Dunia Membutuhkan Suatu Pandangan atau Filsafat Alternatif

Started by Tan, 14 August 2008, 12:56:57 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Tan

Namo Buddhaya,

Ini hasil diskusi dengan beberapa rekan dan juga hasil perenungan saya sendiri. Semoga ini dapat menjadi topik diskusi yang menarik. Jika mencermati perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi dunia dewasa ini, kita menjumpai beberapa gejolak dan peristiwa besar baik yang sedang terjadi atau telah terjadi di sekeliling kita. Sebagai contoh adalah melonjaknya harga minyak dunia (untungnya sekarang sudah turun kembali) dan perang antara Rusia dan Georgia. Masih segar juga dalam ingatan kita mengenai krisis Nuklir di Iran. Beberapa peristiwa tersebut meresahkan kita karena sanggup memicu timbulnya Perang Dunia III. Perisitwa-peristiwa yang terjadi di dalam negeri pun juga sebagian besar tidak membawa harapan atau kegembiraan dalam diri kita. Belum lama ini, krisis energi listrik mulai mendera negeri kita. Belum lagi krisis moral dan sosial yang terjadi. Teman saya pernah mengatakan bahwa pada saat hari raya Valentine, tingkat hunian di hotel-hotel mengalami peningkatan, dimana sebagian besar tamunya adalah kaum muda-mudi. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa tingkat pergaulan bebas sudah mencapai titik yang mengkhawatirkan.
Setelah mencermati perkembangan di atas, beberapa dari kita mungkin menyimpulkan bahwa umat manusia sedang sakit. Hedonisme merajalela di mana-mana, sementara sistim komunis telah terbukti kegagalannya semenjak tahun 1989. Pencemaran lingkungan juga masih merupakan masalah akut yang terjadi hingga sekarang. Manusia sedang bergerak menuju kehancurannya sendiri.
Umat manusia nampaknya telah kehilangan pegangan atau penuntun dalam hidupnya, sehingga memerlukan suatu falsafat alternatif. Kini pertanyaan saya, mampukah Buddhadhamma menjadi filsafat alternatif tersebut. Mampukah Buddhadhamma menjawab tantangan ini? Bila dapat bagaimanakah caranya? Marilah kita diskusikan bersama.

Salam dalam Dhamma,

Tan

ryu

Pertamax trus nih :))
zaman semakin maju semakin ingin instant, maka agama buddha keknya agak susah yah untuk memasuki kalangan itu kecuali umat Buddhanya bisa bergerak bergerilya kek agama tetangga bisa tuh :))
kalau untuk menjawab sih bisa, cuma apakah umat manusianya bisa dan mau menerimanya gak :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

EVO

bukan hanya buddhadhamma yang bisa
semua yang berbau spritual akan bisa mengatasi...
dikarnakan ini obat bagi kita yang sakit...saya juga sakit
dan saya sadar banget hanya spritual obat yang paling tepat
dan ini bukan hanya satu tahun..2 tahun...
spritual itu sama seperti kita makan nasi...jika kita tidak makan dan mempraktek kan dhamma kita akan  sakit...dan ini harus seumur hidup kita...

luis

Menurut saya sih, tidak ada satu pun agama/filsafat/filosofi yang dapat diterima oleh semua manusia dan menjadi penuntun seluruh manusia di dunia ini :)

Moralitas (tidak membunuh, tidak mencuri, tidak melakukan perbuatan asusila, tidak berbohong) telah menjadi nilai2 universal dalam hubungan antar manusia dalam masyarakat, dan semua agama juga mengajarkan nilai2 universal ini. Tetapi pada kenyataannya... terlepas dari agama apapun, atau yang tidak beragamapun, yang namanya krisis moral seperti yang Bro Tan paparkan tetap terjadi dan berujung pada peperangan. Bahkan pada jaman Sang Buddha pun krisis moral dan peperangan ini tetap ada, contohnya perang antara negara Maghada dan Kosambi yang terus berlangsung walaupun raja dari kedua negara tersebut sama2 siswa Sang Buddha.

Semuanya kembali ke kadar LDM (Lobha, Dosa, dan Moha) dari manusia sehingga menyebabkan terjadinya krisis seperti ini. Well... memang agama Buddha telah terbukti menjadi penawar yang sangat ampuh dalam mengatasi LDM ini, tetapi seperti analogi pada masa Sang Buddha, tidak semua makhluk hanya memiliki sedikit debu di matanya sehingga dapat menghargai dan memahami Dhamma. Sebagian besar dari makhluk masih memiliki debu yang cukup tebal, sehingga tidak dapat seketika menghargai dan memahami Dhamma, mereka membutuhkan proses yang lebih panjang untuk mengurangi debu di matanya sebelum siap menerima Dhamma.

Sama halnya seperti seorang pertapa yang bertemu langsung dengan Sang Buddha sewaktu Sang Buddha baru mencapai penerangan sempurna. Saat pertapa itu bertanya pada Sang Buddha, "siapakah Guru Anda?" dan Sang Buddha menjawab "saya tidak memiliki Guru", maka pertapa itu langsung pergi dan tidak mau mendengar ajaran dari Sang Buddha. So kita lihat, mereka yang memiliki karma baik bisa bertemu langsung dengan Sang Buddha saja, masih ada yang terkotori oleh LDM yang sangat tinggi, bagaimana dengan manusia di jaman sekarang di mana Sang Buddha sudah parinibbana?

Saya yakin, apabila Buddhisme diajukan sebagai filsafat alternatif, pasti akan ada yang pro dan kontra, bahkan lebih banyak yang kontra karena tidak bisa menerimanya :) Tetapi untuk kita semua yang telah mengenal Dhamma yang indah ini, mari kita praktikkan semaksimal mungkin. Kita mungkin tidak bisa mengubah krisis yang terjadi di dunia, tetapi paling tidak kita bisa mengambil bagian kecil untuk menjadikan dunia lebih baik paling tidak bagi kita dan orang2 sekeliling kita.

Semoga semua makhluk berbahagia.

Mettacittena,
Luis
Do not blame nor criticise anyone, as there is no one to blame in the first place.

morpheus

saya pikir, masalah sosial, obatnya juga musti obat sosial.
masalah sosial gak bisa diobati dengan filsafat ataupun agama.
agak lucu kalo baca koran di indonesia. sering "tokoh2" bersuara untuk meningkatkan dan menggalakkan pengajian2 dan pengajaran agama kepada anak2. masalah sosial gak bakal selesai dengan hal2 religius tersebut...

instrumen untuk mengatasi masalah sosial adalah instrumen2 ekonomi makro dan sosial seperti regulasi, pemerataan, pendidikan, penegakan hukum, penyuluhan masyarakat, pinjaman pengusaha kecil, birth control, dll.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Tan

Quote from: morpheus on 14 August 2008, 09:39:30 AM
saya pikir, masalah sosial, obatnya juga musti obat sosial.
masalah sosial gak bisa diobati dengan filsafat ataupun agama.
agak lucu kalo baca koran di indonesia. sering "tokoh2" bersuara untuk meningkatkan dan menggalakkan pengajian2 dan pengajaran agama kepada anak2. masalah sosial gak bakal selesai dengan hal2 religius tersebut...

instrumen untuk mengatasi masalah sosial adalah instrumen2 ekonomi makro dan sosial seperti regulasi, pemerataan, pendidikan, penegakan hukum, penyuluhan masyarakat, pinjaman pengusaha kecil, birth control, dll.


TAN:

Ya sementara ini saya setuju dengan Sdr. Morpheus. Oleh karenanya, pertanyaannya sekarang: Apakah manusia tetap bisa hidup lebih baik tanpa suatu pandangan atau falsafah hidup? Apakah penegakan "instrumen untuk mengatasi masalah sosial adalah instrumen2 ekonomi makro dan sosial seperti regulasi, pemerataan, pendidikan, penegakan hukum, penyuluhan masyarakat, pinjaman pengusaha kecil, birth control, dll." seperti yang diungkapkan Sdr. Morpheus di atas juga termasuk dalam suatu falsafah hidup?
Yang masih belum diulas dan ditanggapi dengan jelas oleh rekan-rekan seDhamma adalah langkah-langkah konkrit bagi penerapan suatu falsafah altternatif. Apakah dapat dijabarkan lebih rinci? Selama ini rekan-rekan yang saya ajak diskusi hanya mampu memberikan suatu teori-teori yang terlalu umum dan tak jarang bersifat slogan semata.
Selamat berdiskusi dan terima kasih banyak atas tanggapannya.

Metta,

Tan


morpheus

intinya buddhism adalah ajaran spiritual, jadi gak ngurusin hal2 kayak ekonomi makro dan hal2 duniawi lainnya...

tapi mungkin secara gak langsung ada nilai2 buddhism yg bisa dianggap sebagai "falsafah" yg berhubungan sama penyakit jaman sekarang. salah satu penyakit yg paling parah adalah konsumerisme. nilai2 buddhism yg penekanannya pada keseimbangan body - mind, dekat dengan alam, hidup sederhana sudah tentu memberikan imbangan pada konsumerisme...

masalahnya, secara diam2, kebanyakan pemerintah yg berkiblat pada teori ekonomi barat beranggapan dan mengakui bahwa kemajuan ekonomi yg dalam hal ini berparameter gnp/gdp mendapat efek positif dari konsumerisme. dalam teori ekonomi, konsumsi bisa memutar dan memacu roda perekonomian semakin cepat. dengan regulasi yg selalu menomorsatukan pertumbuhan ekonomi, pemerintah bekerja sama korporat2 menciptakan iklim konsumerisme untuk memacu roda perekonomian...

efek konsumerisme ini berhubungan dengan semua penyakit masyarakat yg disebutkan bang tan di atas seperti dipresentasikan dengan sangat jelas di sini:
http://www.storyofstuff.com/
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path