Siapakah yang seharusnya lebih siap pakai?

Started by chizz_roll, 04 November 2008, 07:19:01 PM

Previous topic - Next topic

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

chizz_roll

Sharing yang menarik, semoga bermanfaat..   ;D
Copas from email, so kalo repost, please delete ya  _/\_

Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

"Mereka tidak siap pakai!" Begitulah komentar paling populer tentang
kualitas lulusan perguruan tinggi kita. Lucu juga. Karena jika
menengok kebelakang ketika kita masih lucu seperti mereka dan
melamar kesana kemari sehabis wisuda; kita tidak berbeda jauh dari
mereka. Kita sering tidak menyadari bahwa kematangan yang saat ini
kita miliki merupakan hasil dari tempaan yang dijalani setiap hari.
Dia diberi nama `pengalaman' . Dan pengalaman tidak bisa dipelajari
dengan membaca buku atau duduk dibangku kuliah. Lebih dari itu `siap
pakai' bukanlah monopoli mereka yang baru masuk kerja. Kita yang
sudah lama bekerja pun belum tentu `siap pakai'. Meskipun terdengar
agak janggal, namun relevan dengan situasi aktual keseharian kita.
Jangan-jangan orang-orang yang mengaku kompeten seperti kita ini jauh
lebih `tidak siap pakai'-nya dibanding mereka?

"Lho, bisa masuk ke kampus itu saja sudah membuktikan dia bagus,"
sahut saya ketika seorang teman mengeluhkan kualitas adik-adik kelas
dikampusnya. Äpalagi dengan IP yang bagus, tentu mereka adalah orang-
orang yang mempunyai kemampuan."
Ïya, tapi mereka nggak siap pakai." balasnya.
"Maksudmu tidak siap pakai didunia kerja?"
"Ya iyyalaaaaah. .." geramnya. "Maasak ya iyyaaa dddong!"

"Apakah saat ini elo sudah merasa `siap pakai'?" pertanyaan saya
membuatnya gelisah.
"Maksud loooh?"

Kita tahu bahwa hidup kita terdiri dari berbagai tahapan. Masa dalam
kandungan, kita nggak perlu report-repot. Masa kecil, kita bermain.
Masa sekolah kita mesti belajar. Selanjutnya memasuki dunia kerja.
Setiap kali kita memasuki babak baru dalam hidup kita, pastilah ada
gap antara kemampuan fisikal dan intelektual kita dengan tuntutan
hidup dalam setiap jenjang. Tidak aneh, bukan?

Tidak siap pakai. Ini sama sekali bukanlah monopoli para lulusan
baru. Orang-orang yang sudah bekerja lama pun sangat banyak yang
tidak siap pakai. Itu jika kita tidak bisa mengatakan hampir semua
pegawai begitu. Artinya, bisa jadi, kita yang mengaku kawakanpun bisa
jadi tidak siap pakai.

"Maksud loooh?"

Sekurang-kurangnya, ada dua situasi yang membuktikan bahwa kita
sering `tidak siap pakai'. Misalnya, ketika perusahaan kita sedang
mencari pengganti boss yang pensiun. Dalam banyak situasi, perusahaan
harus bersusah payah mencari orang yang layak untuk menggantikan
perannya menduduki jabatan itu. Tidak jarang akhirnya perusahaan
harus merekerut orang dari luar. Mengapa harus begitu? Karena, kita
yang berada didalam organisasi ini `dinilai' belum memenuhi
kualifikasi yang memadai untuk menggantikan boss yang pensiun itu.

Anda boleh saja mengemukakan seribu alasan. Namun, pada kenyataannya;
peristiwa seperti ini lazim terjadi dilingkungan kita, bukan? Jika
demikian, bolehkah kita menyimpulkan bahwa orang-orang yang
mengaku `siap pakai' seperti kita ini juga ternyata `tidak siap
pakai' jika dihadapkan pada tantangan yang lebih tinggi? Sama seperti
kepada adik-adik yang baru lulus kuliah itu. Kita mencap
mereka `tidak siap pakai'. Pada saat yang sama perusahaan juga
menganggap kita tidak siap pakai untuk peran, tugas dan tanggungjawab
yang lebih besar. Apa bedanya?

Itu yang pertama.Yang kedua? Jika kita percaya bahwa kehidupan
manusia itu terdiri dari berbagai tingkatan, maka tentu kita sepakat
bahwa `memasuki dunia kerja' bukanlah tingkatan terakhir dalam hidup
kita. Sebab, setelah `masa bekerja' kita tuntas, maka kita memasuki
tahapan kehidupan berikutnya, yang biasa kita sebut sebagai masa
purna tugas. Alias pensiun. Itulah sebabnya kita mengenal
istilah `post power syndrome'. Ini tidak semata soal apakah
sebelumnya kita memegang kekuasaan besar atau tidak. Sebab, orang-
orang pensiunan yang tidak memegang jabatan tinggi pun banyak
mengalami sindrom yang sama. Ini menunjukkan bahwa kita `tidak siap
pakai'didunia pasca kerja.

Mungkin kita tidak mengalami sindrom separah itu. Tapi, tidak berarti
bahwa kita sudah benar-benar siap untuk menghadap masa `setelah dunia
kerja itu'. Coba jawab pertanyaan ini; setelah pensiun, apa yang akan
saya lakukan? Jika kita masih belum memiliki gambaran yang jelas
mengenai hal itu, maka kita juga `belum siap pakai'.

Boleh saja kalau anda mau berkilah bahwa pensiun itu masih lama.
Tapi, siapa yang menjamin bahwa anda tidak akan diberhentikan
ditengah jalan? Bukankah semua orang yang terkena PHK tidak pernah
membayangkan hal itu akan menimpa dirinya? Lha, jika itu terjadi
kepada anda, maka itu berarti anda harus segera memasuki dunia yang
berbeda. Sudah siap pakaikah anda didunia baru itu?

`Siap pakai' seyogyanya menjadi kata kunci bagi siapa saja. Hal itu
muncul dari sebuah pertanyaan mendasar yang berbunyi;"Sudah sejauh
mana saya mempersiapkan diri untuk memasuki babak berikutnya dalam
kehidupan ini?". Anda tahu bahwa semakin baik persiapan yang
dilakukan, semakin baik pula gambaran dimasa depan. Kepada adik-adik
yang masih duduk dibangku kuliah kita menasihatkan; belajar yang
baik. Berlatih organisasi. Jangan cuma terpaku kepada text book.
Kalian harus juga mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja.

Kita sendiripun membutuhkan nasihat seperti itu. Supaya, kita bisa
menjadi manusia yang siap pakai, ketika kita memasuki babak baru
kehidupan kita. Dan ketika kita sudah menjadi manusia yang `siap
pakai' itu, maka apapun yang akan terjadi esok atau lusa; kita tidak
perlu mengkhawatirkannya. Sebab, kita sudah `siap' untuk
menjalaninya. Sudah siap pakai-kah anda?

Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
IYE! (Indonesia Young Entrepreneurship)
ketika kehidupan memberimu seribu alasan untuk menangis, tunjukkan kalo kamu mempunyai sejuta alasan untuk tersenyum.. Tersenyumlah selalu.. :)

Edward

Karena itu...Tidak perlu lah, IP yang sempurna, perbanyaklah kegiatan berorganisasi, sehingga, bagi yang fresh graduate, tidak terlalu kaget dengan lingkungan yang baru...
Intinya sih, keep going forward!
"Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."