Jangan pake istilah Yunior - Senior aaakh .... kagak enak
Sapa yg bisa mengetahui, kehidupan lampau loe adalah seorang pertapa gunung yg makan cuma 5 butir se-hari
cuma kehidupan loe sekarang masih demen liat cewe2 bening jadi lupa sama meditasi
100x.
IMO sih pasti banyak yg mengaitkan alasan tdk dpt menjadi bhikkhu dg ortu. Sadari & akui saja, sedikit banyak kita sudah mengambinghitamkan ortu sbg alasan penghambat kemajuan Dhamma kita. Padahal naturalnya memang stiap ortu yg menyayangi anak tidak akan mengijinkan anaknya menjadi bhikkhu. Case tertentu berbeda kalau ortunya org yg paham Dhamma juga. Masalahnya di sini, jika kita tetap berkeras hati ortu pun akan berusaha mengompromikan keinginan mereka dengan keinginan kita dan akhirnya tentu memberi ijin [biasanya]. Sering kali, ketidaksiapan hati kita, keinginan kita utk masih mengecap kesenangan duniawi kita tutupi dan mengatakan kalimat stereotip nan basi, "ortu tidak kasih ijin."
Jika memang kita mematuhi keinginan ortu sementara hati selalu siap utk menjadi bhikkhu kapan saja, berusahalah utk terus hidup sesuai dhamma. Dan 1 contoh terapannya ya jangan nyari kambing hitam atas ketidak kompetenan diri kita. Saya pernah kenal seorang bhikkhu yg waktu mudanya pernah berniat menjadi bhikkhu tapi ditentang ibundanya. Beliau menunda dan menunggu hingga setelah ibundanya meninggal, barulah beliau menjadi seorg bhikkhu di usianya yg telah separo baya. Selama menunggu tsb, beliau tetap hidup membujang dan hidup sesuai dhamma (setidaknya dr luar, saya taunya dari mantan murid2nya, bukan dr beliau lsg). Saya rasa, contoh demikian yg sepantasnya kita teladani.