apakah arti kebahagiaan yang sesungguhnya?

Started by silvia liem, 05 November 2012, 11:09:42 AM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

kamala

intinya jangan hanya melihat ke atas tapi cobalah juga melihat ke bawah lalu juga berpikiranlah yang positif.
Daripada seribu kata yang tak berarti,
adalah lebih baik sepatah kata yang bermanfaat,
yang dapat memberi kedamaian kepada pendengarnya.

dhammadinna

#16
Quote from: silvia liem on 06 November 2012, 11:28:04 AM
teman-teman aku mau tanya misalnya kita merasa kita paling malang sedunia masih bisakah kita bahagia????

Di saat kamu merasa demikian, di saat kamu berpikir demikian, dan kamu hanyut, tentu saja kamu tidak bahagia di saat itu.

Di saat lain, mungkin saat kamu berpikir bahwa ada orang lain yang lebih malang dari kamu, atau pikiran-pikiran positif lainnya, perasaan-tidak-bahagia mungkin berkurang.

Nanti kalo mikir apa lagi, tidak bahagia lagi. Nanti mikir yang lain, kamu bahagia. Nanti mikir yang lain lagi, sedih lagi. Dst.

Intinya, saat terjadi kontak antara pikiran dengan objek pikiran, maka muncul perasaan. Saat kontak hilang, perasaan itu memudar, apakah itu bahagia ataupun sedih.

Begitu aja terusss.... kalo di sutta (Samyutta Nikaya - Khanda Vagga), dikatakan bahwa perasaan itu seperti gelombang/gelembung. Ya, naik turun seperti gelombang.

Pada akhirnya bukanlah tentang mengejar Perasaan menyenangkan atau menghindari yang tidak menyenangkan, tapi memahaminya. Memahami perasaan sebagaimana adanya.

Btw, saya bilang begini, bukan berarti saya selalu bisa untuk tidak hanyut ya, kita sama-sama belajar aja...

Kalo mau baca tentang perasaan, silakan baca Samyutta Nikaya buku 4. Sangat menarik. Tapi internet saya lagi eror, ga bisa kasih link-nya. Kalo kamu butuh dan googling tapi ga ketemu, posting lagi aja. Nanti kalo internetnya uda bener, saya posting lagi.

_____________

eh uda bisa... berikut ini link samyutta nikaya:

Samyutta Nikaya

Mokau Kaucu

Quote from: Kelana on 05 November 2012, 12:35:09 PM
Sebuah comik strip


Saya pesan kaos dgn gambar tsb pd sdr bangun pw. 
Waktu dipakai, banyak juga yang baca sambil ketawa ketawa.
~Life is suffering, why should we make it more?~

bluppy

komik di atas dari website zenpencils.com
terus ada copyright dari pelukis komiknya
en bisa beli poster dari website itu

kalau mau dibikin kaus, keren sih
tapi melanggar hak cipta ngk ?

silvia liem

buat dhammadinna benar banget kata kamu begitulah perasaan itu muncul tiba-tiba.di saat aku ingat akan kekurangan aku dan beban aku mulai sedih lagi.tapi di saat aku ingat masih banyak yang menderita bahagia lagi.dan begitulah untuk seterus dan seterusnya.menaklukan diri sendiri ini memang paling sulit ya.karena musuh paling besar dalam hidup ini adalah diri kita sendiri.

Mokau Kaucu

Quote from: bluppy on 06 November 2012, 03:06:45 PM
komik di atas dari website zenpencils.com
terus ada copyright dari pelukis komiknya
en bisa beli poster dari website itu

kalau mau dibikin kaus, keren sih
tapi melanggar hak cipta ngk ?

Kelihatannya melanggar, tapi saya bikin cuma 2, buat pake sendiri, ngga dijual.
~Life is suffering, why should we make it more?~

dhammadinna

#21
Quote from: silvia liem on 06 November 2012, 03:22:29 PM
buat dhammadinna benar banget kata kamu begitulah perasaan itu muncul tiba-tiba.di saat aku ingat akan kekurangan aku dan beban aku mulai sedih lagi.tapi di saat aku ingat masih banyak yang menderita bahagia lagi.dan begitulah untuk seterus dan seterusnya.

Perasaan memang terkondisi seperti itu. Semua orang mengalaminya, tapi tidak semua orang memperhatikannya dengan Pandangan Benar. Alhasil, hakikat perasaan tidak dipahami. Belajarlah memperhatikan betapa terkondisinya dia, agar perasaan tidak dapat lagi dijadikan permainan.

2 (2) Makhluk

Di Sāvatthī. Sambil duduk di satu sisi, Yang Mulia Rādha berkata kepada Sang Bhagavā: [190] "Yang Mulia, dikatakan, 'makhluk, makhluk.' Bagaimanakah, Yang Mulia, se seorang disebut makhluk?"

"Seseorang terjerat, Rādha, terjerat erat, dalam keinginan, nafsu, kesenangan, dan kegemaran terhadap bentuk; oleh karena itu ia disebut makhluk. "Seseorang terjerat, Rādha, terjerat erat, dalam keinginan, nafsu, kesenangan, dan kegemaran terhadap perasaan ... terhadap persepsi ... terhadap bentukan-bentukan kehendak ... kesadaran, oleh karena itu ia disebut makhluk.

"Misalkan, Rādha, beberapa anak laki-laki dan anak perempuan bermain istana pasir. Selama mereka memiliki nafsu, keinginan, kasih sayang, dahaga, kerinduan, dan kegemaran akan istana-istana pasir itu, maka mereka menyayanginya, bermain dengannya, menghargainya, dan memerlakukannya sebagai miliknya.

Tetapi ketika anak-anak itu kehilangan nafsu, keinginan, kasih sayang, dahaga, kerinduan, dan kegemaran akan istana-istana pasir itu, maka mereka menghamburkannya dengan tangan dan kaki mereka, membongkar, menghancurkan, dan membuatnya tidak dapat lagi dijadikan permainan.

"Demikian pula, Rādha, hamburkanlah bentuk, bongkarlah, hancurkanlah, dan buatlah sehingga tidak dapat lagi dijadikan permainan; berlatihlah demi hancurnya keinginan. Hamburkanlah perasaan ... hamburkanlah persepsi ... hamburkanlah bentukan-bentukan kehendak ... hamburkanlah kesadaran, bongkarlah, hancurkanlah, dan buatlah sehingga tidak dapat lagi dijadikan permainan; berlatihlah demi hancurnya keinginan. Karena hancurnya
keinginan, Rādha, adalah Nibbāna."

----
Sumber: Samyutta Nikaya, Buku 3 - Khanda Vagga; 23:2


Quotemenaklukan diri sendiri ini memang paling sulit ya.karena musuh paling besar dalam hidup ini adalah diri kita sendiri.

Dalam diri kita ada juga hal-hal baik, tidak semuanya buruk. Yang perlu diatasi adalah yang tidak bermanfaat (keserakahan, kebencian, kebodohan).