tetapi saya seperti telah diceritakan, banyak memiliki kemampuan supranatural. yang ajaibnya, kekuatan-kekuatan supranatural tersebut seperti luntur ketika saya banyak melatih meditasi vipasana. saya hanya sedikit mencoba menerjemahkan arti kasina dalam bahasa meditasi cakras, spertinya itu adalah aura.

dalam meditasi cakra, kesaktian diperoleh memang bukan hanya dengan konsentrasi, tetapi dengan menggunakan konsentrasi tersebut untuk memenej aura. dan aura adalah cahaya yang melingkari tubuh manusia. saya menduga, bahwa yang dimaksud dengan kasina oleh budhisme adalah aura tersebut.  bagaimana menurut anda?

Deva19

Quote from: febian
Sebenarnya bila dikaji tehnik meditasi yang dipraktikkan oleh bro 19 sudah berbeda, bagian ke 5 ini memberikan uraian yang jelas mengenai perbedaan tehnik meditasi yang dilakukan bro 19 dengan tehnik meditasi mazhab Theravada.

Sang Buddha memang ada mengajarkan 40 objek meditasi Samatha. ke 40 objek meditasi Samatha ini dijelaskan dan diuraikan dengan mendetil dan sistematis pada kitab Visuddhi Magga, tetapi tehnik meditasi bro 19 berbeda dengan 40 objek meditasi yang terdapat di Visuddhi Magga. Saya telah membaca semua yang terdapat di Visuddhi Magga dan saya tidak menemukan keterangan mengenai cara menembus cakra seperti yang dilakukan dalam meditasi bro 19. Demikian  juga saya rasa dalam meditasi yang dilakukan bro 19 juga tidak ditemukan keterangan mengenai Jhana.

Saya tak tertarik untuk membuat kesimpulan mengatakan mana lebih baik atau mana yang lebih tinggi, saya hanya berpendapat bahwa kedua metode meditasi ini berbeda.

ya, saya memang praktisi mediasi cakra dan pranayama. tetapi, sayapun akhirnya mencoba mempraktikan meditasi samatha, seperti yang saya baca petunjuknya di samaggi-phala.or.id. saya praktikan setahap demi setahap. dan hasilnya, apa yang dicapai dalam meditasi samatha dengan meditasi-meditasi sebelumnya itu sama persis. jika ada perbedaan itu bukanlah hal yang prinsipal.

Deva19

Quote from: febian
Perbedaannya demikian: Saya ada mengenal orang yang berlatih meditasi chikung/prana dan neikung. menurut aliran mereka bila mereka mengumpulkan energi dengan meditasi dan kemudian diarahkan untuk menembus/membuka cakra-cakra maka setiap kali penembusan salah satu diantara ke 72 cakra (termasuk cakra minor), maka energi mereka akan bertambah 2 kali lipat. Jadi diperlukan energi untuk menembus dan mengaktifkan cakra-cakra ini. (Kalau tidak salah pada Yoga adalah kundalini yang digerakkan untuk menembus/membuka).
Menurut saya tehnik-tehnik meditasi seperti ini masih berkaitan dengan fisik melibatkan pengaturan dan pengembangan energi.

Pada meditasi Samatha tak ada pengembangan atau pengaturan energi seperti yang ada pada Yoga, Chikung, Kundalini dsbnya. ke 40 objek meditasi Buddhis Theravada lebih berkaitan dengan batin, nimitta dsbnya.

betul, pada yoga, kundalini, dsb merupakan sistem meditasi yang melibatkan sistem olah fisik. dalam sistem meditasi pranayama misalnya, meditator selau berlatih menguasai gerakan perut, sehingga lama kelamaan ia akan mampu menggerakan usunya ke kiri, ke kanan, ke depan belakang, dsb. ia juga akan mampu menggerakan syaraf-syafat di bagian punggung untuk digerakan ke bawah atau ke atas, bahkan akhirnya meditator bisa mempercepat atau memperlambat detak jantung melalui pengaturan syaraf di dalam. tetapi, hal itu bukanlah prinsip dalam meditasi tersebut. karna intinya sama saja dengan meditasi samatha, yaitu konsentrasi. tetapi melibatkan gerakan tubuh, untuk mempermudah pengembangan batin.

dalam sistem meditasi budhisme, sebagaimana yang biasa dilakukan di reatret, ada yang disebut dengan istilah "meditasi jalan". betul tidak? meditasi jalan ini, tentunya melibatkan fisik untuk berjalan. tapi, itu tidak prinsip kan. seandainya batin seseorang kuat, meditasi dapat dilakukan dengan cara duduk saja untuk mengembangkan konsentrasi. jadi, kita dapat melihat kesamaan titik "melibatkan fisik" dalam sistem budhisme dan non budhisme dengan "meditasi jalan" dalam budhisme.

Deva19

Quote from: febian
Bagian 6:
Konsentrasi pada meditasi Samatha dapat diarahkan ke Vipassanna, demikian juga dengan Konsentrasi Vipassana dapat membantu kita berlatih meditasi Samatha.

menurut bro 19 konsentrasinya malah menurun setelah berlatih meditasi Vipassana, ini menarik, karena berbeda dengan semua guru-guru meditasi Vipassana yang mengatakan bahwa konsentrasi, perhatian dll mengalami peningkatan, konsentrasi mereka bertambah lama bertambah kuat.

Bila ingin berdiskusi lebih jauh mengenai hal ini bro 19 bisa buat thread baru.

saya akan jelaskan ringkasannya di sini :

dalam mengembangkan konsentrasi sampai ke tahapan jhana, batin kita menempuh perjalanan yang panjang dan kadang sangat melelahkan.

pengembangan konsentrasi ini memiliki dua periode, periode "pahit" dan periode "manis". periode "pahit" adalah periode dari 0 konsentrasi tahap dasar hingga ke tahapan jhana pertama. dari jhana pertama hingga ke jhana ke empat saya sebut peride manis.

dalam periode pahit, pengembangan konsentrasi itu disebut dengan tahapan "penuh duka dan air mata", dan "usaha setengah mati", badan batinpun akan terasa tersiksa karenanya. tetapi, dalam sistem meditasi cakra, karena tidak mengenal vipasana, kami tidak pernah berhenti dan keluar dari pengembangan konsentrasi untuk mnyadarkan pikiran kepada 4 landasan perhatian murni, tapi kami terus memaska pikiran untuk berfokus pada satu titik konsentrasi, terus dan terus, hingga munculah apa yang dalam budhisme disebut dengan nimita. dan nimita ini merupakan pertanda masuknya batin pada jhana pertama. bila ini berhasil, maka untuk mencapai jhana kedua, ketiga dan keempat adalah mudah, karna kekuatan jhana pertama membuat kita memiliki tenaga yang besar untuk mencapai jhana-jhana yang lebih tinggi.

tetapi, ketika saya mempelajari dan mempraktikan meditasi budhisme, dimana di dalam naskah tersebut dijelaskan teknik meditasi mulai dari dasar hingga sampai ke jhana ke IV, tetapi kemudian penulis naskah tersbut berkata, "tetapi, kita tidak perlu memiliki konsentrasi setinggi itu. untuk melanjutkan latihan ke tahapan meditasi selanjutnya, yaitu meditasi vipasana, cukuplah dengan upacara samadhi (konsentrasi dibawah Jhana)". dengan demikian, selama dua tahun saya berlatih vipasana, saya tidak pernah berusaha mencapai jhana pertama, karena sibuk dengan "melihat dhama", yang bisa dilihat dengan kekuatan konsentasi cukup dengan upacara samadhi.

semakin dalam kebenaran dhamma yang kita lihat, itu berarti semakin tinggi konsentrasi yang dibutuhkan. dan nibbana, sulit dilihat, kecuali oleh orang yang memiliki kekuatan jhana ke IV. dengan demikian, benar seperti yang para bikhu katakan bahwa semakin berkembang dalam vipasana, berarti konsentrasi pun semakin dalam. tetapi, dhama yang dapat dilihat melalui "upacara samadhi" sekalipun, itu sangat banyak dan luar biasa. sehingga saya dapat berlama-lama dalam tahapan ini. dengan demikian, konsetrasi sayapun tidak banyak berkembang. inilah alasan, mengapa saya katakan "setelah banyak berlatih vipasana, konsentrasi saya justru menurun".

demikianlah saya membatasi diri dalam samatha dan vipasana. sya meras perlu membtasi pengembangan samatha, karena bila daya konsentrasi bekembang tanpa kebijaksaan itu dapat bersifat destruktif. dan saya membatasi diri dalam pengembangan vipasana, karena bila saya mengembangkan terlalu tinggi, saya akan terpental dari kehidupan masyarakat. sebagai contoh, bila saya mengembangkan vipasana hingga ke titik yang tinggi, maka lenyaplah hasrat seksual saya, pikiran saya tidak lagi terobesi oleh wanita, dan melihat wanita secantik apapun tak ubahnya seperti melihat tengkorak berjalan yang dibalut dengan daging dan darah yang menjijikan. ini bukan pengaruh dari meditasi asuba yang "jijik" karena persepsi, tapi jijik karna melihat keadaan yang sebenarnya. bila ini terjadi pada saya, lalu bagaimana nasib istri saya? ini soal pilihan bro. sang Budha, memilih meninggalkan istrinya untuk mencapai pencerahan yang sempurna, sedangkan saya memilih tetap berumah tangga dan menyampaikan dhamma sedikit demi sedikit kepada anggota keluarga dan masyarakat.  bila saja merka semua telah siap, maka saya akan mengembangkan batin lebih tinggi lagi untuk melihat kebenaran dhamma lebih dalam, saya seperti seorang "reporter dhamma". entahlah apa yang saya lakukan itu benar atau salah, pintar atau bodoh, tapi itulah yang saya lakukan.

Deva19

Quote from: febian
Saya rasa pengertian bro 19 sudah hampir tepat mengenai Vipassana, Dalam meditasi Vipassana kita tidak dianjurkan untuk mengerahkan energi untuk dapat melihat Dhamma, kita hanya dianjurkan untuk melihat proses yang terjadi pada batin dan jasmani dengan semangat, penuh perhatian, teliti, seksama, cermat dan sebagaimana apa adanya.
Dhamma akan nampak dengan sendirinya bila bro 19 berlatih dengan cara demikian.

dianjurkan melihat proses yang terjadi, hingga dhamma itu terlihat dengan sendirinya<---- inilah yang saya maksud dengan "mengerahkan energi untuk melihat dhamma".

Deva19

Quote from: febian
Saya tidak bisa berkomentar mengenai persamaan antara membuka cakra dengan Jhana, saya tak bisa mengatakan sama atau tidak sama karena minimnya pengetahuan saya mengenai cakra-cakra ini.

cakra itu memang bukanlah nama lain dari jhana. apa yang dimaksud cakra jika di konversi ke dalam istilah budhisme, mungkin lebih tepatnya disebut nimita.

para meditator budhisme, seringkali melaporkan munculnya nimita ini di lubang hidung atau beberapa cm di depan hidung. hal itu disebabkan kebanyakan meditator budhisme berkonsentrasi pada keluar masuknya nafas, dan memusatkan perhatian pada titik di lubang hidung. jika, perhatian itu diarahkan kepada perut (pusar), maka nimita itu akan munculnya di pusar. dan itulah yang di maksud dengan cakra.

bond

 [at] bro deva19

Jadi nimitta dengan objek keluar masuk nafas apakah juga masuk dalam kategori cakra? jika ya cakra apa?
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Deva19

Quote from: febian
Cuma saya bisa bertanya sedikit mengenai pengalaman Jhana ke 1 (pertama) bro 19: "Bisakah diceritakan sedikit bagaimanakah ketenangan yang dialami bro jhana 19 pada Jhana pertama?" Saya yakin sebelum bisa mencapai Jhana ke 4 kita harus melalui Jhana ke 1 dulu kan? apa yang dirasakan pada waktu memasuki Jhana pertama?

dalam sistem meditasi sebelumnya, pengalaman jhana pertama muncul ketika saya terus menerus melakukan latihan tahan nafas di perut dengan teknik nafas perut yang sempurna, berulang-ulang dilakukan slama bejam-jam, hingga akhirnya terbukalah cakra pusar. terbukanya cakra pusar ini menandai pencapaian konsentrasi tingkat ke 4, yang dalam budhisme sebanding dengan jhana pertama.

kemudian melalui praktik meditasi samatha, berdasakan petunjuk meditasi budhisme yang saya unduh dari internet, saya bermeditasi dengan 4 tahapan nafas.

1. memustakan perhatian ke pada keluar masuknya nafas. bila konsentrasi berkembang, itu berarti masuk ke tahapan berikutnya, yaitu ..
2. mampu melihat panjang pendeknya nafas, dan pikiran berperhatian penuh terhadap panjang pendeknya nafas tersebut. bila konsentrasi berkermbang, itu berarti masuk ke tahapan berikutnya, yaitu...
3. nafas menjadi lembut dan tenang, dan pikiran sepenuhnya mengikuti pergerakan nafas yang lembut dan tenang ini. bila konsentrasi berkembang, berarti masuk pada tahapan berikutnya yaitu ...
4. pikiran/perhatian terfokus pada satu titik di lubang hidung, tentram dan nyaman di situ, tanpa gangguan, tanpa keresahan, dan tanpa pikiran yang menyimpang. di sini ada piti dan sukha.

selanjutnya, saya tinggal mempertahankan keadaan ini hingga munculnya nimita. munculnya nimita ini pertanda tercapainya jhana pertama. nimita sperti apa yang saya lihat? ini sulit dilukiskan, itu seperti bentuk energi yang muncul, atau seperti kabut yang menggumpal, atau sperti lubang bening yang dikelilingi oleh cahaya, dan muncul bukan karna sifat pikiran yang berpikir atau yang mengkhayalkan sesuatu, tapi mncul karena sifat konsentrasi. bentuk yang dilihat dan cara orang menggambarkan nimita mungkin berbeda-beda, tetapi prinsipnya sama bahwa ia (nimita) merupakan pusat energi, dan energi inilah yang menybabkan tubuh-bathin meditator mengalami kebahagiaan luar biasa. bahkan kebahagiaan itu bisa dirasakan hingga kuku jari jemari. dari ujung rambut hingga ujung gaji, tubuh meditator digetarkan oleh getaran kebahagiaan yang lembut.

Deva19

Quote from: bond on 23 March 2010, 05:44:56 PM
[at] bro deva19

Jadi nimitta dengan objek keluar masuk nafas apakah juga masuk dalam kategori cakra? jika ya cakra apa?

ya, itu cakra. adapun cakra tersebut belum ada yang menamianya. silahkan anda namai.

yang terkenal itu ada 7 cakra, dinamai dengan nama-nama sansekerta. saya sendiri tidak hafal yang tujuh. hanya jika cakra itu muncul di perut, saya menamainya cakra perut, jika di jidat disebut cakra jidat, ya kalau dihidung sebut saja "cakra hidung", asal jangan "cakra upil" he... he... sorri, bercanda.

bond

#175
Quote from: Deva19 on 23 March 2010, 05:51:40 PM
Quote from: bond on 23 March 2010, 05:44:56 PM
[at] bro deva19

Jadi nimitta dengan objek keluar masuk nafas apakah juga masuk dalam kategori cakra? jika ya cakra apa?

ya, itu cakra. adapun cakra tersebut belum ada yang menamianya. silahkan anda namai.

yang terkenal itu ada 7 cakra, dinamai dengan nama-nama sansekerta. saya sendiri tidak hafal yang tujuh. hanya jika cakra itu muncul di perut, saya menamainya cakra perut, jika di jidat disebut cakra jidat, ya kalau dihidung sebut saja "cakra hidung", asal jangan "cakra upil" he... he... sorri, bercanda.

apakah bentuk setiap cakra yg muncul itu spesifik bentuknya seperti yg digambarkan oleh semacam cahaya di 7 titik cakra atau tidak spesifik sama sekali bentuknya ketika muncul?
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Deva19

Quote from: bond
apakah bentuk setiap cakra yg muncul itu spesifik bentuknya seperti yg digambarkan oleh semacam cahaya di 7 titik cakra atau tidak spesifik sama sekali bentuknya ketika muncul?

cakra memiliki spesifikasi bentuk tertentu, misalnya bulat/lingkaran. umumnya cakra memiliki bentuk seperti itu.

berputar. ini adalah spesifik ke dua. nimita yang muncul di hidung tidak tampk berputar, tetapi sesungguhnya dia berputar.

bergelombang. ini spesifik ketiga. karena bergelombang ini, seringkali dgambarkan seprti bunga

memancarkan energi. ini spesifikasi ke empat.

cakra itu seperti sebuah kolam yang berair jernih, yang muncul dari tengah-tengah kolam tersebut mata air yang tak henti-henti mengalir hingga tampak semburannya(menyembul?) di tengah kolam.

kemudian, cakra juga muncul dengan spec lain yang berbeda pada diri seseorang sebagai tambahan. tapi spec yang pokoknya tidaklah hilang.

adapun bentuk-bentuk cakra seperti yang gambarnya banyak beredar di internet, itu hanya upaya untuk melukiskan bentuk cakra dengan imajinasi yang dapat di fahami oleh orang yang belum pernah melihat cakra. jika kita sudah melihatnya sendiri, maka kita tahu bahwa bentuk cakra tersebut benar-benar berbeda dengan yang banyak digambar orang. tapi gambar-gambar tersebt menunjukan maksud yang benar.

gambar cakra itu seperti kata-kata untuk menggambarkan seekor jerapah kepda orang yang belum pernah lihat jerapah. tentu, apapun yang dibayangkannya bukanlah jerapah.


Deva19

adapun cakra itu tidak mesti selalu muncul 7 secara bersamaan. pada mulanya, cakra muncul satu persatu. muncul yang satu, hilang yang lain. kemudian, setelah satu cakra menjadi sangat kuat, maka mampu muncul cakra lainnya, tetapi cakra utamanya tetap ada.

Deva19

Quote from: bond
Terutama pengalaman mendengar pembicaraan  tumbuhan yang terasa aneh bagi saya karena menurut kitab Abhidhamma tumbuhan tak memiliki jiwa, jadi tak dapat berbicara seperti manusia.

yah... dulu persoalan ini pernah di diskusikan di DC.

saya sempat berkeyakinan bahwa di dalam kitab budhisme tercatat bahwa pohonpun berjiwa dan bisa berbicara dan menganggap ada manusia yang bereinkarnasi menjadi pohon. tetapi, kemudian, saya lupa waktu itu siapa, kalo enggak salah bro upasaka yang meyakinkan saya bahwa dalam kitab budhisme tersebut hanya disebutkan bahwa hantu/peta yang ada di dalam pohon, bukan manusia yang bereinkarnai menjadi tumbuhan.

saya tidak tahu kebenaran yang sebenarnya bagaimana, tapi saya benar-benar mendengar tumbuh-tumbuhan itu berbicara. cara hewan berbicara itu sangat berbeda dengan cara tumbuhan.  meminjam istilah bahasa pemrograman, bahasa tumbuhan itu seperti bahasa tingkat yang jauh lebih rendah. dalam sebuah pribahasa dikatakan "alam ini berbicara kepada kita". tetapi tentunya batu dan gunung tidaklah memiliki lidah seperti manusia. tetapi manusia tau bahwa alam berbicara kepdanya. dan untuk mendengarkan perkataan alam tersebut, kita harus mengkonversi bahasa alam ke bahasa manusia.

demikian pula, tentang apa yang dikatakan padi-padi kepada saya, dimana telah mengkonversinya ke bahasa yang bisa dimengerti oleh manusia. pada dasarnya, perkataan tumbuhan tidaklah berbentuk kata-kata seperti itu.

bond

Quote from: Deva19 on 23 March 2010, 07:53:47 PM
Quote from: bond
Terutama pengalaman mendengar pembicaraan  tumbuhan yang terasa aneh bagi saya karena menurut kitab Abhidhamma tumbuhan tak memiliki jiwa, jadi tak dapat berbicara seperti manusia.

yah... dulu persoalan ini pernah di diskusikan di DC.

saya sempat berkeyakinan bahwa di dalam kitab budhisme tercatat bahwa pohonpun berjiwa dan bisa berbicara dan menganggap ada manusia yang bereinkarnasi menjadi pohon. tetapi, kemudian, saya lupa waktu itu siapa, kalo enggak salah bro upasaka yang meyakinkan saya bahwa dalam kitab budhisme tersebut hanya disebutkan bahwa hantu/peta yang ada di dalam pohon, bukan manusia yang bereinkarnai menjadi tumbuhan.

saya tidak tahu kebenaran yang sebenarnya bagaimana, tapi saya benar-benar mendengar tumbuh-tumbuhan itu berbicara. cara hewan berbicara itu sangat berbeda dengan cara tumbuhan.  meminjam istilah bahasa pemrograman, bahasa tumbuhan itu seperti bahasa tingkat yang jauh lebih rendah. dalam sebuah pribahasa dikatakan "alam ini berbicara kepada kita". tetapi tentunya batu dan gunung tidaklah memiliki lidah seperti manusia. tetapi manusia tau bahwa alam berbicara kepdanya. dan untuk mendengarkan perkataan alam tersebut, kita harus mengkonversi bahasa alam ke bahasa manusia.

demikian pula, tentang apa yang dikatakan padi-padi kepada saya, dimana telah mengkonversinya ke bahasa yang bisa dimengerti oleh manusia. pada dasarnya, perkataan tumbuhan tidaklah berbentuk kata-kata seperti itu.

bro deva19 , yg Anda quote itu bukan tulisan saya tapi tulisan ko fabian  ;D
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada