News:

Semoga anda berbahagia _/\_

Main Menu

Arwah dan pengadilan di alam baka...

Started by marcedes, 24 August 2009, 01:13:21 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

K.K.

 [at]  marcedes

Saya lupa, tapi nanti kalau ketemu, saya post.

Deva19

Quote from: ryu on 29 August 2009, 12:37:28 PM
Quote from: Deva19 on 29 August 2009, 12:29:27 PM
uh, dah keliling DC. kok gak ada tema yang menarik ya?
kalo nyari BB17 ga akan ketemu atuh =)) =))

BB17 APAAN SIH? PENGEN DONK!

Indra

Quote from: marcedes on 29 August 2009, 05:10:24 PM
kalau gitu minta info nya mengenai sakka memperistri putri raja asura....

Kisah ini ada dalam Samyutta Nikaya, sayangnya baru akan terbit tahun 2010. tapi kalo gak sabar bisa juga baca di RAPB

fabian c

Quote from: naviscope on 24 August 2009, 01:13:36 PM
^
^
Anatta itu kalau situ sudah mencapai pencerahan
kalau belum pencerahan yach masih ada aku lah ;D

intinya jangan melekat pada dharma
toh pada akhirnya dharma juga harus dilepas
apalagi yang bukan dharma?

Saudara Naviscope yang baik,
Menurut saya kurang tepat kita mengatakan jangan melekat pada Dhamma, sebagai umat Buddha yang baik kita malah seharusnya

- menjunjung tinggi Dhamma
- memuja Dhamma dan
- berlindung pada Dhamma
- Berusaha agar semua tingkah laku kita selaras dengan Dhamma (yang diajarkan oleh Sang Buddha)
- Berusaha penetrasi Dhamma dan meyelami/mengalami Dhamma yang tertinggi yaitu Nibbana, dengan
  cara melaksanakan latihan jalan Ariya berunsur delapan.

Apakah seseorang yang telah menembus/menyelami Dhamma (mencapai Nibbana), yang tingkah lakunya selaras dengan Dhamma dikatakan melekat pada Dhamma?

sukhi hotu
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

chingik

Penggunaan istilah ARWAH dalam Bhaisajyaguru vaidurya Sutra ini hanya salah penterjemahan.
Kitab ini diterjemahkan oleh Master XuanZhang pada abad 7 masehi. Beliau mempelajari ajaran Buddha langsung ke tanah India pada saat itu, baik dari tradisi Mahayana maupun dari tradisi nonMahayana. Tidak ada satu pun tradisi yang dipelajari itu mengakui adanya suatu entitas kekal, seperti arwah , roh, atta.   


Penterjemah bahasa Indonesia hanya saja tidak memperhatikan bahwa penggunaan kata Arwah berkonotasi sama dengan pengertian agama tetangga. Kata yang tepat dalam terjemahan tersebut adalah Kesadaran (vinnana).  Untuk lebih memahaminya, kata arwah dalam definisi Mahayana merujuk pada elemen2 batin saja yang mana tetap merupakan subjek dari ketidak kekalan, bukan kekal seperti halnya anggapan orang bahwa ada arwah/roh yang kekal. Buktinya, arwah dalam Sutra tersebut tidak punya kuasa apa apa terhadap dirinya sendiri sampai menghadapi bahaya hukuman raja yama.
Tetapi utk menghindari kesalah pahaman, pendapat saya, memang sebaiknya terjemahan tersebut diperbaiki. Tapi saya tidak menganggap kata arwah adalah kata yang sama sekali salah,  karena hanya beda pengertian saja.

Dalam pemahaman mahayana, ketika seseorang meninggal, panca khanda nya tidak hancur secara langsung, melainkan berproses secara perlahan menuju kehancuran. Berawal dari tubuh fisik (rupa), semua fungsi organ berhenti bekerja, kemudian vedana, sanna, sankhara dan vinnana nya tidak serta merta langsung lenyap, dan itulah yang disebut orang awam sebagai arwah. Bagi seseorang yang memliki karma baik yang besar, dia akan langsung terlahir di alam baik. BAgi yang karma buruknya sangat besar, dia akan langsung terlahir di alam buruk. Sedangkan orang yang karmanya tidak terlalu sangat dominan baik atau buruknya, maka kesadarannya akan tetap bertahan dengan proses perlahan-lahan menuju kehancuran, umumnya berlangsung 49 hari. Dalam sela waktu tersbut, bentuk kesadarannya itu oleh masyarakat umum menyebutnya sebagai arwah. Dalam konteks mahayana menyebutnya sebagai tubuh antara. Secara definitif berbeda sekali dengan pengertian Roh kekal.
Dalam tradisi Theravada, tidak menganut adanya tubuh antara. Ada sekte yang menganut adanya tubuh antara.  Mahayana menganut dua-duanya, tergantung kondisi karma (sudah dijelaskan di atas).

Tetapi intinya, saya rasa sudah menjawab pertanyaan rekan2 ,bahwa Mahayana tidak mengenal adanya roh kekal.