Fanatisme dalam sebuah agama

Started by purnama, 02 December 2008, 01:55:10 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

purnama

Namo Buddhaya;
Namo Amitofo;
Dengan Sekuntum teratai untuk Anda,seorang calon Buddha.

Pada dasarnya sebuah fanatisme sebuah agama sesuatu sangat berlebihan
bagi diri kita sendiri.
Menimbulkan penderitaan bagi diri kita sendiri. Terkadang bukan saja
sebuah agama tapi juga aliran.

Pada dasarnya Agama Buddha bukan lah agama yang terkenal akan
fanatismenya tetapi agama yang mengajarkan universal. Agama yang bukan
kaku akan tradisi atau system hiraki. Melain agama yang mengajarkan
kebijakan – kebijakan realita untuk kehidupan kita sendiri. Sebuah
agama yang mengajarkan menyadari betul bahwa sumber penderitaan itu
berasal dari diri sendiri

Pada era modernisasi sekarang ini dijaman teknologi informasi bergulir
Begitu juga hadirnya dunia maya. Yang memberikan informasi begitu
cepat, dari hadirnya dunia maya ini, kita mendapatkan keuntungan
seperti membuat milis agama, grup dan sebagainya. Sehingga banyak
masyarakat pengguna dunia maya bergabung dan membentuk kelompok dari
dunia maya ini. Dari keuntungan ini kita sebagai umat budhis memiliki
keuntungan dari sisi kemajuan teknologi ini. Dan mengaembangakan
dharma jauh lebih cepat dari sebelumnya. Bagi para Sangha yang
mengerti teknologi informasi juga memiliki keuntungan dari dunia maya
ini misal, komunikasi lebih cepat, atau bisa mencari informasi –
informasi kebuddhaan dengan cepat.

Tapi sayangnya ada juga sisi efek negative yang kita terima
Yaitu Fanatisme yang berlebihan sering sekali diungkap dalam dunia
maya ditampilkan. Inilah kita sayangkan.. Fanatisme ini cukuplah
merugikan bagi diri sendiri. Begitu banyaknya orang cerdas didunia ini
dan begitu banyaknya informasi yang diterima terkadang kita lupa akan
jati diri kita sendiri. Terkadang kita lupa akan dasar ajaran agama
kita sendiri. Begitu banyaknya indah sutta dan vinaya yang
diperuntukan kepada kita , terkadang kita lupa mengindahkannya.

Bahkan ada oknum yang memberikan pandang perpektif negativenya sendiri
di tambah ayat – ayat dari Sutta dan vinaya tersebut sehingga tidak
enak dibaca oleh kita. Sangatlah disayangkan orang tersebut. Terkadang
terlalu larut dalam perdebatan terkadang kita lupa satu hal dasar dari
agama sendiri.
Sikap inilah terkadang kita musti koreksi. Seperti pepatah dari negeri
tiongkok " kosongkan semua apa yang kau dapat " itu dimaksudkan unuk
kita kembali ke akar dari semua hal atau kita kenal teori "ehipasiko".

Kita ngak nyadari terkadang larutnya kita berdebat bukan saja agama
kita sendiri agama tetangga kita juga mengalami hal sama tapnpa kita
sadari kalo non budhis suka berkata " agama boleh sama tapi orang
yang mengerti berbeda, " atau " agama mu, agamaku , kepercayaan mu,
kepercayaanku" , "agama selalu benar yang salah itu yang mengertinya,
yang mengucapkannya", dsbnya. Tanpa disadari mereka sudah menanam
benih akar kebuddhisan yaitu "Ehipasiko yaitu semua pengetahuan
berasal dari diri sendiri atau kembali ke diri kita sendiri". Itulah
indahnya agama Buddha mengajarkan kebijakan universal.

Terkadang kita terlalu larut dengan kesibukan kita sendiri, terkadang
kita menulis topik kebuddhisan itu sendiri, tapi yang sering kita lupa
adalah akar dari budhis tersebut.
Karena kita melihat sebuah tulisan yang membuat kita menjadi salah
paham atau orang yang membuatnya sengaja membuat kesalah paham.
Sehingga kita mudah sekali ikut dalam emosi kita sampai terkadang lupa
ajaran dasar Agama kita sendiri yaitu 8 jalan kebenaran terutama
pandangan benar. Karena luputnya pembahasan sutta dan vinaya sehinga
terjadi debat kusir antar aliran menyebabkan kita lupa sama ajaran
dasar agama kita sendiri

Bagi agama Buddhis yang sering berdebat dengan agama lain atau pernah
melibatkan diri dari mili debat agama. Terkadang timbul rasa benci dan
timbul rasa kedengkian, kekesalan, amarah dan sebagainya. Tapi
Sayangnya kita lupa akan perkataan Sang Buddha Gautama " semua makhluk
hidup adalah calon Buddha" apapun mahluk tersebut bahkan seorang
Devattapun masih bisa menjadi sang Buddha. Tapi sayangnya kita sudah
terjerumus dalam emosi sehingga kita lupa akan ajaran dharma. Cobalah
kita bisa belajar dari Sang Buddha Gautama kita menghadapi Devata,
Beliau tidak mengutuk, mengusir, atau pun memusuhinya, hanya berkata "
aman disayangkan devatta belum menyadari perbuatannya dan tidak
menyadari betul semua perbuatannya dan belum menjadi Buddha". Malah
sang Buddha masih mau menolong Devata pada saat mendekati ajalnya tapi
sayangnya beliau sendiri menolak ditolong oleh sang Buddha. Bisa kah
kita belajar dari kisah itu , Bisakah kita bersikap seperti Maha guru
junjungan kita ? . Jawabnya ada didalam dirimu sendiri. Sebuah jawaban
yang berasal dari Dharma dasar agama Buddha.

Terkadang teman kita sendiri bisa menjadi Buddha bagi diri kita tanpa
disadari walaupun ia berbeda dengan agama kita sendiri sebagai contoh
kalau kita sedih teman kita pasti berkata "sudah jangan sedih lagi,
nanti kita bisa sakit " dsbnya. Perkataan itu sendiri tanpa disadari
sebenarnya juga ada dalam dharma yang menjelaskan"segala penderitaan
akan bisa berubah mejadi kebahagiaan" hanya perkataanya yang berbeda.
Semoga topic pembahasan tulisan saya kali ini pembahasan Fanatisme
agama atau aliran bukan ciri khas agama Buddha. Dan juga semoga
bermanfaat bagi kita yang membacanya.

Saya adalah seorang umat biasa tetapi berusaha membagi pengetahuan
darma saya. Dan saya sendiri tak luput dari kesalahan saya. Dan saya
juga bukan lah orang pantas untuk ditiru atau merasa suci, merasa
lebih hebat pengetahuan buddhisnya dari pada seorang sangha.
tapi seorang umat membagi pengetahuan darmanya untuk menanam karma
baik bagi dirinya saya sendiri dan juga mengharap bagi orang lain mau
menanam karma baik pula.

Kesimpulan kata adalah Kadang kita lupa akan ajaran dasar dari agama
kita sendiri, yang merupakan akar dari semua sutta dan vinaya.
Selama ini terlalu menyelami sutta dan vinaya sehingga terlupakan
ajaran dasar agama kita.
Selama ini kita membenci seseorang yang beda dari diri kita, tanpa
kita sadari kita juga menanam akar kebencian keorang tersebut. Tanpa
disadari pula kita lupa sama ajaran agama kita sendiri, dharma yang
ada, tanpa disadari kita telah menanam karma buruk..
Mari kita bisa belajar dari Maha Guru kita, jungjungan kita Buddha
Gautama. Seperti Kalimat yang saya sukai dari negeri tiongkok yang
berasal dari laksamana Cheng Ho " saya adalah orang yang berjiwa
besar, bukan orang yang berjiwa kecil".
Tanpa disadari Maha guru kita adalah Orang berjiwa besar bukan orang
yang berjiwa kecil. Bisakah kita seperti Beliau ? jawabnya ada didalam
diri kita sendiri.

Begitu lah agama buddha. indah di awal, indah di tengah dan indah di
akhir.

Dan akhir kata
Sabbe Satha Bhavantu Sukhita
Taddhaya gate gate paragate parasamgate bodhisuava
Saddhu sadhu

Purnama
http://groups.yahoo.com/group/Dharmajala/message/12134

oddiezz

good..
bagus tenan...wejangannya bro pur..
anumodana..
Eschew Obfuscation! Espouse Elucidation!

herry d.

 muanntap Bro Purnama  :)
_/\_ sangat setuju ^:)^ semoga semua mahluk berbahagia .
Sang Buddha bukanlah merupakan milik umat Buddha saja. Beliau adalah milik semua umat manusia. AjaranNya adalah umum untuk setiap orang. Setiap agama yang muncul sesudah masa Sang Buddha, telah meminjam banyak ide-ide bijak dari Beliau.

Reenzia

semoga semua umat manusia menyadari hal ini...
terutama bagi seorang buddhist yang menggunakan dhamma sebagai pedoman hidupnya
karena dhamma sendiri bila dipahami secara mendalam gak mungkin menimbulkan fanatisme _/\_