BUNYI PELUIT ARAHAT

Started by Lily W, 01 November 2007, 06:16:21 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Lily W

BUNYI PELUIT ARAHAT

   Cerita ini telah sering diulang-ulang dan sekarang telah menjadi semacam legenda. Begini ceritanya ...
   Belum lama ini, ketika Ven.Acariya Mun masih hidup, terdapat seorang bhikkhu yang pergi bersama beberapa bhikkhu lain untuk berlatih meditasi di satu bukit. Ketika mereka sedang melakukan meditasi, pada tengah malam, bhikkhu tersebut berpikir bahwa ia telah menembus Dhamma dan menjadi Arahat, akan tetapi apa yang diamati dalam meditasinya. Tak ada yang mengetahui. Bhikkhu tersebut meraba ke dalam tas tangannya dan mengambil pipa sedotan tembakau, lalu ditiupnya---tuuiit! Demikian bunyinya! Dua orang bhikkhu lain yang bersamanya di bukit tersebut cepat-cepat mencarinya. Mereka tak pernah berpikir bahwa apabila ia telah menembus Dhamma ia akan meniup sebuah peluit, sehingga mereka pikir mungkin terjadi suatu bahaya terhadap bhikkhu itu.
   "Hai, apa yang terjadi?"
   "Tak terjadi apa-apa, akan tetapi saya baru saja mencapai."
   "Busyet! Kamu telah mencapai apa?"
   "Saya telah mencapai tingkat kesucian Arahat!"

   Kedua orang bhikkhu tersebut tak berkata apa-apa – mereka mungkin tak enak hati untuk berkata. Hal tentang pencapaian tingkat kesucian tersebut mungkin saja benar tetapi apa yang lebih penting daripada itu..."Oh-ho! Setelah mencapai tingkat kesucian Arahat, kamu meniup peluit, tingkat kesucian macam apa ini?" Hal inilah yang mereka ragukan, tetapi mereka tak berkata apa-apa karena setelah memikirkan hal itu dari berbagai sudut, mereka hanya memperoleh capai (lelah).
   Kemudian, satu malam dan sekali lagi kira-kira tengah malam, kedua bhikkhu itu mendengar lagi bunyi peluit itu. Mereka berpikir, "Ia mungkin telah mencapai sesuatu yang tak seorangpun mengetahui tingkat apa sekarang." Tetapi mereka mau tidak mau pergi juga, karena mereka tinggal bersama. Andaikan terjadi suatu bahaya, sudah menjadi kewajiban untuk saling tolong satu sama lain. Akhirnya kedua bhikkhu itu kembali mencari bhikkhu yang meniup peluit tadi dan mereka bertanya kepadanya :
   "Kamu sekarang meniup peluit lagi, tingkat apa yang telah kamu capai selanjutnya? Apakah kamu telah mencapai tingkat kegilaan, atau arahat atau apa lagi, ini adalah gangguan yang nyata!" Kali ini ia (bhikkhu tadi) mengatakan : "Malam yang lalu saya berpikir keliru bahwa saya telah mencapai, sehingga saya meniup peluit untuk memanggilmu dan memberitahu kamu, sebab saya sangat bahagia. Tapi kemudian, mala mini saya mengamati dan menemukan, bahwa saya belum mencapai, oleh karena itu saya harus meniup peluit agar kamu tahu bahwa sebenarnya saya belum mencapai." Kedua Bhikkhu tersebut melihat segi kelucuan dari kejadian ini dan merasa kasihan akan kegilaan dari 'bunyi peluit arahat' itu.. Begitulah ceritanya...

* * *

   Apabila seseorang mengatakan dengan sombong, "Saya telah mencapai Sotapanna, Sakadagami, Anagami atau Arahat atau lainnya", tak terdapat satu alasanpun yang membuat pendengarnya merasa senang; kenyataannya hal  tersebut dapat mengubah kenyakinan pendengar terhadapnya, berangsur berkurang dan lalu mereka melihat kekotoran batin (kilesa) yang cukup jelas dari orang tersebut, mereka akan bosan dan mual, tak ada lagi rasa menghormat terhadap orang tersebut!
     Oleh karena itu, mereka yang berlatih, mereka yang sungguh-sungguh mencoba mencapai Dhamma, harus mencoba mempertimbangkan daripada mengumumkan pencapaian Dhamma seperti cara di atas, yang bukan merupakan cara dari Sang Buddha, melainkan merupakan cara seperti ikan busuk yang menyebar bau busuknya sehingga lalat-lalat berkerumun di sekitarnya!

Bahan :
The Dhamma Teaching of Acariya Maha Boowa in London

DHAMMA STUDY GROUP, BOGOR

_/\_   :lotus:
~ Kakek Guru : "Pikiran adalah Raja Kehidupan"... bahagia dan derita berasal dari Pikiran.
~ Mak Kebo (film BABE) : The Only way you'll find happiness is to accept that the way things are. Is the way things are