DHAMMA yang wajib di laksanakan oleh para upasaka-upasika (termasuk Pandita)

Started by Lily W, 21 July 2009, 05:39:53 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

g.citra

Quote from: Riky_dave on 26 February 2010, 10:01:34 PM
ya..kita diam melihat pembunuhan,ketika diam melihat pencurian,ya..diam saja,toh bukan urusan kita... :)

Kalau itu yang anda 'tangkap' dari tulisan saya membahas "5. Mendengarkan Dhamma tanpa tujuan untuk mengeritik", yah monggo aja bro ... :)

Quoteperbuatan baik atau jahat tidak dapat menimbulkan kesucian... :)

Pernah saya baca, ada seseorang mencapai kesucian karena kekuatan sila (saya lupa sumbernya),
Lalu dalam JMB8 bukankah 3 diantaranya adalah juga praktek sila ? :)

Quotesaya tidak mengatakan bahwa langkah kita itu benar atau salah[ini karena kaitannya adalah dualisme],lihat point ini, "5. Mendengarkan Dhamma tanpa tujuan untuk mengeritik" ,kalimat point ke 5 itu mengandung banyak penafsiran,makanya saya memberi sebuah case dan bertanya,[untung dan rugi,apalagi berhubungan dengan Kamma,padahal sesungguhnya kita tidak tahu bagaimana sistem kerja kamma tersebut,mungkin anda tahu?boleh dibagikan? :)]

anda bertanya, anda mendapat respon ... saya merespon, saya direspon lagi ... kurang lebih gitu aja simpelnya ...
Kalau saya diam (tidak menuliskan pendapat), apa saya direspon ? tidak kan ? :)

marcedes

gini loh bro ricky, saya setuju sekaligus tidak setuju dengan anda...yah tergantung situasi..

kalau ada org membabarkan dhamma,dan apabila keliru..kita tidak perlu langsung angkat tangan dan protes di situ juga.....banyak masalah loh..
misalkan para tradisi mahayana atau tibetan atau apalah mereka berbicara yg tidak sesuai tradisi theravada.. saya protes tentu umat lain yg fanatak mahayana bisa saja tersakiti dan saya yang terancam.

adapun situasi dimana kita bisa mengangkat tangan dan "secara halus" bertanya.......


[at] andry
mengenai SangBuddha tidak ngomong, tuh pangeran yang mati karena tangga gimana? apa pangeran tidak tersakiti?
saya tentu tidak ingin menghina SangBuddha atau mengkritik...mungkin beliau punya alasan atau pada waktu itu menganggap "perkataan-an atau ucapan tersebut tidak lah bermanfaat atau juga bermanfaat"

karena Sang Buddha bukan orang cerewet....jadi tentu berbicara yg perlu-perlu saja.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

kusalaputto

cik lili itu dasa sila harus d jalanin tiap hari? soalnya buat g sila 3 bahaya bisa menyebabkan bini mengira g selingkuh :whistle: :whistle:
semoga kamma baik saya melindungi saya, semoga kamma baik saya mengkondisikan saya menemukan seseorang yang baik pada saya dan anak saya, semoga kamma baik saya mengkondisikan tujuan yang ingin saya capai, semoga saya bisa meditasi lebih lama.

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

kusalaputto

ngarti bro klo umat awam cuman pancasila tp kan kt cik lili wajib di laksanakan upasaka, yah klo ce it capgo its oke lah soalnya klo tiap hari runyam rumah tangga ;) ;) klo yg laennya maseh bisa si  :)) :))
semoga kamma baik saya melindungi saya, semoga kamma baik saya mengkondisikan saya menemukan seseorang yang baik pada saya dan anak saya, semoga kamma baik saya mengkondisikan tujuan yang ingin saya capai, semoga saya bisa meditasi lebih lama.

Riky_dave

Quote from: andry on 26 February 2010, 10:13:58 PM
Quote from: Riky_dave on 26 February 2010, 10:03:53 PM
bukannya ceritanya adalah seorang anak yang akan meninggal tujuh hari karena akan dimangsa oleh raksasa kemudian Sang Buddha menyuruh orang tuanya memberikan dana kepada Sangha dan para Sangha membacakan paritta selama 7 hari tersebut?
saya tidak mendapatkan "pointnya",mohon bantuannya _/\_
yah, apapun versinya, intinya ntuh anak gak akan tahan ampe 7 hari.

kembali ke pertanyaan anda, mengenai , kasar tidaknya suatu pembicaraan,
yang mana , saia sebutkan, adalah "tidak menyakiti perasaan org lain"
OKEH??
SB, tidak berkata "bayi ente cuma 7 hari umurnya"<< maka akan tersakiti perasaan ortu tsb

gmn brow??

bagaimana dengan kasus Magandiya?apakah pernyataan Buddha itu kasar atau tidak kasar?bermanfaat atau tidak bermanfaat?perkataan tersebut ada 2 sisi bak pisau bermata dua...bermanfaat bagi orang tua Magandiya,tetapi menjadi ular berbisa bagi Magandiya,sehingga Magandiya mendendam kepada Buddha Gotama,yang menyebabkan tewasnya Samawati dan para dayangnya..

Lantas bagaimana kita bisa mengetahui hal tersebut kasar atau tidak kasar?bahkan seorang Buddha pun tidak bisa menghindari "pernyataan" semacam itu..

Mohon bantuan kebijaksanaanya _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Riky_dave

QuotePernah saya baca, ada seseorang mencapai kesucian karena kekuatan sila (saya lupa sumbernya),
Lalu dalam JMB8 bukankah 3 diantaranya adalah juga praktek sila ?
Apakah ini hendak dikaitan dengan Boddhisatta yang mencapai kesempurnaan melalui usaha,keyakinan itu?

kebajikan dan kejahatan tidak mengantarkan pada "kesucian",kalau memang bisa boleh anda bawa "case" nya ke sini untuk dibatas?atau ada link sutta yang membahasnya,bahwa dengan kebajikan maka niscaya tiada belenggu penderitaan?

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Riky_dave

Quotegini loh bro ricky, saya setuju sekaligus tidak setuju dengan anda...yah tergantung situasi..

kalau ada org membabarkan dhamma,dan apabila keliru..kita tidak perlu langsung angkat tangan dan protes di situ juga.....banyak masalah loh..
misalkan para tradisi mahayana atau tibetan atau apalah mereka berbicara yg tidak sesuai tradisi theravada.. saya protes tentu umat lain yg fanatak mahayana bisa saja tersakiti dan saya yang terancam.

adapun situasi dimana kita bisa mengangkat tangan dan "secara halus" bertanya.......

Ya,saya tahu,maka point ke 5 diatas,mesti dipertanyakan dan diklarifikasi oleh "si penulis" di thread ini,inilah tujuan diskusi,untuk berbagi ilmu pengetahuan..

Anumodana _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Sunkmanitu Tanka Ob'waci

Dalam kasus Magandiya pertimbangannya sudah jelas:
- 2 orang mencapai kesucian & 1 orang masuk neraka
atau
- 3 orang tidak mencapai apa-apa
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Riky_dave

Quote from: gachapin on 27 February 2010, 01:35:46 PM
Dalam kasus Magandiya pertimbangannya sudah jelas:
- 2 orang mencapai kesucian & 1 orang masuk neraka
atau
- 3 orang tidak mencapai apa-apa

Nah,masalahnya itu adalah dia Buddha,dan kita BUKAN BUDDHA,Buddha sendiri sudah jelas BILANG bahwa HIDUP DI DUNIA TIDAK TERLEPAS DARI PRO DAN KONTRA ^:)^

jadi soal "perkataan kasar" itu menurut saya sangat tidak relevan :-?

Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Indra

Quote from: Riky_dave on 27 February 2010, 01:39:57 PM
Quote from: gachapin on 27 February 2010, 01:35:46 PM
Dalam kasus Magandiya pertimbangannya sudah jelas:
- 2 orang mencapai kesucian & 1 orang masuk neraka
atau
- 3 orang tidak mencapai apa-apa

Nah,masalahnya itu adalah dia Buddha,dan kita BUKAN BUDDHA,Buddha sendiri sudah jelas BILANG bahwa HIDUP DI DUNIA TIDAK TERLEPAS DARI PRO DAN KONTRA ^:)^

jadi soal "perkataan kasar" itu menurut saya sangat tidak relevan :-?



mungkin begini Riky, jika kita mengatakan "Dasar TOLOL" kepada seorang yang memang tolol, ini adalah termasuk perkataan kasar, walaupun benar

Riky_dave

Quote from: Indra on 27 February 2010, 01:45:41 PM
Quote from: Riky_dave on 27 February 2010, 01:39:57 PM
Quote from: gachapin on 27 February 2010, 01:35:46 PM
Dalam kasus Magandiya pertimbangannya sudah jelas:
- 2 orang mencapai kesucian & 1 orang masuk neraka
atau
- 3 orang tidak mencapai apa-apa

Nah,masalahnya itu adalah dia Buddha,dan kita BUKAN BUDDHA,Buddha sendiri sudah jelas BILANG bahwa HIDUP DI DUNIA TIDAK TERLEPAS DARI PRO DAN KONTRA ^:)^

jadi soal "perkataan kasar" itu menurut saya sangat tidak relevan :-?



mungkin begini Riky, jika kita mengatakan "Dasar TOLOL" kepada seorang yang memang tolol, ini adalah termasuk perkataan kasar, walaupun benar

Hum..Berati Savaka Buddha melakukan pelanggaran!!Lihat dari Kasus YM Culapanthaka.. :)
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Indra

Quote from: Riky_dave on 27 February 2010, 02:00:46 PM
Quote from: Indra on 27 February 2010, 01:45:41 PM
Quote from: Riky_dave on 27 February 2010, 01:39:57 PM
Quote from: gachapin on 27 February 2010, 01:35:46 PM
Dalam kasus Magandiya pertimbangannya sudah jelas:
- 2 orang mencapai kesucian & 1 orang masuk neraka
atau
- 3 orang tidak mencapai apa-apa

Nah,masalahnya itu adalah dia Buddha,dan kita BUKAN BUDDHA,Buddha sendiri sudah jelas BILANG bahwa HIDUP DI DUNIA TIDAK TERLEPAS DARI PRO DAN KONTRA ^:)^

jadi soal "perkataan kasar" itu menurut saya sangat tidak relevan :-?



mungkin begini Riky, jika kita mengatakan "Dasar TOLOL" kepada seorang yang memang tolol, ini adalah termasuk perkataan kasar, walaupun benar

Hum..Berati Savaka Buddha melakukan pelanggaran!!Lihat dari Kasus YM Culapanthaka.. :)

mungkin saja, tapi kalau memang itu pelanggaran, sang kakak tentu sudah memahami dan siap menerima konsekuensinya. lagipula, sang kakak sudah terbebas, jadi meskipun marah dan berkata kasar tapi dilakukan tanpa LDM

Riky_dave

Quote from: Indra on 27 February 2010, 02:06:31 PM
Quote from: Riky_dave on 27 February 2010, 02:00:46 PM
Quote from: Indra on 27 February 2010, 01:45:41 PM
Quote from: Riky_dave on 27 February 2010, 01:39:57 PM
Quote from: gachapin on 27 February 2010, 01:35:46 PM
Dalam kasus Magandiya pertimbangannya sudah jelas:
- 2 orang mencapai kesucian & 1 orang masuk neraka
atau
- 3 orang tidak mencapai apa-apa

Nah,masalahnya itu adalah dia Buddha,dan kita BUKAN BUDDHA,Buddha sendiri sudah jelas BILANG bahwa HIDUP DI DUNIA TIDAK TERLEPAS DARI PRO DAN KONTRA ^:)^

jadi soal "perkataan kasar" itu menurut saya sangat tidak relevan :-?



mungkin begini Riky, jika kita mengatakan "Dasar TOLOL" kepada seorang yang memang tolol, ini adalah termasuk perkataan kasar, walaupun benar

Hum..Berati Savaka Buddha melakukan pelanggaran!!Lihat dari Kasus YM Culapanthaka.. :)

mungkin saja, tapi kalau memang itu pelanggaran, sang kakak tentu sudah memahami dan siap menerima konsekuensinya. lagipula, sang kakak sudah terbebas, jadi meskipun marah dan berkata kasar tapi dilakukan tanpa LDM

jadi sesungguhnya masalah "perkataan kasar" ini sungguh sulit untuk "dipahami" karena banyak sisi dimana Buddha sendiri mengucapkan "kata2 kasar"[yang terlihat bagi kita,seperti kata dungu,menjijkan,dan lain sebagainya],begitu juga Savaka Buddha[dari beberapa kasus..]..Maka apakah "kata2" tersebut nantinya "mencerahkan" atau "malah menjurusmuskan" seseorang sungguh sangat sulit untuk diketahui[karena kita bukanlah SammaSambuddha]..

Jadi bagaimana "kebenaran" itu harus disampaikan?bukankah jelas dalam Brahmajala Sutta,Digha Nikaya,bahwa "Apa yang benar katakan sebagai benar dan apa yang salah katakan sebagai yang salah" begitu juga didalam Dhammapada Atthakatha,bahwa ,"Jangan menganggap ketidakbenaran sebagai kebenaran,dan seterusnya... "

Bukan kah "pembabaran Dhamma" seharusnya tidak "dilihat" untuk "menyenangkan" hati orang lain?

Antara madu dan racun,sulit untuk dibedakan.. :)

Anumodana ko _/\_
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

andry

Quote from: Riky_dave on 27 February 2010, 01:31:17 PM
Quote from: andry on 26 February 2010, 10:13:58 PM
Quote from: Riky_dave on 26 February 2010, 10:03:53 PM
bukannya ceritanya adalah seorang anak yang akan meninggal tujuh hari karena akan dimangsa oleh raksasa kemudian Sang Buddha menyuruh orang tuanya memberikan dana kepada Sangha dan para Sangha membacakan paritta selama 7 hari tersebut?
saya tidak mendapatkan "pointnya",mohon bantuannya _/\_
yah, apapun versinya, intinya ntuh anak gak akan tahan ampe 7 hari.

kembali ke pertanyaan anda, mengenai , kasar tidaknya suatu pembicaraan,
yang mana , saia sebutkan, adalah "tidak menyakiti perasaan org lain"
OKEH??
SB, tidak berkata "bayi ente cuma 7 hari umurnya"<< maka akan tersakiti perasaan ortu tsb

gmn brow??

bagaimana dengan kasus Magandiya?apakah pernyataan Buddha itu kasar atau tidak kasar?bermanfaat atau tidak bermanfaat?perkataan tersebut ada 2 sisi bak pisau bermata dua...bermanfaat bagi orang tua Magandiya,tetapi menjadi ular berbisa bagi Magandiya,sehingga Magandiya mendendam kepada Buddha Gotama,yang menyebabkan tewasnya Samawati dan para dayangnya..

Lantas bagaimana kita bisa mengetahui hal tersebut kasar atau tidak kasar?bahkan seorang Buddha pun tidak bisa menghindari "pernyataan" semacam itu..

Mohon bantuan kebijaksanaanya _/\_
begini brow,
1st : saya tidak begitu ingat dengan cerita tsb, tp yg pentingkan pointnya.. sudah dapet..
2nd: gini brow,[imo] pertanyaan ttg magadiya irrelevant dgn kisah pertama (bayi yg umurnya 7 hari)
, pada kasus magadiya ada 2 opsi:
1, penembusan bagi ortu
2, nyemplungnya magadiya ke empang avici
bagi seseorang yg sudah mencapai tahapan tertentu, maka bisa mengetahui kata2 yg dpt membawa pencerahan pd seseorang.
TAPI, saya tidak bisa berkomentar lebih jauh, karena saia tidak begitu ingat kronologis cerita tersebut, (setahu saia tidak begitu simpel deh, ada kaitan dgn past life magadiya)

Kalo ada sumber/cerita lengkap mungkin kita bisa meneruskan diskusi tersebut
Samma Vayama