Membuktikan dhamma secara nyata... ??

Started by dipasena, 25 September 2009, 11:43:04 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Deva19

yang dimaksud oleh dhanu itu mungkin kemampuan supranatural yang menarik dan meyakinkan orang lain, seperti yang banyak dilakukan oleh budha dulu. gitu ya?

kita tidak perlu repot-repot memikirkan hal itu, bagaimana strateginya. yang penting jalan ajaran budha dengan sebaik-baiknya, maka secara otomatis akan mengundang (menarik) orang lain untuk melihat. semakin matang kita dalam ajaran budha, maka bagaikan bunga yang harum dan mekar, mengundang para kumang yang datang, atau seperti magnet yang semakin besar daya magnetnya, menarik besi-besi untuktertarik kepadanya.

jika orang-orang tidak tertarik dengan kita seperti para kumbang tertarik dengan bunga, maka tentulah ada kesalahan dalam mempraktikan dhamma.

sebagaimana yang saya alami, setiap orang yang ada disekitar saya, baik yang muslim ataupun kr****n, mereka semua selalu tertarik belajar dhamma, dan mengajukan banyak pertanyaan pada saya. bila tampak orang-orang sudah tidak tertarik lagi, saya meningkatkan batin dalam meditasi atau mempersungguh dalam kedisiplinan , mempraktikan dhamma, maka tiba-tiba saya bagaikan matahari bersinar terang, yang semua orang merasa kehangatannnya. maka dari itu mereka membutuhkannya.

Brado

Quote from: dhanuttono on 25 September 2009, 04:34:39 PM

kemarin sy sempat ngobrol dgn umat agama lain, seorang wanita, setelah berbicara panjang lebar, memang pengetahuan atas kitab suci nya kurang, bahkan dia kaget atas semua uraian sy mengenai kitab suci nya dan lebih banyak diam, tp toh dia tetap dengan pendiriannya dan setelah itu dia mengatakan tidak ada bukti nyata atas dhamma... contoh kamma, kehidupan alam2 lain yg di uraikan dalam tripitaka (hal ini yg dominan diketahui oleh umat agama lain setelah melihat film seperti sun go kong, dimana bukti ada dewa-dewi bahkan yg bentuk nya seperti di film), kelahiran kembali yg erat kaitannya dengan buddhism dan lainnya...


Apakah ada bukti nyata juga tentang surga dan neraka bila dilihat dari kacamata dunia ? sedangkan alam yang bisa terlihat dengan mata telanjang ini selain alam manusia adalah alam binatang ?

Tekkss Katsuo

 _/\_

yg dikatakan Deva19 dan Lokkhitara patent. hehehe.

Kembangkan dan praktekkan Dhamma melalui diri anda terlebih dahulu, jika mereka melihat diri anda ada perkembangan, tentu saja mereka akan tertarik mengetahuinya. misalnya praktekkan moral kalo bisa sesempurna mungkin(walaupun susah bgt), praktekkan metta (selain melalu meditasi, juga melalui tindakan nyata), praktekkan toleransi dengan melihat setiap mahkluk dimatanya memiliki debu masing masing, so kita akan lebih bisa menerima mereka apapun sikap mereka dan malah kita akan menaruh rasa belas kasih kepada mereka. Kalo bisa capai kesucian.... itu cuma contoh loh. hahaha

Jerry

 [at] Aa Tono

Mengelaborasi tulisan dr Om Markus di halaman 1, dhamma Buddha secara simple terefleksi dlm 3 poin:
- mengurangi akusala
- perbanyak kusala
- sucikan pikiran

Ok, poin 1&2 emang ada di agama lain, tp definisi akusala dan kusala itu jg tdk 100% sama dg yg diajarkan Buddha. Misalnya Sang Buddha mengajarkan utk menghargai kehidupan apapun, salah satu terapannya adalah menghindari pembunuhan makhluk melalui mata pencaharian yg keliru. Nah di agama lain kan membunuh makhluk lain gpp. Jadi secara general kata2 dan kalimat yg dipergunakan boleh sama, tapi secara pengertian dan penerapan berbeda.

Apalagi poin ke-3, menyucikan pikiran hingga terbebas sepenuhnya dr LDM, apakah ada pula hal demikian di agama lain? Jika ada, ya bagus. Sejauh saya ketahui dlm ajaran agama lain terutama agama2 besar, terlebih lagi agama samawi, proses penyucian pikiran ini tidaklah segamblang yg diajarkan dlm agama Buddha. Jika ada, biasanya itu aliran2 esoteris yg tdk terlalu diakui kalangan mainstream. Itu pun berbeda dg yg diajarkan Buddha dlm detilnya.
Sedangkan dlm agama Buddha, dhamma secara umumnya dan proses penyucian pikiran secara khususnya diajarkan, diterangkan secara gamblang oleh Sang Buddha demi kemaslahatan semua makhluk. Ada yg jelas kenapa harus memilih yg tak-jelas?


Atau dr perspektif lain melalui tilakkhana yg dikatakan Suhu Medho:
Kita dpt membuktikan bahwa hidup ini senantiasa mengalami:
-anicca: perubahan, tanyakan pd mereka apakah ada hal2 nyata yg tak pernah berubah berkenaan dg pengalaman mereka? Jangan membahas jauh2 sampai ke surga-neraka yg abadi, empunya surga, Sang Tuhan yg tdk pernah ternalar yg konon abadi, semua itu bukan hal yg nyata melainkan bersifat metafisika dan teologis.
-dukkha: ketidakpuasan atau penderitaan, apakah hidup mereka adalah bahagia atau menderita? Tdk pernahkah ada terasa 'something wrong' dlm hidup mereka? Jika ada berarti ya, hidup adl penderitaan. Jika tdk ada berarti Sang Buddha salah, hal yg tdk mungkin.
-anatta: bukan-diri. Digambarkan secara singkat, padat dan tepat dlm "N'etam mama, N'eso ham asmi, Na me so atta'ti" yg artinya "bukan milikku, bukan aku, bukan diriku." Merujuk pada poin anicca dan dukkha, selalu berubah dan ketidakpuasan, adakah hal2 yg dapat dikatakan diri? Jika ada sesuatu yg memang menjadi milik mereka, merupakan mereka dan merupakan diri mereka, dapatkah mereka dapat memerintahkan hal tsb utk begini atau begitu? utk tdk begini atau tdk begitu? [Opini pribadi saya berdasar pengalaman, poin terakhir ini agak susah disampaikan, apalagi bila ketemu yg berbelit-belit.]

Sedangkan topik soal Hukum Kamma, punabbhava demikian tidak terlalu penting sebenarnya. Itu bukan hal yg dpt dibuktikan secara nyata dan langsung, sama halnya dg topik Tuhan, surga-neraka. Sepakati utk membahas mana yg perlu dibahas dan dapat dibahas. Jangan membahas hal2 yg masuk wilayah 'iman' spt Hukum Kamma, punabbhava, Tuhan, surga dan neraka.

Semoga membantu.

_/\_
appamadena sampadetha