comotan dari blog tetangga

Started by bond, 27 July 2009, 11:11:16 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

markosprawira

Quote from: marcedes on 20 August 2009, 09:18:15 AM
Quotekasus ky gini mirip kaya yg pernah aye alami dulu : begitu ngeliat ada yg "tertindas", muncul "rasa keadilan" dan dilekati sehingga membuat jadi buta, tuli.
Yg penting selesaikan misi yaitu menyelamatkan yg tertindas, padahal bisa aja yg tertindas itu yg ngaco..... mirip ky org nyebrang sembarangan, lalu ketabrak. Yg salah adalah yg naek mobil

bingung..... bingung.........
;D ;D ;D ;D  sering terjadi yg begini..

hal ini pernah saya diskusi dgn bro willi.... bhw sesungguhnya kita sering melekat pada "kebenaran konseptual" kita, bhw yg lemah perlu dibela
penerapan kalau di jalanan, yang rodanya lebih dikit, dia yg benar  ;D

nah bagaimna kita tahu melekat atau tidaknya? yah kembali melihat batin, apa yg bergejolak

disinilah bisa dilihat bagaimana kolaborasi teori dan praktek.
teori tanpa praktek hanya akan membuat jadi kesombongan
praktek tanpa teori, seperti org buta berjalan tak tentu arahnya

kalo kata si abang : waspadalah.... waspadalah  :))

morpheus

aduh bang markos, kita banyak gak nyambungnya... anda bingung, saya bohwat hehehe...

saya menggarisbawahi terminologi citta sebagai batin itu bukanlah barang baru, bukan penemuan baru tapi anda malah tertarik untuk mendiskusikan thought yg berhenti. saat saya ngalah ikutan ngomongin soal thought secara praktis mencoba mengajak anda mengalami sendiri apa yg dimaksudkan sebagai "thought" atau "pikiran" itu, anda menekankan sutta yg ngomong soal develop mind (dan menurut anda ini harus dicerna kata demi kata dan gak mungkin salah). gimana bisa nyambung?

saya ngeliat kita gak bakal bisa nyambung lagi. gini ya bang, kita gak bisa menelan tipitaka itu kata demi kata yg gak mungkin salah. pertama, sebuah ajaran diucapkan memiliki konteks, kondisi sosial, latar belakang pendengar, situasi tersendiri yg kadang tidak bisa diketahui di jaman ini. kedua, pencatatan itu sendiri tentu menyumbangkan distorsi kepada tulisannya. ketiga, membaca itu sendiri dipengaruhi kondisi2 subjektif sang pembaca.

cara yg paling cocok buat saya adalah dengan memverifikasi ajaran dengan pengalaman sendiri. saya merasa cara terbaik untuk mengalami buah jeruk adalah dengan memakannya, bukan dengan membaca nama latin pohon jeruk, bukan dengan menghafalkan kode dna jeruk.

kalo salah sambung berlanjut, saya pikir sampai di sini saja...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

markosprawira

yg ga nyambung anda atau saya, bro? he3... saya ga pernah bilang tipitaka kata demi kata GAK MUNGKIN salah, tetapi bahwa isi Tipitaka itu saling mendukung, tidak mungkin bertentangan
Bahkan guru buddha mengajarkan dalam kalama sutta, untuk melihat apakah hal itu bermanfaat utk batin, dipuji oleh para bijaksana
Jadi kembali saya tekankan : bukan kata perkata loh, namun isi atau esensi dari apa yg ada dalam tipitaka, silahkan anda lihat lagi pernyataan saya

Terlihat anda itu mengulang apa yg dari dulu sering diucapkan oleh PH... langsung praktek, lepaskan teori, mau tau jeruk, langsung aja makan.

Pertanyaan paling gampang untuk itu adalah darimana anda tahu itu JERUK? tentunya anda tahu dulu ciri2 jeruk seperti apa, baru anda tahu bhw anda makan jeruk

hal ini sesungguhnya sudah dijelaskan dengan perkembangan panna baik sutta, cinta maupun bhavanamaya panna (buku, praktek dan perenungan), yang berikut saya kembali quote dibawah :

Quotedalam salah satu jenis panna, ada yg disebut Suttamaya Panna yaitu Kebijaksanaan yang didapat dari membaca buku, literatur
jelas bhw org bisa bertambah panna, dengan membaca buku, literatur, rujukan

namun selanjutnya, jangan dilupakan 2 jenis panna lainnya yaitu Cintamaya Panna dan Bhavanamaya Panna

Hal ini yg sering saya ungkapkan di depan kelas bhw ketiga jenis panna ini akan saling mendukung, saling menguatkan satu dengan yg lainnya
Dengan membaca buku, panna kita bisa bertambah
hal ini akan lebih dikuatkan dengan praktek, perenungan, dsbnya

Karena sudah membuktikan, akan mendorong utk semakin banyak membaca buku, literatur yang lebih "dalam"

Disinilah fungsi buku, literatur sebagai rakit yg membawa, sebagai peta yg menunjukkan jalan

Tapi org yg bodoh akan bilang bhw tidak perlu rakit, tidak perlu peta

semoga dengan diskusi ini bisa jadi jelas bhw bukanlah bukunya yg menjadi masalah, namun permasalahannya adalah pada MELEKAT dan PANNA dalam menyingkapi buku tersebut

Ingat loh bro, Objek itu sifatnya netral
Kita-lah yg membuatnya menjadi tidak netral

disini jelas bhw sebelum makan jeruk, anda tahu jeruk itu seperti apa
lalu praktek, makan jeruk itu, buktikan kebenaran yg ada dalam buku
baca lagi, ternyata jeruk itu macam2, ada valencia, sunkist, lokam, dsbnya
anda makan lagi macam2 jeruk itu, dan anda bisa tahu bagaimana perbedaan setiap jeruk

seperti itulah proses panna/kebijaksanaan terus terjadi, melepas ketidaktahuan dan menambah pengetahuan baik secara teori dan praktek

tapi anda selalu kembali dengan 2 paradigma anda, bahwa hanya ada 2 yaitu :
Quote* paradigma yg mengakumulasi, mengumpulkan, berusaha mencapai, berjuang
di paradigma ini berpendapat ada sesuatu yg harus dikumpulkan, dicapai, tingkat demi tingkat untuk menuju pencerahan terakhir.

* paradigma melepas
paradigma ini tidak memperdulikan apa yg harus dicapai, apa tingkat2 kesucian yg musti dilewati. hanya mengamati dan membiarkannya berhenti sendiri (let it go). tidak ada yg dikumpulkan, tidak ada yg diakumulasi.

ini terlihat sekali ada 2 ekstrim, mengakumulasi atau melepas....... padahal sesungguhnya dalam buddhism, yang ada justru adalah kombinasi dari keduanya yaitu mengakumulasi dan melepas.
Ini bisa kita lihat pada ajaran semua Buddha, mulai dari Buddha vipassi, kakuchandha sampai buddha gotama yaitu :
- Kurangi berbuat akusala
- perbanyak berbuat kusala
- sucikan batin

Apa yang diakumulasi? kusala, parami
apa yang dilepas? akusala seperti asava, nivarana,dsbnya termasuk di dalamnya adalah konsep yg keliru, dsbnya

Ini kalau kita lihat kembali kasus si jeruk dan bagaimana implementasi secara batinnya

Kalau saya boleh info bahwa "tidak perduli" merupakan sikap upekkha
namun upekkha yang ada di arahat, sangatlah berbeda dengan upekkha yang ada di manusia awam
Pada arahat, upekkha terwujud saat dia bisa melihat objek, sesuai konsepnya (misal jeruk, warna kuning, rasa asam, dsbnya) secara apa adanya

Tapi "tidak perduli" dalam artian upekkha yang ada di manusia awam, yg jika diteruskan, akan mendorong menjadi mahluk dengan upekkhasantirana yaitu manusia sugati ahetuka

Ini disebabkan karena kebiasaan untuk tidak perduli dalam kehidupan sehari2...... kesalah pahaman ini terjadi karena terbiasa baca konsep yg tinggi tapi hanya baca separuh2 saja, hanya mengambil apa yg cocok sesuai seleranya -> sesungguhnya inilah moha/ignorance

Sangat berbeda dengan sati sampajhana yg sesungguhnya adalah menyadari fenomena nama dan rupa sebagai proses yg timbul dan tenggelam, bukan mengamati dan membiarkan karena proses mengamati itu saja, sudah merupakan proses CITTA, jadi PASTI ga mungkin berhenti

Jadi tolong ga usah diplintir ke perbandingan praktek dan teori lagi yah karena sudah saya jelaskan dalam banyak postingan bahwa teori dan praktek itu adalah saling mendukung, bukannya saling meniadakan

Yang menjadi tiada dari mempraktekkan teori adalah tiadanya kemelekatan, bukan teori itu sendiri karena teori itu sesungguhnya hanya penjabaran dari hakekat sesungguhnya batin dan jasmani

nah selanjutnya terserah anda, saya hanya menginformasikan saja kok ......  ;D

morpheus

yah, inilah perbedaan paradigma kita, om markos :)
susah ketemunya bang. saya membicarakan hal yg ada di dalam. anda membicarakan hal yg ada di luar.

secara teori kedengeran masuk akal, dua2nya, mengakumulasi dan melepas.
mari kita coba, bisakah kita melihat ke dalam lalu coba sekaligus mengakumulasi dan melepas dalam praktek ;D
dan dari kata2 anda mengenai apa yg diakumulasi dan apa yg dilepas, terlihat jelas paradigma itu adalah paradigma akumulasi :)

mengenai jeruk, pertanyaan itu juga musti diajukan kepada anda.  darimana anda tau itu jeruk? :)
sekali lagi untuk mengalami jeruk, paling baik mengalaminya secara real di dalam diri anda sendiri.
membaca kata "jeruk" sama sekali tidak memetakan jeruk di dunia nyata...

anda suka memakai kata2 "pengetahuan", "kebijaksanaan", "ignorance".
menurut saya, ada perbedaan antara "pengetahuan" dengan pengetahuan, "kebijaksanaan" dengan kebijaksanaan.
"pengetahuan" (telunjuk, ide) itu berbeda jauh dengan pengetahuan (rembulan, realita).

saya pikir ini bisa kita teruskan gak habis2nya, tapi sungguh sulit untuk bisa ketemu dalam pembicaraan kita, om markos.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

ryu

masih berpanjang panjang juga di sini nih :)) , sebaiknya MMD itu di biarkan saja deh setidaknya ada orang yang memetik manfaatnya juga lah. Segala sesuatu pasti ada makna dan manfaat yang bisa di ambil apapun itu baik ajaran salah maupun benar karena tiap2 orang itu berbeda2 penangkapannya.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

markosprawira

#545
Quote from: morpheus on 20 August 2009, 02:37:22 PM
yah, inilah perbedaan paradigma kita, om markos :)
susah ketemunya bang. saya membicarakan hal yg ada di dalam. anda membicarakan hal yg ada di luar.

secara teori kedengeran masuk akal, dua2nya, mengakumulasi dan melepas.
mari kita coba, bisakah kita melihat ke dalam lalu coba sekaligus mengakumulasi dan melepas dalam praktek ;D
dan dari kata2 anda mengenai apa yg diakumulasi dan apa yg dilepas, terlihat jelas paradigma itu adalah paradigma akumulasi :)

mengenai jeruk, pertanyaan itu juga musti diajukan kepada anda.  darimana anda tau itu jeruk? :)
sekali lagi untuk mengalami jeruk, paling baik mengalaminya secara real di dalam diri anda sendiri.
membaca kata "jeruk" sama sekali tidak memetakan jeruk di dunia nyata...

anda suka memakai kata2 "pengetahuan", "kebijaksanaan", "ignorance".
menurut saya, ada perbedaan antara "pengetahuan" dengan pengetahuan, "kebijaksanaan" dengan kebijaksanaan.
"pengetahuan" (telunjuk, ide) itu berbeda jauh dengan pengetahuan (rembulan, realita).

saya pikir ini bisa kita teruskan gak habis2nya, tapi sungguh sulit untuk bisa ketemu dalam pembicaraan kita, om markos.


kembali bro morpheus membedakan antara mengetahui jeruk secara teori dan secara real..... melihat ke luar dan melihat ke dalam

padahal diatas saya udah menyebut

Quotedisini jelas bhw sebelum makan jeruk, anda tahu jeruk itu seperti apa
lalu praktek, makan jeruk itu, buktikan kebenaran yg ada dalam buku
baca lagi, ternyata jeruk itu macam2, ada valencia, sunkist, lokam, dsbnya
anda makan lagi macam2 jeruk itu, dan anda bisa tahu bagaimana perbedaan setiap jeruk

sesungguhnya saya sangat mengerti yg anda maksud baik secara jeruk, rembulan atau apapun

Sekarang jika memang anda menggunakan paradigma melepas, nah bisakah anda coba "melepaskan" konsep HANYA ada 2 paradigma?  ;D
atau bisakah anda melepaskan konsep bhw markos hanya berteori, dan morpheus yang berpraktek?  ;D

Jika anda berkenan maka anda akan bisa melihat paradigma lain yaitu proses gradual dari kusala yg bertambah, sekaligus akusala yg berkurang
Bahwa sesungguhnya melihat ke luar dan melihat ke dalam, akan saling mendukung

Apakah bisa? PASTI BISA karena demikianlah ajaran semua buddha dari buddha vipassi sampai buddha gautama sebagaimana disebut dalam ovada patimokha dan mahapadana sutta

Saya sangat setuju bhw buddhism itu bersifat Inside Out, bagaimana memanage batin.

Tapi batin yg bagaimana dulu? kalau batin yang sama dengan citta, sudah jelas dalam berbagai sutta bahwa batin itu tidak sama dengan citta.
Kalau pengertian mengenai batin saja sudah keliru, seperti telunjuk menunjuk bayangan bulan di air dan bilang itu sebagai bulan  ^-^
sama seperti ingin makan jeruk tapi makan belimbing wuluh hanya karena berpegang pada rasa jeruk itu asam, tapi tidak melihat bagaimana gambaran bentuknya, warna kulit, dsbnya

nah semoga anda bisa melepas persepsi paradigma anda yg hanya 2  ;)

markosprawira

Quote from: ryu on 20 August 2009, 02:48:30 PM
masih berpanjang panjang juga di sini nih :)) , sebaiknya MMD itu di biarkan saja deh setidaknya ada orang yang memetik manfaatnya juga lah. Segala sesuatu pasti ada makna dan manfaat yang bisa di ambil apapun itu baik ajaran salah maupun benar karena tiap2 orang itu berbeda2 penangkapannya.


nyantai aja bro........ aye sih diskusi berdasar bukti2 otentik, gimana prakteknya juga.....

kalo dari aye sih, ini bukan diskusi utk menyerang MMD, melainkan diskusi untuk menginformasikan mengenai dhamma sebagai kebenaran
sekaligus sambil melatih batin, gimana manage citta wkt nulis ini, waktu lihat itu, apa aja citta yg timbul..... jujur aja, latihan2 semacem ini, membantu pengembangan refleks batin aye  ;D

itu aja kok  ;D

morpheus

tampaknya ini udah menjadi debat kusir dan terjadi pengulangan2... ndak bisa ketemu.
sementara di sini dulu, om markos. sampe ada yg baru...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

markosprawira

ya saya cuma bisa saran hendaknya kita semua jgn melekat dengan dikotomi, dengan konsep : "ini teori" atau "ini praktek"

karena sesungguhnya saat kita menganggap diri sudah berpraktek, saat itu sesungguhnya kita sudah mengkonsep teori baru

Karena itu hendaknya kita semua bisa melihat secara holistik :
- teori mendukung praktek, dan
- praktek juga akan mendukung kebenaran teoritis

senang bisa diskusi dengan bro morpheus  _/\_

morpheus

ajaib, barusan nemu tulisan ajahn chah yg senada :)

saya menyarankan agar kita merenungkan tulisan dari a still forest pool berikut:
Quote
In my own practice, I did not know or study much. I took the straightforward teachings the Buddha gave and simply began to study my own mind according to nature. When you practice, observe yourself. Then gradually knowledge and vision (ini yg saya maksud pengetahuan tanpa tanda kutip :) ) will arise of themselves. If you sit in meditation and want it to be this way or that, you had better stop right there. Do not bring ideals or expectations to your practice. Take your studies, your opinions, and store them away.

You must go beyond all words, all symbols, all plans for your practice. Then you can see for yourself the truth, arising right here. If you do not turn inward, you will never know reality. I took the first few years of formal Dharma text study, and when I had the opportunity, I went to hear various scholars and masters teach, until such study became more of a hindrance than a help. I did not know how, to listen to their sermons because I had not looked within.

The great meditation masters spoke about the truth within oneself. Practicing, I began to realize that it existed in my own mind as well. After a long time, I realized that these teachers have really seen the truth and that if we follow their path, we will encounter everything they have spoken about. Then we will be able to say, ''Yes, they were right. What else could there be? Just this." When I practiced diligently, realization unfolded like that.

If you are interested in Dharma, just give up, just let go. Merely thinking about practice is like pouncing on the shadow and missing the substance. You need not study much. If you follow the basics and practice accordingly, you will see the Dharma for yourself. There must be more than merely hearing the words. Speak just with yourself, observe your own mind. If you cut off this verbal, thinking mind, you will have a true standard for judging. Otherwise, your understanding will not penetrate deeply. Practice in this way and the rest will follow.

tak hanya sampai merenung saja, cobalah lakukan eksperimen, mengamati apa yg ada di dalam...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

markosprawira

Quote from: morpheus on 20 August 2009, 05:11:27 PM
ajaib, barusan nemu tulisan ajahn chah yg senada :)

saya menyarankan agar kita merenungkan tulisan dari a still forest pool berikut:
Quote
In my own practice, I did not know or study much. I took the straightforward teachings the Buddha gave and simply began to study my own mind according to nature. When you practice, observe yourself. Then gradually knowledge and vision (ini yg saya maksud pengetahuan tanpa tanda kutip :) ) will arise of themselves. If you sit in meditation and want it to be this way or that, you had better stop right there. Do not bring ideals or expectations to your practice. Take your studies, your opinions, and store them away.

You must go beyond all words, all symbols, all plans for your practice. Then you can see for yourself the truth, arising right here. If you do not turn inward, you will never know reality. I took the first few years of formal Dharma text study, and when I had the opportunity, I went to hear various scholars and masters teach, until such study became more of a hindrance than a help. I did not know how, to listen to their sermons because I had not looked within.

The great meditation masters spoke about the truth within oneself. Practicing, I began to realize that it existed in my own mind as well. After a long time, I realized that these teachers have really seen the truth and that if we follow their path, we will encounter everything they have spoken about. Then we will be able to say, ''Yes, they were right. What else could there be? Just this." When I practiced diligently, realization unfolded like that.

If you are interested in Dharma, just give up, just let go. Merely thinking about practice is like pouncing on the shadow and missing the substance. You need not study much. If you follow the basics and practice accordingly, you will see the Dharma for yourself. There must be more than merely hearing the words. Speak just with yourself, observe your own mind. If you cut off this verbal, thinking mind, you will have a true standard for judging. Otherwise, your understanding will not penetrate deeply. Practice in this way and the rest will follow.

tak hanya sampai merenung saja, cobalah lakukan eksperimen, mengamati apa yg ada di dalam...

cobalah baca secara menyeluruh, jangan yg hanya dikutip aja bro.....

misal ajahn chah bilang :
QuoteYou need not study much.

You need not to study much = anda tidak perlu banyak belajar, bukan anda tidak perlu belajar sama sekali

QuoteIf you follow the basics and practice accordingly, you will see the Dharma for yourself

Follow the basic and pratice accordingly : ikuti yang mendasar dan praktekkan atas dasar itu

Jadi sesungguhnya ini makin menguatkan mengenai panna yg saling menguatkan, bro....... bahwa praktek itu justru berdasar dari teori, yang jangan terlalu berlebih namun setidaknya sudah mempunyai pengertian yg benar (samma ditthi)

hal serupa juga diungkap oleh banyak master lain seperti nina van gorkom, khun sujin boriharnwanaket, bhikkhu bodhi, ledi sayadaw, dsbnya.....

senang anda bisa memberikan rujukan, mungkin bisa kasih lengkapnya biar kita bisa lebih banyak diskusi?  _/\_

morpheus

itu tulisan lengkapnya om... bisa cross check ke bukunya atau internet.

saya gak heran kalo anda punya interpretasi lain...
silakan dibaca pelan2, interpretasinya saya serahkan ke pribadi masing2.
bisa saja kita mengambil kutipan masing2 dan terus2an mengadu interpretasi, gak habis2.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

hendrako

Quote from: markosprawira on 20 August 2009, 09:40:41 AM
Quote from: marcedes on 20 August 2009, 09:18:15 AM
Quotekasus ky gini mirip kaya yg pernah aye alami dulu : begitu ngeliat ada yg "tertindas", muncul "rasa keadilan" dan dilekati sehingga membuat jadi buta, tuli.
Yg penting selesaikan misi yaitu menyelamatkan yg tertindas, padahal bisa aja yg tertindas itu yg ngaco..... mirip ky org nyebrang sembarangan, lalu ketabrak. Yg salah adalah yg naek mobil

bingung..... bingung.........
;D ;D ;D ;D  sering terjadi yg begini..

hal ini pernah saya diskusi dgn bro willi.... bhw sesungguhnya kita sering melekat pada "kebenaran konseptual" kita, bhw yg lemah perlu dibela
penerapan kalau di jalanan, yang rodanya lebih dikit, dia yg benar  ;D

nah bagaimna kita tahu melekat atau tidaknya? yah kembali melihat batin, apa yg bergejolak

disinilah bisa dilihat bagaimana kolaborasi teori dan praktek.
teori tanpa praktek hanya akan membuat jadi kesombongan
praktek tanpa teori, seperti org buta berjalan tak tentu arahnya

kalo kata si abang : waspadalah.... waspadalah  :))

Kalo saya memandangnya bukan dalam rangka membela yg lemah, tetapi dalam hal sejalan dalam semangat mengingatkan akan sesuatu yang memang cukup penting untuk diperhatikan. Bagaikan orang yang terpaksa menghardik temannya agar tidak terlena dalam bobok siang, karena hanya dengan tepukan sayang tidak dapat membangunkannya.

yaa... gitu deh

marcedes

#553
seperti nya bro Morp  pro MMD yah?

hmm. kalau begitu saya titip pertanyaan yang belum sempat dijawab sama PH..
dalam latihan tentu kita ingin kebijaksanaan kita meningkat bukan....
nah pada saat dikatakan PH mengenai ELING, ketika seseorang anak kecil saja bertanya pada anda....

manakah lebih baik menjadi anak rajin atau anak nakal?
silahkan dijawab sendiri....

ketika kita mau menjawab anak rajin, disitu kata PH batin kita telah melabeli....sebuah konsep...
dimana aku berada pada objek kemudian membedakan objek..!!!
jadi kata PH ini adalah "aku" yang muncul yang merupakan penyebab penderitaan....
kalau saya renungkan justru seperti nya ada yang salah...

wong masa tidak bisa membedakan hal ini saja mana baik mana buruk....kemudian saya merujuk bertanya
"mengapa SangBuddha masih kadang memberikan nasehat ini baik ini buruk"
PH menjawab bahwa, "batin seorang Sammasambuddha tentu tidak dapat ditebak....dan lagi Tipitaka itu sudah diragukan kebenarannya."

kemudian saya bertanya bahwa "lalu darimana hasil latihan yang selalu merujuk bahiya dan malupariya-sutta? bukankah itu dari Tipitaka?"
PH kemudian tidak pernah OL lagi dan memberikan jawaban....

bisakah saudara morp membantu jawab terutama masalah anak nakal anak rajin....

_/\_
metta
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Adhitthana

Quote from: morpheus on 20 August 2009, 04:28:24 PM
tampaknya ini udah menjadi debat kusir dan terjadi pengulangan2... ndak bisa ketemu.
sementara di sini dulu, om markos. sampe ada yg baru...

Om morpheus ..... kata2 ini dan kalimatnya udah mirip2 master mmd  ;D
tapi sejujurnya, om morp lebih sabar dan bersahaja  _/\_

Permisi!!! ...... cuma numpang lewat aja

:)
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....