MENGHARGAI TIAP TARIKAN DAN HEMBUSAN NAFAS BAK HARTA KARUN YANG TAK TERNILAI

Started by dewi_go, 16 August 2010, 07:21:12 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

dewi_go

MENGHARGAI TIAP TARIKAN DAN HEMBUSAN NAFAS BAK HARTA KARUN YANG TAK TERNILAI

Tiada yg bisa kembali ke masa lalu untuk mengubah yg telah terjadi, tapi kita bisa memulai sesuatu DI SINI DI SAAT INI untuk menentukan masa depan.
Apa yang kita pikirkan, ucapkan dan perbuat saat ini menciptakan masa depan.

Lalu bagaimana "tips" agar kita bisa efektif, efisien dan leluasa memanfaatkan tiap momen, tidak terpaku masa lalu juga tak mengkhawatirkan masa depan, dalam rangka:
1. Menghindari kejahatan atau segala yang merugikan.
2. Melakukan kebajikan atau segala yang bermanfaat (mengasihi, berbagi, berbuat bajik dan berkarya).
3. Berlatih memurnikan batin?

TIPSNYA:

TIPS 1:
Mengenal PANCA NIVARANA (5 RINTANGAN BATIN) sebagai "alarm atau sinyal tanda bahaya" karena pikiran yang diliputi 5 NIVARANA selalu disertai oleh bentuk-bentuk batin yang buruk dan menghasilkan akibat buruk
(AKUSALA CETASIKA), selain itu mereka tidak bermanfaat baik demi kebaikan di masa kini maupun di masa depan:

LOBHAMULA CITTA :
1. Nafsu keinginan/keserakahan (k�macchanda)

DOSAMULA CITTA :
2. Kebencian / Ketidaksukaan termasuk kemarahan (by�p�da, vy�p�da)

MOHAMULA CITTA :
3. Kegelisahan & Rasa sesal (uddhacca-kukkucca)
4. Keragu-raguan/Kebingungan (vicikicch�)

THIDUKA CETASIKA :
5. Kemalasan & Kelambanan batin (thīna-middha)

TIPS 2:
Berlatih meditasi ANAPANASATI, mengamati betapa alami dan betapa bukan-diri-nya keluar masuknya napas, sebagai landasan untuk melihat sifat bukan diri (anatta) batin dan jasmani sehingga mengurangi ketergantungan pada batin dan jasmani.

TIPS 3:
* Mengetahui PIKIRAN, hanyalah sebagai pikiran semata.. -> CITTANUPASSANA
* Mengetahui PERASAAN, hanyalah sebagai perasaan semata..-> VEDANANUPASSANA
* Mengetahui JASMANI (materi), hanyalah sebagai jasmani (materi) semata.. -> KAYANUPASSANA

SINGKATNYA:
* Mengetahui BATIN (NAMA) hanyalah sebagai fenomena BATIN semata..
* Mengetahui JASMANI/materi (RUPA) hanyalah sebagai fenomena JASMANI/materi semata..

ATAU:

* Merenungkan / Baca "MANTRA*" seperti ini: "YANG ADA DISINI" sesungguhnya hanyalah paduan batin dan jasmani.
BATIN ini memang ADA. JASMANI ini memang ADA. Inilah BATIN. Inilah JASMANI.
Beginilah BATIN (dan sifat-sifatnya).
Beginilah JASMANI (dan sifat-sifatnya).
Hanyalah batin semata. Hanyalah jasmani semata.

Catatan:
"Mantra" perenungan ini boleh dimodifikasi atau disingkat dengan kata-kata sendiri. (",).

SINGKATNYA:
* Mengetahui segala sesuatu hanyalah sebagai fenomena semata.. ->DHAMMANUPASSANA

Dengan melihat, memahami dan MEMAKLUMI SIFATNYA yang ANICCA, DUKKHA, & ANATTA:
tidak kekal, berubah-ubah, tertampak timbul lenyapnya, tidak memuaskan, tidak bisa diandalkan, bukan diri, tidak mengandung suatu diri dan bukan milik diri... YAH BEGITULAH ADANYA! (",).

*****************

"... singkatnya, MELEKAT pada Pancakhandha (batin jasmani) adalah DUKKHA"
<Buddha, Maha-Satipatthana Sutta>

"MELEPASKAN apa yang BUKAN MILIK KITA akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan sejati.
Apa yang bukan milik kita? Jasmani ini, Perasaan ini, Persepsi ini, Bentuk-bentuk batin atau pikiran ini, dan Kesadaran ini.
<Buddha, Alagaddupama Sutta>

"Apakah BEBAN yang terberat? Jasmani ini, Perasaan ini, Persepsi ini, Bentuk-bentuk batin atau
pikiran ini, dan Kesadaran ini."
<Buddha>

"Be 100%, Be At Peak, Attract Miracles, NO BURDEN ACHIEVE MORE" <Chin-ning Chu>

*****************

Apapun yang menghalangi, merintangi, membebani, mengganggu, atau melumpuhkan kita dalam mengasihi, berbagi, berbuat bajik, berlatih, dan berkarya; itu adalah kemelekatan/keterikatan kita kepada Pancakhandha
(batin jasmani).
CONTOH:
1. Tidak berdana karena melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", persepsi bahwa dengan menjadi kikir adalah cara yang baik untuk menimbun harta, melekat pada barang yang didanakan, melekat
pada perasaan menyenangkan bila barang tersebut tetap ada padanya, dsb.
2. Tidak fokus dalam bekerja karena melekat pada persepsi bahwa pekerjaan tidak jadi masalah bila ditunda dan aktivitas lain (mis: main game atau facebook) lebih penting atau menarik, melekat pada perasaan menyenangkan yang ditimbulkan aktivitas lain tersebut, dsb.
3. Malas bermeditasi karena melekat pada perasaan menyenangkan yang ditimbulkan oleh aktivitas lain, melekat pada persepsi bahwa meditasi itu sulit, dsb.
4. Membuang waktu atau melamun cuma karena heran, gelisah atau kecewa misalnya karena biasanya semangat, keyakinan, kepercayaan diri, optimisme, pemahaman yang jernih, welas asih, dsb. muncul dalam batin tapi di suatu waktu tidak muncul; karena melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", melekat pada bentuk-bentuk pikiran tertentu, dsb.
5. Bocah pria yang tidak mau membantu ibunya melakukan pekerjaan rumah tangga karena melekat pada persepsi bahwa itu tak pantas dikerjakan pria, melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", melekat pada jasmani karena tidak mau tangannya kasar gara-gara mencuci baju, dsb.
6. Menunda pekerjaan, membatalkan janji jumpa pers, dll. hanya karena kondisi kesadaran (consciousness) melemah, mengantuk atau merasa sedang tidak fokus; karena melekat pada kesadaran, melekat pada persepsi yg
perfeksionis, melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", dsb.

Apapun yang mendorong kita dalam kejahatan dan segala hal yang merugikan; itu adalah kemelekatan/keterikatan kita kepada Pancakhandha (batin jasmani).
CONTOH:
1. Mencuri handphone karena melekat pada indahnya bentuk handphone, melekat pada jasmani yang lapar, melekat pada persepsi bahwa memiliki handphone adalah lambang status, melekat pada perasaan menyenangkan
(puas) yang ditimbulkan bila bisa dimiliki, melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", dsb.
2. Marah saat dihina, sedih atau kecewa bila kita atau perbuatan kita tak dianggap, dihargai atau dipuji, dll.; karena melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", melekat pada perasaan menyenangkan yang ditimbulkan saat menerima penghargaan, melekat pada perasaan menyenangkan saat kedamaiannya tak terganggu, dsb.
3. Kecanduan minuman keras karena melekat pada kondisi kesadaran yang ditimbulkannya, pada perasaan menyenangkan yang ditimbulkannya, pada persepsi bahwa dengan minum semua akan berjalan lancar, melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", dsb.

"Jangan lupa untuk BERHATI-HATI juga pada PERASAAN YANG MENYENANGKAN!"
<Venerable Mogok Sayadaw dan Venerable Ajahn Buddhadasa>

ULASAN:
Dengan melatih vipassana dalam kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya terdapat perenungan terhadap batin jasmani (pancakhandha), kita akan semakin terlatih untuk waspada, menyadari, mengamati, merenungkan,
memahami, kemudian MEMAKLUMI, dan akhirnya memiliki sikap batin yang MELEPAS atau TAK MELEKAT atau TAK TERPENGARUH, TAK TERBEBANI oleh segala fenomena atau gerak-gerik batin jasmani yang Anicca, Dukkha dan Anatta.
Dalam perjalanannya menuju pembebasan akhir, kebahagiaan tertinggi, kita akan semakin mampu "hidup di saat ini". memanfaatkan tiap momen dengan optimal, efektif, efisien dan leluasa dalam mengasihi, berbagi, berbuat bajik, berlatih dan berkarya dalam kehidupan sehari-hari.

Bentuk-bentuk batin atau PIKIRAN diwarnai oleh bentuk-bentuk yang baik maupun yang buruk. Pikiran buruk antara lain seperti Lima Rintangan Batin atau Panca Nivarana sebagai manifestasi kasar Lobha, Dosa dan Moha
yang mudah dideteksi ( nafsu keserakahan, kebencian/kemarahan, kegelisahan & kekhawatiran, keraguan/kebingungan, dan kemalasan atau kelambanan batin) serta kekotoran-kekotoran atau belenggu batin buruk lainnya yang lebih halus seperti pandangan keliru mengenai adanya "Aku, Diriku, Milikku", kesombongan, rasa rendah diri, iri hati, tidak malu dan tidak takut berbuat jahat, dan lain-lain yang bersumber dari kegelapan batin. Bentuk-bentuk yang baik seperti welas asih, belas kasihan, simpati, keseimbangan batin, takut dan malu berbuat jahat, dan lain sebagainya juga mewarnai pikiran. Jadi kita tak perlu kaget dan heran bila menjumpainya.

Begitupula PERASAAN sebagai komponen batin yang digolongkan menjadi tiga jenis yaitu perasaan menyenangkan, tidak menyenangkan dan netral; bisa hadir tergantung kondisi yang menyertainya. Dan kita pun tak perlu kaget
atau heran bila menjumpainya.

Keberadaan JASMANI juga cukup mudah disadari baik dalam tarikan dan hembusan nafas, postur tubuh, aktivitasnya, maupun unsur-unsur atau organ-organ yang menyusunnya. Jasmani terus melapuk, menua dan bisa
rusak. Dan kita pun hendaknya tak perlu kaget atau heran karenanya.
Seperti halnya dengan BATIN, JASMANI dan semua jenis materi pun memiliki sifat dasar atau corak yang sama yaitu ANICCA, DUKKHA, & ANATTA.

Panca Nivarana dapat ditekan melalui kekuatan samadhi, tetapi Panca Nivarana dan kekotoran batin lainnya dibasmi melalui vipassana. Bila bentuk-bentuk batin yang tidak baik datang, gejolak perasaan timbul, gangguan batin jasmani hadir, atau penderitaan muncul; keseimbangan batin kita seiring dengan waktu dapat semakin tetap terjaga melalui meditasi/praktek vipassana, perenungan dan pemahaman yang benar. Semoga PRINSIP-PRINSIP, TIPS dan "MANTRA" perenungan di atas dapat membantu kita dalam berlatih dan menjaga keseimbangan batin di setiap momen dengan sikap batin yang tepat, yang dilandasi pemahaman benar, yang memaklumi dan yang "melepas" (letting go).

Akhir kata, mohon maaf atas kekurangannya baik dalam isi maupun cara penyajian. Saran dan masukan dari rekan-rekan sangat dinantikan.

REKOMENDASI BACAAN:
Notes "MENGENAL DAN MERENUNGKAN ANATTA dan MANFAATNYA DALAM KESEHARIAN (Sebuah Pengantar), Utphala Dhamma.

DAFTAR PUSTAKA:
1. Maha-Satipatthana Sutta
2. Maha-Puññama Sutta
3. Alagaddupama Sutta
4. Bhaddekaratta Sutta

copas dari milis SP
Sweet things are easy 2 buy,
but sweet people are difficult to find.
Life ends when u stop dreaming, hope ends when u stop believing,
Love ends when u stop caring,
Friendship ends when u stop sharing.
So share this with whom ever u consider a friend.
To love without condition... ......... .........

aitristina

  TIPS: MENGHARGAI TIAP MOMEN BAK HARTA KARUN YANG TAK TERNILAI
Posted by: "utphaladhamma" utphaladhamma [at] yahoo.co.id   utphaladhamma
Sun Aug 15, 2010 6:24 pm (PDT)


MENGHARGAI TIAP TARIKAN DAN HEMBUSAN NAFAS BAK HARTA KARUN YANG TAK
TERNILAI

Tiada yg bisa kembali ke masa lalu untuk mengubah yg telah terjadi, tapi
kita bisa memulai sesuatu DI SINI DI SAAT INI untuk menentukan masa
depan.
Apa yang kita pikirkan, ucapkan dan perbuat saat ini menciptakan masa
depan.

Lalu bagaimana "tips" agar kita bisa efektif, efisien dan leluasa
memanfaatkan tiap momen, tidak terpaku masa lalu juga tak
mengkhawatirkan masa depan, dalam rangka:
1. Menghindari kejahatan atau segala yang merugikan.
2. Melakukan kebajikan atau segala yang bermanfaat (mengasihi, berbagi,
berbuat bajik dan berkarya).
3. Berlatih memurnikan batin?

TIPSNYA:

TIPS 1:
Mengenal PANCA NIVARANA (5 RINTANGAN BATIN) sebagai "alarm atau sinyal
tanda bahaya" karena pikiran yang diliputi 5 NIVARANA selalu disertai
oleh bentuk-bentuk batin yang buruk dan menghasilkan akibat buruk
(AKUSALA CETASIKA), selain itu mereka tidak bermanfaat baik demi
kebaikan di masa kini maupun di masa depan:

LOBHAMULA CITTA :
1. Nafsu keinginan/keserakah an (k�macchanda)

DOSAMULA CITTA :
2. Kebencian / Ketidaksukaan termasuk kemarahan (by�p�da,
vy�p�da)

MOHAMULA CITTA :
3. Kegelisahan & Rasa sesal (uddhacca-kukkucca)
4. Keragu-raguan/ Kebingungan (vicikicch�)

THIDUKA CETASIKA :
5. Kemalasan & Kelambanan batin (thīna-middha)

TIPS 2:
Berlatih meditasi ANAPANASATI, mengamati betapa alami dan betapa
bukan-diri-nya keluar masuknya napas, sebagai landasan untuk melihat
sifat bukan diri (anatta) batin dan jasmani sehingga mengurangi
ketergantungan pada batin dan jasmani.

TIPS 3:
* Mengetahui PIKIRAN, hanyalah sebagai pikiran semata..
-> CITTANUPASSANA
* Mengetahui PERASAAN, hanyalah sebagai perasaan semata..
-> VEDANANUPASSANA
* Mengetahui JASMANI (materi), hanyalah sebagai jasmani (materi)
semata..
-> KAYANUPASSANA

SINGKATNYA:
* Mengetahui BATIN (NAMA) hanyalah sebagai fenomena BATIN semata..
* Mengetahui JASMANI/materi (RUPA) hanyalah sebagai fenomena
JASMANI/materi semata..

ATAU:

* Merenungkan / Baca "MANTRA*" seperti ini:
"YANG ADA DISINI" sesungguhnya hanyalah paduan batin dan jasmani.
BATIN ini memang ADA.
JASMANI ini memang ADA.
Inilah BATIN. Inilah JASMANI.
Beginilah BATIN (dan sifat-sifatnya) .
Beginilah JASMANI (dan sifat-sifatnya) .
Hanyalah batin semata. Hanyalah jasmani semata.

Catatan:
"Mantra" perenungan ini boleh dimodifikasi atau disingkat dengan
kata-kata sendiri. (",).

SINGKATNYA:
* Mengetahui segala sesuatu hanyalah sebagai fenomena semata..
->DHAMMANUPASSANA

Dengan melihat, memahami dan MEMAKLUMI SIFATNYA yang ANICCA, DUKKHA, &
ANATTA:
tidak kekal, berubah-ubah, tertampak timbul lenyapnya, tidak memuaskan,
tidak bisa diandalkan, bukan diri, tidak mengandung suatu diri dan bukan
milik diri... YAH BEGITULAH ADANYA! (",).

************ *****

"... singkatnya, MELEKAT pada Pancakhandha (batin jasmani) adalah
DUKKHA"
<Buddha, Maha-Satipatthana Sutta>

"MELEPASKAN apa yang BUKAN MILIK KITA akan membawa kesejahteraan dan
kebahagiaan sejati.
Apa yang bukan milik kita?
Jasmani ini, Perasaan ini, Persepsi ini, Bentuk-bentuk batin atau
pikiran ini, dan Kesadaran ini."
<Buddha, Alagaddupama Sutta>

"Apakah BEBAN yang terberat?
Jasmani ini, Perasaan ini, Persepsi ini, Bentuk-bentuk batin atau
pikiran ini, dan Kesadaran ini."
<Buddha>

"Be 100%, Be At Peak, Attract Miracles, NO BURDEN ACHIEVE MORE"
<Chin-ning Chu>

************ *****

Apapun yang menghalangi, merintangi, membebani, mengganggu, atau
melumpuhkan kita dalam mengasihi, berbagi, berbuat bajik, berlatih, dan
berkarya; itu adalah kemelekatan/ keterikatan kita kepada Pancakhandha
(batin jasmani).
CONTOH:
1. Tidak berdana karena melekat pada persepsi tentang adanya "Aku,
Diriku, Milikku", persepsi bahwa dengan menjadi kikir adalah cara yang
baik untuk menimbun harta, melekat pada barang yang didanakan, melekat
pada perasaan menyenangkan bila barang tersebut tetap ada padanya, dsb.
2. Tidak fokus dalam bekerja karena melekat pada persepsi bahwa
pekerjaan tidak jadi masalah bila ditunda dan aktivitas lain (mis: main
game atau facebook) lebih penting atau menarik, melekat pada perasaan
menyenangkan yang ditimbulkan aktivitas lain tersebut, dsb.
3. Malas bermeditasi karena melekat pada perasaan menyenangkan yang
ditimbulkan oleh aktivitas lain, melekat pada persepsi bahwa meditasi
itu sulit, dsb.
4. Membuang waktu atau melamun cuma karena heran, gelisah atau kecewa
misalnya karena biasanya semangat, keyakinan, kepercayaan diri,
optimisme, pemahaman yang jernih, welas asih, dsb. muncul dalam batin
tapi di suatu waktu tidak muncul; karena melekat pada persepsi tentang
adanya "Aku, Diriku, Milikku", melekat pada bentuk-bentuk pikiran
tertentu, dsb.
5. Bocah pria yang tidak mau membantu ibunya melakukan pekerjaan rumah
tangga karena melekat pada persepsi bahwa itu tak pantas dikerjakan
pria, melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku",
melekat pada jasmani karena tidak mau tangannya kasar gara-gara mencuci
baju, dsb.
6. Menunda pekerjaan, membatalkan janji jumpa pers, dll. hanya karena
kondisi kesadaran (consciousness) melemah, mengantuk atau merasa sedang
tidak fokus; karena melekat pada kesadaran, melekat pada persepsi yg
perfeksionis, melekat pada persepsi tentang adanya "Aku, Diriku,
Milikku", dsb.

Apapun yang mendorong kita dalam kejahatan dan segala hal yang
merugikan; itu adalah kemelekatan/ keterikatan kita kepada Pancakhandha
(batin jasmani).
CONTOH:
1. Mencuri handphone karena melekat pada indahnya bentuk handphone,
melekat pada jasmani yang lapar, melekat pada persepsi bahwa memiliki
handphone adalah lambang status, melekat pada perasaan menyenangkan
(puas) yang ditimbulkan bila bisa dimiliki, melekat pada persepsi
tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", dsb.
2. Marah saat dihina, sedih atau kecewa bila kita atau perbuatan kita
tak dianggap, dihargai atau dipuji, dll.; karena melekat pada persepsi
tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", melekat pada perasaan
menyenangkan yang ditimbulkan saat menerima penghargaan, melekat pada
perasaan menyenangkan saat kedamaiannya tak terganggu, dsb.
3. Kecanduan minuman keras karena melekat pada kondisi kesadaran yang
ditimbulkannya, pada perasaan menyenangkan yang ditimbulkannya, pada
persepsi bahwa dengan minum semua akan berjalan lancar, melekat pada
persepsi tentang adanya "Aku, Diriku, Milikku", dsb.

"Jangan lupa untuk BERHATI-HATI juga pada PERASAAN YANG MENYENANGKAN! "
<Venerable Mogok Sayadaw dan Venerable Ajahn Buddhadasa>

ULASAN:
Dengan melatih vipassana dalam kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya
terdapat perenungan terhadap batin jasmani (pancakhandha) , kita akan
semakin terlatih untuk waspada, menyadari, mengamati, merenungkan,
memahami, kemudian MEMAKLUMI, dan akhirnya memiliki sikap batin yang
MELEPAS atau TAK MELEKAT atau TAK TERPENGARUH, TAK TERBEBANI oleh segala
fenomena atau gerak-gerik batin jasmani yang Anicca, Dukkha dan Anatta.
Dalam perjalanannya menuju pembebasan akhir, kebahagiaan tertinggi,
kita akan semakin mampu "hidup di saat ini". memanfaatkan tiap momen
dengan optimal, efektif, efisien dan leluasa dalam mengasihi, berbagi,
berbuat bajik, berlatih dan berkarya dalam kehidupan sehari-hari.

Bentuk-bentuk batin atau PIKIRAN diwarnai oleh bentuk-bentuk yang baik
maupun yang buruk. Pikiran buruk antara lain seperti Lima Rintangan
Batin atau Panca Nivarana sebagai manifestasi kasar Lobha, Dosa dan Moha
yang mudah dideteksi ( nafsu keserakahan, kebencian/kemarahan ,
kegelisahan & kekhawatiran, keraguan/kebingunga n, dan kemalasan atau
kelambanan batin) serta kekotoran-kekotoran atau belenggu batin buruk
lainnya yang lebih halus seperti pandangan keliru mengenai adanya "Aku,
Diriku, Milikku", kesombongan, rasa rendah diri, iri hati, tidak malu
dan tidak takut berbuat jahat, dan lain-lain yang bersumber dari
kegelapan batin. Bentuk-bentuk yang baik seperti welas asih, belas
kasihan, simpati, keseimbangan batin, takut dan malu berbuat jahat, dan
lain sebagainya juga mewarnai pikiran. Jadi kita tak perlu kaget dan
heran bila menjumpainya.

Begitupula PERASAAN sebagai komponen batin yang digolongkan menjadi tiga
jenis yaitu perasaan menyenangkan, tidak menyenangkan dan netral; bisa
hadir tergantung kondisi yang menyertainya. Dan kita pun tak perlu kaget
atau heran bila menjumpainya.

Keberadaan JASMANI juga cukup mudah disadari baik dalam tarikan dan
hembusan nafas, postur tubuh, aktivitasnya, maupun unsur-unsur atau
organ-organ yang menyusunnya. Jasmani terus melapuk, menua dan bisa
rusak. Dan kita pun hendaknya tak perlu kaget atau heran karenanya.
Seperti halnya dengan BATIN, JASMANI dan semua jenis materi pun memiliki
sifat dasar atau corak yang sama yaitu ANICCA, DUKKHA, & ANATTA.

Panca Nivarana dapat ditekan melalui kekuatan samadhi, tetapi Panca
Nivarana dan kekotoran batin lainnya dibasmi melalui vipassana. Bila
bentuk-bentuk batin yang tidak baik datang, gejolak perasaan timbul,
gangguan batin jasmani hadir, atau penderitaan muncul; keseimbangan
batin kita seiring dengan waktu dapat semakin tetap terjaga melalui
meditasi/praktek vipassana, perenungan dan pemahaman yang benar. Semoga
PRINSIP-PRINSIP, TIPS dan "MANTRA" perenungan di atas dapat membantu
kita dalam berlatih dan menjaga keseimbangan batin di setiap momen
dengan sikap batin yang tepat, yang dilandasi pemahaman benar, yang
memaklumi dan yang "melepas" (letting go).

Akhir kata, mohon maaf atas kekurangannya baik dalam isi maupun cara
penyajian. Saran dan masukan dari rekan-rekan sangat dinantikan.

REKOMENDASI BACAAN:
Notes "MENGENAL DAN MERENUNGKAN ANATTA dan MANFAATNYA DALAM KESEHARIAN
(Sebuah Pengantar), Utphala Dhamma.

DAFTAR PUSTAKA:
1. Maha-Satipatthana Sutta
2. Maha-Puññama Sutta
3. Alagaddupama Sutta
4. Bhaddekaratta Sutta
Life is about living...

Utphala Dhamma

MN 131. BHADDEKARATTA SUTTA: Hari Yang Penuh Berkah (Hari Keberuntungan)
Adaptasi terjemahan dari Pali oleh Bhikkhu Thanissaro dan Bhikkhuni Upalavanna


Demikian yang telah kudengar. Pada suatu kesempatan Sang Bhagava tinggal di Savatthi, di Hutan Jeta, di biara pemberian Anathapindika. Di sana beliau berbicara pada para bhikkhu:
"Bhikkhu!"
"Ya, Yang Mulia," jawab para bhikkhu.

Sang Bhagava berkata: 
"Bhikkhu, aku akan mengajarkan pada kalian ringkasan dan pemaparan bagaimana seseorang  menggunakan hari  dengan baik /dengan penuh keberkahan (hari keberuntungan). "
"Baiklah, Yang Mulia," jawab para bhikkhu

Sang Bhagava berkata:
 
Jangan mengejar masa lalu atau merindukan masa depan.
Yang telah berlalu telah lewat. Masa depan belum terjangkau.
Apa pun fenomena yang hadir, lihatlah dengan kewaspadaan dan kebijaksanaan.
(Realitas  masa kini yang timbul di enam gerbang indera dilihat dengan kewaspadaan dan kebijaksanaan * <1>)
Tidak terhanyut, tak tergoyahkan, itulah bagaimana kalian seharusnya mengembangkan pikiran.
Dengan semangat melakukan apa yang harus dilakukan hari ini, - siapa tahu - esok kematian tiba.
Tidak ada tawar-menawar dengan kematian & bala tentaranya* <2>.
Siapa pun yang hidup dengan penuh semangat, waspada tanpa henti, baik siang maupun malam, telah benar-benar memanfaatkan hari dengan baik/dengan penuh berkah (hari keberuntungan)..
Begitulah kata para bijaksana.

 

"Dan bagaimana, bhikkhu,  apakah yang menyebabkan seseorang mengejar masa lalu?
Seseorang terhanyut oleh kegairahan atau keinginan  'Di masa lalu aku memiliki jasmani seperti itu...  perasaan...  persepsi...  bentuk-bentuk batin...  kesadaran seperti itu. "
Ini disebut mengejar  masa lalu."
 
"Dan bagaimana seseorang tidak mengejar masa lalu?
Seseorang tidak terhanyut oleh kegairahan atau keinginan  'Di masa lalu aku memiliki jasmani seperti itu...  perasaan...  persepsi...  bentuk-bentuk batin...  kesadaran seperti itu.  "
Ini disebut TIDAK mengejar  masa lalu."
 

"Bagaimana seseorang merindukan masa depan?
Seseorang terhanyut oleh kegairahan atau keinginan  'Di masa depan aku mungkin memiliki jasmani seperti itu...  perasaan...  persepsi...  bentuk-bentuk batin...  kesadaran seperti itu.
Ini disebut merindukan  masa depan."

"Dan bagaimana seseorang tidak merindukan masa depan?
Seseorang tidak terhanyut oleh kegairahan atau keinginan  'Di masa depan aku mungkin memiliki jasmani seperti itu...  perasaan...  persepsi...  bentuk-bentuk batin...  kesadaran seperti itu.  "
Ini disebut TIDAK merindukan masa depan."

 
"Bagaimana seseorang terhanyut dalam kaitannya dengan saat kini?

"Ada kasus, bhikkhu, di mana orang yang tidak terpelajar, tidak terlatih, tidak mengenal para Yang Tercerahkan, tidak memahami dan berdisiplin dalam Dhamma, mereka yang tidak mengenal para bijaksana yang memiliki keteguhan; menganggap Jasmani (Rupa) sebagai "diri", atau menganggap Jasmani (Rupa) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Jasmani (Rupa) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Jasmani (Rupa).

"Dia menganggap Perasaan (Vedana) sebagai "diri", atau menganggap Perasaan (Vedana) dimiliki oleh "diri" , atau menganggap Perasaan (Vedana) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Perasaan (Vedana).

"Dia menganggap Persepsi (Saňňa) sebagai "diri", atau menganggap Persepsi (Saňňa) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Persepsi (Saňňa) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Persepsi (Saňňa).

"Dia menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) sebagai "diri", atau menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara).

"Dia menganggap Kesadaran (Viňňana) sebagai "diri", atau menganggap Kesadaran (Viňňana) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Kesadaran (Viňňana) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Kesadaran (Viňňana)."

Ini disebut terhanyut dalam kaitannya dengan saat kini."

"Dan bagaimana seseorang tidak terhanyut dalam kaitannya dengan saat kini?


"Ada kasus, bhikkhu, di mana orang yang terpelajar, terlatih, mengenal para Yang Tercerahkan, memahami dan berdisiplin dalam Dhamma, mereka yang mengenal para bijaksana yang memiliki keteguhan;  TIDAK menganggap Jasmani (Rupa) sebagai "diri", atau menganggap Jasmani (Rupa) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Jasmani (Rupa) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Jasmani (Rupa).

"Dia TIDAK menganggap Perasaan (Vedana) sebagai "diri", atau menganggap Perasaan (Vedana) dimiliki oleh "diri" , atau menganggap Perasaan (Vedana) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Perasaan (Vedana).

"Dia TIDAK menganggap Persepsi (Saňňa) sebagai "diri", atau menganggap Persepsi (Saňňa) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Persepsi (Saňňa) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Persepsi (Saňňa).

"Dia TIDAK menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) sebagai "diri", atau menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara).

"Dia TIDAK menganggap Kesadaran (Viňňana) sebagai "diri", atau menganggap Kesadaran (Viňňana) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Kesadaran (Viňňana) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Kesadaran (Viňňana)."

Ini disebut TIDAK terhanyut dalam kaitannya dengan saat kini."

Jangan mengejar masa lalu atau merindukan masa depan.
Yang telah berlalu telah lewat. Masa depan belum terjangkau.
Apa pun fenomena yang hadir, lihatlah dengan kewaspadaan dan kebijaksanaan.
(Realitas  masa kini yang timbul di enam gerbang indera dilihat dengan kewaspadaan dan kebijaksanaan * <1>)
Tidak terhanyut, tak tergoyahkan, itulah bagaimana kalian seharusnya mengembangkan pikiran.
Dengan semangat melakukan apa yang harus dilakukan hari ini, - siapa tahu - esok kematian tiba.
Tidak ada tawar-menawar dengan kematian & bala tentaranya* <2>.
Siapa pun yang hidup dengan penuh semangat, waspada tanpa henti, baik siang maupun malam, telah benar-benar memanfaatkan hari dengan baik dengan baik/dengan penuh berkah (hari keberuntungan)..
Begitulah kata para bijaksana.


"Bhikkhu, demikianlah ringkasan dan pemaparan bagaimana seseorang  menggunakan hari  dengan baik dengan baik/dengan penuh berkah (hari keberuntungan)," kata Sang Bhagava. Berterimakasih, para bhikkhu bergembira dengan kata-kata Sang Bhagava.


CATATAN:

   1. Hal-hal masa kini, melihat mereka dengan pemahaman saat mereka muncul (paccuppanna ¤ ca yo tattha tattha dhammaü vipassati). Hal-hal yang terus-menerus timbul pada saat ini adalah apapun yang timbul di enam gerbang indera, seperti pemandangan, suara, bau, rasa, sentuhan, dan pemikiran, saat mereka kontak dengan kesadaran. Kemudian setelah terjadi kontak, maka perasaan, persepsi dan bentuk-bentuk batin mengikuti. Semua ini harus dilihat dengan pemahaman yang benar, dan gagasan keliru tentang adanya "Aku/Diri/Atta" harus dibasmi.

   2. Tidak ada tawar-menawar dengan kematian & bala tentaranya (na hi no saügaran tena mahàsenena maccunà). Bala tentara kematian yang dimaksud adalah terdiri dari semua kekotoran-kekotoran batin yang mencemari pikiran, seperti nafsu keserakahan, kebencian, kemalasan , kegelisahan, ketakutan, keraguan, kebingungan, kesombongan, membanding-bandingkan diri, dll.   

3. Untuk memiliki sebuah hari yang baik (beruntung), kita tidak seharusnya:
Terhanyut  oleh MASA LALU: melamun, mengejar, meratapi, atau menyesali masa lalu,
Terhanyut oleh MASA DEPAN: melamun, mengejar, khawatir, atau takut akan masa depan,
Terhanyut oleh MASA KINI: terperdaya, terguncang, menderita, atau kewalahan oleh realitas di saat kini yang bersentuhan dengan keenam indera (menyerang pikiran melalui semua indera).

Terhanyut oleh masa lalu, masa depan, dan masa kini memiliki arti bahwa pikiran kita diliputi atau terbakar oleh nafsu keserakahan (LOBHA), kebencian (DOSA), dan ketidaktahuan termasuk gagasan keliru mengenai  "Aku/Diri/Atta", tidak malu berbuat jahat, tidak takut berbuat jahat, dll. (MOHA).  Mereka menghalangi kita menghargai setiap momen, melakukan hal yang bajik dan bermanfaat di jalan yang benar secara efektif & efisien. Mereka melumpuhkan kita dari memberi manfaat kepada masa kini maupun masa yang akan datang, baik secara internal (diri sendiri) maupun eksternal (orang lain).

Adalah suatu keberkahan bila kita tidak melekat pada pancakhandha (unsur-unsur batin dan jasmani), melalui Pengertian Benar, melihat bahwa semua itu adalah bukan suatu diri, bukan milik suatu diri, tidak mengandung suatu diri, timbul lenyap, tidak kekal, dan tidak memuaskan.


Utphala Dhamma

MN 131. BHADDEKARATTA SUTTA: Hari Yang Penuh Berkah (Hari Keberuntungan)
Adaptasi terjemahan dari Pali oleh Bhikkhu Thanissaro dan Bhikkhuni Upalavanna


Demikian yang telah kudengar. Pada suatu kesempatan Sang Bhagava tinggal di Savatthi, di Hutan Jeta, di biara pemberian Anathapindika. Di sana beliau berbicara pada para bhikkhu:
"Bhikkhu!"
"Ya, Yang Mulia," jawab para bhikkhu.

Sang Bhagava berkata: 
"Bhikkhu, aku akan mengajarkan pada kalian ringkasan dan pemaparan bagaimana seseorang  menggunakan hari  dengan baik /dengan penuh keberkahan (hari keberuntungan). "
"Baiklah, Yang Mulia," jawab para bhikkhu

Sang Bhagava berkata:
 
Jangan mengejar masa lalu atau merindukan masa depan.
Yang telah berlalu telah lewat. Masa depan belum terjangkau.
Apa pun fenomena yang hadir, lihatlah dengan kewaspadaan dan kebijaksanaan.
(Realitas  masa kini yang timbul di enam gerbang indera dilihat dengan kewaspadaan dan kebijaksanaan * <1>)
Tidak terhanyut, tak tergoyahkan, itulah bagaimana kalian seharusnya mengembangkan pikiran.
Dengan semangat melakukan apa yang harus dilakukan hari ini, - siapa tahu - esok kematian tiba.
Tidak ada tawar-menawar dengan kematian & bala tentaranya* <2>.
Siapa pun yang hidup dengan penuh semangat, waspada tanpa henti, baik siang maupun malam, telah benar-benar memanfaatkan hari dengan baik/dengan penuh berkah (hari keberuntungan)..
Begitulah kata para bijaksana.

 

"Dan bagaimana, bhikkhu,  apakah yang menyebabkan seseorang mengejar masa lalu?
Seseorang terhanyut oleh kegairahan atau keinginan  'Di masa lalu aku memiliki jasmani seperti itu...  perasaan...  persepsi...  bentuk-bentuk batin...  kesadaran seperti itu. "
Ini disebut mengejar  masa lalu."
 
"Dan bagaimana seseorang tidak mengejar masa lalu?
Seseorang tidak terhanyut oleh kegairahan atau keinginan  'Di masa lalu aku memiliki jasmani seperti itu...  perasaan...  persepsi...  bentuk-bentuk batin...  kesadaran seperti itu.  "
Ini disebut TIDAK mengejar  masa lalu."
 

"Bagaimana seseorang merindukan masa depan?
Seseorang terhanyut oleh kegairahan atau keinginan  'Di masa depan aku mungkin memiliki jasmani seperti itu...  perasaan...  persepsi...  bentuk-bentuk batin...  kesadaran seperti itu.
Ini disebut merindukan  masa depan."

"Dan bagaimana seseorang tidak merindukan masa depan?
Seseorang tidak terhanyut oleh kegairahan atau keinginan  'Di masa depan aku mungkin memiliki jasmani seperti itu...  perasaan...  persepsi...  bentuk-bentuk batin...  kesadaran seperti itu.  "
Ini disebut TIDAK merindukan masa depan."

 
"Bagaimana seseorang terhanyut dalam kaitannya dengan saat kini?

"Ada kasus, bhikkhu, di mana orang yang tidak terpelajar, tidak terlatih, tidak mengenal para Yang Tercerahkan, tidak memahami dan berdisiplin dalam Dhamma, mereka yang tidak mengenal para bijaksana yang memiliki keteguhan; menganggap Jasmani (Rupa) sebagai "diri", atau menganggap Jasmani (Rupa) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Jasmani (Rupa) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Jasmani (Rupa).

"Dia menganggap Perasaan (Vedana) sebagai "diri", atau menganggap Perasaan (Vedana) dimiliki oleh "diri" , atau menganggap Perasaan (Vedana) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Perasaan (Vedana).

"Dia menganggap Persepsi (Saňňa) sebagai "diri", atau menganggap Persepsi (Saňňa) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Persepsi (Saňňa) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Persepsi (Saňňa).

"Dia menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) sebagai "diri", atau menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara).

"Dia menganggap Kesadaran (Viňňana) sebagai "diri", atau menganggap Kesadaran (Viňňana) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Kesadaran (Viňňana) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Kesadaran (Viňňana)."

Ini disebut terhanyut dalam kaitannya dengan saat kini."

"Dan bagaimana seseorang tidak terhanyut dalam kaitannya dengan saat kini?


"Ada kasus, bhikkhu, di mana orang yang terpelajar, terlatih, mengenal para Yang Tercerahkan, memahami dan berdisiplin dalam Dhamma, mereka yang mengenal para bijaksana yang memiliki keteguhan;  TIDAK menganggap Jasmani (Rupa) sebagai "diri", atau menganggap Jasmani (Rupa) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Jasmani (Rupa) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Jasmani (Rupa).

"Dia TIDAK menganggap Perasaan (Vedana) sebagai "diri", atau menganggap Perasaan (Vedana) dimiliki oleh "diri" , atau menganggap Perasaan (Vedana) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Perasaan (Vedana).

"Dia TIDAK menganggap Persepsi (Saňňa) sebagai "diri", atau menganggap Persepsi (Saňňa) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Persepsi (Saňňa) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Persepsi (Saňňa).

"Dia TIDAK menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) sebagai "diri", atau menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Bentuk-bentuk Pikiran (Sankhara).

"Dia TIDAK menganggap Kesadaran (Viňňana) sebagai "diri", atau menganggap Kesadaran (Viňňana) dimiliki oleh "diri", atau menganggap Kesadaran (Viňňana) berada di dalam "diri", atau menganggap "diri" terkandung atau berada di dalam Kesadaran (Viňňana)."

Ini disebut TIDAK terhanyut dalam kaitannya dengan saat kini."

Jangan mengejar masa lalu atau merindukan masa depan.
Yang telah berlalu telah lewat. Masa depan belum terjangkau.
Apa pun fenomena yang hadir, lihatlah dengan kewaspadaan dan kebijaksanaan.
(Realitas  masa kini yang timbul di enam gerbang indera dilihat dengan kewaspadaan dan kebijaksanaan * <1>)
Tidak terhanyut, tak tergoyahkan, itulah bagaimana kalian seharusnya mengembangkan pikiran.
Dengan semangat melakukan apa yang harus dilakukan hari ini, - siapa tahu - esok kematian tiba.
Tidak ada tawar-menawar dengan kematian & bala tentaranya* <2>.
Siapa pun yang hidup dengan penuh semangat, waspada tanpa henti, baik siang maupun malam, telah benar-benar memanfaatkan hari dengan baik dengan baik/dengan penuh berkah (hari keberuntungan)..
Begitulah kata para bijaksana.


"Bhikkhu, demikianlah ringkasan dan pemaparan bagaimana seseorang  menggunakan hari  dengan baik dengan baik/dengan penuh berkah (hari keberuntungan)," kata Sang Bhagava. Berterimakasih, para bhikkhu bergembira dengan kata-kata Sang Bhagava.


CATATAN:

   1. Hal-hal masa kini, melihat mereka dengan pemahaman saat mereka muncul (paccuppanna ¤ ca yo tattha tattha dhammaü vipassati). Hal-hal yang terus-menerus timbul pada saat ini adalah apapun yang timbul di enam gerbang indera, seperti pemandangan, suara, bau, rasa, sentuhan, dan pemikiran, saat mereka kontak dengan kesadaran. Kemudian setelah terjadi kontak, maka perasaan, persepsi dan bentuk-bentuk batin mengikuti. Semua ini harus dilihat dengan pemahaman yang benar, dan gagasan keliru tentang adanya "Aku/Diri/Atta" harus dibasmi.

   2. Tidak ada tawar-menawar dengan kematian & bala tentaranya (na hi no saügaran tena mahàsenena maccunà). Bala tentara kematian yang dimaksud adalah terdiri dari semua kekotoran-kekotoran batin yang mencemari pikiran, seperti nafsu keserakahan, kebencian, kemalasan , kegelisahan, ketakutan, keraguan, kebingungan, kesombongan, membanding-bandingkan diri, dll.   

3. Untuk memiliki sebuah hari yang baik (beruntung), kita tidak seharusnya:
Terhanyut  oleh MASA LALU: melamun, mengejar, meratapi, atau menyesali masa lalu,
Terhanyut oleh MASA DEPAN: melamun, mengejar, khawatir, atau takut akan masa depan,
Terhanyut oleh MASA KINI: terperdaya, terguncang, menderita, atau kewalahan oleh realitas di saat kini yang bersentuhan dengan keenam indera (menyerang pikiran melalui semua indera).

Terhanyut oleh masa lalu, masa depan, dan masa kini memiliki arti bahwa pikiran kita diliputi atau terbakar oleh nafsu keserakahan (LOBHA), kebencian (DOSA), dan ketidaktahuan termasuk gagasan keliru mengenai  "Aku/Diri/Atta", tidak malu berbuat jahat, tidak takut berbuat jahat, dll. (MOHA).  Mereka menghalangi kita menghargai setiap momen, melakukan hal yang bajik dan bermanfaat di jalan yang benar secara efektif & efisien. Mereka melumpuhkan kita dari memberi manfaat kepada masa kini maupun masa yang akan datang, baik secara internal (diri sendiri) maupun eksternal (orang lain).

Adalah suatu keberkahan bila kita tidak melekat pada pancakhandha (unsur-unsur batin dan jasmani), melalui Pengertian Benar, melihat bahwa semua itu adalah bukan suatu diri, bukan milik suatu diri, tidak mengandung suatu diri, timbul lenyap, tidak kekal, dan tidak memuaskan.

Utphala Dhamma

SN 22.59. ANATTA-LAKKHANA SUTTA
Khotbah tentang Karakteristik Bukan-Diri

Diterjemahkan dari bahasa Pali ke bahasa Inggris oleh Bhikkhu Thanissaro, Ñanamoli Thera dan Mendis.

Demikian yang telah kudengar. Pada suatu kesempatan, Yang Terberkahi sedang tinggal di Varanasi di dalam tempat peristirahatan perburuan di Isipatana. Beliau berbicara pada kelompok lima orang bhikkhu:

"Jasmani, para bhikkhu, adalah bukan diri. JIKA JASMANI ADALAH DIRI, JASMANI INI TIDAK AKAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Akan mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan jasmani, 'Semoga jasmani ini menjadi demikian. Semoga jasmani ini tidak menjadi demikian.' TETAPI KARENA JASMANI BUKAN DIRI, MAKA JASMANI MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Dan tidaklah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan jasmani, 'Semoga jasmani ini menjadi demikian. Semoga jasmani ini tidak menjadi demikian'."

"Perasaan (Sensasi) bukanlah diri...
"Persepsi bukanlah diri...
"Bentukan [batin] bukanlah diri...

"Kesadaran bukanlah diri. JIKA KESADARAN ADALAH DIRI, KESADARAN INI TIDAK AKAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Adalah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan kesadaran, 'Semoga kesadaranku menjadi demikian. Semoga kesadaranku tidak menjadi demikian.' TETAPI KARENA KESADARAN BUKAN DIRI, KESADARAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Dan tidaklah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan kesadaran, 'Semoga kesadaranku menjadi demikian. Semoga kesadaranku tidak menjadi demikian'."


"Bagaimana menurutmu, para bhikkhu — Apakah jasmani kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Yang Mulia."

"Dan apakah hal yang tidak kekal itu memberikan kenyamanan atau penderitaan?"
"Penderitaan, Yang Mulia."

"Dan apakah tepat sesuatu yang tidak kekal, menyebabkan penderitaan, tunduk pada hukum perubahan sebagai: 'Ini milikku. Ini adalah diriku. Ini adalah aku'?"
"Tidak, Yang Mulia."

"... Apakah perasaan kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Yang Mulia."...

"... Apakah persepsi kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Yang Mulia."...

"...Apakah bentukan kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Yang Mulia."...

"Bagaimana menurutmu, para bhikkhu — Apakah kesadaran kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Yang Mulia."

"Dan apakah hal yang tidak kekal itu memberikan kenyamanan atau penderitaan?"
"Penderitaan, Yang Mulia."

"Dan apakah tepat sesuatu yang tidak kekal, menyebabkan penderitaan, tunduk pada hukum perubahan sebagai: 'Ini milikku. Ini adalah diriku. Ini adalah aku'?"
"Tidak, Yang Mulia."

"Karena itu, para bhikkhu, apapun jasmani di masa lampau, masa depan, atau masa sekarang; di dalam atau di luar; kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; apapun jasmani dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'

"Perasaan apapun...
"Persepsi apapun...
"Bentukan [batin] apapun...

"Kesadaran apapun di masa lampau, masa depan, atau masa sekarang; di dalam atau di luar; kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat: apapun kesadaran dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'

"Melihat demikian, siswa Ariya, yang telah memahaminya dengan baik, menjadi tak terpesona pada jasmani, tak terpesona pada perasaan, tak terpesona pada persepsi, tak terpesona pada bentukan [batin], tak terpesona pada kesadaran. Setelah tak terpesona dia menjadi tidak tertarik. Setelah tidak tertarik, dia terbebas sepenuhnya.
Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini (lingkaran samsara terpatahkan).'"

Demikian yang dikatakan Sang Bhagava. Berterimakasih, kelompok lima bhikkhu tersebut gembira atas kata-kata Beliau. Sewaktu penjelasan ini sedang diberikan, batin kelompok lima bhikkhu, melalui ketidakmelekatan, terbebas sepenuhnya dari kekotoran batin.

Utphala Dhamma

SN 22.59. ANATTA-LAKKHANA SUTTA
Khotbah tentang Karakteristik Bukan-Diri

Diterjemahkan dari bahasa Pali ke bahasa Inggris oleh Bhikkhu Thanissaro, Ñanamoli Thera dan Mendis.

Demikian yang telah kudengar. Pada suatu kesempatan, Yang Terberkahi sedang tinggal di Varanasi di dalam tempat peristirahatan perburuan di Isipatana. Beliau berbicara pada kelompok lima orang bhikkhu:

"Jasmani, para bhikkhu, adalah bukan diri. JIKA JASMANI ADALAH DIRI, JASMANI INI TIDAK AKAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Akan mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan jasmani, 'Semoga jasmani ini menjadi demikian. Semoga jasmani ini tidak menjadi demikian.' TETAPI KARENA JASMANI BUKAN DIRI, MAKA JASMANI MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Dan tidaklah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan jasmani, 'Semoga jasmani ini menjadi demikian. Semoga jasmani ini tidak menjadi demikian'."

"Perasaan (Sensasi) bukanlah diri...
"Persepsi bukanlah diri...
"Bentukan [batin] bukanlah diri...

"Kesadaran bukanlah diri. JIKA KESADARAN ADALAH DIRI, KESADARAN INI TIDAK AKAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Adalah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan kesadaran, 'Semoga kesadaranku menjadi demikian. Semoga kesadaranku tidak menjadi demikian.' TETAPI KARENA KESADARAN BUKAN DIRI, KESADARAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN. Dan tidaklah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan kesadaran, 'Semoga kesadaranku menjadi demikian. Semoga kesadaranku tidak menjadi demikian'."


"Bagaimana menurutmu, para bhikkhu — Apakah jasmani kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Yang Mulia."

"Dan apakah hal yang tidak kekal itu memberikan kenyamanan atau penderitaan?"
"Penderitaan, Yang Mulia."

"Dan apakah tepat sesuatu yang tidak kekal, menyebabkan penderitaan, tunduk pada hukum perubahan sebagai: 'Ini milikku. Ini adalah diriku. Ini adalah aku'?"
"Tidak, Yang Mulia."

"... Apakah perasaan kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Yang Mulia."...

"... Apakah persepsi kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Yang Mulia."...

"...Apakah bentukan kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Yang Mulia."...

"Bagaimana menurutmu, para bhikkhu — Apakah kesadaran kekal atau tidak kekal?"
"Tidak kekal, Yang Mulia."

"Dan apakah hal yang tidak kekal itu memberikan kenyamanan atau penderitaan?"
"Penderitaan, Yang Mulia."

"Dan apakah tepat sesuatu yang tidak kekal, menyebabkan penderitaan, tunduk pada hukum perubahan sebagai: 'Ini milikku. Ini adalah diriku. Ini adalah aku'?"
"Tidak, Yang Mulia."

"Karena itu, para bhikkhu, apapun jasmani di masa lampau, masa depan, atau masa sekarang; di dalam atau di luar; kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat; apapun jasmani dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'

"Perasaan apapun...
"Persepsi apapun...
"Bentukan [batin] apapun...

"Kesadaran apapun di masa lampau, masa depan, atau masa sekarang; di dalam atau di luar; kasar atau halus; rendah atau luhur; jauh atau dekat: apapun kesadaran dilihat sebagai apa adanya dengan pemahaman benar sebagai: 'Ini bukan milikku. Ini bukan diriku. Ini bukan aku.'

"Melihat demikian, siswa Ariya, yang telah memahaminya dengan baik, menjadi tak terpesona pada jasmani, tak terpesona pada perasaan, tak terpesona pada persepsi, tak terpesona pada bentukan [batin], tak terpesona pada kesadaran. Setelah tak terpesona dia menjadi tidak tertarik. Setelah tidak tertarik, dia terbebas sepenuhnya.
Dengan terbebas penuh, disana ada pengetahuan, 'Terbebas sepenuhnya.' Dia mengerti bahwa 'Kelahiran telah berakhir, kehidupan suci telah terpenuhi, tugas telah selesai. Tidak ada lagi lebih jauh untuk dunia ini (lingkaran samsara terpatahkan).'"

Demikian yang dikatakan Sang Bhagava. Berterimakasih, kelompok lima bhikkhu tersebut gembira atas kata-kata Beliau. Sewaktu penjelasan ini sedang diberikan, batin kelompok lima bhikkhu, melalui ketidakmelekatan, terbebas sepenuhnya dari kekotoran batin.

Utphala Dhamma

AN 4.49.VIPALLASA SUTTA (Penyelewengan/Kesalahan Persepsi)

Para bhikkhu, ada empat penyelewengan persepsi, penyelewengan buah-pikir , penyelewengan pandangan. Apakah yang empat itu?

1.   Berpegang bahwa di dalam ketidakkekalan ada kekekalan (NICCA VIPALLASA):
ini adalah penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.
2.   Berpegang bahwa di dalam penderitaan ada kebahagiaan (SUKHA VIPALLASA):
ini adalah penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.
3.   Berpegang bahwa di dalam apa yang tanpa-diri ada suatu diri (ATTA VIPALLASA):
ini adalah penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.
4.   Berpegang bahwa di dalam hal-hal yang menjijikkan ada keindahan (SUBHA VIPALLASA):
ini adalah penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.

Para bhikkhu, inilah empat penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.


Para bhikkhu, ada empat tanpa-penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan. Apakah yang empat itu?
Berpegang bahwa di dalam ketidakkekalan ada ketidakkekalan ... bahwa di dalam penderitaan ada penderitaan ... bahwa di dalam apa yang tanpa-diri tidak ada diri ... bahwa di dalam apa yang menjijikkan ada sifat menjijikkan - inilah empat tanpa-penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.


Mereka yang memahami apa yang berubah sebagai kekal,
Penderitaan sebagai suka-cita, diri di dalam tanpa-diri,
Dan yang melihat tanda keindahan di dalam hal yang menjijikkan -
Orang ini berpegang pada pandangan yang terselewengkan,
Secara mental kacau, terkena ilusi.

Terperangkap oleh Mara, tidak bebas dari belenggu,
Mereka masih jauh dari keadaan yang aman.
Makhluk-makhluk itu berkelana melalui lingkaran yang menyakitkan
Dan pergi berulang-ulang dari kelahiran menuju kematian.
Tetapi ketika Para Buddha muncul di dunia,
Pembuat cahaya di pekatnya kegelapan,
Mereka mengungkapkan Ajaran ini, Dhamma nan agung,
Yang membimbing menuju akhir penderitaan.
Ketika orang-orang yang bijaksana mendengarkannya,
Mereka akhirnya memperoleh kewarasan lagi.
Mereka melihat yang tidak kekal sebagai tidak kekal,
Mereka melihat penderitaan semata-mata sebagai penderitaan.
Mereka melihat tanpa-diri sebagai kosongnya diri,
Dan di dalam yang menjijikkan mereka melihat sifat menjijikkan.
Dengan menerima pandangan benar ini,
Mereka mengatasi semua penderitaan.

Utphala Dhamma

AN 4.49.VIPALLASA SUTTA (Penyelewengan/Kesalahan Persepsi)

Para bhikkhu, ada empat penyelewengan persepsi, penyelewengan buah-pikir , penyelewengan pandangan. Apakah yang empat itu?

1.   Berpegang bahwa di dalam ketidakkekalan ada kekekalan (NICCA VIPALLASA):
ini adalah penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.
2.   Berpegang bahwa di dalam penderitaan ada kebahagiaan (SUKHA VIPALLASA):
ini adalah penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.
3.   Berpegang bahwa di dalam apa yang tanpa-diri ada suatu diri (ATTA VIPALLASA):
ini adalah penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.
4.   Berpegang bahwa di dalam hal-hal yang menjijikkan ada keindahan (SUBHA VIPALLASA):
ini adalah penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.

Para bhikkhu, inilah empat penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.


Para bhikkhu, ada empat tanpa-penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan. Apakah yang empat itu?
Berpegang bahwa di dalam ketidakkekalan ada ketidakkekalan ... bahwa di dalam penderitaan ada penderitaan ... bahwa di dalam apa yang tanpa-diri tidak ada diri ... bahwa di dalam apa yang menjijikkan ada sifat menjijikkan - inilah empat tanpa-penyelewengan persepsi, pemikiran dan pandangan.


Mereka yang memahami apa yang berubah sebagai kekal,
Penderitaan sebagai suka-cita, diri di dalam tanpa-diri,
Dan yang melihat tanda keindahan di dalam hal yang menjijikkan -
Orang ini berpegang pada pandangan yang terselewengkan,
Secara mental kacau, terkena ilusi.

Terperangkap oleh Mara, tidak bebas dari belenggu,
Mereka masih jauh dari keadaan yang aman.
Makhluk-makhluk itu berkelana melalui lingkaran yang menyakitkan
Dan pergi berulang-ulang dari kelahiran menuju kematian.
Tetapi ketika Para Buddha muncul di dunia,
Pembuat cahaya di pekatnya kegelapan,
Mereka mengungkapkan Ajaran ini, Dhamma nan agung,
Yang membimbing menuju akhir penderitaan.
Ketika orang-orang yang bijaksana mendengarkannya,
Mereka akhirnya memperoleh kewarasan lagi.
Mereka melihat yang tidak kekal sebagai tidak kekal,
Mereka melihat penderitaan semata-mata sebagai penderitaan.
Mereka melihat tanpa-diri sebagai kosongnya diri,
Dan di dalam yang menjijikkan mereka melihat sifat menjijikkan.
Dengan menerima pandangan benar ini,
Mereka mengatasi semua penderitaan.

Utphala Dhamma

SN 35.205. Vina Sutta, Samyutta Nikaya

...
Misalkan ada seorang raja atau menteri kerajaan belum pernah mendengar suara musik kecapi. Kemudian pada suatu hari ia mendengarkannya dan berkata,
"Orang baik beritahukanlah kepadaku , suara apakah itu, yang begitu mempesona, begitu menyenangkan, begitu memabukkan, begitu menggairahkan, dengan kekuatan yang begitu mengikat?"

Lalu mereka berkata kepadanya,
"Paduka, itu adalah suara musik kecapi."

Maka ia berkata,
"Pergilah, bawakan aku kecapi itu!"

Lalu mereka membawakan kecapi itu kepadanya tetapi ia berkata,
"Cukup sudah dengan kecapi ini. Bawakan saja aku musiknya!"

Mereka lalu berujar,
"Paduka, kecapi ini terdiri dari berbagai dan banyak bagian: perut, kulit, tangkai, kerangka, senar, kuda-kuda, dan upaya pemain. Dan kecapi itu bersuara karena mereka. Kecapi itu bersuara karena banyak bagian".

Lalu raja tersebut memecahkan kecapi itu menjadi ratusan bagian, memecah dan memecahnya lagi, membakarnya, menaruh abunya dalam sebuah timbunan, dan menampinya dalam sebuah tong atau mencucinya dengan air agar dapat menemukan suara musiknya. Setelah melakukan hal ini, ia berkata, "Kecapi merupakan benda yang sungguh jelek; apapun gerangan sebuah kecapi itu, dunia telah terbawa sesat oleh benda itu".

Demikian pula, pada seseorang yang (benar-benar) menyelidiki  badan jasmani sejauh apapun badan jasmani mengada dan berubah, menyelidiki perasaan..., menyelidiki persepsi (pencerapan)..., menyelidiki bentuk-bentuk pikiran..., menyelidiki kesadaran sejauh apapun kesadaran mengada dan berubah, tidak akan ditemukan atau muncul gagasan atau pandangan mengenai  "Diriku, Milikku, Aku".

Utphala Dhamma

Di Vajira Sutta, Bhikkhuni Vajira, seorang Arahat, saat menegur dan memberi penjelasan pada Mara yg berusaha menggodanya, mengatakan bahwa yg kita sebut "diri" ini adalah semata kumpulan dari sankhara/bentukan ("fabrications") seumpama "kereta" hanya ada karena komponen-komponennya berkumpul, berpadu atau terintegrasi. Anattalakkhana, Culasaccaka, Mahapuññama Sutta dll, menjelaskan bhw masing-masing dari pancakhandha bukanlah atta/diri/aku.

Kutipan SN 5.10 VAJIRA SUTTA:
Mara, dengan tujuan mengganggu dan menteror, mendekat dan bertanya:
"Oleh siapa makhluk itu diciptakan?
Dimana Sang Pencipta berada?
Di mana makhluk diciptakan?
Di mana lenyapnya makhluk?"

Bhikkhuni Vajira, seorang Arahat, menjawab:
"Makhluk, kau bilang? Itukah pemikiranmu? Yang ada di sini, hanyalah kumpulan/tumpukan bentukan-bentukan (sankhara) semata. Tidak bisa ditemukan makhluk di tumpukan ini."

Lanjut Sang Bhikkhuni:
"Seperti halnya bila komponen-komponennya lengkap berkumpul, ada istilah 'kereta'; begitupula halnya bila khandha-khandha hadir berkumpul, maka sebagai perjanjian umum ada istilah 'makhluk'."

"Hanya penderitaan yang mengada menjelma tercipta;
Penderitaanlah yang tercipta dan lenyap;
Tiada apapun melainkan penderitaan yang tercipta.
Tiada apapun melainkan penderitaan yang lenyap."

Menyadari Sang Bhikkuni mengenalinya, Mara kecewa dan segera menghilang.
----------------------------------------------------------------------------------------------

Kutipan SN.22.86 ANURADHA SUTTA, Kandha Vagga Samyutta, saat Bhikkhu Anuradha mempertanyakan di mana Sang Buddha akan berada bila Beliau telah mangkat:
"Anuradha, bagaimana menurutmu? Apakah kau menganggap RUPA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"

"Apakah kau menganggap VEDANA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"

"Apakah kau menganggap SAÑÑA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"

"Apakah kau menganggap SANKHARA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"

"Apakah kau menganggap VIÑÑANA adalah Tathagata?"
"Bukan, Yang Mulia"
----------------------------------------------------------------------------------------------

Kutipan dari SN 22.59. Anattalakkhana Sutta, Kotbah Tentang Sifat Bukan Diri, kotbah kedua dari Sang Guru Agung Pengenal Segenap Alam Semesta:
"Jasmani, para bhikkhu, adalah bukan diri.
JIKA JASMANI ADALAH DIRI, JASMANI INI TIDAK AKAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN.
Akan mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan jasmani,
'Semoga jasmani ini menjadi demikian. Semoga jasmani ini tidak menjadi demikian.'
TETAPI KARENA JASMANI BUKAN DIRI, MAKA JASMANI MENYEBABKAN KEKECEWAAN.
Dan tidaklah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan jasmani, '
Semoga jasmani ini menjadi demikian. Semoga jasmani ini tidak menjadi demikian'."

"Perasaan (Sensasi) bukanlah diri...
"Persepsi bukanlah diri...
"Bentukan [batin] bukanlah diri...

"Kesadaran bukanlah diri.
JIKA KESADARAN ADALAH DIRI, KESADARAN INI TIDAK AKAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN.
Adalah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan kesadaran,
'Semoga kesadaranku menjadi demikian. Semoga kesadaranku tidak menjadi demikian.'
TETAPI KARENA KESADARAN BUKAN DIRI, KESADARAN MENYEBABKAN KEKECEWAAN.
Dan tidaklah mungkin [untuk mengatakan] sehubungan dengan kesadaran, '
Semoga kesadaranku menjadi demikian. Semoga kesadaranku tidak menjadi demikian'."

...
Demikian, O, para bhikkhu, apapun jasmani.. perasaan.. persepsi.. bentuk-bentuk mental/pikiran.. kesadaran...
BAIK yang lalu, akan datang, maupun kini ada,
BAIK kasar maupun halus,
BAIK dalam "diri" sendiri maupun di luar "diri" sendiri,
BAIK rendah maupun luhur,
BAIK jauh maupun dekat,
SEPATUTNYA dipandang dengan Pengertian Benar..
"INI BUKAN MILIKKU, INI BUKAN AKU, INI BUKAN DIRIKU"
----------------------------------------------------------------------------------------------

<em>Dalam Alagaddupama Sutta, Sang Buddha menjelaskan bahwa masing-masing dari pancakhandha ini adalah bak daun dan ranting kering di hutan sana, yang bukan milik kita dan bukan milik siapa-siapa. Dalam Vina Sutta, beliau mengatakan bahwa suatu "diri" takkan dapat ditemukan di manapun di seluruh komponen batin jasmani ini, laksana suara musik yang keluar dari kecapi takkan dapat ditemukan di bagian atau komponen manapun pada alat musik tersebut, udara maupun pada pemain yang memetiknya.</em>

Seumpama ada seseorang yang ingin bunuh diri untuk memusnahkan dirinya, selama batinnya belum bebas dari Avijja tentunya komponen-komponen khandhanya masih akan terbentuk kembali. Orang itu tidak bisa memerintahkan masing-masing komponen pancakhandha yang membentuk "dirinya" atau yang dianggap milik "dirinya" untuk tidak membentuk lagi. Orang tersebut tidak bisa meminta masing-masing dari komponen pancakhandha yang dianggap berisi (mengandung) "dirinya/atta/aku" agar musnah dan tidak membentuk lagi.

RUPA, VEDANA, SAÑÑA, VIÑÑANA dan SANKHARA (pancakhandha) memang memiliki karakter, sifat, properties atau corak alamiahnya sendiri.

Dan tak ubahnya dengan komponen-komponen jasmani ini (seperti jantung, otak, ginjal, hati, usus, tulang, dll), tak dapat ditemukan suatu "diri/atta" pada masing-masing dari komponen-komponen batin ini. Tak ada yang bisa diajak chatting, ngobrol, curhat, berkelahi, dllnya dari masing-masing komponen batin dan jasmani ini. (",)

Seiring kita maju dalam meditasi vipassana, yang kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, akan semakin terlihat jelas sifat ANICCA, DUKKHA dan ANATTA pada batin jasmani. Jasmani kian melapuk tak dapat dicegah. Perasaan datang dan pergi sesukanya, bahkan pada objek yang sama dia bisa berubah, menjadi bosan misalnya. Ingatan yang tidak diharapkan untuk muncul bisa menghantui kita, sebaliknya kita tanpa sengaja malah bisa menjadi lupa akan hal-hal yang kita ingin ingat terus. Ginkgo Biloba? (",). Persepsi yang terangkai dari ingatan-ingatan kita pun bisa berubah sesuai dengan pengalaman yang kita lalui. Mungkin kita pernah mendengar (atau mengalaminya) seseorang melakukan tindakan yang "berlebihan" dan merusak karena suatu hal (mulai dari sakit perut kebelet ke WC, alkohol, nafsu, amarah dll) kemudian setelah sadar dia minta maaf "Maaf, yang tadi itu bukan saya...!". Emosi termasuk kehendak dan segala bentuk-bentuk batin baik positif, negatif, maupun netral adalah semata mekanisme khas atau atribut tipikal yang dimiliki semua makhluk. Bentuk-bentuk batin atau pikiran timbul dan lenyap karena terkondisi juga oleh kontak atau pertemuan antara kesadaran, keenam indera dan objek-objeknya. Kesadaran (consciousness) tidak bisa prima sepanjang hari, bahkan adakalanya di saat harusnya tidur, dia masih terang bak lampu 100 Watt, dsb. Kita tahu betapa kesadaran sangat dipengaruhi oleh jasmani, kondisi kebugaran, kesehatan, jenis makanan, minuman, atau obat-obatan yang kita konsumsi. Kesadaran hanyalah atribut arus kesadaran tipikal yang dijumpai pada setiap makhluk.

PANCAKKHANDHA, Jasmani (rupa), Perasaan (vedana), Persepsi (sañña), Bentuk-bentuk Mental/Pikiran (sankhara) dan Kesadaran (viññana) adalah berubah-ubah, timbul lenyap, tak memuaskan, tak bisa diandalkan, bukan suatu diri, tidak mengandung atau kosong dari suatu diri, bukan milik diri, tak berhubungan dengan suatu diri, tunduk pada proses perubahan, memiliki sifat, karakter, corak, mekanisme, prilaku, kondisi-kondisi penunjang dan hukumnya sendiri yang alami dan khas (tipikal).

"RUPA, semata mekanisme jasmaniah yang terkondisi, BUKAN MAKHLUK.
VEDANA, semata reaksi kontak dengan indera, BUKAN MAKHLUK.
SAÑÑA, semata produk & rekaman sensorik indera, BUKAN MAKHLUK.
SANKHARA, semata adonan/lapisan/matriks kompleks tapi kosong, yang terus membentuk, berproses & berubah selama kondisi penunjangnya masih ada, BUKAN MAKHLUK.
VIÑÑANA, semata atribut tipikal arus daya kesadaran yg timbul lenyap, BUKAN MAKHLUK.
SEMATA fenomena alam dengan sifat alami & kondisi penunjangnya sendiri yang khas atau tipikal."
Itulah sebabnya dikatakan bahwa mereka adalah semata fenomena yang bukan suatu "diri/atta", kosong dari suatu "diri/atta", dan bukan milik "diri/atta" atau siapapun jua.

JASMANI bak pohon yang terus tumbuh menua, layu dan mati.
PERASAAN bak getaran khas/tipikal, yang dimiliki semua lonceng di seluruh dunia.
PERSEPSI bak mekanisme khas/tipikal yang dimiliki semua kamera di seluruh dunia.
BENTUKAN BATIN bak mekanisme khas/tipikal gaya menarik dan menolak yang dimiliki semua magnet di seluruh dunia.
KESADARAN bak daya listrik yang dipakai semua gadget di seluruh dunia.