Permbacaan "ca" menjadi "ce" dalam paritta

Started by ferryblu3, 01 February 2010, 08:07:44 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

ferryblu3

spt yg tertulis pada topik, hal ini masih membuat saya ragu sampai saat ini.. banyak paritta pali dimana kata "ca" sering d baca menjadi "ce". hal ini paling sering d jumpai pada pembacaan karaniya metta sutta. dl, guru saya pernah blg kalau pembacaan paritta menggunakan "ce" it adalah pembacaan paritta yang salah. namun, belum lama ini, saya pernah sekilas membaca tulisan seorang bante dlm facebook yg mengatakan kalau pembacaan dgn "ce" it ga salah.. jd sbnrnya pembacaan "ca" menjadi "ce" it bnr ato salah sih? mohon pencerahannya.. ^^
Ehipassiko, datang dan buktikan sendiri keindahan Dhamma

FZ

ini cukup menarik.. saya juga gak tahu jawabannya, dan ikut up kan masalah ini..

waktu kebaktian dengan nobby di siripada, pas baca karaniya metta sutta, karena terbiasa di padang baca ca menjadi ce jadi kebawa2.. padahal di siripada dibacanya tetap ca.. dan kata nobby emang yang benar ca tetap dibaca jadi ca..

mohon informasinya juga..

Elin

IMO, kalau dibaca menurut Theravada, ca tetap dibaca ca..
lain lagi baca menurut Tridharma.. ca dibaca ce..

itu mirip juga dgn Tisarana..
Buddham Saranam Gacchami..
Theravada : Buddhang saranang gacami
Tridharma : BUddhang sarenang gacami

gak tau deh versi lain nya lagi selain Theravada & Tridharma...

Indra

ada yg bilang "gua" ada yg bilang "gue", artinya sama aja

ferryblu3

klu ga salah sih kmrn ak dgr pembacaan "ca" blh d baca "ce" dr bhikkhu theravada lho. tp ak lupa bhikkhu yg mn.. soalnya sekilas baca wkt it..
biasa sih klu pembacaan "ce" jg bnyk d aliran Buddhayana.. tp ad jg yg blg klu "ca" d baca jd "ce" it ga blh.. apalg guru SMA ak dl.. bakal kena omel klu baca "ce".. jd sebenarnya "ca" d baca "ce" it blh ap ga sih? mse bingung...
Ehipassiko, datang dan buktikan sendiri keindahan Dhamma

Adhitthana

#5
mungkin dari kebiasaan dan pengaruh dari bhs betawi  ;D

kita yg di Jakarta selalu memakai logat berakhiran E
Guru agama gw dulu di sekolah selalu ingin memperbaiki paritta
Yang seharusnya : Namo Tassa .... selalu disebut Namo Tasse
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

ferryblu3

Quote from: Virya on 03 February 2010, 12:22:26 AM
mungkin dari kebiasaan dan pengaruh dari bhs betawi  ;D

kita yg di Jakarta selalu memakai logat berakhiran E
Guru agama gw dulu di sekolah selalu ingin memperbaiki paritta
Yang seharusnya : Namo Tassa .... selalu disebut Namo Tasse

y guru agama d skul ak dl jg spt it..
klu emg bahasa betawi, gmana pnyebaran ny ampe bnyk yg jd gt..
hehehehe..
Ehipassiko, datang dan buktikan sendiri keindahan Dhamma

FZ

Quote from: Virya on 03 February 2010, 12:22:26 AM
mungkin dari kebiasaan dan pengaruh dari bhs betawi  ;D

kita yg di Jakarta selalu memakai logat berakhiran E
Guru agama gw dulu di sekolah selalu ingin memperbaiki paritta
Yang seharusnya : Namo Tassa .... selalu disebut Namo Tasse
justru yang di tangerang, dibaca ca.. di padang yang dibaca ce.. :))
harusnya ikut bahasa minang.. dibaca co :hammer:

Juice_alpukat

Namo Taca atau Namo Tassa, namo Tacce atau Namo Tacca?

ferryblu3

Quote from: Juice_alpukat on 03 February 2010, 08:23:46 AM
Namo Taca atau Namo Tassa, namo Tacce atau Namo Tacca?

kalau dalam buku paritta sih
Namo tassa bhagavato arahato sammasambuddha sa

tp ad yg bc tassa jd tasse.. sama kyk ca jd ce..
mse blm ad jawaban yg bs masuk k ak ny..
hehehe...
Ehipassiko, datang dan buktikan sendiri keindahan Dhamma

williamhalim

Quote from: Forte on 03 February 2010, 07:27:14 AM
Quote from: Virya on 03 February 2010, 12:22:26 AM
mungkin dari kebiasaan dan pengaruh dari bhs betawi  ;D

kita yg di Jakarta selalu memakai logat berakhiran E
Guru agama gw dulu di sekolah selalu ingin memperbaiki paritta
Yang seharusnya : Namo Tassa .... selalu disebut Namo Tasse
justru yang di tangerang, dibaca ca.. di padang yang dibaca ce.. :))
harusnya ikut bahasa minang.. dibaca co :hammer:


:))  :))  :))

namo tasso.... <--- cando iko bacanyo

::

Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Peacemind

Quote from: ferryblu3 on 01 February 2010, 08:07:44 PM
spt yg tertulis pada topik, hal ini masih membuat saya ragu sampai saat ini.. banyak paritta pali dimana kata "ca" sering d baca menjadi "ce". hal ini paling sering d jumpai pada pembacaan karaniya metta sutta. dl, guru saya pernah blg kalau pembacaan paritta menggunakan "ce" it adalah pembacaan paritta yang salah. namun, belum lama ini, saya pernah sekilas membaca tulisan seorang bante dlm facebook yg mengatakan kalau pembacaan dgn "ce" it ga salah.. jd sbnrnya pembacaan "ca" menjadi "ce" it bnr ato salah sih? mohon pencerahannya.. ^^

Sebenarnya pembacaan 'ca' menjadi 'ce' adalah pembacaan paritta dan sutta ala Sri Lanka. Ini dibaca demikian untuk membedakan antara ca pendek (ca) dan ca panjang (cā). Kalau cā, di Sri Lanka dibaca ca. Sebagai contoh, kalimat 'Mettañca sabbalokasmiṃ, mānasaṃ bhāvaye aparimāṇaṃ' akan terbaca di Sri Lanka sebagai, 'Mettañce sabbelokasmiṃ, manesaṃ bhaveye eperimaṇaṃ. Karena di Indonesia pada awalnya memang diajar membaca paritta dari Sri Lanka khususnya dengn kedatangan Bhikkhu Narada dari Sri Lanka ke Indonesia,  cara pembacaan ini masih mempengaruhi beberapa umat BUddha di Indonesia. Setelah beberapa orang ditahbis di Thailand dan banyak umat Buddha condong kepada tradisi Theravāda dari Thailand, pembacaan paritta pun dipengaruhi oleh tradisi Thailand, yakni ca tetap dibaca ca namun pendek, dan cā dibaca ca panjang.

Namun demikian, jika kita belajar bahasa Pāli, terus terang saya pribadi lebih senang menggunakan cara pembacaan ala Sri Lanka karena a pendek (a) dan a panjang (ā) terdengar beda dan memang ditekankan. Namun, untuk tradisi Thailand, a dan ā terkadang terdengar sama sehingga sulit untuk membedakan kecuali jika mereka menggunakan pembacaan sarabhañña.

Be happy.


gajeboh angek

berarti pengaruh Sri Lanka memang cukup banyak di Indonesia ya
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

ferryblu3

Quote from: Peacemind on 05 February 2010, 09:19:45 PM
Quote from: ferryblu3 on 01 February 2010, 08:07:44 PM
spt yg tertulis pada topik, hal ini masih membuat saya ragu sampai saat ini.. banyak paritta pali dimana kata "ca" sering d baca menjadi "ce". hal ini paling sering d jumpai pada pembacaan karaniya metta sutta. dl, guru saya pernah blg kalau pembacaan paritta menggunakan "ce" it adalah pembacaan paritta yang salah. namun, belum lama ini, saya pernah sekilas membaca tulisan seorang bante dlm facebook yg mengatakan kalau pembacaan dgn "ce" it ga salah.. jd sbnrnya pembacaan "ca" menjadi "ce" it bnr ato salah sih? mohon pencerahannya.. ^^

Sebenarnya pembacaan 'ca' menjadi 'ce' adalah pembacaan paritta dan sutta ala Sri Lanka. Ini dibaca demikian untuk membedakan antara ca pendek (ca) dan ca panjang (cā). Kalau cā, di Sri Lanka dibaca ca. Sebagai contoh, kalimat 'Mettañca sabbalokasmiṃ, mānasaṃ bhāvaye aparimāṇaṃ' akan terbaca di Sri Lanka sebagai, 'Mettañce sabbelokasmiṃ, manesaṃ bhaveye eperimaṇaṃ. Karena di Indonesia pada awalnya memang diajar membaca paritta dari Sri Lanka khususnya dengn kedatangan Bhikkhu Narada dari Sri Lanka ke Indonesia,  cara pembacaan ini masih mempengaruhi beberapa umat BUddha di Indonesia. Setelah beberapa orang ditahbis di Thailand dan banyak umat Buddha condong kepada tradisi Theravāda dari Thailand, pembacaan paritta pun dipengaruhi oleh tradisi Thailand, yakni ca tetap dibaca ca namun pendek, dan cā dibaca ca panjang.

Namun demikian, jika kita belajar bahasa Pāli, terus terang saya pribadi lebih senang menggunakan cara pembacaan ala Sri Lanka karena a pendek (a) dan a panjang (ā) terdengar beda dan memang ditekankan. Namun, untuk tradisi Thailand, a dan ā terkadang terdengar sama sehingga sulit untuk membedakan kecuali jika mereka menggunakan pembacaan sarabhañña.

Be happy.



tp misal emg srilangka seperti it,
knyataan lapangan jg bd dgn hal ini..
Mettañca sabbalokasmiṃ, mānasaṃ bhāvaye aparimāṇaṃ
biasa d baca.. Mettance sabbalokasmim, manasam bhavaye aparimanam..
jd ad bagian yg benar n ad bagian yg salah jg..
hehehe..
Ehipassiko, datang dan buktikan sendiri keindahan Dhamma

Peacemind

Quote from: ferryblu3 on 05 February 2010, 09:58:20 PM
Quote from: Peacemind on 05 February 2010, 09:19:45 PM
Quote from: ferryblu3 on 01 February 2010, 08:07:44 PM
spt yg tertulis pada topik, hal ini masih membuat saya ragu sampai saat ini.. banyak paritta pali dimana kata "ca" sering d baca menjadi "ce". hal ini paling sering d jumpai pada pembacaan karaniya metta sutta. dl, guru saya pernah blg kalau pembacaan paritta menggunakan "ce" it adalah pembacaan paritta yang salah. namun, belum lama ini, saya pernah sekilas membaca tulisan seorang bante dlm facebook yg mengatakan kalau pembacaan dgn "ce" it ga salah.. jd sbnrnya pembacaan "ca" menjadi "ce" it bnr ato salah sih? mohon pencerahannya.. ^^

Sebenarnya pembacaan 'ca' menjadi 'ce' adalah pembacaan paritta dan sutta ala Sri Lanka. Ini dibaca demikian untuk membedakan antara ca pendek (ca) dan ca panjang (cā). Kalau cā, di Sri Lanka dibaca ca. Sebagai contoh, kalimat 'Mettañca sabbalokasmiṃ, mānasaṃ bhāvaye aparimāṇaṃ' akan terbaca di Sri Lanka sebagai, 'Mettañce sabbelokasmiṃ, manesaṃ bhaveye eperimaṇaṃ. Karena di Indonesia pada awalnya memang diajar membaca paritta dari Sri Lanka khususnya dengn kedatangan Bhikkhu Narada dari Sri Lanka ke Indonesia,  cara pembacaan ini masih mempengaruhi beberapa umat BUddha di Indonesia. Setelah beberapa orang ditahbis di Thailand dan banyak umat Buddha condong kepada tradisi Theravāda dari Thailand, pembacaan paritta pun dipengaruhi oleh tradisi Thailand, yakni ca tetap dibaca ca namun pendek, dan cā dibaca ca panjang.

Namun demikian, jika kita belajar bahasa Pāli, terus terang saya pribadi lebih senang menggunakan cara pembacaan ala Sri Lanka karena a pendek (a) dan a panjang (ā) terdengar beda dan memang ditekankan. Namun, untuk tradisi Thailand, a dan ā terkadang terdengar sama sehingga sulit untuk membedakan kecuali jika mereka menggunakan pembacaan sarabhañña.

Be happy.



tp misal emg srilangka seperti it,
knyataan lapangan jg bd dgn hal ini..
Mettañca sabbalokasmiṃ, mānasaṃ bhāvaye aparimāṇaṃ
biasa d baca.. Mettance sabbalokasmim, manasam bhavaye aparimanam..
jd ad bagian yg benar n ad bagian yg salah jg..
hehehe..

Soalnya belajarnya dari Sri Lanka dulunya memang nggak perfect sih.. Jadi ya gitu...separo2 aja.  ;D