LA?K?VAT?RA S?TRA - BAB VIII (TENTANG LARANGAN MAKAN DAGING)

Started by Nagaratana, 12 January 2010, 05:12:53 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

tesla

^setahu saya pada zaman itu belum dikenal tulisan...
selain meragukan sutra mahayana, saya pribadi juga meragukan sutta Theravada dimana Sang Buddha mengacu pada "sutta" & vinaya, sedangkan disisi lain mengacu pada "dhamma" & vinaya.
tapi lebih ragu lagi kalau sampai dikatakan "teks2" kanonik...

kemungkinan:
-salah translate
-sutra tsb tidak berasal dari zaman Sang Buddha
-tidak dapat saya bayangkan :P
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Juice_alpukat

#31
Iya bisa jadi memang dmikian. Pada msa itu ada dharma2 yg sudah dibabarkan dan dikelompokkan.Misal cntohnya tiga minggu lalu, aku berkotbah mengenai ajaran a,jadi disebut sbgai sutra a.
Dua minggu yg lalu berkotbh mengenai konsep ajaran b disbut sutra b.Hari ini sbgai ajaran tentang c,jadi sutra c. Dan ini diingat oleh murid2 beliau mengenai ajaran a,b,c,shngga disebut sbgai sutra,a,b,c, yg mgkn dimaksdkan agar trdapat pengelompokan ajaran.

marcedes

karena ini di tempatkan pada studi sutta/sutra....
sy mungkin cukup kritis...

1.apakah sang budda sedang melakukan upayakuasalya mengenai daging, bukti nya beliau sendiri makan daging...? ( fakta Sangbuddha menelan ludah sendiri )

2.dalam suatu waktu Devadatta mengajukan untuk vegetarian saja, lalu sang Buddha menolak alasannya? bahkan SangBuddha menceritakan kisah Buddha sebelumnya apa yang disebut ( gw lupa )...

QuoteMungkin ada beberapa orang, Mahāmati, yang mengatakan bahwa Tathāgata memakan daging, karena mengira ini dapat memfitnah-Nya. Orang-orang yang tidak cakap ini, Mahāmati, akan mengikuti jalan jahat dari rintangan karmanya, dan akan jatuh ke daerah di mana malam panjang berlalu tanpa keuntungan dan kebahagiaan. Mahāmati, para Śrāvaka yang mulia tidaklah memakan makanan yang [umumnya] dimakan orang biasa, apalagi makanan yang berasal dari daging dan darah yang seluruhnya tidak tepat. Mahāmati, makanan bagi para Śrāvaka, Pratyekabuddha, dan Bodhisattva-Ku adalah Dharma dan bukan daging; apalagi bagi Tathāgata!
jadi sebenarnya waktu SangBuddha memakan daging, itu gimana? terutama waktu seorang bikkhuni mempersembahkan daging dari hasil pemberian seorang pencuri....

bagi saya ini aneh sekali Buddha mengkritik seseorang yang menganggap nya makan daging, tetapi kenyataan Buddha memang makan daging.....

3.sayuran juga pasti memakan korban ketika ditanam, apakah SangBuddha ga berpikir apalagi nasi,gandum,kacang-kacangan?

Quote"[Pemakan daging] takkan tidur dengan nyenyak dan, ketika terbangun, ia akan merasa tertekan. Ia akan bermimpi buruk, yang menyebabkan bulu kuduknya berdiri. Ia akan terasing seorang diri di gubuk yang kosong; ia akan hidup sendirian; sukmanya akan ditangkap oleh hantu-hantu. Kerap kali ia terteror, ia gemetar tanpa tahu sebabnya. Makannya takkan teratur, ia takkan pernah merasa puas. Dalam hal makan, ia tidak akan tahu tentang tepatnya rasa, pencernaan, dan gizi. Jeroannya akan dipenuhi cacing dan makhluk-makhluk kotor lain; dan akan menyebabkannya sakit kusta. Ia takkan pula mempunyai pikiran jijik akan segala penyakitnya.
wah bagian ini bikin ketawa.... ;D

pada intinya Sutra ini mengatakan bahwa "semua orang yang memakan daging tidak mungkin mencapai kesucian arahat"
sederhananya "seorang arahat pasti memiliki pikiran jenuh akan badan yg penuh dengan kekotoran"

contoh nya saja disebuah Sutta dimana penanya menanyakan bahwa bagi seorang putthajana bagaimana harusnya memandang tubuh ini, kemudian di lanjutkan sampai tingkat sottapana dan seterusnya...Sariputta berkata bahwa tubuh ini harus di pandang jijik,dsb-nya...


Quotebahkan Indra, yang memperoleh kekuasaan atas para dewa, pernah sekali berubah menyerupai elang karena energi-kebiasaannya memakan daging di kelahiran sebelumnya. Ia kemudian mengejar Viśvakarma, yang mengambil rupa seekor burung dara, dan sengaja menjadikan diri sebagai korban. Karena merasa kasihan kepada [sang burung dara] yang tak bersalah, Raja Śivi terpaksa harus menderita [dengan memberikan dagingnya sebagai ganti]. Bahkan seorang dewa yang telah menjadi Indra yang perkasa — setelah melalui banyak kelahiran — masih dapat, Mahāmati, membawa kecelakaan bagi dirinya sendiri dan makhluk lain; apalagi mereka yang bukan Indra!
ini benar-benar bikin ketawa lagi  ;D
Dewa itu memiliki kemampuan untuk menciptakan makanannya sendiri...buat apa merubah menjadi elang dengan bodohnya mengejar-ngejar burung dara?

ini dulu yah pandangan saya...mau off
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

ryu

Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

K.K.

Quote from: Nagaratana on 12 January 2010, 10:59:58 PM
Hebat skali Sang Buddha udah menjelaskan kalo ada teks lain yg bilang kalo makan daging gk dilarang. Trus dijelaskan lg kalo Sutra ini Sang Buddha melarang. Memang nya zaman Sang Buddha itu udah ada tulis tripitaka apaa

Sutta/Sutra tidak selalu mengacu pada "teks tertulis", tetapi pada sebuah uraian atau pembabaran dhamma/dharma. Mereka menamakan khotbah-khotbah tersebut sesuai karakteristiknya agar mudah diingat. Misalnya dalam Brahmajala Sutta, Ananda bertanya apakah nama pembabaran tersebut, dan Buddha mengatakan bisa menamakannya Atthajala, Dhammajala, Ditthijala, dll. Akhirnya disebutlah Brahmajala Sutta, walaupun tentu saja belum ada teks tipitaka tertulis waktu itu.

Nevada

Quote from: tesla on 12 January 2010, 11:06:18 PM
^setahu saya pada zaman itu belum dikenal tulisan...
selain meragukan sutra mahayana, saya pribadi juga meragukan sutta Theravada dimana Sang Buddha mengacu pada "sutta" & vinaya, sedangkan disisi lain mengacu pada "dhamma" & vinaya.
tapi lebih ragu lagi kalau sampai dikatakan "teks2" kanonik...

kemungkinan:
-salah translate
-sutra tsb tidak berasal dari zaman Sang Buddha
-tidak dapat saya bayangkan :P

Sejauh yang saya tahu, di dalam Tipitaka tidak dinyatakan istilah "sutta"; dan Sang Buddha juga tidak mengatakan bahwa Sutta dan Vinaya adalah fondasi Ajaran-Nya. Istilah "sutta" muncul ketika Tipitaka disahkan dan ditulis di atas daun lontar. Selama masa sebelum dituliskannya Tipitaka, yang dikenal sebagai khotbah Sang Buddha adalah "Dhamma". "Dhamma" ini yang dibagi menjadi "Sutta Pitaka" dan "Abhidhamma Pitaka" pada sidang konsili peresmian Tipitaka.

Kalau pada masa Sang Buddha sudah disinggung mengenai teks-teks kanonik (baca: tulisan di kitab), pembagian Sutra, nama-nama Sutra lain yang mendukung Sutra lainnya; maka ... ?

bond

Quote from: upasaka on 13 January 2010, 10:07:33 AM
Quote from: tesla on 12 January 2010, 11:06:18 PM
^setahu saya pada zaman itu belum dikenal tulisan...
selain meragukan sutra mahayana, saya pribadi juga meragukan sutta Theravada dimana Sang Buddha mengacu pada "sutta" & vinaya, sedangkan disisi lain mengacu pada "dhamma" & vinaya.
tapi lebih ragu lagi kalau sampai dikatakan "teks2" kanonik...

kemungkinan:
-salah translate
-sutra tsb tidak berasal dari zaman Sang Buddha
-tidak dapat saya bayangkan :P

Sejauh yang saya tahu, di dalam Tipitaka tidak dinyatakan istilah "sutta"; dan Sang Buddha juga tidak mengatakan bahwa Sutta dan Vinaya adalah fondasi Ajaran-Nya. Istilah "sutta" muncul ketika Tipitaka disahkan dan ditulis di atas daun lontar.Selama masa sebelum dituliskannya Tipitaka, yang dikenal sebagai khotbah Sang Buddha adalah "Dhamma". "Dhamma" ini yang dibagi menjadi "Sutta Pitaka" dan "Abhidhamma Pitaka" pada sidang konsili peresmian Tipitaka.

Kalau pada masa Sang Buddha sudah disinggung mengenai teks-teks kanonik (baca: tulisan di kitab), pembagian Sutra, nama-nama Sutra lain yang mendukung Sutra lainnya; maka ... ?

ic ...Yang dibold adalah point krusial dalam memahami Dhamma yang sesungguhnya dan memahami Tipitaka itu sendiri. Khususnya arti Dhamma dan sutta.

Pada konsili keberapakah tipitaka diresmikan?

Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Jerry

Kalo soal disebut Dhamma-Vinaya sementara di lain tempat disebut Sutta-Vinaya tidak berarti naskah yg menggunakan istilah Sutta-Vinaya adalah hasil pemalsuan. Karena pada awal ajaran Buddha, Dhamma-Vinaya dipelajari dan dibagi dalam beberapa kelompok dan diteruskan melalui transmisi lisan. Lalu dalam konsili Sangha, ketika Abhidhamma diusung menjadi sebuah bagian tersendiri dari Pitaka, maka Sutta-Vinaya digunakan sbg acuan baru utk Dhamma-Vinaya agar lebih spesifik. Dalam perkembangannya ada kelompok yg tetep stick to istilah lama Dhamma-Vinaya, sementara pada kelompok lain ada yg masih meneruskan menggunakan istilah Sutta-Vinaya. Kemudian tulisan dikenal dan Ti-pitaka selain bisa dihafalkan, juga bisa dituliskan.. Akhirnya di sini didapat perbedaan antara Sutta-Vinaya dan Dhamma-Vinaya.

Tulisan ini utk menyambung penjelasan Bro Kain dan Bro Upasaka.
appamadena sampadetha

Nevada

Quote from: bond on 13 January 2010, 10:56:04 AM
Quote from: upasaka on 13 January 2010, 10:07:33 AM
Sejauh yang saya tahu, di dalam Tipitaka tidak dinyatakan istilah "sutta"; dan Sang Buddha juga tidak mengatakan bahwa Sutta dan Vinaya adalah fondasi Ajaran-Nya. Istilah "sutta" muncul ketika Tipitaka disahkan dan ditulis di atas daun lontar.Selama masa sebelum dituliskannya Tipitaka, yang dikenal sebagai khotbah Sang Buddha adalah "Dhamma". "Dhamma" ini yang dibagi menjadi "Sutta Pitaka" dan "Abhidhamma Pitaka" pada sidang konsili peresmian Tipitaka.

Kalau pada masa Sang Buddha sudah disinggung mengenai teks-teks kanonik (baca: tulisan di kitab), pembagian Sutra, nama-nama Sutra lain yang mendukung Sutra lainnya; maka ... ?

ic ...Yang dibold adalah point krusial dalam memahami Dhamma yang sesungguhnya dan memahami Tipitaka itu sendiri. Khususnya arti Dhamma dan sutta.

Pada konsili keberapakah tipitaka diresmikan?

Cikal-bakal Tipitaka (Dhamma dan Vinaya) sudah dikumpulkan sejak konsili pertama, beberapa bulan setelah mangkatnya Sang Buddha. Tetapi selama itu hingga beratus-ratus tahun ke depan, Dhamma dan Vinaya hanya dihafalkan dari generasi ke generasi.

Pada sekitar tahun 94-34 Sebelum Masehi (SM), ada peristiwa kelaparan dan perang yang terjadi di Sri Lanka. Peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran akan kemerosotan moral yang mengancam kelestarian Buddhadhamma. Dengan alasan ini, Konsili Keempat diselenggarakan dan kitab suci Tipitaka untuk pertama kalinya ditulis di atas daun lontar (palem). Konsili ini diselenggarakan di bawah naungan Raja Vattagamani Abhaya dari Sri Lanka, berlokasi di Vihara Aloka, Desa Matale atau Malaya, Sri Lanka, serta dihadiri oleh 500 bhikkhu dan ahli tulis dari Mahavihara.

Sumber

bond

Quote from: upasaka on 13 January 2010, 11:15:02 AM
Quote from: bond on 13 January 2010, 10:56:04 AM
Quote from: upasaka on 13 January 2010, 10:07:33 AM
Sejauh yang saya tahu, di dalam Tipitaka tidak dinyatakan istilah "sutta"; dan Sang Buddha juga tidak mengatakan bahwa Sutta dan Vinaya adalah fondasi Ajaran-Nya. Istilah "sutta" muncul ketika Tipitaka disahkan dan ditulis di atas daun lontar.Selama masa sebelum dituliskannya Tipitaka, yang dikenal sebagai khotbah Sang Buddha adalah "Dhamma". "Dhamma" ini yang dibagi menjadi "Sutta Pitaka" dan "Abhidhamma Pitaka" pada sidang konsili peresmian Tipitaka.

Kalau pada masa Sang Buddha sudah disinggung mengenai teks-teks kanonik (baca: tulisan di kitab), pembagian Sutra, nama-nama Sutra lain yang mendukung Sutra lainnya; maka ... ?

ic ...Yang dibold adalah point krusial dalam memahami Dhamma yang sesungguhnya dan memahami Tipitaka itu sendiri. Khususnya arti Dhamma dan sutta.

Pada konsili keberapakah tipitaka diresmikan?

Cikal-bakal Tipitaka (Dhamma dan Vinaya) sudah dikumpulkan sejak konsili pertama, beberapa bulan setelah mangkatnya Sang Buddha. Tetapi selama itu hingga beratus-ratus tahun ke depan, Dhamma dan Vinaya hanya dihafalkan dari generasi ke generasi.

Pada sekitar tahun 94-34 Sebelum Masehi (SM), ada peristiwa kelaparan dan perang yang terjadi di Sri Lanka. Peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran akan kemerosotan moral yang mengancam kelestarian Buddhadhamma. Dengan alasan ini, Konsili Keempat diselenggarakan dan kitab suci Tipitaka untuk pertama kalinya ditulis untuk di atas daun lontar (palem). Konsili ini diselenggarakan di bawah naungan Raja Vattagamani Abhaya dari Sri Lanka, berlokasi di Vihara Aloka, Desa Matale atau Malaya, Sri Lanka, serta dihadiri oleh 500 bhikkhu dan ahli tulis dari Mahavihara.

Sumber

Thanks infonya om Upasaka  _/\_
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

marcedes

Quote from: Kainyn_Kutho on 13 January 2010, 09:57:31 AM
Quote from: Nagaratana on 12 January 2010, 10:59:58 PM
Hebat skali Sang Buddha udah menjelaskan kalo ada teks lain yg bilang kalo makan daging gk dilarang. Trus dijelaskan lg kalo Sutra ini Sang Buddha melarang. Memang nya zaman Sang Buddha itu udah ada tulis tripitaka apaa

Sutta/Sutra tidak selalu mengacu pada "teks tertulis", tetapi pada sebuah uraian atau pembabaran dhamma/dharma. Mereka menamakan khotbah-khotbah tersebut sesuai karakteristiknya agar mudah diingat. Misalnya dalam Brahmajala Sutta, Ananda bertanya apakah nama pembabaran tersebut, dan Buddha mengatakan bisa menamakannya Atthajala, Dhammajala, Ditthijala, dll. Akhirnya disebutlah Brahmajala Sutta, walaupun tentu saja belum ada teks tipitaka tertulis waktu itu.

nah, itu dia..biasanya murid seperti Ananda atau Sariputta bertanya mengenai merek dari pembabaran tersebut ketika "selesai/alias bagian akhir" dibabarkan...

akan tetapi, sutra ini bagian depan sudah di beri merek....entah lah...

Quote from: ryu on 13 January 2010, 07:19:15 AM
sebaiknya di confirm dulu, ini asli atau palsu.
bagi saya sudah jelas sutra editan dari pihak tertentu yg memang vegetarian otordoks.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Nevada


Mr.Jhonz

Quote from: ryu on 12 January 2010, 10:06:38 PM
"Di masa mendatang akan ada orang yang
membuat pernyataan bodoh tentang makan daging,
katanya: 'Daging adalah tepat untuk dimakan,
tidak ditolak, dan diizinkan oleh Buddha."

+++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
maksudnya siapa ya yang membuat pernyataan bodoh?
ini sih namanya nyulut api dgn bensin ni.. :)) *joke
buddha; "berjuanglah dengan tekun dan perhatian murni"

adi lim

Quote from: The Ronald on 12 January 2010, 10:08:37 PM
[at] GandalfTheElder
meragukan ..karena dalam prateknya Buddha juga menerima dan memakan daging
dan Bhiku2 lain pun begitu... paling tidak ada di sutta Theravada...
makanya Devadatta, me-request peraturan agar tidak boleh makan daging sama sekali
pertanyaannya apakah Buddha dan Bhikhu2 lain (baik yg sudah mencapai tingkat kesucian, maupun yg tidak) akan menjadi sombong, (hanya) karena memakan daging?

maka itu Devadatta masuk Neraka ! karena Kebodohan nya.
_/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Indra

Quote from: adi lim on 14 January 2010, 10:11:09 AM
Quote from: The Ronald on 12 January 2010, 10:08:37 PM
[at] GandalfTheElder
meragukan ..karena dalam prateknya Buddha juga menerima dan memakan daging
dan Bhiku2 lain pun begitu... paling tidak ada di sutta Theravada...
makanya Devadatta, me-request peraturan agar tidak boleh makan daging sama sekali
pertanyaannya apakah Buddha dan Bhikhu2 lain (baik yg sudah mencapai tingkat kesucian, maupun yg tidak) akan menjadi sombong, (hanya) karena memakan daging?

maka itu Devadatta masuk Neraka ! karena Kebodohan nya.
_/\_


bukan begitu menurut Teks, Devadatta masuk neraka avici karena melakukan akusala garuka kamma, yaitu melukai Sang Buddha dan memecah belah Sangha.